• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Dalam dokumen Dr. Nora Lumentut NIP (Halaman 23-45)

Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat di Sulawesi Utara, maka digunakan angka-angka Umur Harapan Hidup, mortalitas dan morbiditas serta status gizi masyarakat.

A. UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR

Umur harapan hiidup (UHH) penduduk In-donesia dari tahun ke Tahun terus mengalami peningkatan yang bermakna terutama pada pe-riode tahun 1980-1995. Estimasi UHH sebesar 52.41 pada tahun 1980 (SP 1980) meningkat

men-jadi 63,48 tahun pada tahun 1995 (SUPAS 1995), 67.97 tahun pada tahun 2000, dan menjadi 69 tahun pada tahun 2005.

UHH penduduk Sulawesi Utara juga meng-alami peningkatan, dari 64.96 tahun tahun 1997 menjadi 69 tahun pada tahun 2000 (SP 2000) ta-hun 2004 meningkat lagi menjadi 71,0 tata-hun (BPS Sulut 2004), dan tahun 2008 sebesar 72,01 tahun, dengan posisi lebih tinggi dari angka nasional yang 68.5 tahun (BPS Sulut 2009).

Gambar IV.1. Trend Umur harapan Hidup Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : BPS 2009

B. MORTALITAS

Untuk mengevaluasi program program ke-sehatan /pembangunan keke-sehatan yang telah di-laksanakan selama ini biasanya dihubungkan de-ngan angka kematian bayi dan anak. Angka Kema-tian Bayi (AKB) bukan hanya digunakan untuk mengevaluasi kemajuan program kesehatan tetapi juga dimanfaatkan untuk memonitor situasi de-mografi dan memberikan masukan untuk proyeksi penduduk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi subpopulasi yang yang mempun-yai risiko kematian yang tinggi.

a). Angka Kematian Bayi (AKB).

Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka

probabilitas untuk meninggal di umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menun-jukkan kecenderungan menurun .

Berdasarkan SDKI (Survei Demografi dan Kese-hatan Indonesia) berturut-turut tahun 1997, 2002-2003 dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan 34.

AKB di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai pola yang berbeda dengan AKB nasional menurut SDKI. Jika pada tahun 1994 AKB Sulawesi Utara berdasarkan SDKI adalah 66/1.000 KH , menurun menjadi 48 pada SDKI 97, selanjutnya menurun tajam pada tahun 2002 menjadi 25/1.000 KH, tetapi tetapi di tahun 2007 meningkat menjadi 35/1.000 KH.

Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara menurut tahun SDKI seperti

terli-hat pada gambar IV.2 di bawah

Gambar IV. 2. Perbandingan AKB Nasional dan Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Indonesia Demographic Health Survey, 2008

Beberapa faktor berpengaruh terhadap peningkatan angka kematian bayi termasuk di dalamnya status sosioekonomi, lingkungan dan faktor biologis. Faktor sosioekonomi termasuk di dalamnya tempat tinggal, pendidikan ibu dan indeks kesejahteraan ibu. Faktor biologis terma-suk didalamnya jenis kelamin anak, usia ibu, pari-tas dan interval kelahiran. Beberapa variabel lain seperti berat waktu lahir, pemeriksaan antenatal dan penolong persalinan juga dipertimbangkan berpengaruh terhadap angka kematian bayi yang tinggi tersebut, yang untuk tahap lanjutan perlu dila-kukan studi lebih dalam. Sebagai contoh, anak-anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di kota mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang dilahirkan ibu yang tinggal di daerah rural, hal ini mungkin ber-hubungan dengan ketersediaan fasilitas dan prak-tek “health seeking” masyarakat yang tinggal di perkotaan.

Komitmen untuk terus melakukan upaya percepatan penurunan AKB secara nasional tetap diperlukan. Bayi sangat rentan terhadap keadaan kesehatan dan kesejahteraan yang buruk; karena itu AKB merefleksikan derajat kesehatan masyara-kat yang sekaligus juga mencerminkan umur harapan hidup pada saat lahir.

Penurunan AKB menunjukan adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Upaya percepatan penurunan AKB memper-hatikan kondisi yang mempengaruhi AKB, antara lain lokasi geografis, taraf sosio-ekonomi masyara-kat serta perilaku hidup sehat. Berdasarkan Risk-esdas 2007, proporsi kematian bayi pada kelom-pok umur di bawah 1 tahun di daerah pedesaan labih besar dari perkotaan, yaitu 11% di pedesaan dan 6,3% di perkotaan.

Strategi percepatan penurunan AKB mencakup: 1. Meningkatkan akses masyarakat terhadap

pe-layanan kesehatan yang berkualitas baik diting-kat dasar maupun rujukan, terutama bagi bayi dan balita dengan menggunakan intervensi yang telah terbukti menurunkan AKB:

a. Tatalaksana penanganan asfiksia (bayi lahir tidak bisa menangis spontan) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

b. Kunjungan neonatal secara berkala. c. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). d. Pelayanan Emergensi.

2. Menggerakkan dan mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat luas un-tuk hidup sehat.

3. Menggerakkan penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

4. Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan anak.

Berdasarkan pengolahan data program KIA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara tahun

2008, kematian neonatal adalah sebagai berikut;

Gambar IV. 3. Jumlah kematian neonatal Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Penyebab kematian terbesar pada bayi adalah BBLR dan asfiksia, sedangkan penyebab kematian pada umur lebih dari 1 bulan sampai 5 tahun adalah diare dan pneumonia. Persalinan juga masih banyak yang terjadi di rumah dan ma-sih ditolong oleh biang kampung/dukun bayi, status gizi ibu hamil masih kurang, sarana dan prasarana masih terbatas, adanya disparitas

pen-didikan, sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan, kendala geografis (DTPK), sumber daya manusia dan kompetensi yang masih belum memadai.Dari gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa kesehatan anak masih merupakan masalah yang harus dilakukan langkah-langkah strategis untuk penanggulangannya.

Adapun penyebab kematian neonatal tersebut di atas adalah seperti grafik IV.4 berikut :

Gambar IV. 4. Persentase penyebab kematian neonatal di Sulawesi Utara Tahun 2008

Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka kematian balita (0-4 ) tahun adalah angka probabilitas kematian anak umur umur 0-4 tahun per 1.000 anak. AKABA mengambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang ber-pengaruh terhadap kese-hatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Indikator ini menggam-barkan tingkat kesejahteraan social dan tingkat kemiskinan penduduk.

AKABA di Indonesia menurut SDKI 97, 2002 -2003 dan 2007 adalah 58, 46 dan 44. AKABA di Provinsi Sulawesi Utara menurut SDKI 2007 adalah 43 yang masih lebih rendah dari angka nasional.

Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian balita yang disurvey pada SKRT 1995 dan Surkesnas 2001 diperoleh gambaran bahwa gam-baran besarnya proporsi penyebab utama kema-tian balita menunjukkan adanya pola penyakit penyebab kematian balita dimana penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak. Pneumonia merupakan penyakit terbanyak penye-bab kematian diikuti oleh Diare.

Angka Kematian Ibu Maternal.

Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang terjadi pada waktu ke-hamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah me-lahirkan atau penghentian kehamilan. Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi ke-matian pada wanita usia reproduktif atau pro-porsi kematian pada semua wanita di usia repro-duktif yang disebabkan oleh penyebab maternal.

Analisis Angka Kematian Maternal (MMR=Maternal Mortality Ratio) Indonesia sesuai

SDKI 1994 adalah 390 per 100.000 kelahiran. Data SDKI (yang tidak dipublikasi) 1997 meng-implikasikan sedikit penurunan yaitu 334 kema-tian per 100.000 kelahiran selama periode 1993-1997. SDKI 2002-2003 mendapatkan estimasi AKI Maternal Indonesia sebesar 307 kematian per 100.000 kelahiran dan menurun lagi pada SDKI 2007 menjadi 228 kematian per 100.000 kelahi-ran. Angka ini semakin mendekati target nasional RPJMN sebesar 226 /100.000 kelahiran.

Gambaran tersebut menegaskan bahwa tren AKI maternal di Indonesia menurun, diperje-las dengan analisis angka pengurangan tahunan (Annual reduction rate=ARR) antara SDKI 2002-2003 dan SDKI 2007 sekitar 5 persen, dibanding-kan ARR antara SDKI 1997 dan SDKI 2002-2003 sebesar 2 persen. Namun jika dibandingkan den-gan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010 yaitu 125 per 100.000 kelahiran maka apabila penurunannya masih seperti gambaran di atas, maka dapat dipastikan target tersebut tidak akan dapat tercapai.

Di Provinsi Sulawesi Utara, AKI maternal menggunakan data SKRT 1992 sebesar 421 kema-tian per 100.000 kelahiran dan berdasarkan SDKI 1994 sebesar 390 kematian per 100.000 kelahiran. Sedangkan menurut SUPAS 1995 sebesar 212 ke-matian per 100.000 kelahiran. Tahun 2005 ber-dasarkan laporan Depkes bahwa situasi AKI mater-nal di Sulawesi Utara sebesar 150 kematian per 100.000 kelahiran.

Gambaran tren AKI maternal Indonesia dan Provinsi Sulawesi Utara sebagaimana terlihat pada grafik 4.3 berikut.

AKI merupakan salah satu indikator penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu negara, yang mencakup tingkat kesadaran peri-laku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelaya-nan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu mela-hirkan dan ibu pada masa nifas.

Kesehatan ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat dia hamil dan ber-salin berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resiko yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami

kematian neonatal dini (umur 0-6 hari). Semen-tara itu Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa gang-guan kehamilan dan persalinan menempati urutan ke-5 penyebab kematian utama untuk semua umur di Indonesia.

Berdasarkan data yang diolah program Kesga Dinas Kesehatan Provinsi yang bersumber dari laporan kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada tahun 2008 terjadi kelahiran hidup, kelahiran mati, kematian bayi, kematian balita serta kema-tian maternal dengan jumlah seperti pada tabel IV. 1. berikut.

Tabel IV.1. Jumlah lahir hidup, lahir mati, kematian bayi dan balita di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2007-2008

Gambar IV. 6. Kecenderungan Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang kesga dan Gizi, 2009

2007 2008

Lahir hidup 36.293 38.472

Lahir mati 343 307

Kematian bayi 249 29

Kematian balita 80 82

Kematian maternal 59 50

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Adapun dari perbandingan jumlah kematian ibu dari tahun 2004 s/d tahun 2008 terlihat penurunan yang cukup berarti dari 75 di tahun 2004 menjadi 50 di tahun 2008.

Adapun distribusi kematian ibu menurut Kabupaten/Kota selama tahun 2008 adalah

seperti pada Gambar IV. 7.

Gambar IV. 7. Jumlah kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

Sumber : Bidang Kesga dan Gizi, 2009

Karena itulah Provinsi Sulawesi Utara mem-prioritaskan upaya kesehatan ibu dan penurunan AKI searah dengan kebijakan Departemen Kese-hatan dalam dalam menurunkan AKI yaitu mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada masyarakat untuk mewujudkan 3 pesan kunci untuk persalinan yang sehat (Making Pregnancy Safer):

1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kese-hatan terlatih.

2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditan-gani secara memadai.

3. Setiap perempuan usia subur memiliki akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi abortus yang tidak aman.

Adapun penyebab kematian ibu sepanjang tahun 2008 adalah sebagai berikut :

Gambar IV. 8. Persentase penyebab kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008

C. MORBIDITAS

Angka Kesakitan penduduk diperoleh dari data yang bersumber dari masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui survey serta hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan (facility based data) dan dikelola melalui sistem pencatatan dan pelaporan seperti pelaksanaan Surveilans Penyakit Terpadu (STP).

Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007, penyakit menular untuk wilayah Sulawesi Utara dalam satu bulan terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala penyakit malaria, penyakit ini ditemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi sangat bervariasi antara 0,3%-11,2%.

Dalam 12 bulan terakhir, berdasarkan diag-nosa+gejala penyakit DBD, penyakit ini juga dite-mukan di semua kabupaten/kota dengan preva-lensi 0,1%-0,7%. Filariasis diketemukan di lima kabupaten/kota.

Dalam 1 bulan terakhir, berdasarkan diag-nosa+gejala penyakit ISPA diketemukan di semua kabupaten/kota dengan prevalensi 20,5% pen-duduk, sementara dalam 12 bulan terakhir, preva-lensi TBC sebesar 0,6%, lebih rendah ketimbang angka nasional.

Prevalensi diare dalam satu bulan terakhir 5,4%, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (8,8%).

Untuk penyakit tidak menular prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cukup tinggi (31,2%), dan diketemukan dua kabupaten dengan prevalensi >40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon.

Prevalensi penyakit sendi juga cukup tinggi (25%), dengan prevalensi tertinggi 34% diketemu-kan di Kabupaten Minahasa Selatan. Dalam satu tahun terakhir, berdasarkan diagnosa+gejala pen-yakit jantung, prevalensi jantung 8,2%, dan preva-lensi asma 2,7%. Secara rerata di Provinsi Sulawesi Utara hampir 1 di antara 10 penduduk (8,97%) menderita gangguan mental emosional, dan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud (20%). Prevalensi low vision dan kebutaan penduduk umur ≥5 tahun dalam 5 tahun terakhir 3,4 % dan 0,5%. Di Sulawesi Utara, berdasarkan diag-nosa+gejala katarak, prevalensi katarak penduduk umur ≥30 tahun sebesar 20%, dengan prevalensi tertinggi 34% di Kabupaten Kepulauan Talaud. Hampir satu di antara tiga penduduk di Provinsi Sulawesi Utara mempunyai masalah gigi-mulut

namun persentase yang menerima perawatan gigi baru satu di antara empat.

Sebagai negara tropis, Indonesia termasuk di dalamnya Provinsi Sulawesi Utara menghadapi permasalahan penyakit menular, diantaranya Tu-berkolosis (TB), malaria, dan Demam Berdarah Dengue (DBD) selain HIV/AIDS dan beberapa pen-yakit lainnya.

a ) 10 penyakit menonjol

Berdasarkan pengolahan data laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui sur-veilans terpadu penyakit didapatkan sepuluh be-sar penyakit menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008 dengan urutan ranking sebagaimana pada tabel IV.2. di bawah.

Dari tabel IV. 2. di atas terlihat bahwa penyakit influenza masih menjadi penyakit yang paling banyak di derita oleh masyarakat dan yang berobat ke Puskesmas diikuti oleh penyakit Diare dan malaria klinis. Meskipun demikian data 10 penyakit menonjol tersebut sangat dipengaruhi oleh kelengkapan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang merupakan indikator utama dari pelaksanaan surveilans terpadu pen-yakit.

Secara umum laporan STP Kabupaten/Kota dikirimkan setiap bulan, namun beberapa Kabu-paten/Kota tidak mempunyai cakupan kelengka-pan laporan STP 100 persen.

No

urut Jenis Penyakit Jumlah

1. Influenza 92.308 2. Diare 32.589 3. Malaria Klinis 27.912 4. Tersangka TB Paru 6.159 5. Malaria Falciparum 4.087 6. Malaria Vivax 3.685 7. TBC BTA(+) 1.571 8. Pneumonia 1.270 9. DBD 701 10. Batuk rejan 360

Tabel IV. 2. Sepuluh (10) besar penyakit menu-lar menonjol di Sulawesi Utara tahun 2008

b) Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Polio merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya yang disebabkan oleh virus yang menyerang sitem saraf. Penyakit ini umumnya menyerang anak usia 3 tahun ini dan dapat men-gakibatkan cacat seumur hidup, lumpuh layu (kecacatan) bahkan kematian. Penyakit ini tidak dapat diobati dan hanya bisa dicegah dengan pemberian imunisasi polio sebanyak empat kali pada bayi umur dibawah satu tahun.

Setalah cacar, polio merupakan penyakit yang da-pat dieradikasi dari muka bumi. Pada hakekatnya, polio belum sepenuhnya dapat diberantas total dan masih menjadi masalah kesehatan yang perlu ditangani secara seksama.

Dengan target mencapai mencapai status Indone-sia Bebas Polio pada tahun 2010, Departemen Ke-sehatan memfokuskan strategi pemberantasan polio pada upaya surveilans Acute Flaccid Paralysis atau AFP secara ketat dan peningkatan cakupan imunisasi rutin. Starategi tersebut dijabarkan se-bagai berikut :

1. Melaksanakan program imunisasi dasar leng-kap pada seluruh bayi dibawah satu tahun secara konsisten dan berkesinambungan. 2. Meningkatkan surveilans secara

berkesinam-bungan di seluruh wilayah Indonesia. 3. Mengamankan virus polio di laboratorium, 4. Memanfaatkan Posyandu sebagai sarana

sosialisasi sekaligus pelaksanaan imunisasi. 5. Sosialisasi pentingnya imunisasi bagi balita

melalui berbagai media secara terus menerus di seluruh wilayah Indonesia.

6. Menjalin kerjasama dengan ormas perem-puan, ormas keagamaan, toko masyarakat, serta pihak-pihak lain yang relevan untuk ber-sama-sama mendorong masyarakat melak-sanakan imunisasi bagi balita.

Target Indonesia Bebas Polio 2010 mengu-kur keberhasilan pelaksanaan strategi melalui in-dikator tercakupnya seluruh balita Indonesia (100%) dalam kegiatan imunisasi serta tidak adanya kasus serangan polio di seluruh wilayah Indonesia. Upaya program atau kegiatan yang di-lakukan mencakup :

1. Imunisasi rutin dengan sasaran anak / balita usia kurang dari 1 tahun yang bertujuan melindungi anak secara individual agar tidak terserang polio.

2. Pekan Imunisasi Nasional atau PIN yang

dilak-sanakan pada tahun 1995, 1996, 1997, 2000, 2005, dan 2006 dengan Sub-PIN dilaksanakan pada tahun 1998, 2000, 2001 dan 2006. Sa-saran PIN adalah anak usia sekolah 6 – 14 ta-hun, dengan tujuan memutuskan rantai penu-laranvirus polio liar. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi sejak anak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6 sampai 8 minggu, yang kemudian diulang pada usia 1,5 tahun dan 15 tahun.

3. Surveilans AFP atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layu pada usia dibawah usia 15 tahun, untuk kemudian diperiksa tinjanya agar dapat dipastikan apakah karena polio atau bukan.

4. Mopping-Up, yaitu pemberian vaksinasi mas-sal didaerah yang ditemukan penderita polio, terhadap anak usia dibawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

Keberhasilan program eradikasi polio secara global dinilai dari keberhasilan pelaksanaan sur-veilans AFP. Melalui pelaksanaan sursur-veilans AFP maka pendeteksian secara dini munculnya kasus polio liar yang mungkin terdapat di masyarakat dilakukan sehingga memungkinkan untuk segera dilakukan upaya penanggulangan. Terdapat 4 in-dikator pelaksanaan AFP diantaranya adalah Non Polio AFP rate anak berusia kurang dari 15 tahun. Secara nasional ditetapkan indikator non polio AFP rate 2 per 100.000 anak berusia kurang 15 tahun.

Dari grafik di atas terlihat bahwa kontribusi terbanyak pada penemuan kasus AFP adalah Kota Manado sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja surveilans AFP Kota Manado lebih baik

dibanding-kan Kabupaten/Kota lainnya . Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara dalam 4 tahun terakhir masih di atas indikator nasional (2.62 untuk tahun 2008) seperti terlihat pada gambar IV. 10. berikut.

Sumber : Seksi Surveilans, 2009

Gambar IV. 9. Jumlah kasus AFP dan Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

Gambar IV. 10. Non Polio AFP rate Provinsi Sulawesi Utara tahun 2008

Sumber : Seksi Surveilans, 2009 Sumber : Bidang PMK, 2009

c) Penyakit HIV/AIDS

HIV / AIDS merujuk pada sindroma menu-runnya kekebalan tubuh yang berakibat fatal. HIV / AIDS telah menjadi masalah kesehatan pada tataran global, terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Selama satu dasawarsa terakhir (1997 – 2007) ka-sus AIDS yang dilaporkan meningkat tajam, den-gan kasus AIDS terbanyak DKI Jakarta, Papua, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali. Menurut kelom-pok umur 20 – 29 tahun yaitu sebesar 54% dari keseluruhan kasus; suatu hal yang mengkha-watirkan mengingat kelompok umur ini adalah kelompok umur yang produktif, dan dapat ber-dampak buruk terhadap pembangunan sosio-ekonomi Indonesia serta berpotensi menyebab-kan umur harapan hidup menurun. Berdasarmenyebab-kan cara penularan, kasus penularan AIDS terbanyak adalah melalui penggunaan jarum suntik bersama terutama di kalangan penyalahguna NAPZA suntik (IDU).

Upaya penanggulangan penyakit HIV / AIDS ditujukan bukan hanya pada penanganan pende-rita yang ditemukan, tetapi juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini melalui upaya penjangkauan yang di-lanjutkan dengan upaya konseling.

Upaya penemuan penderita dilakukan me-lalui skrining HIV / AIDS terhadap darah donor, pemantauan terhadap kelompok beresiko pende-rita Penyakit Menular Seksual (PMS), penyalah-guna obat dengan suntik IDUs), penghuni Lapas

(Lembaga Pemasyarakatan) serta yang tidak kalah penting pemantauan dan penelitian terhadap kelompok umur beresiko rendah seperti ibu rumah tangga.

Sejauh ini belum ditemukan obat atau vaksin yang efaktif bagi kasus HIV / AIDS; pengobatan terha-dap HIV / AIDS dikelompokan sesuai tujuannya : a. Pengobatan suportif yang bertujuan

mening-katkan keadaan umum penderita, mencakup pemberian gizi yang baik, obat simtomatik, vitamin dan dukungan psikososial.

b. Pengobatab infeksi oportunistik yang dilaku-kan secara empiris

c. Pengobatan anti-retrovital (ARV) yang dapat menghambat perkembangbiakan virus HIV, namun belum dapat menyembuhkannya atau membunuh virus HIV. Pengobatan ini terbukti dapat memperbaiki kualitas hidup penderita karena kemungkinan untuk men-jadi infeksi oportunistik lebih jarang atau mu-dah diatasi.

Di Provinsi Sulawesi Utara , kasus HIV/AIDS yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1997, selang empat tahun terakhir terjadi peningkatan kasus yang cukup bermakna. Total kasus HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah sampai akhir tahun 2008 adalah 456 kasus dengan perincian 199 kasus HIV dan 257 kasus AIDS. Gambaran ka-sus HIV/AIDS menurut tahun seperti terlihat pada gambar IV. 11 berikut .

Gambar IV. 11. Jumlah kasus HIV/AIDS Provinsi Sulawesi Utara tahun 1997 - 2008

Perubahan status HIV ke AIDS yang memer-lukan waktu pada akhirnya akan mempengaruhi gambaran kurva dari tahun ke tahun pada waktu data di”update”. Diharapkan dengan pemberian ARV yang adekuat maka proses perubahan status HIV ke AIDS menjadi lebih lama atau bahkan tidak sama sekali.

Dari 13 Kabupaten / Kota se Provinsi Su-lawesi Utara maka Kota Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa adalah 3 kabupaten/kota penyumbang kasus terbanyak, yaitu masing-masing 177, 115 dan 45 kasus. Distibusi kasus HIV/ AIDS menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel IV. 3. di bawah.

Tabel IV. 3. Distribusi kasus HIV/AIDS total tahun 1997s/d 2008 menurut Kab/Kota se Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten/Kota Diagnosa Total

HIV AIDS Manado 74 103 177 Bitung 70 45 115 Minahasa 11 34 45 Tomohon 7 29 36 Minahasa Utara 15 21 36 Minahasa Selatan 7 10 17 Sangihe 2 4 6 Bolaang Mongondow 2 2 4 Talaud 1 0 1 SITARO 0 1 1

Bol. Mongondow Utara 0 1 1

Tidak diketahui 10 7 17

Jumlah 199 257 456

Sumber : Bidang PMK, 2009

Melihat perkembangan kasus AIDS yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu, Dinas Kesehatan Provinsi Su-lawesi Utara mengikuti kebijakan Departemen Kesehatan dalam hal penanggulangan yang berfo-kus pada pencegahan, yang diintegrasikan dengan perawatan, dukungan dan pengobatan. Upaya meningkatkan akses layanan kesehatan bagi penderita AIDS dilaksanakan melalui :

1. Pelayanan VCT di Rumah Sakit. Hingga akhir 2008 terdapat lima Rumah Sakit di Sulawesi

Dalam dokumen Dr. Nora Lumentut NIP (Halaman 23-45)