• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Hipotesis

1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Ketepatan Waktu Laporan Keuangan Menurut Owusu & Ansah (2000) dan Azizah, dkk (2016) menunjukkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profitabilitas maka perusahaan menyampaikan laporan keuangan dengan tepat waktu. Profitabilitas merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan untuk dapat menghasilkan laba sehingga semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi perusahaannya.

Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan

Perusahaan (Y) (Y) Profitabilitas (X1)

Leverage (X2) Likuiditas (X3)

Pergantian Auditor (X4)

Penelitian Dyer dan Mc Hugh (2018) menunjukkan bahwa perusahaan yang memperoleh laba cenderung tepat waktu menyampaikan laporan keuangannya dan sebaliknya jika mengalami rugi.

Carslaw dan Kaplan (2018) menemukan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian meminta auditornya untuk menjadwalkan pengauditannya lebih lambat dari yang seharusnya, akibatnya penyerahan laporan keuangannya terlambat. Kedua penelitian ini menyatakan bahwa perusahaan akan cenderung menunda penyampaian laporan keuangan apabila perusahaan yakin terdapat berita buruk dalam laporan keuangan tersebut, karena berpengaruh pada kualitas laba.

Profitabilitas dapat mempengaruhi perilaku ketepatan waktu pelaporan keuangan. Oleh karena itu, perusahaan yang mampu menghasilkan profit cenderung lebih tepat waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan perusahaan yang mengalami kerugian. Hal ini didukung oleh penelitian Annisa (2016), Hilmi dan Ali (2018) yang menemukan bukti empiris bahwa profitabilitas signifikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

2. Pengaruh Leverage Keuangan Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan

Penelitian Dyer dan Mc Hugh (2018) menunjukkan bahwa perusahaan yang memperoleh laba cenderung tepat waktu

menyampaikan laporan keuangannya dan sebaliknya jika mengalami rugi.

Carslaw dan Kaplan (2018) menemukan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian meminta auditornya untuk menjadwalkan pengauditannya lebih lambat dari yang seharusnya, akibatnya penyerahan laporan keuangannya terlambat. Kedua penelitian ini menyatakan bahwa perusahaan akan cenderung menunda penyampaian laporan keuangan apabila perusahaan yakin terdapat berita buruk dalam laporan keuangan tersebut, karena berpengaruh pada kualitas laba.

Profitabilitas dapat mempengaruhi perilaku ketepatan waktu pelaporan keuangan. Oleh karena itu, perusahaan yang mampu menghasilkan profit cenderung lebih tepat waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan perusahaan yang mengalami kerugian. Hal ini didukung oleh penelitian Annisa (2016), Hilmi dan Ali (2018) yang menemukan bukti empiris bahwa profitabilitas signifikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2 : Leverage keuangan berpengaruh negatif signifkan terhadap waktu ketepatan pelaporan keuangan perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

3. Pengaruh Likuiditas Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan

Menurut Yuniarti (2015) likuiditas adalah kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka pendek. Semakin bagus tingkat likuiditas mencerminkan perusahaan termotivasi akan menyampaikan laporan keuangan tepat waktu. Ukuran perusahaan yang dilihat dari besar

kecilnya perusahaan dapat di ukur dari total aktiva. Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan) perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh rasio lancar yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini dapat memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan dan mampu menjadi indikator terbaik dari sampai sejauh mana klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat.

Penelitian Suharli dan Rachpiliani (2016) memberikan bukti empiris bahwa likuiditas mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan. Apabila perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin besar, ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya.

Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini merupakan berita baik (good news) sehingga perusahaan dengan kondisi seperti ini cenderung untuk tepat waktu dalam penyampaian laporan keuangannya. Hasil penelitian Hilmi dan Ali (2018) menyatakan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H3 : Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

4. Pengaruh Pergantian Auditor Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan

Menurut Ardianto (2016) pergantian auditor dalam suatu perusahaan dilakukan karena kantor akuntan publik dengan pemberi tugas telah berakhir masa kontrak yang telah disepakati dan memutuskan untuk memperpanjang dengan penugasan baru. Pergantian auditor dilakukan karena telah berakhirnya kontrak kerja yang disepakati antara Kantor Akuntan Publik dengan pemberi tugas dan telah memutuskan untuk memperpanjang dengan penugasan baru.

Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.16 mensyaratkan adanya komunikasi baik lisan maupun tulisan antara auditor pendahulu dengan auditor pengganti sebelum menerima penugasan. Berbeda dengan penugasan pertama sebagai akibat adanya pergantian auditor, pada penugasan ulang auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Perusahaan yang mengalami pergantian auditor pada periode tersebut akan mengalami proses penyesuaian terhadap auditor baru, yang mana hal ini akan memakan waktu jika dibandingkan dengan pada waktu perusahaan belum berganti auditor. Pada penelitian Dwiyanti (2017) dijelaskan bahwa pergantian auditor berpengaruh negatif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Banyaknya prosedur yang ditempuh auditor pengganti dalam proses pengauditan memerlukan

waktu yang lebih lama dibandingkan jika auditor tersebut melanjutkan penerimaan penugasan. Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H4 : Pergantian auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap waktu ketepatan pelaporan keuangan perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

28

Penelitian ini menggunakan eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2016) penelitian kuantitatif adalah salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas dari awal hingga akhir pembuatan desain penelitian. Menurut Sugiyono (2016) pada penelitian kuantitatif eksplanatori adalah penelitian yang akan menjelaskan hubungan antara varibalel yang mempengaruhi hipotesis peneliti.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa sumber data historis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sugiyono (2016) mendefinisikan data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media lain bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen perusahaan.”

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Galeri Investasi BEI Universitas Muhammadiyah Makassar yang beralamat di Jalan Sultan Alauddin No.259 Makassar. Penelitian ini dilakukan bulan November s/d Desember 2021.

C. Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Menurut Indriantoro dan Supomo (2017), variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas, leverage,

likuiditas dan pergantian auditor sebagai variabel independen yang diukur dengan menggunakan variabel dependen yaitu ketepatan pelaporan keuangan perusahaan. Berikut definisi beserta masing-masing pengukurannya yaitu:

1. Ketepatan Waktu

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah ketepatan waktu.

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan diukur secara kuantitatif berdasarkan rentang waktu penyelesaian audit laporan keuangan tahunan, yaitu dari lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan tahunan perusahaan. Perusahaan di kategorikan terlambat jika laporan keuangan dilaporkan setelah tanggal 31 Maret, sedangkan perusahaan yang tepat waktu adalah perusahaan yang menyampaikan laporan keuangan sebelum tanggal 1 April. Variabel dependen ini diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan kategorinya adalah bagi perusahaan yang tidak memiliki ketepatan waktu (terlambat) masuk kategori 0 dan perusahaan yang tepat waktu masuk kategori 1.

2. Profitabilitas

Profitabilitas adalah indikator keberhasilan perusahaan (efektifitas manajemen) dalam menghasilkan laba. Profitabilitas diproksi dengan Return on Asset (ROA). Alasan memilih Return on Asset (ROA), karena rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam mengelola aset yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak.

3. Leverage Keuangan

Leverage keuangan dapat diartikan sebagai penggunaan aset dan sumber dana (source of fund) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.

4. Likuiditas

Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh rasio lancar yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini dapat memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan dan mampu menjadi indikator terbaik dari sampai sejauh mana klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat.

5. Pergantian Auditor

Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan kategorinya adalah bagi perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor termasuk kategori 0 dan perusahaan yang melakukan pergantian auditor termasuk kategori 1.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi menurut Sugiyono (2017) didefinisikan sebagai: “wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Berdasarkan pengertian populasi di atas dan judul yang diambil, maka populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi dengan jumlah 57 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2018-2020.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2017) bahwa: “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam penentuan sampling adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih secara sengaja dari populasi yang diteliti, dan dapat mewakili populasinya yang tentunya dengan kriteria sebagai berikut:

a. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2018-2020.

b. Perusahaan manfaktur sektor industri barang konsumsi yang sudah terdaftar 10 tahun atau lebih di Bursa Efek Indonesia, karena dianggap telah matang dan mewakili perusahaan lainnya yang terdaftar di BEI.

c. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang menerbitkan atau mempublikasikan laporan tahunan dan laporan keuangan untuk periode 31 Desember 2018-2020.

Tabel 3. 1 Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian

No Kode

perusahaan Nama Perusahaan

1 ADES Akasha Wira Internasional Tbk.

2 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.

3 BTEK Bumi Teknokultura Unggul Tbk.

4 BUDI Budi Starch & Sweetener Tbk.

5 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.

6 DLTA Delta Djakarta Tbk.

7 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk.

8 GGRM Gudang Garam Tbk.

9 HMSP H.M Sampoerna Tbk.

10 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

11 IIKP Inti Agri Resourcer Tbk.

12 INAF Indofarma (Persero) Tbk.

13 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.

14 KAEF Kimia Farma Tbk.

15 KICI Keduang Indah Can Tbk.

16 KLBF Kalbe Farma Tbk.

17 LMPI Langgeng Makmur Industri Tbk.

18 MBTO Martin Berto Tbk.

19 MERK Merck Tbk.

20 MLBI Multi Bintang Indonesia Tbk.

21 MRAT Mustika Ratu Tbk.

22 MYOR Mayora Indah Tbk.

23 PEHA Phapros Tbk.

24 PYFA Pyridam Farma Tbk.

25 RMBA Bentoel Internasional Investma Tbk.

26 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk.

27 SKBM Sekar Bumi Tbk.

28 SKLT Sekar Laut Tbk.

29 STTP Siantar Top Tbk.

30 TCID Mandom Indonesia Tbk.

31 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk

32 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk.

33 UNVR Unilever Indonesia Tbk.

Sumber : Data sekunder diolah (2021)

Berdasarkan kriteria sampel yang ditentukan di atas, maka didapatkan sampel sebanyak 33 perusahaan yang diperoleh dari hasil pengamatan. Jumlah periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini selama 3 tahun, sehingga jumlah data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 99 data penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara yang dicatat oleh pihak lain. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam data dokumenter yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan perusahaan manufaktur industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2018-2020.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang berupa laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan melalui www.idx.co.id.

F. Teknik Analisis

Menurut Sugiyono (2017) teknik analisis adalah kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data dan menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang diliat dari nilai maksimum, minimum rata-rata (mean), dan standar deviasi.

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum model regresi digunakan untuk memprediksi maka perlu menguji kelayakan model dengan melakukan pengujian asumsi klasik.

Ada empat penguji dalam uji asumsi klasik, yaitu:

a. Uji Asumsi Klasik Normalitas

Uji Asumsi Klasik Normalitas, di mana akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persaman regresi yang dihasilkan. Berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal.

Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali. Untuk menguji asumsi klasik normalitas ini dilakukan dengan grafik histogram dan normal probability plots. Cara grafik histogram dalam menentukan suatu data berdistribusi normal atau tidak, cukup membandingkan antara riil atau nyata dengan garis kurva yang berbentuk, apakah mendekati normal atau memang normal sama sekali. Jika data riil membentuk garis kurva cenderung tidak simetri terhadap mean (U), maka dapat dikata kan data berdistribusi tidak normal dan sebaliknya (Sunyoto, 2013).

Cara grafik histogram lebih sesuai untuk data yang relatif banyak, dan tidak cocok untuk banyak data yang sedikit, karena interpretasinya dapat menyesatkan. Cara normal probability plot lebih handal dari pada cara grafik histogram, karena cara ini membandingkan data riil dengan data distribusi normal (otomatis oleh komputer) secara komulatif. Suatu data dikatakan berdistribusi normal jika garis data riil mengikuti garis diagonal.

b. Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas

Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varian dari residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama disebut terjadi Homoskedastisitas dan jika variansnya tidak sama atau berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas.

Analisis uji asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel bebas (sumbu X= Y hasil prediksi) dan nilai residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y = Y prediksi – Y riil).

Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar dibawah maupun di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur

Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit, melebar maupun bergelombang-gelombang.

c. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas

Uji asumsi klasik jenis ini diterapkan untuk analisis regresi berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel bebas atau independen variabel (X1,2,3,…,n) di mana akan di ukur keeratan hubungan antarvariabel bebas tersebut melalui besaran koefisien korelasi (r). Dikatakan terjadi multikolinearitas, jika koefisien korelasi antar variabel bebas (X1 dan X2, X3, dan X4 dan seterusnya) lebih besar dari 0,60 (pendapat lain: 0,50; 0,70; 0,80; 0,90).

Dikatakan,.tidak.,terjadi multikolinearitas jika koefisien.korelasi antar variabel..bebas lebih kecil atau sama dengan..0,60 (r ≤ 0,60) (Sunyoto, 2013).

Atau dalam..menentukan ada atau tidaknya multikolinearitas dapat digunakan cara lain yaitu dengan:

1) Nilai tolerance..adalah besaran tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik (α).

2) Nilai variance..inflation factor (VIF) adalah factor inflasi penyimpangan baku kuadrat.

3) Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat dicari dengan menggabungkan kedua nilai tersebut..sebagai berikut:

a) Besar nilai tolerance (α) ::α = 1/ VIF

b) Besar nilai variance inflation factor (VIF) : VIF = 1/ α

c) Variabel bebas mengalami multikolinearitas jika: α hitung < α dan VIF hitung > VIF Variabel bebas tidak mengalami multikolinearitas jika: α hitung > α dan VIF hitung < VIF

d. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). Dengan demikian data dikatakan bahwa uji asumsi klasik autokorelasi dilakukan untuk data time series atau data yang mempunyai seri waktu (Sunyoto 2013).

Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 (DW<-2)

2) Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau -2 < DW <+2

3) Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2 3. Analisis Regresi Berganda

Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Variabel independen (X) dapat dirumuskan sebagai berikut. Variabel dependen (Y) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Langkah selanjutnya setelah menetapkan ukuran tiap variabel adalah menentukan teknik analisis formulasi regresi linear berganda yaitu:

Y= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ei Keterangan:

Y = Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Perusahaan β0 = konstanta

β1, β2 = keofisien regresi X1 = Profitabilitas

X2 = Leverage

X3 = Likuiditas

X4 = Pergantian Auditor ei = Standar Error 4. Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Semakin besar nilai R2 mendekati 1, maka semakin baik hasil untuk model regresi tersebut. Semakin

mendekati 0 maka variabel independen secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel dependen.

5. Pengujian parsial (uji t)

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan masing-masing nilai koefisien regresi (b1 dan b2) secara sendiri terhadap variabel terikat (Y).

Hasil uji t akan membuktikan bahwa suatu variabel independen dapat menjelaskan secara signifikan variabel dependen atau tidak.

Kriteria uji parsial (uji t) yaitu sebagai berikut:

a. Jika thitung > ttabel atau nilai sig. < 0,05 maka dapat diartikan bahwa variabel bebas secara parsial mempengaruhi variabel terikatsecara signifikan maka hipotesis diterima

b. Jika thitung < ttabel atau nilai sig. > 0,05 maka dapat diartikan bahwa variabel bebas secara parsial tidak mempengaruhi variabel terikat secara signifikan maka hipotesis ditolak.

40 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pada 1 Desember 2007 Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya melakukan pengabungan usaha yang secara efektif mulai beroperasi pada 1 Desember 2007 dengan nama baru Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Jakarta (BEJ) pertama kali berdiri pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti Perang Dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

a. Pada tanggal 14 Desember 1912 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I pada tahun 1914-1918.

b. Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya pada tahun 1925-1942. Awal tahun 1939 dikarenakan adanya isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup kembali. Sedangkan pada tahun 1942-1952 Bursa Efek di Jakarta ditutup selama Perang Dunia II.

c. Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950) pada tahun 1952.

d. Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif Perdagangan di Bursa Efek vakum pada tahun 1956-1977.

e. Pada tanggal 10 Agustus 1977 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

f. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

Hal ini terjadi antara tahaun 1977-1987.

g. Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia pada tahun 1987. Selang tahun 1988-1990 paket

deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing dan aktivitas bursa meningkat.

h. Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer pada tanggal 2 Juni 1988.

Di bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

i. Pada tanggal 16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

j. Pada tanggal 13 Juli 1992 swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

k. Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems) pada 22 Mei 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995

k. Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems) pada 22 Mei 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995

Dokumen terkait