• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIV/AIDS

Dalam dokumen Dr. Nora Lumentut NIP (Halaman 62-71)

DI SULUT TAHUN 1997 – – 200 200 8 8

HIV/AIDS

Tabel V.9. Persentase Penduduk 10 tahun ke Atas menurut Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dan Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara

Kabupaten/Kota Pernah Mendengar Berpengetahuan benar tentang penularan HIV/AIDS Berpengetahuan benar tentang pencegahan HIV/AIDS Bolaang Mangondow 20,2 5,3 30,8 Minahasa 72,5 15,4 32,2 Kepulauan Sangihe 30,8 5,1 25,6 Kepulauan Talaud 38,8 6,0 28,1 Minahasa Selatan 63,3 11,3 63,7 Minahasa Utara 65,8 2,2 43,8 Kota Manado 77,3 20,9 72,5 Kota Bitung 68,1 5,7 57,7 Kota Tomohon 69,0 7,3 45,9 Sulawesi Utara 58,6 12,5 51,8 Sumber : Riskesdas 2007 Sumber : Bidang PMK 2009

Gambar V. 21. Case Notification Rate Tahun 2004 – 2008 Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Bidang PMK 2009

Gambar V. 22. Pola penemuan kasus TBC Provinsi Sulawesi Utara tahun 2001 - 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

Secara rerata di tingkat Provinsi, 58% pen-duduk yang berumur ≥10 tahun di Provinsi Su-lawesi Utara pernah mendengar tentang HIV/ AIDS. Persentase tertinggi di Kota Manado (77%) dan terendah di Kabupaten Bolaang Mongondow (20%). Secara rerata yang mempunyai pengeta-huan benar tentang HIV/AIDS hanya 12,5% atau satu di antara delapan penduduk yang berumur ≥10 tahun. Sementara yang berpengetahuan benar tentang cara penularan HIV/AIDS sebesar 50% dari yang pernah mengetahui.

b. TUBERKULOSIS

Sejak mulai di pakai di provinsi Sulawesi Utara pada tahun 1993, maka strategi DOTS telah dit-erapkan di seluruh Kabupaten/Kota dan 95 % Puskesmas telah mengadopsi strategi ini, sisanya belum dapat dikembangkan berhubungan dengan keterbatasan sumber daya tenaga kesehatan yang akan mengimplementasikan strategi ini terutama di puskesmas pemekaran

Trend penemuan kasus pada 5 tahun tera-khir tergambar pada Grafik Case Notification Rate di bawah ini.

Fokus penemuan tetap pada penderita BTA positif untuk menuntaskan sumber penularan,

tanpa meninggalkan kasus lainnya, sepertin terli-hat dalam grafik 6 di bawah ini.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006 Thn 2007 Thn 2008 0 1000 2000 3000 4000 5000 BTA POSITIF 1737 1715 2393 3055 3344 4149 3753 4054 BTA NEGATIF 275 550 581 717 747 522 519 485 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Gambar V.23 . Penderita baru BTA positif (CDR) di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

Gambar V.24. Error rate < 5 % di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2003 - 2007

Sumber : Bidang PMK 2009

Angka penemuan kasus baru pada be-berapa tahun terakhir ini menggambarkan fluk-tuasi yang bukan disebabkan oleh pergeseran

epi-demiologis, tetapi lebih banyak disebabkan oleh dinamika program, seperti terlihat dalam grafik di bawah ini.

Kualitas Diagnosa TB menunjukkan perkem-bangan yang cukup baik dimana pada tahun 2003 masih menunjukkan angka 5 %, tetapi kemudian

mulai menurun ke kisaran 3 %, walaupun ada be-berapa kabupaten error ratenya masih terlalu tinggi seperti di Minahasa

7 5 5 2 6 16 5 7 4 4 2 2 6 0 1 1 3 1 1 1 1 0 3 2 1 3 1 8 2 1 1 1 0 1 1 2 2 8 4 5 0 2 0 1 2 0 3 0 5 10 15 20 Sang ihe Mina hasa Bolm ong Mana do Bitu ng Tala ud Tom ohon Mins el Minu t Sulu t 2003 2004 2005 2006 2007 Ket : Thn 2005 PR 210/10000 Pddk

Gambar V.25. Data Cure rate penderita baru BTA (+) per kab/kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d 2007

Gambar V.26. Distribusi kasus Pneumonia pada Balita berdasarkan Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2007 s/d 2008

: Sumber : Bidang PMK 2009

Kegiatan pembinaan pengobatan selama 5 tahun terakhir ini berlangsung cukup baik dimana angka kesembuhan mencapai diatas 85 % di

selu-ruh Kabupaten/Kota, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.

c. ISPA

Pada lokakarya nasional ke-3 tahun 1990, telah disepakati penanggulangan dan pemberan-tasan ISPA yang dititikberatkan pada penanggu-langan Pnemonia Balita. Hal ini merupakan tindak lanjut dari fakta yang ada bahwa penyebab kema-tian tertinggi pada anak usia dibawah 5 (lima) ta-hun adalah penyakit pernafasan dan sebagian be-sar disebabkan oleh Pnemonia.

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) khususnya Pnemonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan pada bayi dan balita di Provinsi Sulawesi Utara. Angka cakupan penemuan penderita Pnemonia pada Balita di Provinsi Sulawesi Utara selang 2 tahun terakhir (2007 s/d 2008) mengalami peningkatan.

Distribusi kasus Pnemonia berdasarkan kabu-paten/kota di Provinsi Sulawesi Utara selang 2 (dua) tahun terakhitr (2006 s/d 2008), seperti yang disajikan pada Grafik 10 di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Thn 2004 Thn 2005 Thn 2006 Thn 2007 Sangihe Minahasa Bolmong Manado Bitung Talaud Tomohon Minsel Minut Sulut 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 KO T A KO T A BI T U N G KO T A KO T A KAB. KAB. M IN SEL KAB. M IN U T KAB. KAB. BO L M U T KAB. M IT R A KAB. SAN G IH E KAB. T AL AU D KAB. SI T AR O KAB/KOTA J LH K A S U S TAHUN 2007 TAHUN 2008 Sumber : Bidang PMK 2009

Gambar V.27. Distribusi kasus Pnemonia pada Balita berdasarkan kelompok umur di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

Table V.10. Distribusi Petugas yang telah dilatih MTBS di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2001 s/d 2007

Sumber : Bidang PMK 2009

Berdasarkan Grafik 10 terlihat bahwa pene-muan kasus Pnemonia pada Balita di Provinsi Su-lawesi Utara mengalami peningkatan dari tahun 2006 s/d 2008. Kasus tertinggi ditemukan di Kab. Minahasa (2.165 kasus) diikuti dengan Kab. Bol-mong (2.127 kasus).

Sedangkan distribusi penyakit Pnemonia ber-dasarkan kelompok umur di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008, terutama ditemukan pada kelompok umur 1-4 tahun, seperti pada Grafik 11 berikut:

Perkembangan MTBS di Provinsi Sulawesi Utara

Upaya untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus dan kualitas tatalaksana penderita Pnemonia Balita, maka DepKes RI telah menerapkan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.

Di Provinsi Sulawesi Utara kegiatan tersebut telah dimulai dengan sosialisasi MTBS dan pelatihan TOT yang diselenggarakan oleh DepKes RI. Jumlah puskesmas sudah mendapat pelatihan MTBS adalah 27 buah, sedangkan jumlah puskesmas yang melaksanakan MTBS yaitu 9 buah (33,3%). Adapun distribusi petugas yang telah dilatih MTBS, disajikan pada Tabel 2 berikut.

835 646 6270 1011 30 76 512 1155 207 834 8173 1837 38 95 2331 1011 49 98 1114 0 200 400 600 800 1000 1200 KASUS

KOTA MANADO KOTA KOTAMUBAGU

KAB. MINUT KAB. MITRA KAB. SITARO

KAB/KOTA

<1TH

1-4TH

No. Tahun Jumlah Petugas (orang)

1. 2001 21

2. 2002 20

3. 2005 27

4. 2007 15

Dari tabel diatas terlihat adanya ketidaksi-nambungan upaya ekspansi MTBS ke layanan ke-sehatan lainnya. Fakta-fakta epidemiologis dan layanan kesehatan P2 TB dan ISPA yang berbasis dari laporan unit pelayanan kesehatan ini ketika di

komparasi dengan hasil Riskesdas 2007, menun-jukkan perbedaan yang cukup signifikan, seperti terlihat pada table 3 di bawah ini. Asumsi awal dari ketidak cocokan ini adalah hasil Riskesdas tidak memisahkan antara kejadian infeksi dalam

Tabel V.11. Prevalensi ISPA, Pneumonia, TB, Campak menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi

Sumber : Riskesdas 2007

Gambar V. 28. Trend Penyakit Diare dan Kematian di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

suatu periode waktu dan kumpulan kumulasi kasus bergejala pada saat survey dilangsungkan. Sementara pada penyakit-penyakit kronik seperti

TB hal ini sungguh teramat penting untuk menilai kondisi epidemiologis sebenarnya dari penyakit ini.

Kabupaten/Kota ISPA Pneumonia TB Campak

D DG D DG D DG D DG

Bolaang Mongondow 1,5 19,0 0,1 0,9 0,0 0,2 0,6 0,6

Minahasa 6,5 25,7 0,1 0,8 0,1 0,5 0,3 0,5

Kepulauan Sangihe Talaud 1,6 25,3 0,1 1,1 0,4 1,1 0,5 0,6

Kepulauan Talaud 6,1 34,6 0,3 2,7 0,3 1,0 1,2 1,9 Minahasa Selatan 1,3 29,9 0,0 1,4 0,1 0,6 0,1 0,4 Minahasa Utara 0,9 21,3 0,1 0,8 0,4 0,9 0,5 0,7 Kota Manado 1,6 12,1 0,1 0,9 0,4 0,7 0,2 0,8 Kota Bitung 3,1 15,7 0,1 0,5 0,2 0,8 0,4 0,5 Kota Tomohon 0,8 18,1 0,0 0,5 0,0 0,2 0,2 0,2 Sulawesi Utara 2,6 20,5 0,1 1,0 0,2 0,6 0,4 0,6 d. DIARE

Penyakit Diare hingga saat ini masih meru-pakan masalah kesehatan masyarakat di Indone-sia, hal ini erat kaitannya dengan masih tingginya perilaku hidup tidak sehat dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk. Berdasarkan survey P2 Diare di Indonesia pada tahun 2000, angka kesaki-tan Diare (insiden) adalah 301 per 1000 penduduk dan tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, sedangkan episode penyakit Diare pada Balita adalah 1,0 – 1,5 kali pertahun.

Selain angka kesakitan yang relative tinggi di Provinsi Sulawesi Utara, penyakit Diare meru-pakan penyakit yang potensial menimbulkan

Ke-jadian Luar Biasa (KLB) .Tahun 2005 jumlah kasus Diare sebanyak 18.110 kasus, dengan Insiden Rate 8,5 per 1000 penduduk, tahun 2006 jumlah kasus Diare sebanyak 22.794 kasus, dengan Insi-den Rate 10,7 per 1000 penduduk, tahun 2007 jumlah kasus Diare 27.394 kasus, dengan Insiden Rate 12,5 per 1000 penduduk. Sedangkan tahun 2008 jumlah kasus Diare 19286 kasus, dengan Insiden Rate 7,9 per 1000 penduduk. Case Fatality Rate berada di bawah 0,05 % dengan angka kema-tian abosult tertinggi ada pada tahun 2007 seban-yak 8 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 12 dibawah ini:

Tabel V.12. Prevalensi , Diare dan Pemakaian Obat Diare menurut Kota/Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Riskesdas 2007

Gambar V.29. CDR/100.000 penduduk dalam 10 tahun terakhir

Sumber : Bidang PMK 2009

Hasil Riskesdas 2007 memperlihatkan hasil seperti table 4 dibawah ini.

Pada tingkat Provinsi, prevalensi penyakit diare di Sulawesi Utara lebih rendah daripada angka nasional. Sebaran antar kabupaten/kota bervariasi dari 3,1% - 9,4%. Prevalensi terendah (3,1%) ditemukan di Kota Manado, dan tertinggi di kabupaten Kepulauan Talaud.

Hasil Riskesdas adalah survey sesaat, se-hingga prevalensi yang dihasilkan juga hanya memperlihatkan gambaran pada periode terse-but, sehingga untuk mengkonversi ke periode yang lebih besar dan tepat seperti halnya indika-tor program akan sangat sulit. Karena pada yakit-penyakit akut dengan perlangsungan pen-yakit yang pendek prevalensi setiap saat bisa ber-beda. Tetapi Hasil Riskesdas akan sangat berman-faat untuk menggambarkan kesenjangan antara

kejadian penyakit sebenarnya di masyarakat dan yang terdeteksi oleh petugas kesehatan.

5.KUSTA

Perubahan visi Program penanggulangan kusta dari orientasi eliminasi kemudian bergerak kearah kesinambungan program yang berkualitas di lapangan, melahirkan beberapa kebijakan baru yang lebih memperhatikan aplikasi teknis pelaya-nan kusta yang berkualitas dari level Puskesmas ke level rujukan. Ekspansi program kearah kegiatan rehabilitasi medik maupun sosial ekonimi juga mulai dijajaki. Akan tetapi secara epidemiolo-gis masalah kusta di Sulawesi utara terlihat sangat statis. Perlangsungan penyakit dan beberapa fak-tor lainnya yang masih belum terjawab diperkira-kan menyebabdiperkira-kan hal ini.

Kabupaten/Kota Diare

D DG O

Bolaang Mongondow 3,1 3,9 37,0

Minahasa 5,2 6,7 45,2

Kepulauan Sangihe Talaud 2,1 4,9 23,5

Kepulauan Talaud 1,7 9,4 23,2 Minahasa Selatan 2,7 8,8 30,0 Minahasa Utara 2,5 7,5 41,7 Kota Manado 1,4 3,1 47,1 Kota Bitung 2,5 4,3 31,8 Kota Tomohon 1,9 6,0 41,0 Sulawesi Utara 2,7 5,4 37,4

Gambar V. 30. Proporsi cacat 2 dan proporsi anak dalam 10 thn terakhir

Sumber : Bidang PMK 2009

Proporsi cacat tk II mengalami kenaikan yang cukup bermakna, penyebab utama adalah ditemukannya penderita backlog pada waktu kegiatan SAPEL di Kepulauan Sangihe dan pe-mekaran Kabupaten baru yang memungkinkan penjangkauan layanan di daerah-daerah sulit. Sama halnya dengan Proporsi Cacat, Proporsi Anak juga masih menggambarkan kondisi yang cukup tinggi, walaupun agak menurun dibanding tahun sebelumnya. Secara absolute (lihat tabel berikutnya) angka anak terbanyak ada di Kabu-paten Bolaang Mongondow, dalam 1 kegiatan su-pervise tim provinsi mendiagnosa 3 kasus anak di

bawah 10 tahun di satu Puskesmas yang sebelum-nya masih disebelum-nyatakan suspek oleh Petugas Puskes-mas. Kabupaten ini memang menjadi salah satu kantong endemis dari Kusta dan transmisi pen-yakit masih berlangsung di masyarakat, mengingat penderita anak di daerah ini adalah penduduk yang pasif bila dilihat dari segi mobilitas. Kota To-mohon dan Kota Kotamobagu mencatat proporsi yang terbesar untuk kasus anak walaupun secara absolute hanya ada masing masing 3 orang anak di tiap Kota. Kegiatan survey sekolah menjadi salah satu sebab meningkatnya kasus anak di kota ini.

Trend penemuan kasus selama sepuluh ta-hun terakhir masih menggambarkan status yang high endemis untuk Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun kecenderungan 5 tahun terakhir mem-perlihatkan grafik yang mulai menurun. Penjang-kauan layanan Kusta sampai ke daerah-daerah terpencil tidak serta merta menambah penemuan kasus, karena di sisi lain penemuan kasus di daerah urban mulai memperlihatkan penurunan trend, meskipun trend ini lebih banyak terkait dengan intensitas kegiatan penemuan kasus di level puskesmas.

Analisa dan perhatian khusus terhadap window periode dari setiap penderita belum dilakukan

optimal di lapangan, padahal dengan pendekatan melalui indikator ini akan dapat menekan waktu penderita menularkan terhadap orang lain. Dari survey sederhana terhadap 38 responden yang diinterview selama kegiatan supervisi ditemukan hasil window periode rata-rata di Sulawesi Utara adalah 1 tahun 6 bulan. Ke depan nanti perhatian terhadap masalah ini dengan penelitian khusus terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penderita dalam memperoleh layanan kusta, akan dapat mengidentifikasi lebih jelas alasan keterlambatan mereka dalam memperoleh pengo-batan kusta yang tepat.

Gambar V. 31. Jumlah Malaria Klinis, SD Diperiksa, SD positif, Positif Malaria Pf + Mix Di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 s/d 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

2. PENANGGULANGAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (P2B2)

a. MALARIA

Kebijakan Pemerintah untuk program PENANGGULANGAN penyakit Malaria di daerah luar Jawa – Bali menggunakan strategi diagnosa kasus dengan Malaria Klinis atau dikenal dengan

Annual malaria Incidence (AMI). Namun bagi

daerah yang resisten cloroquin untuk Plasmodium

falsifarum diharapkan tidak lagi menggunakan

diagnosis secara klinis dan menggantikan peng-gunaan cloroquin dengan ACT. Sedangkan untuk pengobatan Malaria di daerah yang sudah terma-suk resisten malaria menggunakan Obat

Artesu-nate Combine Therapy (ACT), dimana pada saat ini

sesuai penelitian yang telah dilakukan tahun

1995/1996 di Kabupaten Minahasa Selatan sudah menggunakan obat tersebut. Akan tetapi diharap-kan pada tahun tahun yang adiharap-kan datang pengo-batan Malaria sudah menggunakan Obat

Artesu-nate Combine Therapy (ACT), dengan

pem-biayaann masing – masing Kabupaten / Kota. Di Provinsi Sulawesi Utara, diagnosis Malaria melalui klinis masih sering dilakukan, karena ma-sih terbatasnya fasilitas pendukung laboratorium baik alat seperti mikroskop maupun bahan seperti reagen.

Keadaan penyakit malaria berdasarkan jumlah malaria klinis, Sediaan Darah (SD) yang diperiksa, SD Positif, jenis parasit (Plasmodium falsifarum +

Mix) di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2003 s/d

2007, disajikan pada Grafik 15 berikut:

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

GRAFIK PEMERIKSAAN SD DAN POSITIP TAHUN 2005 - 2008

2005 DIP ERIKSA 254 706 0 0 1697 286 699 0 966 0 1522 764 0 2005 P OSITIP 30 77 0 0 1167 170 369 0 243 0 968 215 0 2006 DIP ERIKSA 572 1030 22 0 4896 224 574 0 718 0 4347 550 0 2006 P OSITIP 150 267 1 0 2390 154 371 0 149 0 2664 118 0 2007 DIP ERIKSA 331 1723 11 0 4640 414 247 0 493 0 3179 2008 0 2007 P OSITIP 101 540 0 0 2288 205 128 0 101 0 1622 1314 0 2008 DIP ERIKSA 582 979 8 0 2728 362 182 2416 196 331 2890 1357 242 2008 P OSITIP 152 221 0 0 1615 259 101 1471 17 136 1362 816 104 M A NA DO B ITUN G TOM O HON KOTA M OB A GU M INA HA SA M INUT M INSE L M ITR A B OLM ONG B OLM UT SA NGI HE TA LA UD SITA R O

Angka kesakitan Malaria Klinis periode 4 ta-hun terakhir menurun, dimana pada tata-hun 2005 angka kesakitan malaria klinis sebesar 15,23 per mil, sedangkan tahun 2008 turun menjadi 13,7 per

mil. Angka tersebut menurun akibat adanya be-berapa puskesmas belum melaporkan situasi pen-yakit malaria ke kabupaten/kota, sehingga laporan klinis malaria sangat kecil.

Gambar V. 32. Situasi Malaria berdasarkan Annual Malaria Incidence (AMI) ‰ di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2004 s/d 2008

Sumber : Bidang PMK 2009

Situasi AMI berdasarkan periode waktu dari tahun 2005 s/d 2008 di Provinsi Sulawesi Utara,

memperlihatkan penurunan yang cukup signifikan, seperti yang terlihat pada Grafik berikut.

Dalam dokumen Dr. Nora Lumentut NIP (Halaman 62-71)