• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis untuk mengetahui adanya kelainan pada jaringan hati dilakukan dengan menghitung jumlah hepatosit normal, hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis, hepatosit yang mengalami degenerasi lemak, dan hepatosit yang mengalami nekrosis. Perhitungan dilakukan dengan menghitung sel yang mengalami lesion atau kerusakan teramati dan dibandingkan dengan jumlah seluruh sel pada satu lapang pandang yang teramati. Penghitungan ini akan menghasilkan nilai persentase seperti yang dilakukan oleh Syabana (2010).

Gambar 11. Foto kerusakan hepatosit yang meliputi; degenerasi hidropis ( ), degenerasi lemak ( ), dan nekrosis ( )

Data mengenai persentase lesio hepatosit dapat dilihat pada lampiran 11. Jumlah hepatosit normal secara statistik tidak berbeda nyata antara kelompok A, C, D, dan E (P>0.05), sedangkan apabila dibandingkan dengan mencit kelompok B akan berbeda nyata (p<0.05). Apabila dilihat persentasenya, persentase hepatosit normal pada mencit kelompok B merupakan persentase tertinggi (3.18%). Hepatosit yang normal bisa diidentifikasi dari sitoplasmanya yang berwarna

merah muda atau merah (Syabana 2010).

Degenerasi hidropis separah degenerasi lemak perubahan vacuolar (Price yang bersifat dapat bali degenerasi hidropis adala

swelling dihasilkan dari g (disebut juga pompa ion) (Na+) dan air akan masu Sebagai akibatnya mitok protein’ (cloudy swelling

vesikel yang berisi air terakumulasi di sitosol ata hidropis (Thomas 1984). M C mengalami degenerasi h nilai tertinggi dibandingk kejadian kelainan degener adanya tumor dan tidak a mencit kelompok C mun degenerasi hidropis pada h dan E tidak berbeda ny memang paling sering mu Menurut Price dan W keadaan normal. Secara menyebabkan sedikit pem pembesaran jaringan ata

C, 0.27% D, 0.66%

h dan nukleusnya yang berwarna biru dan terlihat me

Gambar 12. Persentase hepatosit normal

is adalah pembengkakan sitoplasma yang disertai vak ak. Oleh karena itu, degenerasi ini sering disebut perub ice dan Wilson 1994). Degenerasi hidropis merupakan d alik (reversible). Sebagai akibat dari adanya kerus alah keadaan yang paling sering muncul. Degenerasi

i gangguan sistem metabolisme yang mengatur lingku on). Ketika mekanisme pengaturannya gagal atau terg suk ke dalam sel sedangkan ion potassium (K+) kelu tokondria menggembung dan sitoplasma tampak teris

ing). Mitokondria dalam keadaan tersebut dapat bertra ir atau transformasi hidropik dari mitokondria. Air atau di cisternae dari reticulum endoplasma sehingga m

). Mencit kelompok B mengalami degenerasi hidropis s si hidropis sebesar 30.66% dari total hepatositnya. Nilai t ngkan dengan kelompok lainnya. Hal tersebut meng nerasi hidropis pada mencit kelompok B setidaknya mem

k adanya ransum pakan yang mengandung cincau hija uncul dugaan belum efektifnya dosis 0.88% dalam m a hepatosit. Degenerasi hidropis yang terjadi pada menc nyata (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa d

uncul di dalam kasus kerusakan hati.

Wilson (1994) perubahan tersebut hanya merupakan ga ra mikroskopis perubahan pembengkakan sel tidak embesaran sel dan sedikit perubahan susunan. Secara m atau organ yang bersangkutan. Jika bahaya pemben

A, 1.27%

B, 3.18% 6%

E, 1.27%

membran nukleusnya

akuolisasi yang tidak rubahan hidropik atau n degenerasi hepatosit usakan sel, keadaan si hidropis dan clody

kungan ionik dari sel ganggu, ion sodium eluar dari dalam sel. risi dengan ‘granula transformasi menjadi ir tersebut mungkin a menjadi degenerasi s sebesar 30.33% dan ai tersebut merupakan ngindikasikan bahwa emiliki kaitan dengan ijau, sedangkan pada mengatasi kerusakan encit kelompok A, D, degenerasi hidropis gangguan ringan dari ak nyata dan hanya makroskopis terlihat bengkakan sel dapat

dihilangkan, setelah beber bahwa tingginya presenta kontrol mengindikasikan a Komponen tersebut kem penyebab adanya degener reaksi individual mencit te bersifat Specific Pathoge

mencit kelompok kontrol tidak berbeda. Oleh karen cincau dan senyawa-senya

Gambar 13 Pada beberapa kasu secara lebih lanjut. Degen Oleh karena itu, hepatosit Degenerasi lemak atau ya menggambarkan penampa maupun dalam bentuk d bergantung pada propors mengandung sedikit fosfo dengan cara pinositosis. fosfolipid dan protein, dan di antara jumlah triglise (kekurangan kolin), atau k menyebabkan adanya akum

Degenerasi lemak te dan C tidak berbeda nyat begitu juga dengan kelo mengonsumsi bubuk daun

D, 22.54

berapa lama volume sel akan kembali normal. Ariawan ntase degenerasi hidropis hepatosit seluruh kelompok t n adanya bahan tertentu dalam pakan mencit yang cende emungkinan bersifat hepatotoksik terhadap hati men erasi hidropis tersebut bisa diakibatkan oleh pakan yan t terhadap lingkungan yang sanitasinya kurang baik, atau

gen Free (SPF). Akan tetapi, penelitian ini menunjuk rol positif (A) dan kelompok perlakuan D dan E menu

rena itu, degenerasi hidropis tidak disebabkan oleh kon yawa kimia di dalamnya.

3. Persentase hepatosit yang mengalami degenerasi hidr sus degenerasi hidropis bisa menyebabkan terjadinya generasi lemak merupakan kondisi dari hepatosit yang b

sit tersebut tampak memiliki banyak ruang-ruang koson yang biasa disebut juga dengan perubahan lemak atau m pakan lemak yang tampak secara mikroskopis baik da droplet atau butiran yang besar. Ukuran dari butir orsi lemak netral dan fosfolipid, yang mana ukuran b

sfolipid. Secara normal lemak diambil oleh sel dalam b s. Asam lemak tersebut disintesis menjadi trigliserida dan dikirim menuju darah sebagai lipoprotein. Ketidaks iserida (peningkatan suplai pencernaan) dan protein, u kegagalan dalam penggabungan energi (kekurangan o kumulasi lemak (Thomas 1984).

terjadi pada setiap kelompok mencit. Lesio hepatosit pa yata (p>0.05), pada kelompok C dan D tidak berbeda n lompok D dan E (p>0.05). Lesio degenerasi lemak aun cincau hijau 0.88% pada kelompok C cenderung t

A, 21.37% B, 30.33 C, 30.66% .54% E, 14.08% n (2008) menyatakan k termasuk kelompok nderung merusak hati. encit. Kemungkinan ang tercemar, adanya tau mencit yang tidak jukkan bahwa antara nunjukkan hasil yang onsumsi bubuk daun

idropis

ya degenerasi lemak g berisi banyak lipid. song berbentuk bulat. u metamorfosis lemak dalam bentuk normal tiran lemak tersebut n butiran yang besar bentuk asam lemak ida, berikatan dengan akseimbangan apapun in, jumlah fosfolipid n oksigen atau enzim) t pada kelompok A, B a nyata (p>0.05), dan k pada mencit yang g tidak berbeda nyata

terhadap kedua kontrol. S nilai lesio degenerasi lem Apabila dilihat persentase turut adalah 71.29% dan 7 dan 58.02%.

Gambar 1 Menurut Price dan W oleh begitu banyak meka normal terlibat dalam me adiposa ke dalam aliran da sedangkan sebagian lagi d lagi ke dalam aliran darah menyatakan bahwa penin substrat untuk proses stres hati dan otot dengan men lebih lanjut akan mening meningkatkan sirkulasi as meningkatkan sintesis a mekanisme komplek sinte terjadi akumulasi triglis (Nonalcoholic Fatty Liver

Salah satu tipe peny luas pada tikus percobaan Syabana (2010) menduga standar yang digunakan. mercaptobutyric acid), k mengakibatkan terjadinya Kolin tidak berperan di d

D, 71.29%

l. Sementara itu, dengan meningkatnya dosis menjadi lemak cenderung meningkat dan berbeda nyata dengan senya, nilai persentase degenerasi lemak pada kelompok 77.76%, sedangkan pada kelompok A, B, dan C adala

14. Persentase hepatosit yang mengalami degenerasi lem n Wilson (1994) perubahan lemak sering terjadi karena ekanisme yang berbeda, khususnya pada hati. Hepato metabolisme aktif lemak. Lemak terus-menerus dimobi darah dan akan diabsorbsi oleh hepatosit. Sebagian lem i diikat oleh protein yang disintesis oleh hepatosit kem rah dalam bentuk lipoprotein. Basaranoglu dan Neuschw ingkatan lemak pada otot atau sel-sel hati berakibat te ress oksidatif, peroksidasi lipid, dan juga menaikkan res engganggu aliran signal insulin di bagian hilir. Resist ngkatkan lipolisis periferal di jaringan adiposa. Lebih asam lemak bebas, menghambat proses β-oksidasi asam s asam lemak dan trigliserida di dalam hati secara ntesis lemak di hati dan kapasitas sekresi tersebut sang liserida berlebih di dalam hepatosit dan menuju

ver Disease).

nyebab terjadinya degenerasi lemak pada hati yang tela aan adalah defisiensi kolin, yang oleh karenanya disebu ga bahwa degenerasi lemak berkaitan dengan defisiens n. Selain itu, diketahui bahwa antibiotik puromycin karbon tetraklorida, kloroform, fosfor, timbal, dan ya degenerasi lemak dan menandai penurunan konsen i dalam perlindungan terhadap agen-agen tersebut tetap

A, 75.85% B, 61.18 C, 58.02% 9% E, 77.76% di 1.76% dan 2.64% gan kontrol (p<0.05). pok D dan E berturut-alah 75.85%, 61.18%,

lemak

na dapat ditimbulkan atosit dalam keadaan obilisasi dari jaringan emak akan dioksidasi, emudian dikeluarkan hwander-Tetri (2007) terhadap tersedianya resistensi insulin pada sistensi insulin secara ih lanjut hal tersebut am lemak di hati, dan ra de novo. Apabila ngat berlimpah, akan u ke arah NAFLD telah dipelajari secara but faktor lipotropik. nsi kolin pada pakan in, ethionin (amino-an arsenik semu(amino-anya

sentrasi VLDL tikus. tapi lebih berperan di

dalam penyembuhan atau terbukti berakibat terhada sekresi lipoprotein oleh h endoplasma dan apparatu sebagai VLDL (very low

VLDL oleh hati ke dalam dalam kasus kekurangan molekul-molekul fosfatid dalam hati. Menurut Hod dengan cedera pada hati b dari hati. Peningkatan lem karena itu, analisis biokim Seperti halnya degen menjadi degenerasi lema kerusakan hepatosit yang tersebut akan menyebabka apoptosis dan secara nekro dilakukan sel dan sudah kematian sel dalam jumlah

Gamb Nilai lesio nekrosis (P>0.05). Nilai tersebut kelompok A dan C. Perse adalah 5.31%, 5.51%, d kelompok A (1.51%), k tambahan cincau hijau menunjukkan bahwa deng persentase sel nekrosis p

D, 5.51%

tau pemulihan. Nocianitri (2006) menyatakan bahwa dap akumulasi lemak di dalam hati tikus. Kolin diperl hati. Lipoprotein diproduksi dari lemak dan protein d atus golgi hati. Lipoprotein kemudian ditransportasika

ow density lipoprotein) yang mengandung banyak tria am darah membutuhkan biosintesis fosfatidilkolin aktif an kolin hepatosit mengalami keterbatasan kapasitas tidilkolin yang baru. Oleh karena itu, terjadi akumula odgson dan Levi (2000) peranan penimbunan lemak di ti belum jelas. Selain itu, penimbunan lemak di hati buk

emak di hati dapat dihubungkan dengan perubahan biok imiawi darah dapat digunakan sebagai alat bantu diagno enerasi hidropis yang bersifat dapat balik (reversible) da mak, degenerasi lemak pada hepatosit juga dapat ng bersifat permanen. Pada akhirnya kerusakan yang bkan kematian sel. Kematian sel bisa terjadi melalui dua krosis. Kematian sel secara apoptosis merupakan tindak h diprogram oleh sel tersebut. Kematian sel secara n lah besar hingga menguasai sebagian jaringan (Ariawan

mbar 15. Persentase hepatosit yang mengalami nekrosis sis pada mencit kelompok B, D, dan E cenderung ti t berbeda nyata apabila dibandingkan dengan nilai l rsentase nekrosis pada mencit kelompok B, D, dan E se , dan 6.89%. Apabila dibandingkan dengan persent

kelompok mencit B yang disuntikkan tumor dan t u dalam ransumnya cenderung lebih besar (5.31 ngan kondisi yang sama (tanpa ada tambahan cincau da pada kelompok B lebih besar dibandingkan dengan

A, 1.51% B, 5.31% C, 11.05% % E, 6.89% wa kekurangan kolin erlukan dalam proses n di dalam retikulum ikan ke dalam serum iasilgliserol. Sekresi tif. Sementara itu, di as dalam mensintesis ulasi triasilgliserol di di hati dan kaitannya ukan berarti disfungsi okimiawi darah. Oleh nosis lebih lanjut.

dan berpotensi lanjut at berlanjut menjadi ng bersifat permanen ua cara, yaitu: secara akan bunuh diri yang nekrosis merupakan an 2008).

tidak berbeda nyata i lesio nekrosis pada secara berturut-turut tase nekrosis pada n tidak mendapatkan .31%). Hal tersebut dalam ransum pakan) an kelompok A. Hal

tersebut mungkin terkait dengan kondisi metabolisme mencit B yang terganggu dengan adanya tumor di dalam tubuh mencit, sehingga mengakibatkan sebagian hepatosit mengalami kematian (nekrosis). Meski demikian, kejadian nekrosis pada hepatosit juga merupakan hal yang normal. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya nilai persentase hepatosit yang mengalami nekrosis pada kelompok A. Kejadian nekrosis pada kelompok D, dan E yang mendapat ransum cincau hijau tidak berbeda dengan mencit kelompok kontrol negatif (p>0.05). Hal tersebut menggambarkan bahwa kejadian nekrosis pada kelompok perlakuan bukan disebabkan oleh adanya komponen toksik pada bubuk daun cincau hijau. Persentase nekrosis pada kelompok C menunjukkan nilai tertinggi yaitu 11.05%. Persentase hepatosit normal pada kelompok C menunjukkan nilai terendah dibanding kelompok lainnya, yaitu 0.27%. Tingginya persentase nekrosis dan rendahnya persentase sel normal pada kelompok C mungkin disebabkan oleh adanya jaringan tumor yang memperberat kerja hati. Rata-rata berat jaringan tumor pada kelompok C adalah 1.18±0.12 gram. Nilai tersebut tidak berbeda dengan nilai rata-rata berat tumor pada kelompok B. Kejadian nekrosis pada hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa (Wulandari 2008).

Degenerasi hepatosit yang lebih tinggi pada mencit kelompok perlakuan bisa diakibatkan oleh adanya saponin pada tanaman. Saponin apabila tertelan dapat bersifat racun, menyebabkan urtikaria, bila diinjeksikan menyebabkan hemolisis eritrosit, dan menjadi alasan penyebab kerusakan hepatosit (Ariawan 2008). Pemberian ekstrak Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.) juga mengakibatkan kejadian degenerasi di semua kelompok perlakuan (Wahyuningsih, 2004). Daun cincau hijau yang ditambahkan di dalam ransum pakan mengandung alkaloid (Aryudhani 2010 dalam proses). Zat fitokimia yang diduga terkandung dalam daun cincau hijau secara kualitatif antara lain: alkaloid, saponin, fenol hidrokuinon, dan flavonoid (lampiran 15). Di dalam bidang pengobatan alkaloid digunakan secara luas meskipun seringkali beracun bagi manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Ismiyatun (2006) menyebutkan bahwa ekstrak sidaguri yang dikonsumsi setiap hari kemungkinan akan merusak fungsi hati karena adanya senyawa-senyawa kimia terutama alkaloid dari daun sidaguri yang harus dinetralisir secara terus menerus. Ekstak daun sidaguri beserta zat-zat yang terkandung di dalamnya jika dikonsumsi akan mengalami detoksifikasi di hati. Alkaloid juga merupakan senyawa antitumor yang aktivitasnya bergantung pada dosis perlakuan.

Kandungan fitosterol pada tanaman dapat meningkatkan glikogen dan perputaran (turnover) karbohidrat dalam hati. Peningkatan penyimpanan berbagai macam substansi di dalam sel secara berlebihan juga bisa diakibatkan secara genetik yaitu adanya keterbatasan enzim lisosom. Hal tersebut mengakibatkan degradasi dari substansi-substansi tersebut tidak terjadi dan terjadi akumulasi di dalam sel. Fitosterol juga menaikkan level serum LDL kolesterol pada kuskus dan menurunkan aktivitas enzim lipase esterase pada hati kuskus (Nieminen 2002). Friedman et al.

(2009) menambahkan bahwa berbagai macam zat aktif yang terdapat dalam buah tomat termasuk alkaloid, bertanggung jawab atas hasil penelitian yang bervariasi, seperti kemungkinan dalam menstimulasi pertumbuhan sel. Sel hati merupakan sasaran utama dari peningkatan konsentrasi radikal bebas karena hati merupakan tempat terjadinya metabolisme senyawa senobiotik. Terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species) dan peroksidasi lipid akibat stress oksidatif dapat menyebabkan terbentuknya xenobiotik yang akan menginduksi terjadinya kematian hepatosit (Prayitno 2009). Long dan Li (2005) menyatakan bahwa aktivitas antitumor dari senyawa alkaloid yang berasal dari Oxytropis ochrocephala bergantung pada dosis perlakuan dan tidak berefek toksik pada berat badan, ginjal, dan hati. Data epidemiologis mendukung adanya korelasi antara tingginya konsumsi buah-buahan dan sayuran segar dengan menurunnya risiko penyakit

degeneratif kronis termasuk kanker, sekaligus menginduksi sifat kemopreventif. Buah dan sayuran segar merupakan sumber yang kaya akan berbagai macam nutrient, termasuk vitamin, antioksidan, mineral mikro, fitosterol, enzim-enzim baru, serat pangan, dan berbagai macam kemoprotektan biologis lainnya (Bagchi et al. 2007).

Efek komponen aktif tanaman terhadap kerusakan hepatosit bergantung pada dosis perlakuan dan lama pemberian. Konsumsi jumlah pakan yang mengandung bubuk daun cincau hijau pada kelompok perlakuan C, D, dan E tidak berbeda (p>0.05), baik pada masa awal perlakuan maupun setelah akhir perlakuan. Mencit kelompok perlakuan mengonsumsi ransum pakan yang mengandung bubuk daun cincau hijau dalam jumlah yang relatif tetap baik pada masa awal perlakuan maupun setelah ditransplantasi sel tumor kelenjar susu. Oleh karena itu, timbulnya degenerasi pada mencit diduga disebabkan karena adanya jaringan tumor yang berkembang dan memperberat kerja hati. Belum efektifnya dosis 0.88% dalam memberikan proteksi terhadap kerusakan hati mungkin disebabkan oleh faktor jumlah konsumsi pakan yang relatif sama, baik pada awal perlakuan maupun akhir perlakuan, dan faktor adanya jaringan tumor.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Secara umum pertumbuhan berat badan mencit meningkat, baik pada awal perlakuan maupun pada akhir perlakuan. Pertambahan berat badan pada masa setelah transplantasi tumor pada kelompok perlakuan dan kontrol negatif (B) diduga dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan tumor. Berat badan mencit kelompok E merupakan berat badan paling rendah, baik pada awal perlakuan maupun pada akhir perlakuan. Hal ini diduga akibat konsumsi dosis bubuk daun cincau hijau sebesar 2.64% pada ransum mampu mempengaruhi turunnya berat badan pada mencit. Setelah transplantasi tumor, mencit kelompok C (0.88%) dan D (1.76%) cenderung memiliki berat badan yang sama dengan mencit kelompok A. Setelah transplantasi tumor, mencit kelompok B cenderung memiliki perubahan berat badan menjadi lebih kecil dari mencit kelompok A.

2. Masa laten tumor pada semua kelompok mencit tidak berbeda nyata (p>0.05) satu sama lain. Akan tetapi, masa laten tumor kelompok C merupakan masa yang paling lama bila dibandingkan dengan kontrol negatif.

3. Volume tumor kelompok kontrol negatif (B) meningkat drastis 11 hari setelah transplantasi sel tumor, sementara volume tumor kelompok perlakuan tiap dosis cenderung tidak meningkat secara signifikan (p>0.05).

4. Berat jaringan tumor kelompok B dan C berbeda nyata lebih besar (p<0.05) dibandingkan kelompok A, D, dan E.

5. Berat organ hati tiap kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05).

6. Efek komponen aktif tanaman terhadap kerusakan hepatosit bergantung pada dosis perlakuan dan lama pemberian. Konsumsi jumlah pakan yang mengandung bubuk daun cincau hijau pada kelompok perlakuan C, D, dan E tidak berbeda (p>0.05), baik pada masa awal perlakuan maupun setelah akhir perlakuan. Mencit kelompok perlakuan mengonsumsi ransum pakan yang mengandung bubuk daun cincau hijau dalam jumlah yang relatif tetap baik pada masa awal perlakuan maupun setelah ditransplantasi sel tumor kelenjar susu. Oleh karena itu, timbulnya degenerasi pada mencit lebih disebabkan karena adanya jaringan tumor yang berkembang dan memperberat kerja hati. Belum efektifnya dosis 0.88% dalam memberikan proteksi terhadap kerusakan hati mungkin disebabkan oleh faktor jumlah konsumsi pakan yang relatif sama, baik pada awal perlakuan maupun akhir perlakuan, dan faktor adanya jaringan tumor.

7. Konsumsi bubuk daun cincau hijau mampu menekan pertumbuhan jaringan tumor pada mencit yang diberi perlakuan dosis 0.88%, 1.76%, dan 2.64%. Dosis 2.64% mempengaruhi penurunan berat badan mencit. Apabila dilihat profil berat hati setiap kelompok mencit, konsumsi pakan yang mengandung bubuk daun cincau hijau juga mampu melindungi hati dari kejadian hipertropi pada mencit perlakuan. Apabila dilihat secara histologi, lesio atau kerusakan memang terjadi pada setiap kelompok mencit. Akan tetapi, lesio seperti degenerasi hidropis dan degenerasi lemak adalah jenis lesio yang masih bisa kembali ke normal. Selain itu, nekrosis juga umum terjadi pada jaringan hati.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai parameter yang lebih spesifik yang mencerminkan profil perkembangan jaringan tumor pada penelitian makanan antikanker selanjutnya. Parameter tersebut bisa berupa antivaskularisasi, antiinflamasi, dan lain-lain.

Dokumen terkait