• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hubungan antara Dukungan dan Kepemimpinan

(2002), sikap karyawan yang sulit menerima terhadap tugas yang diberikan ataupun terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar akan membuat karyawan sulit beradaptasi dengan perubahan tersebut sehingga mudah mengalami stres dan dapat menurunkan kinerja mereka.

4. Hubungan antara Dukungan dan Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan

Menurut hasil korelasi yang diperoleh antara dukungan dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan diperoleh nilai peluang (p) sebesar 0,038 dan nilai korelasi (r) negatif sebesar –0,353. Nilai p sebesar 0,038 < 0,05 menunjukkan hubungan antara faktor dukungan dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan adalah nyata pada taraf 5% dan secara otomatis nyata pada taraf 10%. Nilai korelasi sebesar –0,353 menyatakan adanya hubungan yang bersifat negatif dan rendah antara faktor dukungan dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan. Semakin rendah dukungan dan kepemimpinan dari rekan kerja maupun atasan , maka akan dapat menimbulkan stres kerja yang pada akhirnya cenderung dapat menurunkan kinerja karyawan.

Sukses atau tidaknya pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan sangat berhubungan dengan dukungan dan kepemimpinan yang diterima oleh karyawan. Tidak adanya dukungan dan kerja sama dari kelompok kerja maupun kepemimpinan yang baik dari atasan maka akan sulit bagi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi serta dukungan dalam pengambilan keputusan maupun dalam menyelesaikan pekerjaan akan berdampak pada karyawan. Hal ini merupakan suatu contoh variabel struktural yang merupakan sumber potensial dari stres kerja (Robbins, 2001). Karyawan akan merasa

tidak nyaman dengan lingkungan kerja yang tanpa dukungan dan kepemimpinan yang baik, yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja mereka.

Berdasarkan uji korelasi antara faktor stressors kerja dengan kinerja karyawan, dapat dilihat bahwa keempat stressors kerja yang dikaji memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Secara berurut berdasarkan nilai korelasi yang dihasilkan, keempat stressors tersebut, yaitu konflik kerja, dukungan dan kepemimpinan, beban dan waktu kerja serta karakteristik tugas. Peringkat korelasi antara stressors dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Peringkat korelasi stressors kerja dengan kinerja karyawan No Stressor Kerja Nilai Korelasi

(r) Nilai Peluang (P) 1 Konflik Kerja - 0,404** 0,016 2 Dukungan dan Kepemimpinan - 0,353 ** 0,038 3 Beban dan waktu kerja - 0,312* 0,068 4 Karakteristik tugas - 0,311* 0,069 Keterangan : * = Nyata pada taraf 10 %

** = Nyata pada taraf 5 % *** = Nyata pada taraf 1 %

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dilakukan uji korelasi antara budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan. Hasil uji korelasi antara budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 29.

Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa budaya perusahaan memiliki hubungan yang kuat, nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Nilai peluang (p) sebesar 0,000 < 0,01, menunjukkan hubungan antara budaya perusahaan dengan kinerja karyawan nyata pada taraf 1% dan secara otomatis nyata pada taraf 5% dan 10%. Nilai korelasi (r) sebesar 0,641 menyatakan adanya hubungan positif dengan tingkat keeratan yang kuat antara budaya perusahaan dengan kinerja karyawan, artinya semakin baik pelaksanaan budaya perusahaan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan.

Stressors kerja memiliki hubungan nyata, negatif dan rendah dengan kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi (r) sebesar –0,398 dan nilai peluang (p) sebesar 0,018. Nilai p sebesar 0,018 < 0,05, menyatakan bahwa hubungan stressors kerja dengan kinerja karyawan nyata pada taraf 5 % dan 10%. Hal ini berarti, semakin tinggi stressors kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka dapat menimbulkan stres pada karyawan dan cenderung dapat menurunkan kinerja karyawan.

Tabel 29 juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata, negatif dan sedang antara budaya perusahaan dengan stressors kerja. Nilai peluang (p) sebesar 0,011 < 0,05 mengindikasikan hubungan ini nyata pada taraf 5 % dan 10%. Nilai korelasi (r) sebesar –0,426 menyatakan hubungan bersifat negatif dan sedang, artinya semakin baik pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan maka dapat menurunkan adanya stressors kerja yang dapat menimbulkan stres pada karyawan. Selain memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, ternyata masing-masing variabel bebas (budaya perusahaan dan stressors kerja) juga memiliki hubungan yang cukup erat. Hal ini dapat menunjukkan, bahwasanya dengan pelaksanaan budaya perusahaan yang baik, selain dapat meningkatkan kinerja karyawan juga dapat menurunkan stressors kerja yang berpotensi menimbulkan stres pada karyawan. Selengkapnya hasil uji korelasi antara nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja ini dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 29. Hasil uji korelasi budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan

Variabel Budaya Perusahaan Strssors Kerja Stressors Kerja r = -0,426 ** p = 0,011 Kinerja Karyawan r = 0,641*** p = 0,000 r = -0,398** p = 0,018 Keterangan : * = Nyata pada taraf 10 %

** = Nyata pada taraf 5 % *** = Nyata pada taraf 1 %

4.6. Analisis Regresi Budaya Perusahaan, Stressors Kerja dan Kinerja Karyawan

Besarnya pengaruh budaya perusahaan dan stressors kerja terhadap kinerja karyawan diukur melalui persamaan regresi berganda. Dengan X sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kinerja karyawan yaitu budaya perusahaan dan stressors kerja, sedangkan Y merupakan variabel yang dipengaruhi yaitu tingkat kinerja karyawan. Output dari hasil perhitungan regresi berganda dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan metode enter, terlihat pada Tabel 30 diperoleh harga koefisien determinasi (R2) sebesar 0,519 (51,9 %). Hal ini berarti bahwa 51,9 % kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel budaya perusahaan dan stressors kerja. Sedangkan sisanya 48,1 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar budaya perusahaan dan

stressors kerja.

Tabel 30. Koefisien determinasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the estimate

1 .720a .519 .488 6.0298

Untuk menguji lebih jauh model regresi ini maka dilakukan uji F. Nilai F digunakan untuk pengujian signifikansi koefisien secara keseluruhan. Signifikansi nilai F yang mendekati nol,maka dapat dikatakan bahwa variabel independen atau variabel bebas yang terkait dengan korelasi regresi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen kinerja karyawan (Y) yang diteliti. Nilai F hitung untuk persamaan regresi ini dapat dilihat pada Tabel 31 berikut ini :

Tabel 31. Nilai F hitung

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression Residual Total 1253.199 1163.487 2416.686 2 32 34 626.599 36.359 17.234 .000a

Berdasarkan Tabel 31 di atas diperoleh nilai signifikansi F sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari alpha yang ditetapkan, yaitu 0,1 maka H0 yang menyatakan tidak ada pengaruh ditolak. Dengan ditolaknya H0 maka sebagai sebagai konsekuensinya H1 diterima, yang berarti budaya

perusahaan dan stressors kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Koefisien regresi menunjukkan besarnya perubahan pada variabel dependen (Y) yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada variabel independen yang terdapat dalam model. Hasil perhitungan regresi ini dapat dilihat pada Tabel 32 berikut ini :

Tabel 32. Output regresi berganda mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja karyawan

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Variabel

B Std. Error Beta t Sig.

Kinerja

Karyawan 25.758 12.982 1.984 .056 Budaya

Perusahaan .463 .101 .604 4.576 .000 Stressors -.147 .085 .229 -1.735 .092

Berdasarkan tabel di atas dapat dipeoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 25,758 + 0,463 X1 – 0,147 X2

Nilai konstanta atau intercept (a) sebesar 25,758 dapat diinterpretasikan bahwa jika koefisien regresi X1 dan X2 dianggap tidak ada (0), maka persepsi karyawan mengenai kinerja mereka diperoleh sebesar 25,758. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa adanya variabel seperti budaya perusahaan dan stressors kerja, tingkat kinerja karyawan pun dapat dipengaruhi oleh faktor lain diluar kedua variabel tersebut.

Sesuai dengan persamaan regresi di atas, maka dapat dilihat nilai koefisien untuk budaya perusahaan sebesar 0,463 artinya dengan meningkatnya nilai untuk budaya perusahaan sebesar satu satuan, sementara variabel independen lain tetap, maka penilaian karyawan terhadap tingkat kinerjanya meningkat sebesar 0,463 %. Selanjutnya dari hasil uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,1, maka menunjukkan variabel budaya perusahaan ini berpengaruh nyata terhadap tingkat kinerja karyawan.

Nilai koefisien untuk variabel stressors kerja diperoleh sebesar -0,147, artinya dengan meningkatnya nilai untuk stressors kerja sebesar satu satuan, sementara variabel independen lainnya tetap, maka penilaian karyawan terhadap tingkat kinerjanya menurun sebesar 0,147 %. Berdasarkan hasil uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,092 yang lebih kecil dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel stressors kerja ini berpengaruh nyata terhadap kinerja karyawan.

Dokumen terkait