• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs

6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs

Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mengalami kelebihan berat badan akan berusaha menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang dapat mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p value sebesar 0,941 (> 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.Caterpillar Indonesia pada tahun 2010. Hasil uji diperoleh bahwa sebagian besar pekerja memiliki IMT normal dan mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 26 pekerja.

Hasil penelitan di atas tidak sama dengan hasil penelitian Karuniasih (2009) yang meneliti 52 orang supir bus travel, yaitu sejumlah 90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir bus yang memiliki indeks masa tubuh berlebih (overweight) ataupun obesitas.

Secara teori, IMT merupakan faktor yang berhubungan dengan munculnya keluhan MSDs, namun pada hasil penelitian kali ini diperoleh hasil yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat dimungkinkan pekerja yang diteliti memiliki rata-rata IMT normal yaitu sebesar 23,08 kg2/m (IMT < 25). Kemungkinan lainnya adalah pekerja memiliki masa kerja di bawah

87

rata-rata untuk mengalami keluhan MSDs (7 tahun). Selain itu, responden yang mengalami obesitas tidak merasakan keluhan dapat disebabkan karena mereka melakukan olahraga di luar jam kerja seperti di akhir pekan. Hal ini didukung pula dari uji crosstab antara variabel IMT dengan kesegaran jasmani, dimana pekerja yang mengalami obesitas dan memiliki kesegaran jasmani cukup, jumlahnya lebih banyak daripada pekerja yang memiliki kesegaran jasmani kurang.

6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs

Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk meng- konsumsi oksigen akan menurun. Selain itu, masuknya karbon monoksida dari rokok ke dalam aliran darah akan mengikat sel darah pembawa oksigen lebih kuat sehingga transportasi oksigen terganggu. Hal ini membuat pasokan oksigen ke otot berkurang yang mengakibatkan penumpukan asam laktat yang mengakibatkan nyeri pada otot (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,044 (< 0,05), hal ini menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia. Melihat data di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan MSDs berat dan memiliki kebiasaan merokok ringan adalah sejumlah 1 orang (3,3%), sedangkan pekerja yang

88

memiliki kebiasaan merokok sedang lebih banyak mengalami keluhan MSDs berat yaitu sebesar 4 orang (50%).

Menurut The Surgeon General’s Advisory Group on Smoking and Health dalam Bustan (2008), menyebutkan bahwa kausa haruslah ditemukan lebih sering pada penderita dibanding dengan dengan yang tidak menderita, orang-orang yang terpapar harus lebih banyak ditemukan daripada yang tidak terpapar dan insiden penyakit meningkat sesuai peningkatan lama dan tingginya dosis keterpaparan.

Berdasarkan hasil survey oleh Annuals of Rheumatic Diseases dalam Croasmun (2003), diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru- paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan me- nurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah dan akhirnya efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit (osteoporosis, undegenerasi tulang) akibat dari penyerapan kalsium yang terganggu.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Sangsi

89

bagi mereka yang melanggar larangan merokok tersebut berupa Putus Hubungan Kerja (PHK). Larangan merokok tersebut ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti jantung dan gangguan paru- paru, sehingga bagi pekerja yang perokok akhirnya lebih memilih untuk merokok di luar area perusahaan. Hasil temuan lainnya, terdapat beberapa pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik. Padahal tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan kerja maupun karir pekerjaannya di perusahaan. Melihat fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar pekerja untuk memiliki risiko keluhan MSDs yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok semakin besar.

Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan berarti akan terhindar untuk mengalami keluhan MSDs. Hal ini dapat disebabkan mereka telah terpapar asap rokok dari rekan kerja atau lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang merokok sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya dampak yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok. Dan demi menjaga kesehatan para pekerjanya yang merupakan salah satu aset utama, maka perusahaan seharusnya dapat menyelenggarakan pelatihan quit smoking ataupun pelatihan lainnya yang bertujuan untuk mengurangi kebiasaan merokok sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas pekerjanya.

90

6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan berolahraga. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot (Mitchell, 2008).

Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 (< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian Fabrikasi di PT.Caterpillar Indonesia. Dari hasil penelitan di atas didapatkan bahwa paling banyak pekerja adalah yang kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang (54,7%). Sedangkan pekerja paling sedikit adalah yang kurang melakukan olahraga tapi tidak memiliki keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).

Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evans (1996) terhadap 10 pekerja bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan. Sebaliknya menurut WHO, kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan menurunnya kesehatan tubuh yang selanjutnya dapat mempertinggi frekuensi sakit dan akhirnya memperpendek umur. Hal tersebut berdasarkan hasil survey di Amerika

91

bahwa tercatat 250,000 jiwa melayang setiap tahun hanya karena gaya hidup pasif. berdasarkan penelitian epidemiologi olahraga yang dilakukan oleh Monica Optional Study of Activity (MOSPA) menunjukkan bahwa seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik/olahraga akan meningkatkan risiko untuk mengalami hipertensi, stroke, kanker, diabetes dan osteoporosis.

Melihat hasil penelitian di PT. Caterpillar Indonesia di atas bahwa masih banyak pekerja yang tidak melakukan senam pagi dengan ritun di perusahaan atau bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan senam. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan, selain itu pekerja belum memiliki kesadaran bahwa senam pagi yang diadakan perusahaan dapat meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan memperkecil risiko munculnya keluhan MSDs.

Pada umumnya keluhan MSDs dialami oleh seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan jarang berolahraga. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Olahraga secara rutin dapat meningkatkan alirahan darah ke otot, tendons dan ligament sehingga dapat membantu meningkatkan nutrisi pada sel. Adapun gambar dari kegiatan senam pagi yang dilakukan di PT.Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada gambar 6.4.

Berolahraga dapat meningkatkan temperatur, meningkatkan metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan

92

otot tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta menghindari kelelahan otot. Olahraga juga dapat memberikan struktur tulang yang kuat dan stabil serta mencegah terjadinya cidera. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang UU.23/1992 tentang kesehatan pasal 46 bahwa dengan olahraga atau latihan jasmani yang benar akan dicapai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan merupakan modal penting dalam peningkatan prestasi.

Gambar 6.5.

Kegiatan senam pagi di PT.Catepillar Indonesia pada tahun 2010

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurang olahraga, maka perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan pekerjanya untuk melakukan senam akan melainkan melakukan pengawasan dan memberikan sanksi jika ada pekerja yang tidak melaksanakannya. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan hadiah/penghargaan kepada pekerja yang rutin

93

melakukan senam atau dapat juga diadakan perlombaan senam. Hal demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi pekerja agar melakukan senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap pekerjanya yang merupakan aset utama serta merupakan upaya meningkatkan produktivitas pekerja.

94

Dokumen terkait