• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Proporsi Genangan dengan Faktor Biofisik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Faktor Biofisik yang Berperan dalam Kerusakan Akibat Tsunam

5.2.8. Hubungan Antara Proporsi Genangan dengan Faktor Biofisik

Wilayah dengan ketinggian di bawah 30 m mencakup 57% wilayah desa pantai Ciamis. Daerah datar dan landai mencakup 80% wilayah. Bentuk pantai didominasi oleh bentuk rata dan sebagian bergerigi, memiliki lekuk dan tanjung. Jika wilayah genangan dilihat dari ketinggian tempat, maka lebih dari 50% wilayah akan tergenangi ketika ada gelombang setinggi 30 m menghempas ke darat.

Bentuk pantai menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kerusakan akibat tsunami (Sutowijoyo 2005). Tinggi gelombang tsunami mencapai maksimum pada pantai dengan morfologi landai dan berlekuk seperti teluk, muara sungai dan tanjung karena adanya proses refraksi dan difraksi gelombang. Hal ini terlihat pada kasus tsunami di Teluk Lhoknga NAD 26 Desember 2004 dengan tinggi run up 31,5 m, Teluk Pancer Banyuwangi 2 Juni 1994 yang mencapai tinggi run up 14 m dan di Teluk Korim Biak 17 Pebruari 1996 dengan tinggi run up 12 m. Wilayah pesisir di Indonesia umumnya memiliki teluk berbentuk V yang berasosiasi dengan tanjung dan muara sungai yang banyak dan berderet satu sama lain sehingga menyerupai gigi gergaji. Kondisi ini menimbulkan gelombang tsunami di pantai semakin tinggi akibat adanya amplifikasi gelombang oleh teluk berbentuk V tersebut (Diposaptono dan Budiman (2008).

Pribadi et al. (2006) mengamati wilayah pesisir dengan tebing–tebing pasir relatif aman dibandingkan pantai dengan topografi landai. Dampak tsunami lebih terlihat pada pantai dengan topografi datar dibandingkan daerah dengan topografi bergelombang (Chandrasekar et al. 2006). Diposaptono dan Budiman (2008) menyatakan bahwa jarak jangkauan tsunami ke daratan sangat ditentukan oleh terjal landainya morfologi pantai. Pada pantai yang terjal tsunami tidak akan terlalu jauh mencapai daratan karena tertahan dan dipantulkan kembali oleh tebing pantai. Di pantai yang landai tsunami dapat menerjang sampai beberapa kilometer masuk ke daratan. Sudarmono (2005) menyatakan bahwa jajaran pohon yang cukup banyak dan berlapis-lapis dapat memecah gelombang dan memperlemah daya dorongnya.

68

Dalam kaitannya dengan kepekaan terhadap tsunami, hutan dikategorikan sebagai jenis vegetasi yang sangat tidak peka diikuti oleh semak belukar, dan kebun. Ladang agak peka terhadap tsunami diikuti oleh rumput yang peka terhadap tsunami, sedangkan sawah sangat peka dan rawa sangat peka sekali. Pasir pantai juga dikatakan sangat peka terhadap tsunami (Diposaptono dan Budiman 2008). Dalam penelitiannya, Kumaraperumal et al. di India (2007) menemui adanya anak-anak sungai seperti Vedaranayam dan kanal Velankanni di Vadakkupoyyur dan desa Seruthur memfasilitasi inundasi air laut hingga 2,2 km dan 1,95 km hingga ketinggian 6,1 m dan 5,6 m.

Tingkat kerusakan tertinggi berada di wilayah pantai Kecamatan Pangandaran. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa wilayah ini juga menunjukkan perbedaan jarak run up dan inundasi, yaitu di bagian barat Pangandaran menunjukkan jarak inundasi 500 m dan run up 7 m, sedangkan di bagian timur menunjukkan jarak inundasi 50 m dan run up 3 m (Pribadi et al.

2006).

Saat gelombang setinggi 7,5 m menghempas ke daratan, 41,5% air menggenangi wilayah pantai yang memiliki bentuk rata, 57% menggenangi wilayah dengan bentuk pantai lekukan dan hanya 1,5% wilayah desa dengan bentuk pantai gergaji yang digenangi air (Gambar 38).

Gambar 38. Persentase kelas bentuk pantai yang digenangi air 7,5 m

Sekitar 86% air menggenangi wilayah desa pantai dengan jarak kurang dari 1 km. Gambar 39 juga menunjukkan 44% wilayah desa pantai yang tergenangi air berjarak hingga 200 m dari pantai.

69

Gambar 39. Persentase kelas jarak dari pantai yang digenangi air 7,5 m

Gambar 40. Persentase kelas ketinggian yang digenangi air 7,5 m

Gelombang setinggi 7,5 m menggenangi 69% wilayah dengan ketinggian 5 hingga 7,5 m dan sekitar 31% wilayah dengan ketinggian di bawahnya (Gambar 40). Hal ini sesuai dengan karakteristik ketinggian lokasi desa pantai Ciamis.

70

Gambar 41. Persentase kelas kemiringan lereng yang digenangi air 7,5 m Hampir 100% areal yang digenangi air setinggi 7,5 m adalah daerah datar dan landai (Gambar 41). Dimana 97,5% memiliki kemiringan lereng 0-4%, sangat sedikit wilayah yang memiliki lereng di atas 8%.

Gambar 42. Persentase kelas kerapatan vegetasi yang digenangi air 7,5 m Sebesar 76% dari kelas kerapatan vegetasi yang mungkin digenangi oleh air setinggi 7,5 m adalah vegetasi jarang, sisanya bervegetasi sedang dan lebat (Gambar 42). Hal ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi di wilayah pantai dimana wilayah yang dekat dengan pantai didominasi oleh wilayah bervegetasi jarang, seperti permukiman, pantai pasir dengan sedikit vegetasi.

71

Gambar 43. Persentase kelas tutupan lahan yang digenangi air 7,5 m Sesuai dengan karakteristik tutupan lahan wilayah desa pantai Ciamis, wilayah yang tergenangi sebagian besar adalah wilayah permukiman, pertanian lahan kering dan tanah terbuka (Gambar 43). Jenis tutupan lahan inilah yang mendominasi wilayah yang dekat dengan pantai.

Tinggi gelombang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada masing- masing faktor biofisik. Pada tinggi gelombang 15 m, 51% air menggenangi wilayah desa pantai dengan bentuk pantai rata. Wilayah desa pantai dengan lekukan tergenang lebih luas dibandingkan wilayah desa pantai dengan bentuk pantai gergaji (Gambar 44).

72

Gambar 45. Persentase kelas jarak dari pantai yang digenangi air 15 m Semakin tinggi gelombang semakin luas daerah yang mungkin tergenangi. Saat gelombang setinggi 15 m menghempas daratan air lebih jauh masuk ke daratan melewati daerah tersebut dan menggenangi areal yang lebih jauh lagi dari genangan saat gelombang 7,5 m. Hampir 56% areal yang tergenangi berada di jarak lebih dari 1 km dari garis pantai (Gambar 45).

Pada tinggi gelombang tsunami 15 m, 32% areal yang tergenangi memiliki ketinggian tempat hingga 7,5 m dan sisanya memiliki ketinggian lebih dari 7,5 m. 25% areal yang tergenang memiliki ketinggian tempat 10 – 12,5 m dan hanya 3% areal tergenangi memiliki ketinggian tempat 0 – 2,5 m (Gambar 46).

73

Gambar 47. Persentase kelas kemiringan lereng yang digenangi air 15 m Hampir 100% yang tergenangi air gelombang setinggi 15 m merupakan wilayah datar dan landai (Gambar 47). Jika dibandingkan dengan hempasan gelombang setinggi 7,5 m, saat gelombang setinggi 15 m memasuki daratan, kemiringan lereng 4-8% lebih banyak tergenangi karena air yang masuk lebih tinggi.

Sekitar 91% yang tergenangi merupakan wilayah bervegetasi jarang dan sedang. Air sudah mulai menggenangi areal bervegetasi lebat. Sebesar 9% areal tergenangi memiliki vegetasi lebat (Gambar 48).

74

Gambar 49. Persentase kelas tutupan lahan yang digenangi air 15 m

Semakin jauh gelombang memasuki daratan semakin luas areal budidaya yang tergenangi, seperti sawah, pertanian lahan kering dan perkebunan (Gambar 49). Permukiman dan tanah terbuka yang mendominasi wilayah dekat pantai dan lebih jauh ke darat lebih banyak lagi terkena hempasan gelombang. Begitu pula dengan areal semak belukar dan hutan.

Tinggi gelombang tsunami 30 m menyebabkan lebih banyak air memasuki daratan dibandingkan tinggi gelombang 7, 5 m dan 15 m. Wilayah desa pantai dengan bentuk pantai rata paling banyak digenangi air yaitu 52% wilayahnya. Hanya 17% wilayah dengan bentuk pantai gergaji yang tergenangi air (Gambar 50).

75

Gambar 51. Persentase kelas jarak dari pantai yang digenangi air 30 m Ketika air gelombang setinggi 30 m menerjang daratan, semakin luas areal yang tergenangi. Wilayah desa pantai yang digenangi gelombang setinggi 30 m menunjukkan 60% berada pada jarak pantai lebih dari 1 km. Untuk wilayah dalam radius 1 km, semakin dekat ke pantai semakin besar areal yang tergenangi (Gambar 51).

Ketinggian tempat yang tergenangi juga bervariasi. Hampir 50% menggenangi wilayah dengan ketinggian 7,5 – 15 m. Selebihnya memiliki ketinggian di bawah dan diatasnya (Gambar 52).

76

Gambar 53. Persentase kelas kemiringan lereng yang digenangi air 30 m Kemiringan lereng yang tergenangi mulai bervariasi walaupun tetap didominasi oleh kelas kemiringan lereng datar dan landai. Sekitar 4% memiliki kemiringan lereng diatas 8% (Gambar 53).

Gambar 54. Persentase kelas kerapatan vegetasi yang digenangi air 30 m Sesuai karakteristik pantai setempat, 89% areal yang tergenangi oleh gelombang 30 m merupakan wilayah bervegetasi jarang dan sedang. 11% bervegetasi lebat terkena pengaruh gelombang tersebut (Gambar 54). Sama halnya dengan gelombang 15 m, semakin luas areal budidaya yang terkena imbas gelombang setinggi 30 m (Gambar 55).

77

Gambar 55. Persentase kelas tutupan lahan yang digenangi air 30 m

Hubungan antara ketinggian gelombang tsunami yang memasuki daratan dengan peran faktor biofisik dalam kerusakan akibat tsunami melalui proporsi genangan yang melimpas ke darat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang berbeda dari faktor biofisik dengan proporsi genangan dengan tinggi gelombang berbeda.

Bentuk pantai mempengaruhi hempasan gelombang ke daratan. Diposaptono dan Budiman (2008) mencatat bahwa kawasan teluk dan bagian yang melekuk dari pantai memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan lainnya. Energi yang dihempaskan semakin tinggi ketika mencapai teluk dan lekukan pantai karena berkumpulnya energi dari laut lepas ketika gelombang masuk celah yang lebih sempit. Pantai yang tidak memiliki sabuk pengaman alami, energi hantaman dengan leluasa menerobos jauh ke daratan. Gelombang tsunami setinggi 5 sampai 12 meter di Banda Aceh terus masuk hingga sejauh 5 km dari pantai.

Chandrasekar et al. (2005) menyimpulkan penelitiannya bahwa dampak tsunami lebih terlihat pada pantai dengan topografi datar dan rendah. Pada topografi yang tinggi bergelombang memiliki dampak tsunami yang rendah selama tsunami.

78

Yulianto et al. (2008) juga menyebutkan untuk tsunami Pangandaran sebagian besar pohon terutama pohon kelapa tetap berdiri kokoh. Di teluk yang tertutup, jumlah gelombang tsunami bisa menjadi seolah-olah lebih banyak. Hal ini karena sisi-sisi teluk akan selalu memantulkan gelombang ke sisi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari catatan BMG (Pribadi et al. 2006) yaitu bagian barat Pangandaran yang mengalami jarak genangan 500 m di bagian teluk.

JAFTA dan IPB (2007) juga menyatakan hal yang sama mengenai kaitan topografi dan vegetasi dengan tingkat kerusakan akibat tsunami di Aceh pada tahun 2004. Jarak aliran tsunami di beberapa daerah di Aceh mengalami penurunan kecepatan karena topografi yang curam dan adanya pulau kecil. Beberapa daerah mengalami kerusakan parah karena langsung menghadap samudera Hindia dimana pusat gempa bumi terjadi dan vegetasi pantai yang sedikit yang menyebabkan gelombang tsunami dengan mudah memasuki daratan tanpa penghalang. Chandrasekar et al. (2005) menyatakan bahwa vegetasi menjadi garis awal pertahanan dalam mengendalikan inundasi. Tinggi gelombang tsunami mencapai maksimum pada pantai yang landai. Tsunami tertahan pada pantai yang terjal (Diposaptono dan Budiman 2006). Yulianto et al. (2008) juga menyebutkan untuk tsunami Pangandaran sebagian besar pohon terutama pohon kelapa tetap berdiri kokoh.

Kecamatan Kalipucang tercatat menunjukkan jumlah korban jiwa paling rendah. Berdasarkan pengamatan karakteristik kawasannya, wilayah ini didominasi oleh ketinggian yang tinggi dan kemiringan lereng beragam dan cenderung curam. Pantai merupakan pantai rata. Wilayahnya terhalang oleh Tanjung Pangandaran, sehingga pengaruh tsunami sudah berkurang ketika mencapai wilayah ini.

Kathiresan dan Rajendran (2005) melakukan studi di 18 dusun pantai sepanjang pantai tenggara India setelah tsunami di bulan Desember 2004 dengan melihat kembali pentingnya vegetasi mangrove pantai dan karakteristik lokasi yang didiami manusia untuk melindungi kehidupan dan kesejahteraan penduduk dari keganasan tsunami. Penelitiannya menyimpulkan agar permukiman penduduk berada lebih dari 1 km dari garis pantai di tempat yang tinggi, di belakang mangrove yang rapat dan atau vegetasi pantai lain.

79

Wilayah pantai Ciamis didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng datar dan landai. Sebagian besar wilayah pantai memiliki ketinggian tempat yang rendah. Wilayah pesisir pantai khususnya wilayah Pangandaran didominasi lahan pasir kosong dan permukiman serta bervegetasi jarang. Sebagain besar wilayah pantai Ciamis memiliki pantai rata dan lekuk serta sedikit berbentuk gergaji. Jika gelombang tsunami datang wilayah ini beresiko mengalami genangan yang luas.

Dokumen terkait