• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Nora Lumentut NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dr. Nora Lumentut NIP"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Salah satu sarana yang dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap

pencapaian hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggaraan pelayanan

kesehatan di Sulawesi Utara di tahun 2008 adalah Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara

ta-hun 2008. Dengan demikian dapat dikatakan Buku Profil Kesehatan ini pada intinya berisi

berba-gai data dan informasi yang menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat di

Su-lawesi Utara pada tahun 2008.

Oleh karena kedudukannya yang sangat strategis itu, penyusunan Buku Profil Kesehatan

Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini perlu disusun dengan cermat dan sedapat mungkin

diusa-hakan kesesuaian antara berbagai sumber data yang menjadi acuan dalam penyusunan Buku

Profil Kesehatan ini, baik data yang berasal dari lingkungan Dinas Kesehatan tingkat Provinsi,

Tingkat Kabupaten/Kota maupun dengan sektor terkait diberbagai tingkatan administrasi.

Isi Buku profil Kesehatan dimulai dengan Pendahuluan, Gambaran Umum, Pembangunan

Kesehatan Daerah, Pencapaian Pembangunan Kesehatan, Upaya Pelayanan Kesehatan, Sumber

Daya Kesehatan, Penutup dan Daftar Pustaka.

Buku Profil Kesehatan ini disajikan dalam bentuk hard copy (pencetakan buku) dan soft

copy (CD), dan dapat diakses dalam website resmi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara

dengan alamat http :

www.dinkes-sulut.com

.

Kepada tim yang telah bekerja keras serta kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan Buku Profil Kesehatan ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih.

Kami menyadari bahwa data yang tersedia dan bentuk penyajian dalam Buku Profil

Kesehatan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dari

pengguna untuk perbaikan buku ini di masa mendatang. Semoga Buku Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Utara tahun 2008 ini dapat bermanfaat.

Manado, Oktober 2009

Kepala Balai Data, Surveilans dan Sistem Informasi Kesehatan

Dr. Nora Lumentut

NIP. 196201081996032001

(3)

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas

ber-kat dan karuniaNya sehingga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 dapat

diterbitkan sebagai wujud kerja keras dan partisipasi seluruh jajaran lingkup Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Utara.

Saya menyambut baik terbitnya Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun

2008 ini karena di era informasi dan teknologi sekarang ini, semakin dirasakan bahwa data dan

informasi kesehatan sangat dibutuhkan, baik untuk manajemen kesehatan, pelaksanaan

pelayanan kesehatan, pengambilan keputusan serta dapat digunakan sebagai salah satu rujukan

data dan informasi.

Oleh karena itu perlu dibangun kerjasama dalam mengembangkan “Data Kesehatan”

dengan cara meningkatkan koordinasi dalam pertukaran data dan informasi baik di lingkungan

Dinas Kesehatan tingkat Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota maupun dengan sektor terkait di

berbagai tingkatan administrasi. Kerja sama tersebut dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas

data yang dibutuhkan untuk manajemen kesehatan.

Tak ada gading yang tak retak, saran dan kritik untuk penyempurnaan buku ini sangat

kami harapkan, kerja sama yang telah dibina dalam proses penyusunan buku ini harus terus

ditingkatkan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan aktif dalam

menyumbangkan usulan, pikiran, data dan informasi dalam pembuatan Buku Profil ini.

Semoga Buku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara ini dapat bermanfaat.

Manado, Oktober 2009

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara

Dr. MAXI R. RONDONUWU, DHSM

NIP. 140 268 410

KATA SAMBUTAN

(4)

KATA SAMBUTAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II GAMBARAN UMUM 3

A. KEPENDUDUKAN 3

B. KEADAAN EKONOMI

C. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

4 6

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH 9

A. VISI 9 B. MISI 9 C. STRATEGI D. PROGRAM—PROGRAM 10 11

BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN 13

A. UMUR HARAPAN HIDUP A. MORTALITAS B. MORBIDITAS C. STATUS GIZI 13 13 19 32

BAB V UPAYA PELAYANAN KESEHATAN 35

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR 35

B. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN 43

C. PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN 46

D. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT 47

E. PELAYANAN KESEHATAN DALAM SITUASI BENCANA 49

F. PEMBERANTASAN PENYAKIT 51

G. PENYEHATAN LINGKUNGAN 74

BAB VI SUMBER DAYA KESEHATAN 79

A. SARANA KESEHATAN 79

B. TENAGA KESEHATAN 84

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN 86

(5)

DAFTAR TABEL

TABEL I.1. LUAS WILAYAH, JUMLAH PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

4

TABEL I.2. PERBANDINGAN IPM KABUPATEN/KOTA 6

TABEL I.3. KOMPONEN PENYUSUN IPM MENURUT KABUPATEN KOTA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

7

TABEL IV.1. JUMLAH LAHIR HIDUP, LAHIR MATI, KEMATIAN BAYI DAN BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007-2008

17

TABEL IV.2. SEPULUH (10) BESAR PENYAKIT MENULAR MENONJOL DI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

19

TABEL IV.3. DISTRIBUSI KASUS HIV/AIDS TOTAL TAHUN 1997 S/D 2008 MENURUT KABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA

23

TABEL IV.4. DISTRIBUSI KASUS GIGITAN DAN LYSSA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

32

TABEL V.1. DATA PUSKESMAS, TENAGA KESEHATAN DILATIH MTBS DAN SDIDTK TAHUN 2008

35

TABEL V.2. DATA PUSKESMAS, TENAGA KESEHATAN DILATIH MANAJEMEN ASFIK-SIA DAN BBLR TAHUN 2008

36

TABEL V.3. JUMLAH BIDAN/BIDAN DESA DAN BIDAN KIT 40

TABEL V.4. JUMLAH PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT DI SULAWESI UTARA YANG MAMPU MELAKSANAKAN PONED DAN PONEK

40

TABEL V.5. JUMLAH DUKUN DAN DUKUN YANG BERMITRA DI PROVINSI SULAWESI UTARA S/D TAHUN 2008

41

TABEL V.6 KABUPATEN, KECAMATAN, PUSKESMAS DAN NAMA PULAU YANG TER-MASUK DTPK SULAWESI UTARA TAHUN 2008

45

TABEL V.7. HASIL CAKUPAN PROGRAM GIZI TAHUN 2000-2008 48

TABEL V.8. JENIS PELATIHAN DAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN TERLATIH PENANGGULANGAN BENCANA PROVINSI SULAWESI UTARA SAMPAI TAHUN 2008

50

TABEL V.9. PRESENTASE PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MENURUT PENGETA-HUAN TENTANG HIV/AIDS DAN KABUPATEN KOTA DI PROVINSI SU-LAWESI UTARA

52

TABEL V.10. DISTRIBUSI PETUGAN YANG TELAH DILATIH MTBS DI PROVINSI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2001 S/D 2007

56

TABEL V.11. PREVALENSI ISPA, PNEUMONIA, TB, CAMPAK, MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

57

TABEL V.12. PREVALENSI DIARE, DAN PEMAKAIAN OBAT DIARE MENURUT KABU-PATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

58

TABEL V.13. PREVALENSI FILARIASIS, DEMAM BERDARAH DENGUE, MALARIA, DAN PEMAKAIAN OBAT PROGRAM MALARIA MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

(6)

TABEL V.14. PERSENTASE ANAK UMUR 12-59 BULAN YANG MENDAPATKAN IMU-NISASI DASAR MENURUT KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA

68

TABEL V.15. PERSENTASE ANAK UMUR 12-59 BULAN YANG MENDAPATKAN IMU-NISASI LENGKAP MENURUT KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA

69

TABEL V.16. PREVALENSI PENYAKIT PERSENDIAN, HIPERTENSI, DAN STROKE MENU-RUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

70

TABEL V.17. PREVALENSI PENYAKIT PERSENDIAN, HIPERTENSI, DAN STROKE MENU-RUT KARAKTERISTIK RESPONDEN DI PROVINSI SULAWESI UTARA

71

TABEL V.18. PREVALENSI PENYAKIT ASMA, JANTUNG, DIABETES, DAN TUMOR MENURUT KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA

72

TABEL V.19. PREVALENSI PENYAKIT ASMA, JANTUNG, DIABETES, DAN TUMOR BER-DASARKAN DIAGNOSIS TENAGA KESEHATAN ATAU GEJALA MENURUT KARAKTERISTIK RESPONDEN DI PROVINSI SULAWESI UTARA

73

TABEL VI.1. RASIO PUSKESMAS-PENDUDUK PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

80

TABEL VI.2. PERBANDINGAN DANA KESEHATAN DEKONSENTRASI PROVINSI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2005-2008 (x 1000)

(7)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR II.1. PETA WILAYAH PROVINSI SULAWESI UTARA DAN 13 KABUPATEN/KOTA TA-HUN 2009

3

GAMBAR II.2. PDRB ORVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005-2008 9TRILIUN RUPIAH) 4

GAMBAR II.3. STRU7KTUR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 5

GAMBAR II.4. PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2001-2008 5

GAMBAR IV.1. TREN UMUR HARAPAN HIDUP PROVINSI SULAWESI UTARA 13

GAMBAR IV.2. PERBANDINGAN AKB NASIONAL DAN PROVINSI SULAWESI UTARA 14

GAMBAR IV.3. JUMLAH KEMATIAN NEONATAL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 15 GAMBAR IV.4. PERSENTASE PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL DI SULAWESI UTARA TAHUN

2008

15

GAMBAR IV.5. PERBANDINGAN ANGKA KEMATIAN IBU MATERNAL NASIONAL DAN SU-LAWESI UTARA

16

GAMBAR IV.6. KECENDERUNGAN JUMLAH KEMATIAN IBU PROVINSI SULAWESI UTARA TA-HUN 2008

17

GAMBAR IV.7. JUMLAH KEMATIAN IBU DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 18 GAMBAR IV.8. PERSENTASE PENYEBAB KEMATIAN IBU DI PROVINSI SULAWESI UTARA

TA-HUN 2008

18

GAMBAR IV.9. JUMLAH KASUS AFP DAN NON POLIO AFP RATE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

21

GAMBAR IV.10. NON POLIO AFP RATE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 21

GAMBAR IV.11. JUMLAH KASUS HIV/AIDS PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997-2008 22 GAMBAR IV.12. PENDERITA MALARIA KLINIS DAN AMI DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN

2005-2008

24

GAMBAR IV.13. DISTRIBUSI KASUS MALARIA KLINIS KABUPATEN/KOTA SEPROVINSI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2008

25

GAMBAR IV.14. SPR KASUS MALARIA KLINIS SE PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008

25

GAMBAR IV.15. JUMLAH KASUS DBD DAN KEMATIAN SELANG TAHUN 2005-2008 26

GAMBAR IV.16. GRAFIK IR DAN CFR DBD 2005—2008 27

GAMBAR IV.17. KASUS DBD DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA MENURUT BU-LAN TAHUN 2008

27

GAMBAR IV.18. DISTRIBUSI KASUS DBD DAN KEMATIAN MENURUT KABUPATEN KOTA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

28

GAMBAR IV.19. CDR TB PARU PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 29

GAMBAR IV.20. ANGKA KESEMBUHAN (CURE RATE) TB PARU PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

GAMBAR IV.21. KASUS DIARE BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 30 GAMBAR IV.22. KASUS GIGITAN DAN LYSSA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN

2003-2008

(8)

GAMBAR IV.23. .

KASUS GIGITAN DAN PEMBERIAN VAR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2003-2008

31

GAMBAR IV.24. KASUS GIZI BURUK MENURUT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008 33

GAMBAR V.1. CAKUPAN PELAYANAN K1 IBU HAMIL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

37

GAMBAR V.2. CAKUPAN PELAYANAN K4 IBU HAMIL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

37

GAMBAR V.3. CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

38

GAMBAR V.4. PERSENTASE DISTRIBUSI PENOLONG PERSALINAN PROVINSI SULAWESI UTARA

38

GAMBAR V.5. DETEKSI IBU HAMIL RISTI/KOMPLIKASI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

39

GAMBAR V.6. GRAFIK CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL (KN2) PROVINSI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2008

39

GAMBAR V.7. CAKUPAN UCI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 41 GAMBAR V.8. CAKUPAN IMUNISASI DPT1-Hb1 PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 42

GAMBAR V.9. DROP OUT (DPT1-CAMPAK) SULAWESI UTARA TAHUN 2008 42

GAMBAR V.10. DATA PUSKESMAS BINA KESEHATAN LANJUT USIA PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007

43

GAMBAR V.11. JUMLAH POSYANDU USILA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008 44 GAMBAR V.12. CAKUPAN PELAYANAN PRA USILA DAN USILA SE-PROVINSI SULAWESI UTARA

TAHUN 2008

44

GAMBAR V.13. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN PEKERJA INFORMAL PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

45

.GAMBAR V.14. CAKUPAN MASYARAKAT MISKIN YANG MENDAPATKAN ASKESKIN DI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2008

47

GAMBAR V.15. CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A (2 KALI) BALITA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

48

GAMBAR V.16. CAKUPAN PEMBERIAN TABLET BESI Fe-1 dan Fe-3 DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

49

GAMBAR V.17. DISTRIBUSI KASUS HIV/AIDS BERDASARKAN TAHUN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008

51

GAMBAR V.18. JUMLAH KASUS AIDS DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008

51

GAMBAR V.19. DISTRIBUSI KASUS HIV DAN AIDS BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008

52

GAMBAR V.20. JUMLAH KASUS HIV DAN AIDS BERDASARKAN FAKTOR RESIKO DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 1997 S/D 2008

52

GAMBAR V.21. CASE NOTIFICATION RATE TAHUN 2004-2008 PROVINSI SULAWESI UTARA 53 GAMBAR V.22. POLA PENULARAN KASUS TBC PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN

2001-2008

(9)

GAMBAR V.23. .

PENDERITA BARU BTA POSITIF (cdr) DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2008

54

GAMBAR V.24. ERROR RATE < 5% DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2003-2007 54 GAMBAR V.25. DATA CURE RATE PENDERITA BARU BTA (+) PER KABUPATEN/KOTA DI

PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2007

55

GAMBAR V.26. DISTRIBUSI KASUS PNEUMONIA PADA BALITA BERDASARKAN KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 S/D 2008

55

GAMBAR V.27. DISTRIBUSI KASUS PNEUMONIA PADA BALITA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007 S/D 2008

56

GAMBAR V.28. TREND PENYAKIT DIARE DAN KEMATIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TA-HUN 2005 S/D 2008

57

GAMBAR V.29. CDR/100.000 PENDUDUK DALAM 10 TAHUN TERAKHIR 58

GAMBAR V.30. PROPORSI CACAT 2 DAN PROPORSI ANAK DALAM 10 TAHUN TERAKHIR 59 GAMBAR V.31. JUMLAH MALARIA KLINIS, SD DIPERIKSA, SD POSITIF, POSITIF MALARIA PF +

MIX DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008

60

GAMBAR V.32. SITUASI MALARIA BERDASARKAN AMI 0/00 DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2004 S/D 2008

61

GAMBAR V.33. PETA VEKTOR MALARIA KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA TAHUN 2007

61

GAMBAR V.34. DISTRIBUSI KASUS DBD PER BULAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008

62

GAMBAR V.35. JUMLAH KASUS DBD PER KABUPATEN/KOTA DALAM 4 TAHUN TERAKHIR 62 GAMBAR V.36. ZONASI STATUS WARNA BERDASARKAN INCIDENCE RATE PER KABUPATEN/

KOTA DI SULAWESI UTARA SELAMA 4 TAHUN TERAKHIR

63

GAMBAR V.37. KASUS KRONIS FILARIA (KAKI GAJAH) PADA 5 KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2007

64

GAMBAR V.38. MIKROFILARIA RATE (Mf RATE) PADA 4 (EMPAT) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2007

65

GAMBAR V.39. KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR) DAN LYSSA DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

66

GAMBAR V.40. KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (GHPR) PER BULAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2008

67

GAMBAR V.41. JUMLAH SPESIMEN HEWAN DIPERIKSA DAN YANG POSITIF DI PROVINSI SU-LAWESI UTARA TAHUN 2005 S/D 2008

67

GAMBAR V.42. TREN % RUMAH YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

74

GAMBAR V.43. TREN % JAMBAN YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

75

GAMBAR V.44. TREN % SPAL YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

76

GAMBAR V.45. TREN % TP PESTISIDA YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

(10)

GAMBAR V.46. .

TREN % TTU YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

77

GAMBAR V.47. TREN % TPM YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN DI SULAWESI UTARA DALAM PERSEN TAHUN 2006 S/D 2008

(11)

Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah gambaran situasi kesehatan di Provinsi Su-lawesi Utara yang diterbitkan setahun sekali. Profil ini memuat data tentang kesehatan, baik yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan. Profil kesehatan juga menyajikan data pendukung lain yang berhubun-gan denberhubun-gan kesehatan seperti data kependudu-kan, data sosial ekonomi, data lingkungan. Data dianalisis dengan analisis sederhana dan ditampil-kan dalam bentuk tabel dan grafik.

Dalam setiap penerbitan Profil Kesehatan Sulawesi Utara selalu terdapat perbedaan baik dari segi materi, analisis maupun dari bentuk tam-pilan fisiknya sesuai masukan dari para pengelola program di lingkungan Dinas Kesehatan dan pe-makai pada umumnya.

Informasi yang disajikan dalam profil ini bersumber dari beberapa pihak baik dari bidang-bidang di lingkungan internal Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dan Dinas Kesehatan Ka-bupaten/Kota se Sulawesi Utara maupun yang bersumber dari luar seperti kantor statistik (BPS Sulawesi Utara) dan hasil-hasil survey dan riset seperti Riset Kesehatan Daerah tahun 2007 (yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan) dan Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (Indonesia Demographic and Health Survey 2007 (yang dilaksanakan oleh Macro International bekerja sama dengan Depkes, BKKBN dan BPS)

Tujuan utama diterbitkannya Profil Kese-hatan Sulawesi Utara 2008 adalah untuk mem-berikan informasi / gambaran keadaan kese-hatan / hasil pembangunan di bidang kesekese-hatan di Provinsi Sulawesi Utara, khususnya untuk tahun 2008 dalam bentuk narasi , tabel dan gambar.

Profil Kesehatan Sulawesi Utara 2008 ini terdiri dari 7 (tujuh) bab yaitu:

Bab I Pendahuluan. Bab ini menyajikan

tentang maksud dan tujuan penulisan Profil Kese-hatan Sulawesi Utara serta sistematika penyaji-annya

Bab II Gambaran Umum. Bab ini

menyaji-kan tentang gambaran umum Sulawesi Utara. Se-lain uraian tentang letak geografis, demografis, administrasi, pendidikan ekonomi, bab ini juga menyajikan uraian singkat mengenai Indeks Pem-bangunan Manusia

Bab III. Pembangunan Kesehatan Daerah.

Bab ini berisi tentang Visi, Misi, Strategi dan Pro-gram Pembangunan Kesehatan di Provinsi Su-lawesi Utara.

Bab IV. Pencapaian Pembangunan Kese-hatan . Bab ini berisi uraian tentang situasi

Dera-jad Kesehatan, antara lain Umur Harapan Hidup, Angka Kematian, Angka Kesakitan dan Status Gizi.

Bab V. Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini

menguraikan hasil-hasil upaya-upaya kesehatan baik upaya kesehatan wajib seperti Kesehatan Ibu dan Anak, Perbaikan Gizi, Promosi Kesehatan, Pengendalian Penyakit Menular (dan Tidak Menu-lar), Lingkungan Sehat maupun upaya kesehatan pengembangan, termasuk uraian singkat tentang situasi jaminan pemeliharaan kesehatan masyara-kat miskin.

Bab VI. Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, ketenagaan pembiayaan kesehatan.

Bab VII. Penutup.

BAB I

PENDAHULUAN

(12)
(13)

Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0°15’ – 5°34’ Lintang Utara dan antara 123°07’ – 127°10’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Laut Sulawesi, Republik

Philipina dan Laut Pasifik disebelah utara serta Laut Maluku di sebelah timur. Batas sebelah selatan dan barat masing-masing adalah Teluk Tomini dan Provinsi Gorontalo.

Gambar II. 1. Peta wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan 13 Kabupaten/Kota Tahun 2008

Luas Wilayah Sulawesi Utara tercatat 15.273,60 km2 (luas ini memang mengalami perubahan karena dihitung dengan menggunakan peta rupa bumi skala 1 : 50.000) yang meliputi sembilan kabupaten dan empat kota.

Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah 6.230,95 km2 atau 40,79 persen dari wilayah Sulawesi Utara. Pada akhir tahun 2008 wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengalami pemekaran menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Oleh karena data demografik pasti tentang kabupaten-kabupaten baru tersebut belum diketahui, maka data demografi yang dimasukkan dalam buku ini hanyalah data Kabupaten Bolaang Mongondow sebelum pemekaran.

Di Sulawesi Utara terdapat 41 gunung yang tersebar pada beberapa kabupaten/kota. Sedangkan jumlah danau tercatat ada sebanyak 17 danau dan jumlah sungai yang mengaliri wilayah Sulawesi Utara sebanyak 30 sungai.

B e r d a s a r k a n p e n c a t a t a n S t a s i u n Meteorologi Sam Ratulangi, rata-rata temperatur di Kota Manado dan sekitarnya sepanjang tahun 2007 adalah sekitar 26,2 oC.

a. Kependudukan

Berdasarkan estimasi data penduduk menurut Buku Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007 -2011 yang diterbitkan oleh Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI Tahun 2009, jumlah penduduk di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 2.208.014 jiwa.

Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yang tercermin dari angka rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100 yaitu 103,82. Jika dibandingkan dengan luas wilayah provinsi yang seluas 15.273,60 km2 maka kepadatan penduduk / km2 adalah 144,56 jiwa/ km2.

Luas wilayah, jumlah penduduk (dijabarkan menurut rumus estimasi) dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel I.1.berikut.

BAB I I

(14)

Tabel II. 1. Luas Wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut Kabupaten/Kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

b.

Keadaan ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Su-lawesi Utara Tahun 2008 dihitung dengan meng-gunakan tahun dasar 2000 meningkat bila diban-dingkan dengan dua tahun sebelumnya. Nilai PDRB yang pada tahun 2005 hanya sebesar 11.79 triliun rupiah menurut harga berlaku (ADHB) pada tahun 2008 telah mencapai 27.84 triliun.

Sementara PDRB menurut harga konstan (ADHK) pada tahun 2005 sebesar 10.93 triliun,

pada tahun 2008 telah mencapai 15.42 triliun, sebagaimana terlihat pada grafik II.2 di bawah.

Semakin lebarnya perbedaan nilai antara PDRB atas dasar harga berlaku dengan PDRB atas dasar harga konstan yang terlihat pada gambar 2 di bawah menunjukkan semakin tingginya nilai inflasi yang terjadi di tingkat harga produsen di Provinsi Sulawesi Utara. Sumber : ** Depkes 2009, * BPS 2008 No Kabupaten / Kota Luas Wilayah (km2 )* Jumlah penduduk ** Kepadatan penduduk (jiwa/ km2) 1 Kab.Bolaang Mongondow 6.230,95 301.163 48,33

2 Kab. Bolmong Utara 1.696,09 79.808 47,05

3 Kab. Kepulauan Sangihe 625,96 131.391 209,90

4 Kab. Kepulauan Talaud 1.250,92 75.511 60,36

5 Kab. Kepulauan SITARO 387,07 62.173 160,62

6 Kab. Minahasa 1.025,85 299.013 291,48

7 Kab. Minahasa Selatan 1.496,09 183.782 122,84

8 Kab. Minahasa Utara 937,65 174.364 185,96

9 Kab. Minahasa tenggara 583,01 95.923 164,53

10 Kota Tomohon 146,6 83.486 569,48

11 Kota Manado 157,91 428.223 2.711,82

12 Kota Bitung 304 175.69 577,93

13 Kota Kotamobagu 431,5 117.485 272,27

Jumlah 15.273,60 2.208.014 144,56

Gambar II. 2. PDRB Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2005 - 2008 (Triliun Rupiah)

(15)

Gambar II. 3. Struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Struktur ekonomi

Struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 ini didominasi oleh sektor perta-nian dengan peranan sebesar 20,70 persen dii-kuti oleh sektor bangunan 17,17 persen, sektor

jasa-jasa sebesar 17,04 persen; sektor perdagan-gan, hotel dan restoran; 15,33 persen, sektor angkutan dan komunikasi 10,75 persen; serta sektor industri pengolahan 8,04 persen. Untuk sektor-sektor lain, peranannya terhadap pereko-nomian Sulawesi Utara di bawah 6 persen.

Gambar II. 4. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2001 - 2008

Sumber : BPS 2009 Pertumbuhan ekonomi

Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan dimana nilai pada tahun 2001 dan 2005 adalah

masing-masing 2.13 dan 4.9, pada tahun 2007 dan 2008 menjadi masing-masing 6.47 dan 7.56.

(16)

Tabel II.2. Perbandingan IPM Kabupaten /Kota

C. Indeks Pembangunan Manusia (Human

Development Index)

Indeks pembangunan manusia digunakan sebagai alat ukur untuk melihat dampak kemajuan pembangunan, IPM tersebut menggunakan empat indicator yaitu Angka Harapan Hidup, Angka Me-lek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah dan Penge-luaran per kapita riil. Secara nasional tahun 2008

Provinsi Sulawesi Utara berada di posisi ke- 2 na-sional dengan IPM 75,16 lebih tinggi dibanding-kan IPM tahun 2007 sebesar 74.68. Meskipun demikian jika dibandingkan dari 13 Kabupaten/ Kota, Kota Manado mempunyai ranking nasional tertinggi yaitu ranking 13, sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mencapai ranking 282. Selengkapnya seperti pada tablel berikut

Sumber : BPS 2009

Jika dilihat Dari indikator-indikator kesehatan dalam IPM tersebut, maka Angka Harapan Hidup di Sulawesi Utara Tahun 2008 mencapai 72,01, Angka melek huruf 99.31 %, Rata-rata lama

seko-lah 8.80 tahun dan Pengeluaran per kapita riil adalah Rp. 625.580.,- sebagaimana terlihat pada tabel II.3.

KABUPATEN/KOTA IPM RANKING NASIONAL

2007 2008 2007 2008 Bolang Mongondow 71,98 72,11 143 158 Minahasa 74,50 74,86 59 66 Sangihe 74,19 74,67 68 70 Talaud 73,77 74,34 78 79 Minahasa Selatan 73,32 73,79 88 89 Minahasa Utara 74,80 75,33 52 56 Bolmong Utara 71,30 71,84 176 180 Minahasa Tenggara 71,45 71,87 167 175

Siau Tagulandang Biaro

72,10 72,58 138 142 Bolmong Selatan - 69,65 - 262 Bolmong Timur - 71,49 - 191 Manado 76,76 77,28 13 13 Bitung 74,15 74,61 69 71 Tomohon 75,12 76,65 48 50 Kotamobagu 73,80 74,46 73 74 SULUT 74.68 76,16 2 2 INDONESIA 70,10 70,50

(17)

Tabel II. 3. Komponen penyusun IPM menurut Kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008 Sumber : BPS 2009 No Kab/Kota Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Seko-lah (tahun) Pengeluaran per kapita riil (.000 Rp.) 1 Bolang Mongondow 71,19 98,22 7,39 608,55 2 Minahasa 72,18 99,52 8,80 619,74 3 Sangihe 72,50 98,50 7,70 628,55 4 Talaud 71,29 99,30 8,47 623,35 5 MinSel 71,89 99,40 8,54 610,86 6 MinUt 72,20 99,68 9,07 622,71 7 Bolmong Utara 69,45 98,30 7,10 620,13 8 Minahasa Tenggara 69,77 99,38 8,08 605,77

9 Siau Tagulandang Biaro 68,31 99,61 8,24 623,27

10 Bolmong Selatan 71,20 98,21 6,05 589,52 11 Bolmong Timur 71,22 99,38 6,30 607,37 12 Manado 72,37 99,83 10,58 631,88 13 Bitung 70,20 99,03 9,20 628,47 14 Tomohon 72,16 99,83 9,60 621,61 15 Kotamobagu 71,35 99,49 8,85 620,26 SULUT 72,01 99,31 8,80 625,58 INDONESIA (2007) 68,70 91,87 7,47 624,37

(18)
(19)

BAB III

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

A. VISI

Pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan prasyarat untuk mendukung pembangunan secara keseluruhan. Kegiatan sektor kesehatan dapat diwujudkan dengan mendorong antara lain pengembangan sumberdaya kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana, dokter dan tenaga kesehatan, dan pengembangan perilaku hidup sehat sebagai basis budaya masyarakat di masa depan.

Pembangunan kesehatan mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat sehingga diperlukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan manusia dan lingkungan yang sehat. Program pembangunan kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara harus diletakkan pada pengembangan manajemen kesehatan dan pembudayaan perilaku hidup sehat yang bersumber pada sumberdaya kesehatan lokal.

Sejalan dengan Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, pembangunan kesehatan yang merupakan tanggung jawab institusional Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dilaksanakan dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan

kesehatan sesuai RPJM tersebut yaitu :

(I) Perikemanusiaan : tiap upaya kesehatan harus

berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

(2) Pemberdayaan dan Kemandirian : Setiap

orang dan juga masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya;

(3) Adil dan merata : Dalam pembangunan

kesehatan, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang perbedaan suku, agama, status dan status sosial ekonominya; dan (4) Pengutamaan dan Manfaat : Penyelenggaraan upayakesehatan yang bermutu dan mengikuti perkembangan IPTEK, harus lebih

mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, danpencegahan penyakit. Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Mengutip Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Utara 2005-2010 bidang Kesehatan dimana terdapat 6 masalah yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu:

1. Besarnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat,

2. Rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, dan keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan.

3. Rendahnya pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin dan terpencil. 4. Terbatasnya kualitas dan jumlah sumber daya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata.

5. Rendahnya perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya hidup bersih dan sehat berdasarkan sumberdaya lokal. 6. Rendahnya kondisi sanitasi lingkungan

pemukiman dan lingkungan kerja.

Dengan memperhatikan dasar-dasar pembangunan kesehatan nasional sebagaimana disebutkan di atas dan RPJMD Sulawesi Utara 2005-2010, maka ditetapkan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah :”Terwujudnya

Masyarakat Sulawesi Utara Mandiri untuk Hidup Sehat”

B. MISI

Dalam rangka menujudkan visi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, maka misi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut:

1. Memantapkan Manajemen Kesehatan

Yang Dinamis dan Akuntabel

Keberhasilan pembangunan berwawasan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh

(20)

hasil kerja keras sektor kesehatan saja, tetapi sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta . Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara berperan sebagai penggerak utama dan memfasilitasi sektor-sektor lain agar segala upayanya memberikan kontribusi yang positif terhadap perwujudan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

Dengan terciptanya manajemen kesehatan yang akuntabel di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, diharapkan fungsi-fungsi administrasi kesehatan dapat terselenggara secara efektif dan efisien yang didukung oleh sistem

informasi, IPTEK, serta hukum kesehatan. Melalui

penyelenggaraan manajemen kesehatan yang a k u n t a b e l d e n g a n m e n e r a p k a n t a t a penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), diharapkan upaya pembangunan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua lapisan masyarakat.

2. Meningkatkan Kinerja dan Mutu Upaya

Kesehatan

Peningkatan kinerja dan mutu kesehatan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara melalui pengembangan kebijakan pembangunan kesehatan, yang meliputi kebijakan manajerial, teknis serta pengembangan standar dan pedoman berbagai upaya kesehatan dari sisi tenaga, pembiayaan kesehatan, sumberdaya obat dan perbekalan kesehatan bagi para pelaku upaya/pembangunan kesehatan.

Dengan meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan, diharapkan upaya kesehatan dapat terselenggara dengan baik, dapat dicapai (accessible), terjangkau dari sisi pembiayaan (affordable) oleh segenap kalangan masyarakat, serta terjamin mutunya (quality).

3. Memberdayakan masyarakat dan desa

Peran aktif masyarakat termasuk swasta, sangat penting dan akan menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat dapat berperan sebagai subjek pembangunan kesehatan.

Pelaksanaan desentralisasi di bidang kesehatan sedang berproses yang tentu saja memerlukan fasilitasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Fasilitasi lebih diutamakan pada pengembangan kapasitas (capacity building),

pelembagaan institusi di semua jajaran serta pengembangan sistem kesehatan daerah, sehingga ada kesinambungan program kesehatan dari tingkat nasional sampai daerah.

4. Melaksanakan Pembangunan Kesehatan Yang

Berskala Nasional

Disamping berperan dalam pembinaan dan pengembangan pembangunan kesehatan daerah, isu kesehatan yang berskala nasional juga memerlukan perhatian serta intervensi yang optimal untuk menjamin dan mengamankan derajat kesehatan penduduk secara nasional. Kegiatan-kegiatan berskala nasional tersebut dapat berupa pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penanggulangan penyakit menular dan ganguan gizi, promosi kesehatan, pembangunan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan serta pendayagunaan tenaga kesehatan. Pelaksanaan Pembangunan nasional bidang kesehatan merupakan suatu tuntutan untuk menjawab permasalahan nasional yang semakin kompleks dan tantangan yang semakin besar akibat perubahan lingkungan yang begitu cepat dan sukar diprediksi.

C. STRATEGI

Untuk dapat mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut maka pada tahun periode 2006-2010 ditempuh strategi sebagai berikut:

1. Memantapkan Koordinasi Lintas Program / Lintas Sektor.

Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan kerjasama lintas seKtor yang mantap. Demikian pula opti-malisasi pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sektor dan segenap potensi bangsa.

Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sector lain perlu memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan pembangunan kese-hatan. Untuk itu upaya sosialisasi masalah-masalah dan upaya pengguna kesehatan ke sector lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesi-nambungan. Kerjasama lintas sektor harus dilaku-kan sejak perencanaan dan penganggaran, pelak-sanaan dan pengendalian, sampai pada pengawa-san dan

penilaiannya.

(21)

2. Menggerakkan Peran Serta Masyarakat dan Swasta dalam Pembangunan Kesehatan.

Agar masyarakat dan swasta dapat ber-peran aktif dalam pembangunan kesehatan, maka perlu dilakukan upaya sosialisasi mengenai berba-gai permasalahan pembagunan kesehatan.

Disamping itu perlu dilaksanakan upaya ad-vokasi kepada para pengambil keputusan di kalan-gan penyelenggara Negara, guna terwujudnya ko-mitmen, dukungan dan sinergisme pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.

Saat ini, masyarakat termasuk swasta harus ber-peran aktif dalam pembangunan kesehatan yang dimulai sejak penyusunan kebijakan pemban-gunan kesehatan.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan den-gan mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya kebutuhan kese-hatan dan keseinambungan pelayanan kesekese-hatan. Kemitraan dengan swasta diarahkan pada pengembangan upaya kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan peran swasta dalam upaya kesehatan masyarakat.

3. Meningkatkan Pemerataan Pelayanan Kese-hatan Masyarakat Miskin maupun Daerah Ter-pencil, dan Perbatasan

Dalam penyelenggaraan pembangunan ke-sehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara memberikan perhatian khusus pada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, penangulangan penyakit menular dan gizi buruk, promosi kese-hatan, pembangunan kesehatan di daerah terting-gal, daerah terpencil, daerah perbatasan dan penanggulangan masalah kesehatan akibat ben-cana.

4. Meningkatkan Sistem Surveilans, Monitoring dan Informasi Kesehatan.

Peningkatan surveilans dan monitoring di-laksanakan dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pelaporan masalah kesehatan di wilayahnya.

Disamping itu dikembangkan sIstem perin-gatan dini dan penunjang kedaruratan kesehatan dengan mengembangkan dan memantapkan sIs-tem informasi kesehatan pada semua tingkatan administrasi kesehatan sehingga tersedia infor-masi yang akurat, tepat waktu dan lengkap serta sesuai dengan kebutuhan sebagai bahan dalam proses pengambil keputusan termasuk di dalam-nya pengawasan dan penilaian program

kese-hatan di semua tingkat administrasi.

5. Membina Sistem Kesehatan dan Sistem

Hukum di Bidang Kesehatan.

Untuk kesinambungan dan percepatan pem-bangunan kesehatan, hasil-hasil pengembangan pembangunan kesehatan dilembagakan dengan memberikan dukungan dan fasilitas dalam berba-gai bentuk pedoman, standar-standar dan pera-turan perundang-undangan, serta pelembagaan norma dan tata nilai masyarakat di bidang kese-hatan.

Dalam merespons dan menghadapi berbagai tun-tutan dan tantangan yang dengan terus baik na-sional, regional maupun global, maka pemban-gunan kesehatan dilaksanakan dengan terus mengembangkan dan memanfaatkan ilmu penge-tahuan dan teknologi di bidang kesehatan secara berkesinambungan.

D. PROGRAM-PROGRAM

Dengan memperhatikan secara seksama tentang perkembangan, permasalahan dan isu strategis dalam pembangunan kesehatan, maka program-program pembangunan kesehatan yang perlu dilaksanakan oleh semua pelaku pemban-gunan kesehatan baik pemerintah maupun swasta adalah sebagai berikut:

1. Program Promosi Kesehatan dan

Pember-dayaan Masyarakat

Program ini bertuuan untuk memberdaya-kan individu, keluarga dan masyarakat agar ampu menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengem-bangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)

2. Program Lingkungan Sehat.

Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui penghembangan system kesehatan kewilayahan untuk mengerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat.

Program ini betujuan untuk meningkatkna jumlah, pemerataan dan kualitas pelayanan kese-hatan melalui Puskesmas dan jaringannya meliputi Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Bidan di Desa.

(22)

4. Program Upaya Kesehatan Perorangan.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kaulitas pelayanan ke-sehatan perorangan.

5. Program Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit

Program ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular.

6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkat-kan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi, balita serta usia produktif.

7. Program Sumberdaya Kesehatan.

Program ini betujuan untuk meningkatkan jumlah, mutu dan penyebaran tenaga Kesehatan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan kese-hatan.

8. Program Pengawasan Obat dan Perbekalan

Kesehatan.

Program ini bertujuan untuk menjamin ket-ersediaan, pemerataan mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatann termasuk obat tradisional, perbekalan kesehatan Rumah Tanga, dan Kosmetk serta pemberdayaan dan partisipasi masyarakat akan penyediaan tanaman obat-obatan.

9. Program Kebijakan dan Manajemen

Pem-bangunan Kesehatan.

Program ini bertujuan untuk mengembang-kan kebijamengembang-kan dan manajemen pembangunan ke-sehatan guna mendukung penyelenggaraan Sis-tem Kesehatan Nasional.

10. Program Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan penelitian dan p[engembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kesehatan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan dan program kesehatan.

(23)

BAB IV

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara, maka digunakan angka-angka Umur Harapan Hidup, mortalitas dan morbiditas serta status gizi masyarakat.

A. UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR

Umur harapan hiidup (UHH) penduduk In-donesia dari tahun ke Tahun terus mengalami peningkatan yang bermakna terutama pada pe-riode tahun 1980-1995. Estimasi UHH sebesar 52.41 pada tahun 1980 (SP 1980) meningkat

men-jadi 63,48 tahun pada tahun 1995 (SUPAS 1995), 67.97 tahun pada tahun 2000, dan menjadi 69 tahun pada tahun 2005.

UHH penduduk Sulawesi Utara juga meng-alami peningkatan, dari 64.96 tahun tahun 1997 menjadi 69 tahun pada tahun 2000 (SP 2000) ta-hun 2004 meningkat lagi menjadi 71,0 tata-hun (BPS Sulut 2004), dan tahun 2008 sebesar 72,01 tahun, dengan posisi lebih tinggi dari angka nasional yang 68.5 tahun (BPS Sulut 2009).

Gambar IV.1. Trend Umur harapan Hidup Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : BPS 2009

B. MORTALITAS

Untuk mengevaluasi program program ke-sehatan /pembangunan keke-sehatan yang telah di-laksanakan selama ini biasanya dihubungkan de-ngan angka kematian bayi dan anak. Angka Kema-tian Bayi (AKB) bukan hanya digunakan untuk mengevaluasi kemajuan program kesehatan tetapi juga dimanfaatkan untuk memonitor situasi de-mografi dan memberikan masukan untuk proyeksi penduduk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi subpopulasi yang yang mempun-yai risiko kematian yang tinggi.

a). Angka Kematian Bayi (AKB).

Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka

probabilitas untuk meninggal di umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menun-jukkan kecenderungan menurun .

Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kese-hatan Indonesia) berturut-turut tahun 1997, 2002-2003 dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan 34.

AKB di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai pola yang berbeda dengan AKB nasional menurut SDKI. Jika pada tahun 1994 AKB Sulawesi Utara berdasarkan SDKI adalah 66/1.000 KH , menurun menjadi 48 pada SDKI 97, selanjutnya menurun tajam pada tahun 2002 menjadi 25/1.000 KH, tetapi tetapi di tahun 2007 meningkat menjadi 35/1.000 KH.

(24)

Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara menurut tahun SDKI seperti

terli-hat pada gambar IV.2 di bawah

Gambar IV. 2. Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Indonesia Demographic Health Survey, 2008

Beberapa faktor berpengaruh terhadap peningkatan angka kematian bayi termasuk di dalamnya status sosioekonomi, lingkungan dan faktor biologis. Faktor sosioekonomi termasuk di dalamnya tempat tinggal, pendidikan ibu dan indeks kesejahteraan ibu. Faktor biologis terma-suk didalamnya jenis kelamin anak, usia ibu, pari-tas dan interval kelahiran. Beberapa variabel lain seperti berat waktu lahir, pemeriksaan antenatal dan penolong persalinan juga dipertimbangkan berpengaruh terhadap angka kematian bayi yang tinggi tersebut, yang untuk tahap lanjutan perlu dila-kukan studi lebih dalam. Sebagai contoh, anak-anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di kota mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di daerah rural, hal ini mungkin ber-hubungan dengan ketersediaan fasilitas dan prak-tek “health seeking” masyarakat yang tinggal di perkotaan.

Komitmen untuk terus melakukan upaya percepatan penurunan AKB secara nasional tetap diperlukan. Bayi sangat rentan terhadap keadaan kesehatan dan kesejahteraan yang buruk; karena itu AKB merefleksikan derajat kesehatan masyara-kat yang sekaligus juga mencerminkan umur harapan hidup pada saat lahir.

Penurunan AKB menunjukan adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Upaya percepatan penurunan AKB memper-hatikan kondisi yang mempengaruhi AKB, antara lain lokasi geografis, taraf sosio-ekonomi masyara-kat serta perilaku hidup sehat. Berdasarkan Risk-esdas 2007, proporsi kematian bayi pada kelom-pok umur di bawah 1 tahun di daerah pedesaan labih besar dari perkotaan, yaitu 11% di pedesaan dan 6,3% di perkotaan.

Strategi percepatan penurunan AKB mencakup: 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap

pe-layanan kesehatan yang berkualitas baik diting-kat dasar maupun rujukan, terutama bagi bayi dan balita dengan menggunakan intervensi yang telah terbukti menurunkan AKB:

a. Tatalaksana penanganan asfiksia (bayi lahir tidak bisa menangis spontan) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

b. Kunjungan neonatal secara berkala. c. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). d. Pelayanan Emergensi.

2. Menggerakkan dan mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat luas un-tuk hidup sehat.

3. Menggerakkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

4. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan anak.

(25)

Berdasarkan pengolahan data program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun

2008, kematian neonatal adalah sebagai berikut;

Gambar IV. 3. Jumlah kematian neonatal Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Penyebab kematian terbesar pada bayi adalah BBLR dan asfiksia, sedangkan penyebab kematian pada umur lebih dari 1 bulan sampai 5 tahun adalah diare dan pneumonia. Persalinan juga masih banyak yang terjadi di rumah dan ma-sih ditolong oleh biang kampung/dukun bayi, status gizi ibu hamil masih kurang, sarana dan prasarana masih terbatas, adanya disparitas

pen-didikan, sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan, kendala geografis (DTPK), sumber daya manusia dan kompetensi yang masih belum memadai.Dari gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa kesehatan anak masih merupakan masalah yang harus dilakukan langkah-langkah strategis untuk penanggulangannya.

Adapun penyebab kematian neonatal tersebut di atas adalah seperti grafik IV.4 berikut :

Gambar IV. 4. Persentase penyebab kematian neonatal di Sulawesi Utara Tahun 2008

(26)

Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka kematian balita (0-4 ) tahun adalah angka probabilitas kematian anak umur umur 0-4 tahun per 1.000 anak. AKABA mengambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang ber-pengaruh terhadap kese-hatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Indikator ini menggam-barkan tingkat kesejahteraan social dan tingkat kemiskinan penduduk.

AKABA di Indonesia menurut SDKI 97, 2002 -2003 dan 2007 adalah 58, 46 dan 44. AKABA di Provinsi Sulawesi Utara menurut SDKI 2007 adalah 43 yang masih lebih rendah dari angka nasional.

Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian balita yang disurvey pada SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 diperoleh gambaran bahwa gam-baran besarnya proporsi penyebab utama kema-tian balita menunjukkan adanya pola penyakit penyebab kematian balita dimana penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak. Pneumonia merupakan penyakit terbanyak penye-bab kematian diikuti oleh Diare.

Angka Kematian Ibu Maternal.

Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang terjadi pada waktu ke-hamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah me-lahirkan atau penghentian kehamilan. Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi ke-matian pada wanita usia reproduktif atau pro-porsi kematian pada semua wanita di usia repro-duktif yang disebabkan oleh penyebab maternal.

Analisis Angka Kematian Maternal (MMR=Maternal Mortality Ratio) Indonesia sesuai

SDKI 1994 adalah 390 per 100.000 kelahiran. Data SDKI (yang tidak dipublikasi) 1997 meng-implikasikan sedikit penurunan yaitu 334 kema-tian per 100.000 kelahiran selama periode 1993-1997. SDKI 2002-2003 mendapatkan estimasi AKI Maternal Indonesia sebesar 307 kematian per 100.000 kelahiran dan menurun lagi pada SDKI 2007 menjadi 228 kematian per 100.000 kelahi-ran. Angka ini semakin mendekati target nasional RPJMN sebesar 226 /100.000 kelahiran.

Gambaran tersebut menegaskan bahwa tren AKI maternal di Indonesia menurun, diperje-las dengan analisis angka pengurangan tahunan (Annual reduction rate=ARR) antara SDKI 2002-2003 dan SDKI 2007 sekitar 5 persen, dibanding-kan ARR antara SDKI 1997 dan SDKI 2002-2003 sebesar 2 persen. Namun jika dibandingkan den-gan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010 yaitu 125 per 100.000 kelahiran maka apabila penurunannya masih seperti gambaran di atas, maka dapat dipastikan target tersebut tidak akan dapat tercapai.

Di Provinsi Sulawesi Utara, AKI maternal menggunakan data SKRT 1992 sebesar 421 kema-tian per 100.000 kelahiran dan berdasarkan SDKI 1994 sebesar 390 kematian per 100.000 kelahiran. Sedangkan menurut SUPAS 1995 sebesar 212 ke-matian per 100.000 kelahiran. Tahun 2005 ber-dasarkan laporan Depkes bahwa situasi AKI mater-nal di Sulawesi Utara sebesar 150 kematian per 100.000 kelahiran.

Gambaran tren AKI maternal Indonesia dan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana terlihat pada grafik 4.3 berikut.

(27)

AKI merupakan salah satu indikator penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu negara, yang mencakup tingkat kesadaran peri-laku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelaya-nan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu mela-hirkan dan ibu pada masa nifas.

Kesehatan ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat dia hamil dan ber-salin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resiko yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami

kematian neonatal dini (umur 0-6 hari). Semen-tara itu Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa gang-guan kehamilan dan persalinan menempati urutan ke-5 penyebab kematian utama untuk semua umur di Indonesia.

Berdasarkan data yang diolah program Kesga Dinas Kesehatan Provinsi yang bersumber dari laporan kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada tahun 2008 terjadi kelahiran hidup, kelahiran mati, kematian bayi, kematian balita serta kema-tian maternal dengan jumlah seperti pada tabel IV. 1. berikut.

Tabel IV.1. Jumlah lahir hidup, lahir mati, kematian bayi dan balita di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2007-2008

Gambar IV. 6. Kecenderungan Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang kesga dan Gizi, 2009

2007

2008

Lahir hidup

36.293

38.472

Lahir mati

343

307

Kematian bayi

249

29

Kematian balita

80

82

Kematian maternal

59

50

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Adapun dari perbandingan jumlah kematian ibu dari tahun 2004 s/d tahun 2008 terlihat penurunan yang cukup berarti dari 75 di tahun 2004 menjadi 50 di tahun 2008.

(28)

Adapun distribusi kematian ibu menurut Kabupaten/Kota selama tahun 2008 adalah

seperti pada Gambar IV. 7.

Gambar IV. 7. Jumlah kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Karena itulah Provinsi Sulawesi Utara mem-prioritaskan upaya kesehatan ibu dan penurunan AKI searah dengan kebijakan Departemen Kese-hatan dalam dalam menurunkan AKI yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada masyarakat untuk mewujudkan 3 pesan kunci untuk persalinan yang sehat (Making Pregnancy Safer):

1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kese-hatan terlatih.

2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditan-gani secara memadai.

3. Setiap perempuan usia subur memiliki akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus yang tidak aman.

Adapun penyebab kematian ibu sepanjang tahun 2008 adalah sebagai berikut :

Gambar IV. 8. Persentase penyebab kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

(29)

C. MORBIDITAS

Angka Kesakitan penduduk diperoleh dari data yang bersumber dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui survey serta hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan (facility based data) dan dikelola melalui sistem pencatatan dan pelaporan seperti pelaksanaan Surveilans Penyakit Terpadu (STP).

Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, penyakit menular untuk wilayah Sulawesi Utara dalam satu bulan terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit malaria, penyakit ini ditemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi sangat bervariasi antara 0,3%-11,2%.

Dalam 12 bulan terakhir, berdasarkan diag-nosa+gejala penyakit DBD, penyakit ini juga dite-mukan di semua kabupaten/kota dengan preva-lensi 0,1%-0,7%. Filariasis diketemukan di lima kabupaten/kota.

Dalam 1 bulan terakhir, berdasarkan diag-nosa+gejala penyakit ISPA diketemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi 20,5% pen-duduk, sementara dalam 12 bulan terakhir, preva-lensi TBC sebesar 0,6%, lebih rendah ketimbang angka nasional.

Prevalensi diare dalam satu bulan terakhir 5,4%, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (8,8%).

Untuk penyakit tidak menular prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cukup tinggi (31,2%), dan diketemukan dua kabupaten dengan prevalensi >40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon.

Prevalensi penyakit sendi juga cukup tinggi (25%), dengan prevalensi tertinggi 34% diketemu-kan di Kabupaten Minahasa Selatan. Dalam satu tahun terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala pen-yakit jantung, prevalensi jantung 8,2%, dan preva-lensi asma 2,7%. Secara rerata di Provinsi Sulawesi Utara hampir 1 di antara 10 penduduk (8,97%) menderita gangguan mental emosional, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (20%). Prevalensi low vision dan kebutaan penduduk umur ≥5 tahun dalam 5 tahun terakhir 3,4 % dan 0,5%. Di Sulawesi Utara, berdasarkan diag-nosa+gejala katarak, prevalensi katarak penduduk umur ≥30 tahun sebesar 20%, dengan prevalensi tertinggi 34% di Kabupaten Kepulauan Talaud. Hampir satu di antara tiga penduduk di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai masalah gigi-mulut

namun persentase yang menerima perawatan gigi baru satu di antara empat.

Sebagai negara tropis, Indonesia termasuk di dalamnya Provinsi Sulawesi Utara menghadapi permasalahan penyakit menular, diantaranya Tu-berkolosis (TB), malaria, dan Demam Berdarah Dengue (DBD) selain HIV/AIDS dan beberapa pen-yakit lainnya.

a ) 10 penyakit menonjol

Berdasarkan pengolahan data laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sur-veilans terpadu penyakit didapatkan sepuluh be-sar penyakit menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008 dengan urutan ranking sebagaimana pada tabel IV.2. di bawah.

Dari tabel IV. 2. di atas terlihat bahwa penyakit influenza masih menjadi penyakit yang paling banyak di derita oleh masyarakat dan yang berobat ke Puskesmas diikuti oleh penyakit Diare dan malaria klinis. Meskipun demikian data 10 penyakit menonjol tersebut sangat dipengaruhi oleh kelengkapan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang merupakan indikator utama dari pelaksanaan surveilans terpadu pen-yakit.

Secara umum laporan STP Kabupaten/Kota dikirimkan setiap bulan, namun beberapa Kabu-paten/Kota tidak mempunyai cakupan kelengka-pan laporan STP 100 persen.

No

urut Jenis Penyakit Jumlah

1. Influenza 92.308 2. Diare 32.589 3. Malaria Klinis 27.912 4. Tersangka TB Paru 6.159 5. Malaria Falciparum 4.087 6. Malaria Vivax 3.685 7. TBC BTA(+) 1.571 8. Pneumonia 1.270 9. DBD 701 10. Batuk rejan 360

Tabel IV. 2. Sepuluh (10) besar penyakit menu-lar menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008

(30)

b) Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang menyerang sitem saraf. Penyakit ini umumnya menyerang anak usia 3 tahun ini dan dapat men-gakibatkan cacat seumur hidup, lumpuh layu (kecacatan) bahkan kematian. Penyakit ini tidak dapat diobati dan hanya bisa dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak empat kali pada bayi umur dibawah satu tahun.

Setalah cacar, polio merupakan penyakit yang da-pat dieradikasi dari muka bumi. Pada hakekatnya, polio belum sepenuhnya dapat diberantas total dan masih menjadi masalah kesehatan yang perlu ditangani secara seksama.

Dengan target mencapai mencapai status Indone-sia Bebas Polio pada tahun 2010, Departemen Ke-sehatan memfokuskan strategi pemberantasan polio pada upaya surveilans Acute Flaccid Paralysis atau AFP secara ketat dan peningkatan cakupan imunisasi rutin. Starategi tersebut dijabarkan se-bagai berikut :

1. Melaksanakan program imunisasi dasar leng-kap pada seluruh bayi dibawah satu tahun secara konsisten dan berkesinambungan. 2. Meningkatkan surveilans secara

berkesinam-bungan di seluruh wilayah Indonesia. 3. Mengamankan virus polio di laboratorium, 4. Memanfaatkan Posyandu sebagai sarana

sosialisasi sekaligus pelaksanaan imunisasi. 5. Sosialisasi pentingnya imunisasi bagi balita

melalui berbagai media secara terus menerus di seluruh wilayah Indonesia.

6. Menjalin kerjasama dengan ormas perem-puan, ormas keagamaan, toko masyarakat, serta pihak-pihak lain yang relevan untuk ber-sama-sama mendorong masyarakat melak-sanakan imunisasi bagi balita.

Target Indonesia Bebas Polio 2010 mengu-kur keberhasilan pelaksanaan strategi melalui in-dikator tercakupnya seluruh balita Indonesia (100%) dalam kegiatan imunisasi serta tidak adanya kasus serangan polio di seluruh wilayah Indonesia. Upaya program atau kegiatan yang di-lakukan mencakup :

1. Imunisasi rutin dengan sasaran anak / balita usia kurang dari 1 tahun yang bertujuan melindungi anak secara individual agar tidak terserang polio.

2. Pekan Imunisasi Nasional atau PIN yang

dilak-sanakan pada tahun 1995, 1996, 1997, 2000, 2005, dan 2006 dengan Sub-PIN dilaksanakan pada tahun 1998, 2000, 2001 dan 2006. Sa-saran PIN adalah anak usia sekolah 6 – 14 ta-hun, dengan tujuan memutuskan rantai penu-laranvirus polio liar. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi sejak anak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6 sampai 8 minggu, yang kemudian diulang pada usia 1,5 tahun dan 15 tahun.

3. Surveilans AFP atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia dibawah usia 15 tahun, untuk kemudian diperiksa tinjanya agar dapat dipastikan apakah karena polio atau bukan.

4. Mopping-Up, yaitu pemberian vaksinasi mas-sal didaerah yang ditemukan penderita polio, terhadap anak usia dibawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

Keberhasilan program eradikasi polio secara global dinilai dari keberhasilan pelaksanaan sur-veilans AFP. Melalui pelaksanaan sursur-veilans AFP maka pendeteksian secara dini munculnya kasus polio liar yang mungkin terdapat di masyarakat dilakukan sehingga memungkinkan untuk segera dilakukan upaya penanggulangan. Terdapat 4 in-dikator pelaksanaan AFP diantaranya adalah Non Polio AFP rate anak berusia kurang dari 15 tahun. Secara nasional ditetapkan indikator non polio AFP rate 2 per 100.000 anak berusia kurang 15 tahun.

(31)

Dari grafik di atas terlihat bahwa kontribusi terbanyak pada penemuan kasus AFP adalah Kota Manado sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja surveilans AFP Kota Manado lebih baik

dibanding-kan Kabupaten/Kota lainnya . Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara dalam 4 tahun terakhir masih di atas indikator nasional (2.62 untuk tahun 2008) seperti terlihat pada gambar IV. 10. berikut.

Sumber : Seksi Surveilans, 2009

Gambar IV. 9. Jumlah kasus AFP dan Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

Gambar IV. 10. Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

Sumber : Seksi Surveilans, 2009 Sumber : Bidang PMK, 2009

(32)

c) Penyakit HIV/AIDS

HIV / AIDS merujuk pada sindroma menu-runnya kekebalan tubuh yang berakibat fatal. HIV / AIDS telah menjadi masalah kesehatan pada tataran global, terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Selama satu dasawarsa terakhir (1997 – 2007) ka-sus AIDS yang dilaporkan meningkat tajam, den-gan kasus AIDS terbanyak DKI Jakarta, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Menurut kelom-pok umur 20 – 29 tahun yaitu sebesar 54% dari keseluruhan kasus; suatu hal yang mengkha-watirkan mengingat kelompok umur ini adalah kelompok umur yang produktif, dan dapat ber-dampak buruk terhadap pembangunan sosio-ekonomi Indonesia serta berpotensi menyebab-kan umur harapan hidup menurun. Berdasarmenyebab-kan cara penularan, kasus penularan AIDS terbanyak adalah melalui penggunaan jarum suntik bersama terutama di kalangan penyalahguna NAPZA suntik (IDU).

Upaya penanggulangan penyakit HIV / AIDS ditujukan bukan hanya pada penanganan pende-rita yang ditemukan, tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini melalui upaya penjangkauan yang di-lanjutkan dengan upaya konseling.

Upaya penemuan penderita dilakukan me-lalui skrining HIV / AIDS terhadap darah donor, pemantauan terhadap kelompok beresiko pende-rita Penyakit Menular Seksual (PMS), penyalah-guna obat dengan suntik IDUs), penghuni Lapas

(Lembaga Pemasyarakatan) serta yang tidak kalah penting pemantauan dan penelitian terhadap kelompok umur beresiko rendah seperti ibu rumah tangga.

Sejauh ini belum ditemukan obat atau vaksin yang efaktif bagi kasus HIV / AIDS; pengobatan terha-dap HIV / AIDS dikelompokan sesuai tujuannya : a. Pengobatan suportif yang bertujuan

mening-katkan keadaan umum penderita, mencakup pemberian gizi yang baik, obat simtomatik, vitamin dan dukungan psikososial.

b. Pengobatab infeksi oportunistik yang dilaku-kan secara empiris

c. Pengobatan anti-retrovital (ARV) yang dapat menghambat perkembangbiakan virus HIV, namun belum dapat menyembuhkannya atau membunuh virus HIV. Pengobatan ini terbukti dapat memperbaiki kualitas hidup penderita karena kemungkinan untuk men-jadi infeksi oportunistik lebih jarang atau mu-dah diatasi.

Di Provinsi Sulawesi Utara , kasus HIV/AIDS yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1997, selang empat tahun terakhir terjadi peningkatan kasus yang cukup bermakna. Total kasus HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah sampai akhir tahun 2008 adalah 456 kasus dengan perincian 199 kasus HIV dan 257 kasus AIDS. Gambaran ka-sus HIV/AIDS menurut tahun seperti terlihat pada gambar IV. 11 berikut .

Gambar IV. 11. Jumlah kasus HIV/AIDS Provinsi Sulawesi Utara tahun 1997 - 2008

(33)

Perubahan status HIV ke AIDS yang memer-lukan waktu pada akhirnya akan mempengaruhi gambaran kurva dari tahun ke tahun pada waktu data di”update”. Diharapkan dengan pemberian ARV yang adekuat maka proses perubahan status HIV ke AIDS menjadi lebih lama atau bahkan tidak sama sekali.

Dari 13 Kabupaten / Kota se Provinsi Su-lawesi Utara maka Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa adalah 3 kabupaten/kota penyumbang kasus terbanyak, yaitu masing-masing 177, 115 dan 45 kasus. Distibusi kasus HIV/ AIDS menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel IV. 3. di bawah.

Tabel IV. 3. Distribusi kasus HIV/AIDS total tahun 1997s/d 2008 menurut Kab/Kota se Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten/Kota Diagnosa Total

HIV AIDS Manado 74 103 177 Bitung 70 45 115 Minahasa 11 34 45 Tomohon 7 29 36 Minahasa Utara 15 21 36 Minahasa Selatan 7 10 17 Sangihe 2 4 6 Bolaang Mongondow 2 2 4 Talaud 1 0 1 SITARO 0 1 1

Bol. Mongondow Utara 0 1 1

Tidak diketahui 10 7 17

Jumlah 199 257 456

Sumber : Bidang PMK, 2009

Melihat perkembangan kasus AIDS yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu, Dinas Kesehatan Provinsi Su-lawesi Utara mengikuti kebijakan Departemen Kesehatan dalam hal penanggulangan yang berfo-kus pada pencegahan, yang diintegrasikan dengan perawatan, dukungan dan pengobatan. Upaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi penderita AIDS dilaksanakan melalui :

1. Pelayanan VCT di Rumah Sakit. Hingga akhir 2008 terdapat lima Rumah Sakit di Sulawesi Utara yang memberikan layanan terapi anti-retoviral (ARV) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT) yaitu RSU Prof. Dr. R. D. Kandou -Manado, RS TNI Teling-Manado, RS Prof. Ra-tumbuysang-Manado, RSUD Bitung, RSU Be-thesda-Tomohon

2. Meningkatkan cakupan penderita yang men-dapatkan perawatan anti-retoviral, serta meningkatkan cakupan penderita yang

mem-peroleh Terapi Anti-retroviral Kombinasi. 3. Mengembangkan layanan MST (Maintenance

Substitution Treatment).

d) Malaria

Pengendalian penyakit Malaria telah menjadi prioritas penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk Indonesia lebih khusus Provinsi Sulawesi Utara. Hampir disetiap bagian dunia, tidak terkecuali Indonesia yang me-rupakan salah satu negara yang beresiko malaria, penyakit malaria muncul sebagai Kejadian Luar Biasa.

Upaya pemberantasan penyakit malaria dila-kukan melalui strategi yang menekankan empat aspek, yaitu :

1. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. 2. Pengendalian vektor yang selektif.

3. Pengendalian Kejadian Luar Biasa. 4. Sistem Surveillans yang efektif.

Gambar

Gambar IV. 12. Penderita Malaria Klinis dan AMI di Provinsi Sulawesi Utara    Tahun 2005 – 2008  Sumber : Bidang PMK, 2009  2005 2006 2007 2008Kasus321203332130341 30856AMI (0/00)15,2315,5613,8813,97 12,51313,51414,51515,51628500290002950030000305003100031
Gambar IV. 13. Distribusi kasus malaria klinis kab/Kota se Provinsi  Sulawesi Utara    Tahun 2008
Gambar IV. 20.  Angka kesembuhan (Cure Rate) Tb Paru Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008
Gambar V. 6.   Grafik Cakupan pelayanan kesehatan neonatal (KN2) Provinsi Sulawesi Utara  tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data kuantitatif pada validasi ahli materi diperoleh persentase sebesar 90,67% yang berarti produk pengembangan multimedia interaktif materi kedudukan relatif dua

Bagaimana peranan Panti Asuhan Bina Amal Shaleh Amanah Klepu Sumberarum Moyudan Sleman Yogyakarta dalam upaya pemberdayaan anak yatim piatu dan terlantar melalui keterampilan

Terapannya Dalam Penelitian, (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2002), hlm.. دصم في تانايبلا ر ةساردلا هذه ردصم يساسلأا تانايبلا ردصم

Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi alat dan bahan yang digunakan dalam proses penempatan contoh, pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang

Disamping digunakan sebagai pedoman oleh manajemen dan pegawai untuk pelaksanaan kegiatan operasional harian, Manual Mutu ini juga bisa dijadikan bahan informasi

Dibandingkan dengan metode lain seperti finite different, finite volume memiliki beberapa kelebihan, yaitu metode ini didasarkan pada pengintegralan bentuk hukum

 Hasil pengujian penggunaan mesin klasifikasi JST-backpropagation tidak mampu meningkatkan nilai akurasi yaitu menunjukkan nilai akurasi sebesar mampu meningkatkan nilai

Maka sandi ini dikembangkan dengan teori Matriks Dekomposisi LU, dimana sebuah matriks persegi tunggal dapat difaktorkan menjadi dua buah matriks L dan U yang