• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pembelajaran Pada Komunitas Homeschooling Kak Seto Pusat Tingkat SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Pembelajaran Pada Komunitas Homeschooling Kak Seto Pusat Tingkat SMA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Nurfitriani NIM : 1112018200019

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... ... 6

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pelaksanaan Pembelajaran ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Ciri-Ciri Belajar ... 8

3. Teori Belajar... 9

4. Pembelajaran ... 10

5. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembelajaran ... 14

B. Homeschooling 1. Pengertian dan Tujuan Homeschooling ... 15

2. Sejarah Homeschooling ... 19

3. Lanadasan Hukum Homeschooling ... 21

4. Jenis-Jenis Homeschooling ... 22

(7)

vii

E. Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode Penelitian... 38

C. Sumber data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Kisi-Kisi Instrumen ... 40

F. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

1. Profil Homeschooling Kak Seto ... 44

2. Filosofi, Visi, Misi dan Output Homeschooling Kak Seto ... 46

3. Data Tutor Homeschooling Kak Seto ... 47

4. Program Pembelajaran Homeschooling Kak Seto . ... 48

5. Kegiatan Komunitas Homeschooling Kak Seto ... 49

6. Fasilitas dan Sarana Pembelajaran ... 50

7. Persyaratan Siswa Baru Homeschooling Kak Seto ... 51

8. Legalitas Ijazah ... 52

9. Kurikulum Cerdas, Kreatif dan Ceria ... 52

10.Biaya Pembelajaran ... 53

B. Deskripsi dan Analisa Data ... 54

1. Program Pembelajaran Di Homeschooling Kak Seto ... 54

2. Pelaksanaan Mata Pelajaran ... 56

3. Pelaksanaan Muatan Lokal ... 67

4. Pelaksanaan Penjurusan ... 68

(8)

viii

9. Pengaturan Beban Belajar Siswa ... 80 10.Pelaksanaan Ketuntasan Belajar, Kenaikan Kelas, dan Kelulusan ... 83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(9)

ix

Gambar 4.6 Contoh Silabus ... 61

Gambar 4.7 Contoh Tugas Siswa ... 68

Gambar 4.8 Kalender Akademik ... 70

Gambar 4.9 Kegiatan Outing Bulan Oktober ... 71

Gambar 4.10 Kegiatan Friday Class (Hasta Karya) ... 73

Gambar 4.11 Kegiatan Project Class ... 75

Gambar 4.12 Lembar Hasil Revisi Modul ... 79

Gambar 4.13 Alokasi Waktu Pertemuan Homeschooling Kak Seto ... 82

Gambar 4.15 Lembar Penilaian Tutor... 89

Gambar 4.16 Form Evaluasi Tutorial ... 90

Gambar 4.17 Grafik Perkembangan Siswa ... 91

Gambar 4.18 Contoh Perhitungan Nilai Akhir Mata Pelajaran Matematika ... 92

Gambar 4.19 Laporan Hasil Belajar Siswa ... 94

(10)

x

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 37

Tabel 3.2 Pedoman Observasi ... 40

Tabel 3.3 Daftar Ceklist Studi Dokumentasi ... 40

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ... 41

Tabel 4.1 Jumlah Data Siswa Komunitas Tahun 2016/2017 ... 45

Tabel 4.2 Data Tutor SMA Komunitas Homeschooling Kak Seto ... 47

Tabel 4.3 Keadaan Sarana Dan Prasarana Homeschooling Kak Seto ... 51

Tabel 4.4 Rincian Biaya Kelas Komunitas Homeschooling Kak Seto ... 53

Tabel 4.5 Daftar Mata Pelajaran SMA Homeschooling Kak Seto ... 57

(11)

xi Lampiran 3 Pedoman Wawancara Lampiran 4 Transkip Hasil Wawancara Lampiran 5 Transkip Hasil Observasi Lampiran 6 Hasil Studi Dokumentasi

Lampiran 7 Jadwal Pembelajaran komunitas SMA 2016/2017 Lampiran 8 Silabus dan RPP

Lampiran 9 Rencana Kegiatan Friday Class (Hasta Karya) Lampiran 10 Daftar Kegiatan SMA2016/2017

Lampiran 11 Grafik Perkembangan Siswa Komunitas Lampiran 12 Jumlah Siswa Tingkat SMA TA 2016/2017 Lampiran 13 Laporan Hasil Belajar Siswa

Lampiran 14 Laporan Pengembangan Diri Siswa

Lampiran 15 perhitungan nilai akhir belajar komunitas mata pelajaran matematika Lampiran 16 Lembar Penilaian Tutor

Lampiran 17 lembar hasil revisi modul

Lampiran 18 Contoh modul belajar kelas XII IPS Lampiran 19 Contoh LK (Lembar kerja) siswa Lampiran 20 Form evaluasi tutorial

(12)

i

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pada komunitas homeschooling Kak Seto (HSKS) Pusat tingkat SMA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan kebutuhan penelitian ini ditentukan sumber data yaitu direktur homeschooling Kak Seto pusat, kepala bidang pengembangan kurikulum, kepala bidang pelayanan dan informasi, tutor IPA dan IPS, dan siswa. Sedangkan pengumpulan data diperoleh dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada komunitas homeschooling Kak Seto (HSKS) Pusat tingkat SMA kurang efektif karena masih kurangnya waktu pembelajaran tatap muka di kelas yang satu minggu hanya 3 kali pertemuan selama 3 jam. Mata pelajaran yang diberikan pada tingkat SMA hanya berjumlah 7 mata pelajaran yang akan masuk pada ujian nasional paket kesetaraan jurusan IPA dan IPS serta ada penambahan kegiatan pengembangan diri siswa untuk menumbuhkan rasa percaya diri, kreativitas, pengetahuan, sosialisasi dan keterampilan. Kegiatan yang berhubungan dengan orang tua di lembaga homeschooling tingkat SMA masih sebatas pengambilan rapor atau parents meeting dan konsultasi dengan psikolog.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan walaupun orang tua sibuk dengan pekerjaan diharapkan dapat mengawasi anaknya secara terus menerus. Untuk tutor harus lebih pandai dalam mengatur strategi pembelajaran dan model pembelajaran agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik anak yang berbeda-beda.

(13)

ii

This research aims to investigate the implementation of learning at Mr. Seto’s homeschooling community (HSKS) in high school level. This research uses a descriptive qualitative method. According to this research needs that is specified from the source data of the director at homeschooling of Mr. Seto head of curriculum development, head of the field of services and information, science and social studies tutor and students. Beside that, the data collection from interview, observation and documentation study.

The results of this research shows that the implementation of learning for homeschooling community Mr. Seto (HSKS) at high school level is not enough effective because of the lack of face to face learning time in the classroom, one week only 3 meetings for 3 hours. The subjects were given at the high school level is only about 7 subjects which will be faced on the national exam package equality majoring in science and social studies and there are additional activities to foster the development of students' self-confidence, creativity, knowledge, socialization and skills. The activity related to the elderly in institutions homeschooling high school level is still limited to making a report card or a parents meeting and consulting with a psychologist.

Based on the result, it can be suggested that even the parents are busy with their job they are suggested to take care to their children sustainably. For the tutors, they need to be smart in arranging strategies for learning and teaching model in order to adapt to the different needs and characteristics of children.

(14)

iii

“Implementasi Pengembangan Kurikulum di Komunitas Homeschooling kak Seto Pusat” Sebagai persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Sebuah karya yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan umumnya bagi seluruh pembaca karya ini. Shalawat beserta salam semoga Allah selalu limpahkan kepada junjungan Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, Aamiin.

Penulis sadar bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasihat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pembimbing, segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik. oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan terimakasih kepada:

Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus ha

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syaruf Hidayatullah Jakarta 2. Dr. Hasyim Asy’ari, M. Pd. Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan UIN

Syaruf Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin serta kemudahan atas penyusunan skripsi ini.

3. Rusydy Zakarya, M. Ed, M.Phil. Dosen Pembimbing akademik yang telah banyak membantu, membimbing dan memotivasi penulis dari awal semester hingga akhir semester.

4. Dr. Jejen Musfah, MA dan Dra. Nurdelima Waruwu M.Pd., dosen pembimbing skripsi yang telah sabar, meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu, membimbing dan mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(15)

iv untuk penulis wawancarai.

7. Nina Maryoeni, A.Md kepala akademik SMA HSKS pusat yang telah berbaik hati meluangkan waktu dan memberikan informasi terkait data yang penulis butuhkan.

8. Seluruh staf HSKS Pusat, khususnya Imas Masturoh, S.Pd dan Avdhikka Rayni Qomariah, S.Pd yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang dibutuhkan, terimakasih pula atas kerjasama dan keramahannya.

9. Seluruh tutor SMA HSKS Pusat, khususnya Ambi Rahmat, S. S.E., Linda Hanifah, S.Pd, M. Mujalisin, S.Pd.I., dan Lilis Suci Melati, S.Pd yang sangat ramah dan terbuka dalam memberikan informasi yang penulis butuhkan dalam skripsi ini.

10.Kedua orang tua tercinta ayahanda Ahmad Yani dan ibunda Solihati yang penulis sayangi, yang telah banyak memberikan motivasi, pengertian, dan bantuan berupa moril dan materil yang tidak putus-putus serta telah mendidik penulis dengan tulus dan ikhlas. Semua itu tidak akan pernah terbalas, semoga ALLAH SWT selalu menjaga dan memberkahi mereka. 11.Teman-teman tersayang Ika, Uqoh, Hilwa, Septi, Nuning yang

mengetahui awal proses pembuatan skripsi penulis dan telah banyak menghibur, membantu memberikan ide-ide dikala penulis sedang gundah serta memotivasi penulis dalam menyelasikan skripsi. semoga persahabatan kita tidak berakhir sampai di perkuliahan saja, Aamiin. 12.Teman-teman seperjuangan manajemen pendidikan 2012, grup Semoga

berkah, Hayaters, Bunglon FC, member kosan hijau dan Power ranger, terimakasih telah saling support satu sama lain, semoga sukses dan silahturahmi kita tetap terjalin.

(16)

v

Akhirnya tiada kata yang tersirat selain kata syukur atas karunia-Mu. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan, saran yang baik sangat penulis harapkan. Dengan segala kekurangannya, mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat pula bagi penulis maupun pembaca sekalian. Aamiin yaa rabb.

Ciputat, 23 Desember 2016

Hormat saya,

Nurfitriani

(17)

1 A.Latar Belakang

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa” pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan nergara”. Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang harus ada dan harus ditempuh bagi setiap manusia agar bisa menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mampu menggunakan akal dan nurani yang telah diberikan oleh tuhan sebagai makhluk ciptaannya dalam bentuk yang paling sempurna. Sesuai dengan Al-Qur’an surat Yunus ayat 100:













Artinya : Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Untuk itu suatu negara harus memperhatikan pendidikan masyarakatnya karena pendidikan yang bagus akan dapat memajukan negara itu sendiri. Tetapi bukan hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab untuk memajukan pendidikan di negaranya melainkan tugas di “lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah, dan di lingkungan masyarakat”.1

1

(18)

Di Indonesia pendidikan terbagi menjadi 3 jalur, yaitu jalur pendidikan formal, jalur pendidikan non formal dan jalur pendidikan informal.2 Keberhasilan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal akan sangat bergantung kepada komponen-komponen pendukung pelaksanaan kegiatan. Salah satu komponen-komponen yang krusial tersebut adalah kurikulum. kurikulum adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Walaupun pemerintah sudah memberikan pedoman tentang kurikulum mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi, namum dalam pelaksanaannya di setiap lembaga pendidikan pasti berbeda-beda. Ada yang perlu dikembangkan lagi dari pedoman tersebut agar sesuai dengan kondisi satuan pendidikan di masing-masing daerah. Dari pembahasan 3 jalur pendidikan di atas di Indonesia ada salah satu pendidikan alternatif yang sedang berkembang saat ini yaitu homeschooling

yang masuk dalam jalur pendidikan nonformal. Homeschooling bisa dikatakan sebagai alternatif pilihan bagi orang tua yang tidak puas dengan pendidikan sekolah formal mulai dari guru yang kurang memperhatikan keadaan psikologis siswa karena jumlah siswa dalam 1 kelas yang terlampau banyak, fasilitas di sekolah yang kurang memadai, guru kurang menguasai materi pelajaran hingga metode pembelajaran yang monoton dari tahun ke tahun. Di Indonesia, belum ada catatan statistik jumlah praktisi homeschooling. Tetapi, seminar mengenai homeschooling selalu dipenuhi oleh para peserta.3

Homeschooling berkembang melalui berbagai media. Entah itu dari internet, seminar, media cetak, dan sebagainya.

Ada 3 macam jenis homeschooling yaitu homeschooling tunggal, majemuk dan komunitas.4 Pertama homeschooling tunggal dilaksanakan oleh satu keluarga saja. Kedua homeschooling majemuk dilaksanakan oleh beberapa keluarga dengan kegiatan tertentu.5 dan homeschooling komunitas adalah

2

UU Nomor 20 Pasal 13 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

3Jamal Ma’mur Asmani,

Buku Pintar Homeschooling, (Jogjakarta : Flashbooks, 2012), Cet 1, h. 233.

4

Seto Mulyadi, Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah dan Direstui Pemerintah, (Bandung : Kaifa PT Mizan Pustaka, 2007), Cet. 2, h. 39.

5

(19)

gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga,musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran.6

Dari 3 macam jenis homeschooling orang tua bisa memilih pendidikan yang tepat bagi anak-anaknya sesuai dengan kebutuhan. Jika anaknya berkebutuhan khusus, cara menanganinya adalah dengan terapi-terapi yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. tidak bisa dipaksakan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah formal karena hanya akan menyiksa anak. akan ada ejekan, tertawaan bahkan hinaan, Karena anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan penanganan yang khusus pula. Homeschooling bisa menjadi alternatif terbaik. Anak berkesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Selain anak berkebutuhan khusus ada pula anak yang mempunyai bakat khusus. Sekarang artis muda dan para atlet pun mengambil alternatif pendidikan homeschooling karena jadwal mereka yang padat dan waktu belajar di sekolah formal yang tidak fleksibel. Mereka memilih homeschooling karena bisa memilih waktu belajar tanpa harus meninggalkan dunia artis maupun dunia atletnya. Ini cukup menjadi pilihan yang tepat di samping bisa mengembangkan bakat mereka tidak lupa akan kewajibannya untuk belajar. Namun di samping keunggulan di atas terdapat juga kelemahan

homeschooling, yaitu anak-anak yang belajar di homeschooling kurang berinteraksi dengan teman sebayanya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat dan perlindungan berlebihan dari orang tua dapat menyebabkan anak tidak mampu mengatasi masalah atau situasi yang terjadi di dunia nyata.

Lembaga homeschooling sudah mulai banyak bermunculan di Indonesia, lembaga homeschooling di Jakarta pun mudah ditemui karena daerah dan tempatnya yang strategis mudah untuk dijangkau oleh para

homeschooler,7 lembaga homeschooling yang ada di Indonesia yaitu

homeschooling primagama, morning star academy (MSA), homeschooling kak

6

Ibid., h. 38.

7

(20)

Seto (HSKS) yang pusatnya berada di Pondok Aren Tangerang selatan,

homeschooling mandiri, deka homeschooling, kamyabi homeschooling,

homeschooling BERKEMAS (berbasis keluarga dan masyarakat) dan lain-lain. dari beberapa lembaga homeschooling penulis tertarik melakukan penelitian di komunitas homeschooling kak Seto pusat (HSKS) karena HSKS sudah berdiri cukup lama dari tahun 2007, pendirinya pun merupakan salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yaitu Seto Mulyadi atau biasa dipanggil dengan Kak Seto.

Sebelum mendirikan homeschooling, kak Seto dan rekan-rekan yang peduli terhadap pendidikan mulai mempromosikan tentang pendidikan alternatif melalui komunitas ASAH PENA (asosiasi sekolah rumah dan pendidikan alternatif) di komunitas ASAH PENA ini kak Seto menjabat sebagai ketua umum. ASAH PENA berdiri sejak 4 Mei 2006.8 Tujuan ASAH PENA sendiri adalah “untuk mengorganisir dan melayani keluarga-keluarga penggiat pendidikan alternatif, serta menjembatani antara keluarga pesekolah rumah, dan pendidikan-pendidikan alternatif pada umumnya dengan pemerintah”.9 Dengan kata lain ASAH PENA didirikan untuk mewadahi penyelenggaraan homeschooling dan pendidikan alternatif di Indonesia. setelah itu pada tahun 2007, ASAH PENA menandatangani nota kesepahaman (MOU) bersama Depdiknas berisi pengakuan komunitas sekolah rumah sebagai salah satu “satuan pendidikan non-formal” yang diakui negara.10

Ketika melakukan wawancara awal dengan bagian humas dan beberapa siswa HSKS tingkat SMA siswa yang pindah dari sekolah formal ke HSKS karena berbagai macam alasan diantaranya adalah: jam belajar dan mata pelajaran di sekolah formal yang padat, adanya keterbatasan fisik dan mental yang mengakibatkan bullying, dan orang tua yang ditugaskan bekerja pindah-pindah kota. Serta waktu belajar di homeschooling yang relatif singkat hanya 3

8

Maulida D. Kembara., Panduan Lengkap Homeschooling, (Bandung : Progressio, 2007) h. 43.

9

Djuandi, 2014, Tujuan Asah Pena, bsnp-indonesia.org/?p=1465, di Unduh Pada Tanggal 20 Juli 2016 Pukul, 23.06

10Jamal Ma’mur Asmani,

(21)

kali pertemuan dalam seminggu di sisa harinya bisa mereka gunakan untuk bekerja maupun mengembangkan minat dan bakat dibidang lain.

Jenjang pendidikan di homeschooling kak Seto pusat mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA. Pada tingkat SD terdiri dari kelas I sampai kelas VI, pada tingkat SMP terdiri dari kelas VII sampai kelas IX, sedangkan pada tingkat SMA terdiri dari kelas X sampai kelas XII.11 program pembelajaran di HSKS pusat yaitu komunitas dan distance learning.12 Penulis hanya fokus di tingkat SMA dan program komunitas. Selain itu di HSKS Pusat tidak hanya menerima anak-anak normal saja tetapi menerima juga anak berkebutuhan khusus (ABK). Tidak hanya di sekolah formal di homeschooling pun membutuhkan kurikulum sebagai pedoman dasar penyelenggaraan pembelajaran. Dari studi awal yang telah dilakukan ditemukan bahwa kurikulum di homeschooling kak Seto Pusat masih mengacu pada peraturan menteri pendidikan nasional No. 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).13 Hanya saja ada yang dimodifikasi dari kurikulumnya tersebut dan dikembangkan kembali sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat anak. untuk itu pengembangan kurikulum tidak sepenuhnya dikembangkan lagi oleh pemerintah, tetapi homeschooling juga diberikan ruang untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat anak. berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memilih homeschooling kak Seto pusat menjadi tempat penelitian. Tanpa adanya kurikulum suatu lembaga pendidikan termasuk homeschooling tidak akan mempunyai arah, karena tidak mempunyai rencana kemana peserta didiknya akan diarahkan.

Dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus dan anak reguler

disatukan dalam sebuah kelas. hal ini menjadi hambatan sekaligus tantangan tersendiri dalam menangani berbagai macam karakter siswa yang berbeda-beda satu sama lain pada saat mengajar. hal ini pula yang membuat penulis tertarik

11

Our history, 2013, www.HSKS.sch.id/school-profile/our-history.html, di unduh pada tanggal 10 September 2016, Pukul 21.58

12

Program pembelajaran, 2013, www.hsks.sch.id/program-akademik/proses-pembelajaran-kegiatan.html, 18 Juli 2016, Pukul 21.59

13

(22)

untuk melakukan penelitian di HSKS Pusat dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Pada Komunitas Homeschooling Kak Seto Pusat Tingkat

SMA”.

B. Identifikasi Masalah

1. Ketidakcocokan sebagian anak dengan proses pendidikan di sekolah formal.

2. Anak-anak memiliki kebutuhan khusus seperti slow learner, hiperaktif, sulit berkonsentrasi dan lain-lain yang tidak dapat dipenuhi di sekolah formal.

3. Metode pembelajaran guru yang monoton dari tahun ke tahun.

4. Keterbatasan guru dalam memperhatikan setiap perkembangan peserta didik di kelas karena jumlah siswa yang banyak.

5. Kurikulum sekolah formal menyamaratkan kemampuan dan gaya belajar siswa dengan metode yang sama.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan di atas tidak semua masalah diteliti karena keterbatasan waktu dan tenaga penulis. Agar penelitian ini terarah dan tidak terlalu meluas maka dibatasi pada “Pelaksanaan pembelajaran di komunitas homeschooling Kak Seto pusat tingkat SMA?”

D.Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan difokuskan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan pembelajaran di komunitas homeschooling

Kak Seto pusat tingkat SMA?”

E.Tujuan Penelitian

(23)

F. Kegunaan penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi lembaga

homeschooling dan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembelajaran di lembaga homeschooling untuk meningkatkan kualitas, terutama dalam mengembangkan kurikulumnya.

2. Menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai pelaksanaan pembelajaran di komunitas homeschooling.

(24)

8 1. Pengertian Belajar

Menurut Ngalim Purwanto “belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada

tingkah laku yang lebih buruk”.1

Menurut James O. Whittaker, belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.2

Menurut Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior ( in the broader sense) is originated or changed

through practice or training.3 Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Menurut Skinner belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.4

Dari ketiga pendapat di atas terdapat kesamaan dalam mendevinisikan belajar yaitu perubahan tingkah laku manusia yang diperoleh melalui pengalaman dan latihan, oleh karena itu dapat penulis simpulkan belajar adalah proses perubahan tingkah laku baik atau buruk melalui latihan dan pengalaman.

2. Ciri-Ciri Belajar

Berdasarkan pengertian belajar di atas, maka pada hakikatnya belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang.

Dengan pengertian belajar tersebut, maka ternyata belajar sesungguhnya memiliki ciri-ciri tertentu yaitu:

1

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 85.

2

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 12.

3

Ibid., h. 13

4

(25)

a. Belajar berbeda dengan kematangan

Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah laku matang melalui tanpa adanya pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan (maturation) dan bukan karena belajar.

b. Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental

Gejala-gejala seperti kelelahan mental, konsentrasi menjadi kurang, melemahnya ingatan, terjadinya kejenuhan, semua dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi bingung, rasa kegagalan dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat digolongkan sebagai belajar.

c. Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap

Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa perilaku yang nyata yang dapat diamati. Misalnya seseorang bukan hanya mengetahui sesuatu yang perlu diperbuat, melainkan juga melakukan perbuatan itu sendiri secara nyata.5

3. Teori Belajar

a. Teori Behaviorisme

Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati, tetapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (pikiran dan perasaan).

b. Teori Kognitivisme

Menurut aliran kognitivisme, belajar disebabkan oleh kemampuan dalam menafsirkan peristiwa/kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan bahwa dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir. Oleh karena itu, dalam kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri karena menurut teori ini belajar melihat proses berpikir yang kompleks.

c. Teori Konstruktivisme

Teori konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan memiliki sifat non objektif, temporer dan selalu berubah. Sementara belajar merupakan pemaknaan pengetahuan. Pemaknaan pengetahuan tersebut terjadi secara individual pada tiap-tiap individu.6

5

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014 ), Cet. XIV, h. 49-50.

6

(26)

4. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap.7

Menurut Abuddin Nata pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha agar dengan kemauannya sendiri seseorang dapat belajar dan menjadikannya sebagai kebutuhan hidup yang tidak dapat ditinggalkan.8 Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.9

Oleh karena itu, pembelajaran mempunyai tujuan yaitu membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman baik kuantitas maupun kualitas.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan sebuah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam hal ini, seorang guru perlu melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi, metode, teknik pembelajaran, pemanfaatan seperangkat media, tambahan pemahaman atau penguasaan teori pendidikan, prinsip mengajar, teori belajar, dan lainnya yang relevan untuk proses pembelajaran.10 Selanjutnya kegiatan pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

1) Kegiatan pendahuluan

a) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;

7

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009 ), h. 157.

8

Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 205.

9

Oemar Hamalik, op. cit., h. 57.

10

(27)

b) Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;

c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

d) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan

e) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.

2) Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

a. Eksplorasi

a) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan mendalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dari berbagai sumber belajar dengan memanfaatkan alam dan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar ( prinsip alam takambang jadi guru).

(28)

c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik serta antara peserta didik dengan pendidik, lingkungan, dan sumber belajar lainnya,

d) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran,

e) Memafasilitasi peserta didik melakuakan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

b. Elaborasi

Dalam kegiatan Elaborasi pendidik

a) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna,

b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis,

c) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, memecahkan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut,

d) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif,

e) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar,

f) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok,

g) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kreasi, kerja individual maupun kelompok,

h) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan,

i) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. c. Konfirmasi

(29)

a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,

c) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,

d) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

(a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar,

(b) Membantu menyelesaikan masalah,

(c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi,

(d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh,

(e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

d. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, pendidik:

a) Bersama-sama dengan peserta didik membuat rangkuman/ kesimpulan pelajaran,

b) Melakukan penilaian dan atau refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan,

c) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran

(30)

e) Memotivasi peserta didik untuk mendalami materi pembelajaran melalui kegiatan belajar mandiri,

f) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

5. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembelajaran

Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran, di antaranya yaitu:

a. Faktor Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran.11 Oleh karena itu keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

b. Faktor Siswa

Siswa merupakan suatu komponen input dalam proses pendidikan berhasil atau tidak proses pendidikan banyak bergantung pada keadaan, kemampuan, dan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. peresapan bahan pelajaran yang disampaikan guru juga bergantung pada sambutan siswa.12 guru dan siswa merupakan komponen yang tidak terpisahkan karena proses pendidikan terjadi akibat interaksi yang terbangun antar keduanya

c. Faktor Sarana dan Prasarana

Menurut E Mulyasa yang dimaksud dengan sarana pendidikan

adalah “peralatan dan perlengakapan yang secara langsung

dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar dan mengajar, seperti gedung, ruang kelas, kursi, meja, serta alat-alat dan media pengajaran” adapun prasarana pendidikan adalah

11

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 52.

12

(31)

“fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses

pendidikan atau pengajaran.13

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana adalah komponen penting yang harus ada dalam pelaksanaan pembelajaran. pendidikan formal dan pendidikan nonformal harus memperhatikan sarana dan prasarana sekolahnya, karena akan memfasilitasi perkembangan belajar siswanya.

d. Faktor Lingkungan

Individu dan lingkungan terjalin proses interaksi atau saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Tingkah laku individu dapat menyebabkan perubahan pada bentuk positif dan negatif.14 Pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas tetapi juga bisa di luar kelas pun bisa terjadi asalkan tempatnya nyaman dan kondusif. Oleh karena itu lingkungan pun dapat mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran karena lingkungan yang baik akan tercipta pembelajaran yang baik pula sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B.Homeschooling

1. Pengertian dan Tujuan Homeschooling

Homeschooling berasal dari bahasa inggris yaitu Home dan

Schooling. Home berarti rumah dan Schooling berarti bersekolah. Jadi

homeschooling berarti bersekolah di rumah. Homeschooling juga sama dengan home education yaitu pendidikan yang dilakukan secara mandiri oleh keluarga, dimana materinya dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya digunakan untuk homeschooling adalah “sekolahrumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan homeschooling. Selain sekolah rumah, homeschooling

kadangkala juga diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri.

13

E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2011), h. 49.

14

(32)

Sementara itu pengertian homeschooling menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Menurut Arief Rachman Hakim secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang dilakukan di rumah, namun secara hakiki ia adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek dengan pendekatan pendidikan secara at home.15

b. Menurut daoed joesoff mantan menteri pendidikan dan kebudayaan kabinet pembangunan III, 1978-1983 Homeschooling adalah rumah dijadikan tempat pembelajaran anak. Anak-anak itu di dampingi dan di bantu orang tua sendiri atau di bantu menguasai pengetahuan atau keterampilan tertentu yang diberikan dalam proses pembelajaran privat. c. Menurut Satmoko Budi Santoso secara substansi makna

homeschooling pada aspek kemandirian dalam menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga.16

d. Menurut Sumardiono (2007) homeschooling adalah model pendidikan saat keluarga memilih untuk menyelenggarakan sendiri dan bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Homeschooling atau sekolah mandiri adalah ketika anak-anak tidak tergantung pada sistem sekolah formal yang ada sekarang. Tetapi memutuskan sendiri (bersama orang tua sebagai mentornya) mengenal apa yang dipelajari, bagaimana cara belajar waktu belajar dan di mana proses belajarnya.17

e. Menurut undang-undang No. 129 pasal 1 tahun 2014 sekolahrumah adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dalam bentuk tunggal, majemuk, dan komunitas dimana proses pembelajaran dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan

15

Arief Rachman Hakim, homeschooling, Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), h. 18.

16

Satmoko Budi Santoso, S ekolah Alternatif, Mengapa Tidak?, ( Yogyakarta: Diva Press, 2010), h. 71.

17

(33)

tujuan agar setiap potensi peserta didik yang unik dapat berkembang secara maksimal.

Dari kelima pendapat di atas mengenai definisi homeschooling, para ahli cenderung mempunyai pandangan yang sama dalam mendefinisikan homeschooling, yaitu pendidikan alternatif berbasis keluarga dimana keluarga bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya sekaligus menajdi pengajarnya pembelajaran bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja selama tempat tersebut kondusif bagi anak. dari keempat pendapat tersebut penulis lebih merujuk kepada Undang-Undang No 129 tahun 2014, karena definisi undang-undang lebih lengkap dan detail sehingga pemahaman mengenai definisi tersebut menjadi utuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa homeschooling adalah salah satu model pendidikan alternatif dimana orang tua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, tetapi tidak selalu harus orang tua yang menjadi fasilitator pembelajaran anaknya sehingga anak bisa belajar sesuai dengan gaya belajarnya kapan saja dan dimana saja seperti ia belajar dirumahnya sendiri.

Disini anak tidak perlu belajar di rumah, namun bisa dimana saja dan kapan saja asal kondisinya betul-betul menyenangkan dan nyaman seperti suasana di rumah. Maka, jam belajarnya pun sangat lentur, yaitu dari mulai bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.

Seperti yang dilakukan ibu Beni ke anaknya Beni sangat tertarik dengan serangga, beni hafal berbagai species tawon atau lalat penyengat dan menjelaskan berbagai ciri mereka serta menghafal nama-nama latin mereka. Selain beni mempelajari berbagai macam serangga dari buku-buku di perpustakaan, ibu beni mengajaknya ke museum of natural sciences yang menerima jasa pelayanan menjawab segala pertanyaan yang diajukan warga sekitar.18

Abe Saputro pun menambahkan bahwa: “mengenai tempat belajar,

homeschooling tidak memiliki batasan tempat karena proses belajar itu

18

(34)

dapat terjadi di mana saja, baik dalam ruang fisik maupun ruang maya”. 19 Adapun tujuan sekolah rumah menurut undang-undang No. 129 pasal 2 tahun 2014 adalah sebagai berikut:

a. Pemenuhan layanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari keluarga yang menentukan pendidikan anaknya melalui sekolah rumah;

b. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupan; dan

c. Pemenuhan layanan pendidikan secara sadar, teratur, dan terarah dengan mengutamakan untuk menumbuhkan dan menerapkan kemandirian dalam belajar, yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk pembelajaran mandiri dimana pembelajaran dapat berlangsung di rumah atau tempat-tempat lain dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.

Sementara tujuan homeschooling menurut jamal Ma’mur Asmani (2012: 67) yaitu:

a. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur Homeschooling.

b. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup. c. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidup secara fleksibel untuk meningkatkan mutu pendidikannya.

Dari tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

homeschooling adalah untuk menciptakan pendidikan akademik dan non akademik yang bermutu dengan waktu yang fleksibel dan suasana belajar yang kondusif.

Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama

19

(35)

homeschooling, tetapi pendidikan homeschooling tidak harus dilakukan oleh orang tua, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak pada tempat kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya. Tetapi pada kenyataannya di Indonesia orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikaan anaknya ke tempat penyelenggara

homeschooling yang justru berbentuk lembaga.

Homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Orang tua dapat memiliki satu alasan kuat atau beberapa alasan sekaligus. Masih menurut

Jamal Ma’mur Asmani (2012) Diantara alasan-alasan orang tua melakukan

homeschooling antara lain: a. Moral dan Religious Reasons

Beberapa orang tua ingin mempunyai kesempatan untuk mengajarkan anak-anak mereka dengan memilih material atau kurikulum pelajaran yang menekankan nilai-nilai agama dan karakter juga standar moral dalam pembelajaran.

b. Academic Reasons

Melalui Homeschooling anak akan belajar secara tutorial, yaitu

“one-on-one.” Melalui “one-on-one.” Tutorial, anak akan menguasai

secara penuh apa yang mereka pelajari dan apa yang menjadi minat mereka. Orang tua bisa mendukung minat anak dan rasa ingin tahun anak, hal ini akan menghasilkan pencapaian yang maksimal dalam pendidikan anak-anak kita. Berbeda dengan ruangan sekolah, semua anak disamaratakan dengan cara belajar dan metode belajar yang sama. c. Family Unity

Melalui Homeschooling, orang tua dan anak bersama-sama belajar, bereksplorasi, dan menghabiskan waktu bersama-sama dengan anak-anak. hal ini akan mempererat hubungan antara orang tua dan anak ataupun antara saudara kandung.

2. Sejarah Homeschooling

Menurut pormadi simbolon,SS (2007), filosofi berdirinya sekolah

rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar;

kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur,

atau mengontrolnya” (john cadlwell holt dalam bukunya how children fail.

1964).20 Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah

20 Jamal ma’mur asmani,

(36)

perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada awal 1970-an Dr. Raymon dan dorothy moore, seorang psikolog dan peneliti perkembangan penddikan melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua untuk menyekolahkan anak lebih awal

(early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8 sampai 12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya bagi laki-laki (karena keterlambatan kedewasaan mereka).21 Hasil penelitian tersebut dipublikasikan pertama kali pada tahun

1975 dalam buku “better late than early”.

Kemudian pada tahun 1977, holt mulai mempublikasikan buletin berita sebanyak empat halaman yang disebut growing without schooling (tumbuh tanpa sekolah). Pada awalnya holt menggunakan kata “pendidikan

tanpa sekolah” untuk menggambarkan tindakan mengeluarkan anak

seseorang dari sekolah, tapi hal ini segera menjadi sinonim untuk “sekolah

-di-rumah” (Homeschooling). Selama dua dekade terakhir, arti istilah itu

telah menyempit, sehingga unschooling mengacu pada gaya khusus sekolah di rumah yang dianjurkan Holt, berdasarkan pembelajaran yang berpusat pada anak.22 setelah itu, Homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan, pertumbuhan Homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

Perkembangan Homeschooling di indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tentang akar perkembangannya. Namun jika dilihat dari konsep Homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah

21

Sumardiono, Homeschooling: A Leap For Better Learning: Lompatan Cara Belajar,

(Jakarta: PT Elexmedia komputindo), h. 20.

22

(37)

sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah indonesia yang sudah mempraktikan Homeschooling seperti KH. Agus Salim, ki hajar dewantara, dan buya hamka (makalah Dr. seto Mulyadi, 18 Juni 2006).23

Homeschooling di Indonesia mulai marak terjadi pada tahun 2005. Kehadirannya lebih dilatarbelakangi sebagai upaya mengantisipasi keberadaan sekolah regular (pendidikan formal) yang tidak merata ditiap-tiap daerah. saat ini Homeschooling telah menjadi tren di kota-kota besar di Indonesia. Dari fenomena tersebut dapat diperkirakan bahwa Homeschooling semakin dibutuhkan masyarakat. Setidak-tidaknya keberadaan Homeschooling akan memenuhi sekitar 10% dari total jumlah anak di Indonesia.

Di Indonesia, baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan home schooling, seperti morning star academy, dan lembaga pemerintah, yakni pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM). Morning star academy, lembaga pendidikan kristen ini berdiri sejak tahun 2002 dengan tujuan selain memberikan edukasi yang bertaraf internasional, juga membentuk karakter siswanya. Pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. di jakarta selatan saja, ada sekitar 25 lembaga penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program PKBM terbagi atas program paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat SMP), C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perbedaan ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung mengeluarkan dari pusat.24

3. Landasan Hukum Homeschooling a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pada pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan hasil pendidikan tersebut diakui sama dengan pendidikan formal setelah peserta didik lulus sesuai dengan standar nasional pendidikan.

23 Jamal ma’mur asmani,

op. cit., h. 55.

24

(38)

c. Undang-Undang No. 32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

d. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

f. Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

g. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B

h. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 132/U/2004 tentang Paket C

i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 14 tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan Kesetaraan. 25

Agar kegiatan homeschooling bisa memperoleh penilaian dan penghargaan melalui pendidikan kesetaraan, perlu ditempuh langkah-langkah pembentukan komunitas belajar sebagai berikut:

a. Mendaftarkan kesiapan orang tua atau keluarga untuk menyelenggarakan pembelajaran di rumah atau di lingkungan kepada komunitas belajar.

b. Berhimpun dalam suatu komunitas.

c. Mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan kesetaraan pada dinas pendidikan kabupatan atau kota setempat.

d. Mengadministrasikan peserta didik sesuai dengan program paket belajar yang diikutinya.

e. Menyusun program belajar dan strategi penyelenggaraan secara menyeluruh dan berkesinambungan sesuai dengan program paket belajar yang diselenggarakannya.

f. Mengembangkan perangkat pendukung pembelajaran.

g. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik secara berkala per semester.

h. Mengikutsertakan peserta didik yang sudah memenuhi persyaratan dalam ujian nasional.26

6. Jenis-Jenis Homeschooling

Ada tiga jenis Homeschooling yang berkembang di masyarakat. Masing-masing tipe memiliki keunggulan dan kelemahannya, jenis-jenis

25

Loy Kho, Obrolan SeputarHomeschooling, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Cet.5, h. 243-244.

26

(39)

Homeschooling tersebut adalah sebagai berikut:

a. Homeschooling Tunggal

Homeschooling tunggal biasanya hanya melibatkan orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Orang tua harus benar-benar mengambil peran sebagai pembimbing, teman belajar, sekaligus penilai. Beberapa selebritis muda kita cenderung mengambil tipe Homeschooling ini karena kesibukan mereka yang luar biasa. Mereka menyewa seorang guru yang datang ke rumah beberapa kali dalam seminggu. Artinya Homeschooling tunggal memiliki fleksibilitas tinggi. Tempat, bentuk, dan waktu belajar bisa disepakati oleh pengajar dan peserta didik.

Kelemahan Homeschooling tunggal murni adalah tidak adanya mitra (partner) untuk saling mendukung, berbagi, atau membandingkan keberhasilan dalam proses belajar. Jika tidak di-mix dengan tipe

Homeschooling lainnya, anak pun cenderung kurang bersosialisasi dan berekspresi sebagai syarat pendewasaan.

Bagi orang tua, kesulitan yang akan dihadapi adalah ketika harus melakukan penilaian hasil pendidikan dan mengusahakan penyetaraannya. Namun jika pihak orang tua dan dan anak terkait sudah siap dengan resiko tersebut di atas, hambatan-hambatan tadi bukanlah masalah besar.

b. Homeschooling Majemuk

Dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu, sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Keluarga yang memutuskan untuk bergabung dalam

Homeschooling majemuk ini biasanya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang dikompromikan dalam kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial, dan kegiatan agama.

(40)

untuk berkompromi dengan peserta lain dalam hal jadwal, suasana, fasilitas, dan pilihan kegiatan. Tentu setiap orang tua memiliki kesibukan masing-masing sehingga waktu pendampingan anak-anak mereka pun harus menyesuaikan. Karena setiap orang tua memiliki agenda berbeda, praktis dibutuhkan kesepakatan untuk menentukan waktu belajar bersama anak-anak mereka.

c. Komunitas Homeschooling

Tipe ini merupakan gabungan beberapa Homeschooling

majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, musik/seni, dan bahasa), sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50. Homeschooling komunitas lebih terstruktur dan lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak mulia, dan pencapaian hasil belajar.

7. Model-Model Pembelajaran Homeschooling

Pada dasarnya homeschooling bersifat unique. Karena setiap keluarga mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, setiap keluarga akan melahirkan pilihan-pilihan model homeschooling yang beragam.

Pendekatam (approach) homeschooling memiliki rentang yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur, seperti belajar di sekolah (school at home). Pendekatan model

homeschooling tersebut diantaranya:27

a. School at home approach adalah model pendidikan yang sama dengan yang diselenggarakan di sekolah. Hanya saja tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah. Metode ini juga sering disebut textbook approach, traditioanl approach, atau school approach.

b. Unit studies approach adalah model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendekatan ini banyak dipakai oleh orang tua

homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, IPA, IPS), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Misalnya, dengan tema tentang rumah, anak-anak dapat belajar bentuk

27

(41)

geometri (matematika), jenis-jenis rumah (sejarah), fungsi rumah (IPA), profesi pembangunan rumah (IPS), dan sebagainya.

c. The living books approach adalah model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh charlotte mason.

Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik (good habit), keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika), serta mengekspos anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran dsb.

d. The classical approach pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut

Trivium. Pendekatan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatnnya berbasis teks/literatur (bukan gambar/image). e. The waldorf approach adalah model pendidian yang dikembangkan oleh

Rudolph steiner, banyak ditetapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Karena steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, metodenya mudah diadaptasi untuk homeschool. f. The montessori approach adalah model pendidikan yang dikembangkan

oleh Dr. Maria Montessori. Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

g. Unschooling approach model yang mendekatkan anak-anak ke pengalaman di dunia nyata dan tidak berangkat dari teks buku. Hal ini berasal dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan belajar dan jika diberikan fasilitas yang cukup dan dikenalkan dengan dunia nyata,maka mereka akan belajar lebih banyak.

h. The Eclectic approach memberikan kesempatan pada keluarga unutk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.28

8. Kurikulum Homeschooling

Masalah kurikulum biasanya menjadi pertanyaan yang pasti terlontar bagi siapapun yang ingin memulai homeschooling. Tapi sebenarnya, tak perlu pusing. Karena kurikulum yang dipakai dalam sekolahrumah adalah kurikulum yang telah disusun oleh Depdiknas sesuai dengan tingkat pendidikannya. Bedanya pada metode penyampaiannya saja. Jika di sekolah formal siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ada, maka di sekolah rumah kurikulum yang menyesuaikan dengan keadaan

28

(42)

siswanya. Karena yang diutamakan dalam menjalani homeschooling bukanlah nilai yang tinggi, tetapi pemahaman akan materi pelajaran. Keluarga

homeschooling dapat memilih homeschooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia.29

a. Homeschooling Mengacu Kurikulum Nasional

Kurikulum dari Depdiknas yang digunakan dapat berupa kurikulum pendidikan formal maupun kurikulum pendidikan kesetaraan. Dalam menerapkan kurikulum dapat dilakukan secara lebih meluas dan mendalam bergantung pada minat, potensi, dan kebutuhan peserta didik. Kurikulum pendidikan kesetaraan yang dapat digunakan homeschooling

adalah kurikulum pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C.30 Kurikulum itu harus memperhatikan standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, KTSP dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kurikulum.

Ada praktisi homeschooling yang menjalankan homeschooling

dengan mengacu pada kurikulum nasional yang disediakan oleh Depdiknas. Dengan kata lain, model homeschooling yang diambil mengacu pada model sekolah. 31

Dalam menyusun kurikulum homeschooling ini, orang tua harus bisa menyiasati kurikulum pendidikan nasional yang menjadi syarat kelulusan dalam ujian nasional, karena homeschooling harus mengikuti ujian nasional untuk mendapatkan legalitas lulusan.

b. Homeschooling Mengacu Kurikulum Internasional

Banyak penyedia kurikulum yang menyediakan produk-produk

kurikulum berstandar internasional. “Kurikulum internasional mengacu

pada sistem pendidikan disebuah negara tertentu, misalnya Amerika

29

Aar, kurikulum homeschooling, rumah inspirasi.com/kurikulum-homeschooling (juni 2010)

30

Loy kho, op.cit., h. 246.

31 Aar, “Sesuaikan Dengan Model

Homeschooling Anda”, dalam Yulia (ed), Warna

(43)

Serikat atau Inggris, tetapi hasilnya diakui di negara-negara lainnya”.32 Jika anda menyelenggarakan homeschooling berdasarkan kurikulum Internasional, materi belajar yang dipergunakan pun tentu saja harus menyesuaikan dengan target-target kurikulum yang ditetapkan. Biasanya penyedia kurikulum (curriculum provider) menyediakan daftar referensi yang dapat digunakan untuk menyesuaikan sebuah sasaran pengajaran tertentu.33

Sebagai contoh, jika anda menggunakan acuan kurikulum yang disediakan oleh CIE university of cambridge, proses homeschooling

anda harus mengacu pada kurikulum yang disediakan oleh mereka. Di dalam panduan silabus untuk setiap mata pelajaran yang ingin di ambil, selalu ada sasaran-sasaran pengajaran yang dicapai dan daftar buku pelajaran yang disetujui serta resource lain yang bermanfaat. Anda dapat menggunakan buku referensi yang ada di dalam daftar tersebut. Kurikulum cambridge ini bisa di download secara Cuma-Cuma melalui www.cie.org.uk. Hanya akan dikenakan biaya ketika mengikuti ujian sertifikasinya.34

c. Kombinasi Penggunaan Kurikulum

Kombinasi penggunaan dapat dilakukan dengan menambahkan kurikulum luar negeri pada kurikulum dari Depdiknas atau sebaliknya menambahkan kurikulum yang penting pada kurikulum luar negeri.35 Menurut Loy Kho (2008)36 Kurikulum yang paling sesuai untuk

anak adalah “kurikulum yang menurut orang tua berisi prioritas

terpenting yang perlu diketahui anak pada usianya saat itu. Selain itu, kurikulum tersebut harus sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan

gaya belajarnya”. Di bawah ini ada beberapa gaya belajar yang biasa

32

Aar, op. cit., h. 91.

33 Ibid.,

34Jamal ma’mur asmani,

Buku Pintar Homeschooling, (Yogyakarta: Flashbooks, 2012), Cet. 1, h. 136.

35 Himmatul Aliyah, “Konsep

Homeschooling Menurut Dr. Seto Mulyadi Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Skripsi IAIN Wali Songo Semarang, 2008, h. 44.

36

(44)

digunakan oleh anak, di antaranya adalah:

a. Anak-anak yang belajar dengan cara mendengar, apa yang didengarnya dengan mudah diolah menjadi informasi yang mengendap di dalam memori, memori inilah yang kelak dimanfaatkan sebagai sumber data yang berguna.

b. Anak-anak yang belajar dengan cara melihat, setiap gambar yang dilihatnya diubah menjadi informasi yang bermanfaat. Sebenarnya perbedaan mendasar dengan point di atas hanyalah penggunaan indranya.

c. Anak yang belajar dengan cara menyentuh langsung, anak banyak belajar banyak hal saat menyentuh sesuatu. Mereka belajar tentang tekstur, kelembutan, lekuk, panas, dingin, dan sebagainya. Indra perabanya memegang peranan yang sangat penting.

d. Kombinasi, ada anak yang belajar dengan dua kombinasi atau lebih yang berbeda. Hal ini tentu memudahkan anak untuk menyerap segala pengetahuan yang ada disekitarnya.37

Sebagaimana homeschooling adalah sebuah proses pendidikan yang terkustomisasi (customized education) sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga, pada model homeschooling yang diselenggarakan juga sangat beragam. Banyak sekali model-model lain yang dikembangkan oleh keluarga homeschooling. Ada keluarga religius yang menyelenggarakan homeschooling berdasarkan orientasi religius mereka (islam, kristen, yahudi, dan lain-lain).38 tentu saja banyak nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi acuan dan pemilihan materi yang dipergunakan dalam proses homeschooling.

Selain menggunakan buku pelajaran, bahan ajar yang dapat digunakan untuk proses homeschooling tidak terbatas. Proses belajar tidak dibatasi dengan pengayaan intelektual (kecerdasan) dan tidak harus menggunakan buku. Aktivitas sehari-hari yang ada di sekitar dapat dimanfaatkan untuk proses belajar, baik belajar mengenai rasa (sense), sikap (attitude), maupun keterampilan (skill).39

Selain pendekatan yang digunakan dalam belajar, setiap keluarga

37

Indah Hanaco, I Love Homeschooling: Segala Sesuatu Yang Harus Diketahui Tentang Homeschooling, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 81-83

38

Aar, op. cit, h. 92.

39

(45)

homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum yang diacu dan bahan ajar yang digunakan. Untuk memilih kurikulum dan bahan ajar keluarga homeschooling dapat memilih apakah mereka menggunakan bahan paket (bundle) atau bahan-bahan terpisah

(unbundle). 40

Pada bahan terpaket (bundle) keluarga homeschooling

menggunakan kurikulum dan bahan-bahan pelajaran yang sudah disediakan oleh lembaga yang menyediakan layanan tersebut. bahan yang diberikan mulai kurikulum, teori, kegiatan, lembar kerja, tes dan sebagainya. Pilihan kedua yaitu memberli secara terpisah, baik kurikulum maupun bahan ajar, dengan resiko menambah kompleksitas, keluarga homeschooling dapat memilih materi-materi yang benar-benar dibutuhkannya. Selain kedua pilihan tersebut, keluarga homeschooling

dapat mengembangkan kreativitasnya untuk menentukan kurikulum dan materi-materi yang digunakannya.

Di Indonesia belum menyediakan kurikulum siap pakai bagi keluarga homeschooling. Berbeda dengan di negara-negara tertentu, yang menyediakan kurikulum homeschooling yang beranekaragam. Namun secara umum kurikulum siap pakai menyediakan hal-hal berikut:

a. Materi semua mata pelajaran selama setahun penuh b. Buku pelajaran

c. Lembar kerja41

Ada beberapa alasan yang harus dipertimbangkan sebelum memilih suatu kurikulum untuk digunakan. Hal-hal tersebut meliputi:

a. Metode belajar yang dianut keluarga, setiap keluarga menerapkan metode belajar yang berbeda-beda. Ada yang menyukai buku-buku literatur, ada yang memberi kebebasan pada anak berdasarkan minat dan bakat. Ada juga yang lebih nyaman dengan pelajaran tematik.

b. Orientasi belajar, keluarga diberi pilihan mau menggunakan kurikulum nasional atau internasional.

c. Kemampuan finansial.42

40

Ibid., h. 36.

41

Indah Hanaco, I Love Homeschooling Segala Sesuatu Yang Harus Diketahui Tentang

(46)
[image:46.595.119.506.179.742.2]

C.Penelitian yang relevan

Tabel 2.1

Hasil penelitian yang relevan

No Penelitian Relevan

1 Nama: Dwi Cahyo Kurniawan

Judul Skripsi: Implementasi Kurikulum Homeschooling kak seto Semarang Pada Satuan SMA dan Tingkat Lulusannya. Tahun 2013 Universitas: Universitas Negeri Semarang

Hasil : Hasil penelitian menunjukan bahwa kurikulum

Homeschooling Kak Seto menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Lulusan IPA memiliki nilai akhir di atas sekolah formal se-kota Semarang pada mata pelajaran bahasa inggris, matematika, dan fisika. Tetapi lulusan IPA dari homeschooling

masih berada dibawah Sekolah formal se-kota Semarang.

Persamaan : 1) Persamaan penelitian yaitu sama-sama meneliti implementasi kurikulum di Lembaga Homeschooling Kak Seto hanya berbeda di fokus penelitiannya.

2) Kurikulum yang digunakan sama-sama KTSP tetapi setiap daerah ataupun lembaga pendidika mempunyai otonomi sendiri dalam pelaksanaan kurikulum (salah satu karakteristik KTSP)

3) Menggunakan metode kualitatif deskriptif Perbedaan : Yang membedakan dengan skr

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Yang Relevan ............................................................
Tabel 2.1
gambar maupun Elektronik (kamera).7 Adapun dokumen yang
Grafik perkembangan siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran yang digunakan pada homeschooling Kak Seto Solo dalam meningkatkan mutu pendidikan dan menghasilkan lulusan. yang berkualitas pada

(3) untuk menjawab pertanyaan utama pada penelitian ini yaitu bagaimana kecerdasan sosial siswa pada tingkat SMP di kelas komunitas Homeschooling Kak Seto,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang peserta didik yang memilih pendidikan alternatif homeschooling dan sikap siswa yang melaksanakan

Alasan orang tua dan siswa memilih homeschooling sebagai pendidikannya antara lain kesibukan siswa di bidang non akademis, kendala fisik, penyakit tertentu, pembelajaran

Hasil Penelitian (1) Budaya belajar siswa homeschooling pada saat di dalam kelas antara lain: siswa belajar dengan cara memperhatikan, mencatat dan mengerjakan latihan

Sumber belajar yang digunakan adalah modul dari Homeschooling Kak Seto (HSKS) Solo dipadukan dengan buku dari penerbit lain seperti BSE dan

Triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi sumber data.Hasil penelitian menunjukan bahwa informan memiliki pemahaman bersama sebagai berikut: (1) Homeschooling Kak Seto

Alasan orang tua dan siswa memilih homeschooling sebagai pendidikannya antara lain kesibukan siswa di bidang non akademis, kendala fisik, penyakit tertentu, pembelajaran