• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Homeschooling

1. Pengertian dan Tujuan Homeschooling

Homeschooling berasal dari bahasa inggris yaitu Home dan

Schooling. Home berarti rumah dan Schooling berarti bersekolah. Jadi

homeschooling berarti bersekolah di rumah. Homeschooling juga sama dengan home education yaitu pendidikan yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga, dimana materinya dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk homeschooling adalah “sekolahrumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan homeschooling. Selain sekolah rumah, homeschooling

kadangkala juga diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri.

13

E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2011), h. 49.

14

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014 ), Cet. XIV, h. 98.

Sementara itu pengertian homeschooling menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Arief Rachman Hakim secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang dilakukan di rumah, namun secara hakiki ia adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home.15

b. Menurut daoed joesoff mantan menteri pendidikan dan kebudayaan kabinet pembangunan III, 1978-1983 Homeschooling adalah rumah dijadikan tempat pembelajaran anak. Anak-anak itu di dampingi dan di bantu orang tua sendiri atau di bantu menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu yang diberikan dalam proses pembelajaran privat. c. Menurut Satmoko Budi Santoso secara substansi makna

homeschooling pada aspek kemandirian dalam menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga.16

d. Menurut Sumardiono (2007) homeschooling adalah model pendidikan saat keluarga memilih untuk menyelenggarakan sendiri dan bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Homeschooling atau sekolah mandiri adalah ketika anak-anak tidak tergantung pada sistem sekolah formal yang ada sekarang. Tetapi memutuskan sendiri (bersama orang tua sebagai mentornya) mengenal apa yang dipelajari, bagaimana cara belajar waktu belajar dan di mana proses belajarnya.17

e. Menurut undang-undang No. 129 pasal 1 tahun 2014 sekolahrumah adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas dimana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan

15

Arief Rachman Hakim, homeschooling, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), h. 18.

16

Satmoko Budi Santoso, S ekolah Alternatif, Mengapa Tidak?, ( Yogyakarta: Diva Press, 2010), h. 71.

17

Sumardiono, Apa Itu Homeschooling. 35 Gagasan Pendidikan Berbasis keluarga, (Jakarta: Panda Media, 2014), h. 6.

tujuan agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal.

Dari kelima pendapat di atas mengenai definisi homeschooling, para ahli cenderung mempunyai pandangan yang sama dalam mendefinisikan homeschooling, yaitu pendidikan alternatif berbasis keluarga dimana keluarga bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya sekaligus menajdi pengajarnya pembelajaran bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja selama tempat tersebut kondusif bagi anak. dari keempat pendapat tersebut penulis lebih merujuk kepada Undang-Undang No 129 tahun 2014, karena definisi undang-undang lebih lengkap dan detail sehingga pemahaman mengenai definisi tersebut menjadi utuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa homeschooling adalah salah satu model pendidikan alternatif dimana orang tua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, tetapi tidak selalu harus orang tua yang menjadi fasilitator pembelajaran anaknya sehingga anak bisa belajar sesuai dengan gaya belajarnya kapan saja dan dimana saja seperti ia belajar dirumahnya sendiri.

Disini anak tidak perlu belajar di rumah, namun bisa dimana saja dan kapan saja asal kondisinya betul-betul menyenangkan dan nyaman seperti suasana di rumah. Maka, jam belajarnya pun sangat lentur, yaitu dari mulai bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.

Seperti yang dilakukan ibu Beni ke anaknya Beni sangat tertarik dengan serangga, beni hafal berbagai species tawon atau lalat penyengat dan menjelaskan berbagai ciri mereka serta menghafal nama-nama latin mereka. Selain beni mempelajari berbagai macam serangga dari buku-buku di perpustakaan, ibu beni mengajaknya ke museum of natural sciences yang menerima jasa pelayanan menjawab segala pertanyaan yang diajukan warga sekitar.18

Abe Saputro pun menambahkan bahwa: “mengenai tempat belajar,

homeschooling tidak memiliki batasan tempat karena proses belajar itu

18

Loy Kho, HomeschoolingUntuk Anak Mengapa Tidak?, (Yogyakarta : kansius, 2007), h. 93.

dapat terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang maya”. 19 Adapun tujuan sekolah rumah menurut undang-undang No. 129 pasal 2 tahun 2014 adalah sebagai berikut:

a. Pemenuhan layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui sekolah rumah;

b. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupan; dan

c. Pemenuhan layanan pendidikan secara sadar, teratur, dan terarah dengan mengutamakan untuk menumbuhkan dan menerapkan kemandirian dalam belajar, yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk pembelajaran mandiri dimana pembelajaran dapat berlangsung di rumah atau tempat-tempat lain dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.

Sementara tujuan homeschooling menurut jamal Ma’mur Asmani

(2012: 67) yaitu:

a. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur Homeschooling.

b. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup. c. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

Dari tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

homeschooling adalah untuk menciptakan pendidikan akademik dan non akademik yang bermutu dengan waktu yang fleksibel dan suasana belajar yang kondusif.

Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama

19

Abe Saptro, Rumah Sekolahku: Panduan Bagi Orang Tua Untuk Menciptakan Homeschooling, (Yogyakarta: Graha Pustaka, 2007), h. 12.

homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak harus dilakukan oleh orang tua, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada tempat kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikaan anaknya ke tempat penyelenggara

homeschooling yang justru berbentuk lembaga.

Homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Orang tua dapat memiliki satu alasan kuat atau beberapa alasan sekaligus. Masih menurut

Jamal Ma’mur Asmani (2012) Diantara alasan-alasan orang tua melakukan

homeschooling antara lain: a. Moral dan Religious Reasons

Beberapa orang tua ingin mempunyai kesempatan untuk mengajarkan anak-anak mereka dengan memilih material atau kurikulum pelajaran yang menekankan nilai-nilai agama dan karakter juga standar moral dalam pembelajaran.

b. Academic Reasons

Melalui Homeschooling anak akan belajar secara tutorial, yaitu

“one-on-one.” Melalui “one-on-one.” Tutorial, anak akan menguasai

secara penuh apa yang mereka pelajari dan apa yang menjadi minat mereka. Orang tua bisa mendukung minat anak dan rasa ingin tahun anak, hal ini akan menghasilkan pencapaian yang maksimal dalam pendidikan anak-anak kita. Berbeda dengan ruangan sekolah, semua anak disamaratakan dengan cara belajar dan metode belajar yang sama. c. Family Unity

Melalui Homeschooling, orang tua dan anak bersama-sama belajar, bereksplorasi, dan menghabiskan waktu bersama-sama dengan anak-anak. hal ini akan mempererat hubungan antara orang tua dan anak ataupun antara saudara kandung.

2. Sejarah Homeschooling

Menurut pormadi simbolon,SS (2007), filosofi berdirinya sekolah

rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar;

kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur,

atau mengontrolnya” (john cadlwell holt dalam bukunya how children fail.

1964).20 Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah

20 Jamal ma’mur asmani, Buku Pintar Homeschooling, (Jogjakarta: Flashbook, 2012), Cet. 1, h. 52.

perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada awal 1970-an Dr. Raymon dan dorothy moore, seorang psikolog dan peneliti perkembangan penddikan melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua untuk menyekolahkan anak lebih awal

(early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8 sampai 12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya bagi laki-laki (karena keterlambatan kedewasaan mereka).21 Hasil penelitian tersebut dipublikasikan pertama kali pada tahun

1975 dalam buku “better late than early”.

Kemudian pada tahun 1977, holt mulai mempublikasikan buletin berita sebanyak empat halaman yang disebut growing without schooling (tumbuh tanpa sekolah). Pada awalnya holt menggunakan kata “pendidikan tanpa sekolah” untuk menggambarkan tindakan mengeluarkan anak

seseorang dari sekolah, tapi hal ini segera menjadi sinonim untuk “sekolah

-di-rumah” (Homeschooling). Selama dua dekade terakhir, arti istilah itu

telah menyempit, sehingga unschooling mengacu pada gaya khusus sekolah di rumah yang dianjurkan Holt, berdasarkan pembelajaran yang berpusat pada anak.22 setelah itu, Homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan, pertumbuhan Homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

Perkembangan Homeschooling di indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tentang akar perkembangannya. Namun jika dilihat dari konsep Homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah

21

Sumardiono, Homeschooling: A Leap For Better Learning: Lompatan Cara Belajar,

(Jakarta: PT Elexmedia komputindo), h. 20.

22

Mary Griffith, Sekolah Di Rumah: Memanfaatkan Seluruh Dunia Menjadi Ruang Kelas, (Bandung: Nuansa,2008), cet.1., h. 11.

sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah indonesia yang sudah mempraktikan Homeschooling seperti KH. Agus Salim, ki hajar dewantara, dan buya hamka (makalah Dr. seto Mulyadi, 18 Juni 2006).23

Homeschooling di Indonesia mulai marak terjadi pada tahun 2005. Kehadirannya lebih dilatarbelakangi sebagai upaya mengantisipasi keberadaan sekolah regular (pendidikan formal) yang tidak merata ditiap-tiap daerah. saat ini Homeschooling telah menjadi tren di kota-kota besar di Indonesia. Dari fenomena tersebut dapat diperkirakan bahwa Homeschooling semakin dibutuhkan masyarakat. Setidak-tidaknya keberadaan Homeschooling akan memenuhi sekitar 10% dari total jumlah anak di Indonesia.

Di Indonesia, baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan home schooling, seperti morning star academy, dan lembaga pemerintah, yakni pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM). Morning star academy, lembaga pendidikan kristen ini berdiri sejak tahun 2002 dengan tujuan selain memberikan edukasi yang bertaraf internasional, juga membentuk karakter siswanya. Pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. di jakarta selatan saja, ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas program paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat SMP), C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkan dari pusat.24

3. Landasan Hukum Homeschooling a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pada pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan hasil pendidikan tersebut diakui sama dengan pendidikan formal setelah peserta didik lulus sesuai dengan standar nasional pendidikan.

23 Jamal ma’mur asmani, op. cit., h. 55.

24

c. Undang-Undang No. 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

d. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

f. Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

g. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B

h. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 132/U/2004 tentang Paket C

i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 14 tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan Kesetaraan. 25

Agar kegiatan homeschooling bisa memperoleh penilaian dan penghargaan melalui pendidikan kesetaraan, perlu ditempuh langkah-langkah pembentukan komunitas belajar sebagai berikut:

a. Mendaftarkan kesiapan orang tua atau keluarga untuk menyelenggarakan pembelajaran di rumah atau di lingkungan kepada komunitas belajar.

b. Berhimpun dalam suatu komunitas.

c. Mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan kesetaraan pada dinas pendidikan kabupatan atau kota setempat.

d. Mengadministrasikan peserta didik sesuai dengan program paket belajar yang diikutinya.

e. Menyusun program belajar dan strategi penyelenggaraan secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai dengan program paket belajar yang diselenggarakannya.

f. Mengembangkan perangkat pendukung pembelajaran.

g. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik secara berkala per semester.

h. Mengikutsertakan peserta didik yang sudah memenuhi persyaratan dalam ujian nasional.26

6. Jenis-Jenis Homeschooling

Ada tiga jenis Homeschooling yang berkembang di masyarakat. Masing-masing tipe memiliki keunggulan dan kelemahannya, jenis-jenis

25

Loy Kho, Obrolan SeputarHomeschooling, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Cet.5, h. 243-244.

26

Yayah komariah, HomeschoolingTrend Baru Sekolah Alternatif, (Jakarta: Sakura Publishing, 2007), Cet. 1, h. 27.

Homeschooling tersebut adalah sebagai berikut:

a. Homeschooling Tunggal

Homeschooling tunggal biasanya hanya melibatkan orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Orang tua harus benar-benar mengambil peran sebagai pembimbing, teman belajar, sekaligus penilai. Beberapa selebritis muda kita cenderung mengambil tipe Homeschooling ini karena kesibukan mereka yang luar biasa. Mereka menyewa seorang guru yang datang ke rumah beberapa kali dalam seminggu. Artinya Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas tinggi. Tempat, bentuk, dan waktu belajar bisa disepakati oleh pengajar dan peserta didik.

Kelemahan Homeschooling tunggal murni adalah tidak adanya mitra (partner) untuk saling mendukung, berbagi, atau membandingkan keberhasilan dalam proses belajar. Jika tidak di-mix dengan tipe

Homeschooling lainnya, anak pun cenderung kurang bersosialisasi dan berekspresi sebagai syarat pendewasaan.

Bagi orang tua, kesulitan yang akan dihadapi adalah ketika harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya. Namun jika pihak orang tua dan dan anak terkait sudah siap dengan resiko tersebut di atas, hambatan-hambatan tadi bukanlah masalah besar.

b. Homeschooling Majemuk

Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu, sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Keluarga yang memutuskan untuk bergabung dalam

Homeschooling majemuk ini biasanya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang dikompromikan dalam kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial, dan kegiatan agama.

Terlibatnya beberapa individu dalam kelompok Homeschooling ini praktis memunculkan berbagai konsekuensi. Salah satunya kebutuhan

untuk berkompromi dengan peserta lain dalam hal jadwal, suasana, fasilitas, dan pilihan kegiatan. Tentu setiap orang tua memiliki kesibukan masing-masing sehingga waktu pendampingan anak-anak mereka pun harus menyesuaikan. Karena setiap orang tua memiliki agenda berbeda, praktis dibutuhkan kesepakatan untuk menentukan waktu belajar bersama anak-anak mereka.

c. Komunitas Homeschooling

Tipe ini merupakan gabungan beberapa Homeschooling

majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50. Homeschooling komunitas lebih terstruktur dan lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia, dan pencapaian hasil belajar.

7. Model-Model Pembelajaran Homeschooling

Pada dasarnya homeschooling bersifat unique. Karena setiap keluarga mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, setiap keluarga akan melahirkan pilihan-pilihan model homeschooling yang beragam.

Pendekatam (approach) homeschooling memiliki rentang yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur, seperti belajar di sekolah (school at home). Pendekatan model

homeschooling tersebut diantaranya:27

a. School at home approach adalah model pendidikan yang sama dengan yang diselenggarakan di sekolah. Hanya saja tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah. Metode ini juga sering disebut textbook approach, traditioanl approach, atau school approach.

b. Unit studies approach adalah model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendekatan ini banyak dipakai oleh orang tua

homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, IPA, IPS), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Misalnya, dengan tema tentang rumah, anak-anak dapat belajar bentuk

27

Sumardiono, Homeschooling A Leap For Better Learning: Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007), Cet. 2, h. 33-34.

geometri (matematika), jenis-jenis rumah (sejarah), fungsi rumah (IPA), profesi pembangunan rumah (IPS), dan sebagainya.

c. The living books approach adalah model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh charlotte mason.

Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik (good habit), keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika), serta mengekspos anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran dsb.

d. The classical approach pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut

Trivium. Pendekatan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatnnya berbasis teks/literatur (bukan gambar/image). e. The waldorf approach adalah model pendidian yang dikembangkan oleh

Rudolph steiner, banyak ditetapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Karena steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, metodenya mudah diadaptasi untuk homeschool. f. The montessori approach adalah model pendidikan yang dikembangkan

oleh Dr. Maria Montessori. Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

g. Unschooling approach model yang mendekatkan anak-anak ke pengalaman di dunia nyata dan tidak berangkat dari teks buku. Hal ini berasal dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan belajar dan jika diberikan fasilitas yang cukup dan dikenalkan dengan dunia nyata,maka mereka akan belajar lebih banyak.

h. The Eclectic approach memberikan kesempatan pada keluarga unutk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.28

8. Kurikulum Homeschooling

Masalah kurikulum biasanya menjadi pertanyaan yang pasti terlontar bagi siapapun yang ingin memulai homeschooling. Tapi sebenarnya, tak perlu pusing. Karena kurikulum yang dipakai dalam sekolahrumah adalah kurikulum yang telah disusun oleh Depdiknas sesuai dengan tingkat pendidikannya. Bedanya pada metode penyampaiannya saja. Jika di sekolah formal siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada, maka di sekolah rumah kurikulum yang menyesuaikan dengan keadaan

28

siswanya. Karena yang diutamakan dalam menjalani homeschooling bukanlah nilai yang tinggi, tetapi pemahaman akan materi pelajaran. Keluarga

homeschooling dapat memilih homeschooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia.29

a. Homeschooling Mengacu Kurikulum Nasional

Kurikulum dari Depdiknas yang digunakan dapat berupa kurikulum pendidikan formal maupun kurikulum pendidikan kesetaraan. Dalam menerapkan kurikulum dapat dilakukan secara lebih meluas dan mendalam bergantung pada minat, potensi, dan kebutuhan peserta didik. Kurikulum pendidikan kesetaraan yang dapat digunakan homeschooling

adalah kurikulum pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C.30 Kurikulum itu harus memperhatikan standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, KTSP dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kurikulum.

Ada praktisi homeschooling yang menjalankan homeschooling

dengan mengacu pada kurikulum nasional yang disediakan oleh Depdiknas. Dengan kata lain, model homeschooling yang diambil mengacu pada model sekolah. 31

Dalam menyusun kurikulum homeschooling ini, orang tua harus bisa menyiasati kurikulum pendidikan nasional yang menjadi syarat kelulusan dalam ujian nasional, karena homeschooling harus mengikuti ujian nasional untuk mendapatkan legalitas lulusan.

b. Homeschooling Mengacu Kurikulum Internasional

Banyak penyedia kurikulum yang menyediakan produk-produk

kurikulum berstandar internasional. “Kurikulum internasional mengacu

pada sistem pendidikan disebuah negara tertentu, misalnya Amerika

29

Aar, kurikulum homeschooling, rumah inspirasi.com/kurikulum-homeschooling (juni 2010)

30

Loy kho, op.cit., h. 246.

31 Aar, “Sesuaikan Dengan Model Homeschooling Anda”, dalam Yulia (ed), Warna Warni Homeschooling: Dari Oregon Hingga Sidoarjo, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009), h. 90.

Serikat atau Inggris, tetapi hasilnya diakui di negara-negara lainnya”.32 Jika anda menyelenggarakan homeschooling berdasarkan kurikulum Internasional, materi belajar yang dipergunakan pun tentu saja harus menyesuaikan dengan target-target kurikulum yang ditetapkan. Biasanya penyedia kurikulum (curriculum provider) menyediakan daftar referensi yang dapat digunakan untuk menyesuaikan sebuah sasaran pengajaran tertentu.33

Sebagai contoh, jika anda menggunakan acuan kurikulum yang disediakan oleh CIE university of cambridge, proses homeschooling

anda harus mengacu pada kurikulum yang disediakan oleh mereka. Di dalam panduan silabus untuk setiap mata pelajaran yang ingin di ambil, selalu ada sasaran-sasaran pengajaran yang dicapai dan daftar buku pelajaran yang disetujui serta resource lain yang bermanfaat. Anda dapat menggunakan buku referensi yang ada di dalam daftar tersebut. Kurikulum cambridge ini bisa di download secara Cuma-Cuma melalui www.cie.org.uk. Hanya akan dikenakan biaya ketika mengikuti ujian sertifikasinya.34

c. Kombinasi Penggunaan Kurikulum

Kombinasi penggunaan dapat dilakukan dengan menambahkan kurikulum luar negeri pada kurikulum dari Depdiknas atau sebaliknya menambahkan kurikulum yang penting pada kurikulum luar negeri.35 Menurut Loy Kho (2008)36 Kurikulum yang paling sesuai untuk

anak adalah “kurikulum yang menurut orang tua berisi prioritas

terpenting yang perlu diketahui anak pada usianya saat itu. Selain itu, kurikulum tersebut harus sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan

Dokumen terkait