• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN HOMOLOGASI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PAILIT

A. Homologasi Dalam Hukum Kepailitan 1. Pengertian Homologasi

3. Homologasi Dalam Perdamaian

Menurut vide Pasal 216 UU No. 37 Tahun 2004 suatu perdamaian disetujui oleh para kreditor konkuren menurut jumlah suara yang ditentukan dalam undang- undang, masih perlu disahkan oleh pengadilan niaga.

Acara pengesahan ini disebut dengan istilah ratifikasi dan sidang pengesahan tersebut disebut dengan homologasi, selanjutnya dapat ditempuh prosesrehabilitasi.

Ketentuan mengenai homologasi:

a) Homologasi dilakukan paling cepat 8 hari dan paling lambat 14 hari setelah diterimanya rencana perdamaian dalam rapat pemungutan suara;

b) Sidang pengadilan untuk membahas pengesahan perdamaian dilakukan terbuka untuk umum;

c) Homologasi wajib diberikan pada sidang tersebut atau paling lambat 7 hari setelah sidang yang bersangkutan.60

Jika Pengadilan Niaga menolak pengesahan perdamaian dalam sidang homologasi, menurut Pasal 161 Ayat (1) UU K-PKPU tersedia prosedur kasasi ke

60Munir Fuady , Op.Cit., Hal 98

Mahkamah Agung bagi pihak-pihak yang berkeberatan atas penolakan tersebut.

Konsekuensinya adalah karena keputusan penolakan tersebut belum bersifat final binding (inkracht), maka putusan perdamaian tersebut belum bisa dijalankan (bukan merupakan keputusan uitvoorbaar bij voorraad), dan proses kepailitan juga belum bisa berakibat insolvensi, atau pengakhiran kepailitan juga belum bisa terjadi (Pasal 166 juncto Pasal 178 UU Nomor 37 Tahun 2004). Sebab jika perdamaian diterima, kepailitan segera berakhir dan proses perdamaian akan segera direalisasi (dilakukan pembagian). Akan tetapi, jika perdamaian ditolak, proses kepailitan segera masuk ke tahap insolvensi.

Dalam sidang homologasi tersebut, pengadilan niaga dapat menolak pengesahan suatu perdamaian jika ada alasan untuk itu. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Harta pailit, termasuk hak retensi sangat jauh melebihi jumlah yang dijanjikan dalam perdamaian.

b. Pemenuhan perdamaian tidak cukup terjamin.

c. Perdamaian telah tercapai karena penipuan, kolusi dengan seorang kreditor atau lebih, atau penggunaan cara-cara lain yang tidak jujur, tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerjasama untuk mencapai hal ini.

(Pasal 159 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004).

Dalam pengajuan rencana perdamaian Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian pailit kepada para kreditornya paling lambat delapan hari sebelum pencocokan piutang debitor di kepaniteraan Pengadilan Niaga untuk dapat dilihat

oleh pihak yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Tetapi, pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit ini dapat ditunda sampai tanggal yang ditetapkan oleh hakim pengawas paling lambat 21 hari kemudian, dalam hal:

a. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut, atau

b. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat. Kemudian, apabila pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian pailit tidak ditunda, maka dilanjutkan pada proses pengambilan keputusan tentang rencana perdamaian.

a. Dalam Kepailitan

Sejak krisis moneter melanda Indonesia, yaitu sekitar tahun 1997 banyak perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam bidang keuangan.

Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar. Keadaan ini sebenarnya adalah merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh semua pihak, akan tetapi karena krisis ekonomi yang terjadi di negara kita cukup parah sehingga keadaan ini tidak dapat lagi dihindarkan.

Pailit merupakan salah satu cara yang digunakan baik oleh kreditor maupun oleh debitor dalam menyelesaikan “masalah” mereka, karena hakekat kepailitan bagi debitor adalah untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak kreditor, sedangkan hakikat kepailitan bagi kreditor adalah untuk mendapatkan kepastian pembayaran. Akibat dari kepailitan bagi debitor dan harta kekayaannya adalah harta kekayaan debitor akan disita untuk dijual, dan debitor tidak berhak lagi mengelola harta kekayaan tersebut, karena pengelolaanya akan dilakukan oleh kurator. Arti kepailitan sendiri menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yaitu : “suatu penyitaan umum atas seluruh harta (aset) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan pleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.”

Kepailitan terjadi ketika debitor tidak mampu lagi membayar hutangnya, adapun ketentuan lengkap tentang syarat kepailitan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, yaitu :“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya.”

Langkah-langkah yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :

a. Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.

b. Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.

c. Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitor. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing kreditor. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitor(tidak boleh diwakilkan karena nanti debitor harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan, (c) Kreditor atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola aset).

d. Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi : (a) mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis, karena kreditor separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya. (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) ada kekuatan eksekutorial,

apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat dilakukan secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.

e. Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.

f. Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitor dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitor lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitor, apakah akan ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (Pasal 178 UUK) yaitu: (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditor.

g. Pemberesan/likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitor pailit, yang dibagikan kepada kreditor konkuren, setelah dikurangi biaya-biaya.

h. Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditor, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitsi

adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh.

i. Kepailitan berakhir.

b. Homologasi Dalam PKPU

Penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU merupakan sarana yang dapat dipakai oleh debitor untuk menghindari diri dari kepailitan, bila mengalami keadaan likuid dan sulit untuk memperoleh kredit. Sarana yang memberikan waktu kepada debitor untuk menunda pelaksanaan pembayaran utang-utangnya seperti ini akan membuka harapan yang besar bagi debitor untuk dapat melunasi utang-utangnya.61

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak memberikan definisi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hal ini merupakan sesuatu yang janggal karena ketiadaan definisi tersebut dapat bertentangan dengan asas pembatasan atau asas penjelasan. PKPU dahulu disebut penundaan pembayaran utang atau serseance van bataling (suspension of payment). Isi pokok penundaan pembayaran adalah bahwa debitor menduga mengetahui, dia tidak dapat melanjutkan untuk membayarkan utang yang dapat ditagih, sehingga dia mengajukan permohonan penundaan pembayaran kepada hakim.

dengan pengajuan tersebut, dia tidak dapat dipaksa oleh kreditor untuk membayar hutangnya.62 Kalau dilakukan penelaah terhadap Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dapat disimpulkan

61Robintan Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan,(Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakulas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2007), hal 32-33.

62H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2,(Jakarta:

Penerbit Djambatan, 1988), hal 54.

bahwa PKPU adalah suatu keadaan yang memperlihatkan bahwa debitor mempunyai utang yang sudah tiba waktunya untuk di bayarkan kepada kreditor namun debitor meminta kepada kreditor untuk membayar utangnya kepada kemudian hari untuk menghindari pailit.63

Maksud debitor memohon PKPU adalah untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana perdamaian yang memuat tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Pasal 222 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004: ”Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.”

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian Penundaan Kewajiban

63V. Harlen Sinaga, Batas-batas Tanggungjawab Perdata Direksi atas Pailitnya Perseroan Terbatas dalam Teori dan Praktik,(Jakarta: Penerbit Adinatha Mulia, 2012), hal 97.

Pembayaran Utang (PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.64

Perlindungan hukum terhadap debitor berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tidak berbeda dengan UU No. 4 Tahun 1998 yaitu melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun tergantung kepada rapat kreditor apakah akan menerima menerima atau menolak permohonan perdamaian yang diajukan oleh debitor.65Maksud dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini berdasarkan Pasal 222 UUKPKPU adalah pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. Dalam UUK No 37 Tahun 2004 Pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK 1998, hanya dalam UUK No. 4 Tahun 1998 langsung menunjuk kepada kreditor Konkuren, tetapi dalam UUK 2004 ini menunjuk kepada kreditor saja. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat (2) yang dimaksud dengan kreditor adalah setiap kreditor baik konkuren maupun kreditor yang didahulukan, berarti yang termasuk kreditor preferen maupun kreditor separatis.

Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitor, dimana si debitor sebagai orang yang paling mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari

64Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 82

65 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia,(Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2008), Hal 345

kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap sekalian kreditornya. Tujuan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.66

Efektivitas PKPU dalam mencegah kepailitan bergantung pada adanya itikad baik dan sense of cooperation( rasa kooperatif ) baik dari pihak debitor dan kreditor agar rencana perdamaian dapat dinegosiasikan, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan baik sampai pemenuhan seluruh utang tercapai sebelum diucapkan putusan pernyataan pailit. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian adalah untuk menyusun suatu strategi baru bagi si debitor menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitor terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak kreditor, dengan demikian si debitor masih dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditor untuk meneruskan berjalannya perusahaan si debitor tersebut. Jadi secara sederhana dapat dikemukakan bahwa alasan untuk mengajukan PKPU yakni:67

1. Debitor mengalami kesulitan keuangan

2. Debitor berharap usahanya masih bisa dilanjutkan

3. Kemungkinan debitor melunasi kewajibannya sangat terbuka.

66 Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hal 190

67Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Kepailitan, (Bandung:Nuansa Aulia, 2006), Hal 39.

Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitor dan seluruh kreditor dari rencana perdamaian yang diajukan atau ditawarkan si debitor tersebut.

1. Akibat Hukum PKPU

Keadaan sulit yang dapat mengakibatkan debitor tidak dapat membayar utang-utangnya yang sudah bisa ditagih tepat pada waktunya ialah misalnya jatuh tagih, kebakaran, kapal tenggelam, pembekuan simpanannya di bank dan lain-lain. Sebab-sebab tersebut mengakibatkan si debitor kekurangan uang untuk membayar utang-utangnya. kesulitaan ini belumlah sedemikian rupa, sehingga dia berada dalam keadaan berhenti membayar yang sebenar-benarnya. Jadi dia belum perlu dipailitkan, karena dia masih sanggup dan mampu untuk membayar utang-utangnya secara penuh hanya dibutuhkan waktu tambahan untuk memperbaiki keadaan ekonominya.68

Selama PKPU Debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.

Jika Debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor tersebut. Kewajiban debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sejauh hal itu menguntungkan harta debitor. Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam

68C.S.T. Kansil dan Christine, Modul Hukum Dagang, (Jakarta:Penerbit Djambatan, 2001), hal 217.

rangka meningkatkan nilai harta debitor. Apabila dalam melakukan pinjaman perlu diberikan agunan, debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang (Pasal 240 No. 37 Tahun 2004).

PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala harta kekayaan debitor. Untuk itu Undang-undang Kepailitan membedakan antara debitor yang telah menikah dengan persatuan harta dan yang menikah tanpa persatuan harta. Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor mencakup semua aktiva dan passive persatuan (Pasal 241 UU No. 37 Tahun 2004).

Selama berlangsungnya PKPU, Debitor tidak dapat dipaksa membayar utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 UU No. 37 Tahun 2004, dan semua tindakan yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang PKPU,Adapun akibat hukum putusan PKPU adalah sebagai berikut, yaitu:69

1. Pengurusan Harta Debitor

Tanpa diberi kewenangan oleh Pengurus selama PKPU, Debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitor melanggar ketentuan ini,

69 Munir Fuady, Op.Cit., hal 186

Pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan tersebut.

Apabila debitor melakukan kewajiban-kewajiban tanpa mendapat kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, maka hal ini hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sepanjang hal itu menguntungkan harta debitor (Pasal 240 UU No. 37 Tahun 2004). Secara ringkas dapat disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan terhadap harta debitor tanpa izin dari Pengurus.

Debitor tidak berwenang lagi untuk melakukan tindakan pengurusan maupun tindakan pengalihan secara mandiri, melainkan dia berwenang melakukan hal tersebut jika diberikan persetujuan ataupun bersama-sama dengan pengurus (Pasal240 Ayat (1) UUK PKPU). Secara ringkas dapat disebutkan bahwa debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan terhadap harta debitor tanpa izin dari pengurus.70

2. Debitor Tidak Dapat Dipaksa Bayar Utang

Selama jangka waktu PKPU, debitor tidak berkewajiban membayar utang-utangnya, demikian pula para kreditor tidak berhak untuk menagih utangnya. Debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapat pelunasan utang harus ditangguhkan (Pasal 242 UU No. 37 Tahun 2004).

3. Terhadap Sitaan dan Sandera

70 Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan:USU Press, 2009), Hal 192.

Selama berlakunya PKPU, semua tindakan eksekusi terhadap barang sitaan yang telah berlangsung untuk melunasi utang-utang debitor harus ditangguhkan. Demikian juga masa penangguhan berlaku terhadap kreditor separatis untuk mengeksekusi jaminannya. Ketentuan stay (penangguhan) ini berlaku selama jangka waktu PKPU, tidak hanya 90 hari seperti dalam kepailitan (Pasa l242 Ayat (3) UUK PKPU). Semua sitaan yang telah diletakkan gugur kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan Pengurus.Dalam hal debitor disandera, maka debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan Putusan PKPU Tetap atau setelah Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas permintaan Pengurus atau Hakim Pengawas.Jika masih diperlukan, Pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor. Demikian pula eksekusi dan sita yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan Undang-Undang Pasal 242 ayat (3).

4. Terhadap Perkara yang Sedang Berjalan

Proses PKPU tidak akan menghentikan proses perkara yang sudah mulai diperiksa oleh pengadilan, maupun menghalangi dimajukannya perkara-perkara baru. Debitor tidak berwenang menjadi tergugat ataupun penggugat dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hak dan

kewajiban harta kekayaannya kecuali bersama-sama dengan persetujuan pengurus. Namun jika perkara tersebut mengenai gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui debitor, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga setelah dicatatnya pengakuan tersebut. Debitor tidak dapat menjadi Penggugat atau Tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaan tanpa persetujuan Pengurus (Pasal 243 UU No. 37 Tahun 2004).

5. Masa Tunggu (Stay)

Proses PKPU yang berlangsung menciptakan berlakunya ketentuan masa tunggu (stay) terhadap kreditor pemegang jaminan kebendaan dan kreditor yang diistimewakan selama 90 hari (Pasal 246 junto 244 UUK PKPU)

6. Perjumpaan Utang

Proses PKPU dapat dilakukan perjumpaan utang (kompensasi, set-off) antara debitor dengan para kreditor dengan syarat utang dan piutang tersebut terjadi sebelum PKPU ditetapkan dan utang piutang tersebut timbul karena tindakan-tindakan yang diambil sebelum PKPU ditetapkan.

Perjumpaan utang tidak dapat dilakukan dalam hal seseorang yang telah mengambil utang atau piutang terhadap harta kekayaan debitor, yang dilakukan dengan itikad tidak baik (Pasal 247 Ayat (1) UUK PKPU).

Perjumpaan utang dapat dilakukan bila baik utang maupun piutangnya telah dilahirkan sebelum dimulainya PKPU tersebut. Piutang terhadap

Debitor tersebut akan dihitung menurut ketentuan Pasal 274 dan Pasal 275 (Pasal 247 UU No. 37 Tahun 2004). Orang yang mengambil alih dari pihak ketiga atas utang kepada Debitor atau piutang terhadap debitor dari pihak ketiga sebelum PKPU, tidak dapat melakukan perjumpaan utang apabila dalam pengambilalihan utang piutang tersebut ia tidak beritikad baik. Piutang diperjumpakan(Pasal 248 UU No. 37 Tahun 2004).

7. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik yang baru atau belum akan dilakukan oleh debitor dapat dilangsungkan, dimana pihak tersebut dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disetujui pengurus dan pihak tersebut. Jika pengurus menyatakan kesanggupannya maka pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut (Pasal 249 Ayat (1) UUK PKPU). Bila pada saat Putusan PKPU diucapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada Pengurus untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan dari perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh Pengurus dan pihak tersebut.

Bila tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu, Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.Bila dalam jangka waktu tersebut Pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian tersebut perjanjian berakhir dan pihak tersebut

dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditor konkuren. Bila Pengurus menyatakan kesanggupannya maka Pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan Debitor melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan (Pasal 249 UU No. 37 Tahun 2004).

8. Perjanjiian Penyerahan Barang

Perjanjian mengenai penyerahan barang yang diperdagangkan di bursa menjelang suatu saat atau dalam waktu tertentu, jika tiba saat penyerahan atau jangka waktu penyerahan jatuh setelah ditetapkan PKPU maka berakhirlah perjanjian ini dengan diberikan hak mendapat ganti rugi. Jika karena pengakhiran perjanjian itu harta debitor menderita maka pihak lawan wajib mengganti kerugian tersebut (Pasal250 Ayat (1) UUK PKPU). Apabila telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan sebelum penyerahan dilakukan telah diucapkan Putusan Sementara, perjanjian menjadi hapus dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan ia boleh mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi.

Dalam hal harta dirugikan karena penghapusan maka pihak lawan wajib membayar kerugian tersebut.

9. Melakukan Pinjaman dari Pihak Ketiga

Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga untuk meningkatkan nilai harta debitor apabila diberi kewenangan oleh

Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga untuk meningkatkan nilai harta debitor apabila diberi kewenangan oleh

Dokumen terkait