• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.3 Hubungan Faktor Dari Dalam Tubuh Dengan Tingkat Keracunan

Hasil analisis umur responden yang diuji dengan menggunakan statistik uji korelasi dan regresi linear, terdapat hubungan yang bermakna antara teknisi pest control yang bervariasi antara usia 18-52 tahun dengan tingkat keracunan pestisida, dari data tersebut menunjukan bahwa para tenaga penyemprot sebagian besar masih dalam kelompok usia produktif.

Penelitian yang dilakukan Soedarmo (1990) dalam Ruhendi (2007), ada kecenderungan semakin tua umur petugas maka semakin rendah aktivitas kolinesterase dalam darahnya. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurhayati (1997), yang menunjukan kemaknaan hubungan antara kadar kolinesterase dan umur untuk jenis kelamin laki-laki, dimana petugas yang berumur tua kadar kolinesterase dalam darahnya cenderung rendah.

Menurut Yulianti (2001) dikutip dari ILO (1975) yang mengatakan bahwa responden dengan usia muda dibawah 20 tahun mempunyai aktifitas kolinesterase yang relatif lebih cepat turun dibandingkan dengan usia responden yang lebih tua terlebih jika dipengaruhi oleh paparan atau pajanan pestisida sehingga dapat memperberat terjadinya keracunan. Sedangkan teori menurut Nurhayati (1997) terjadinya penurunan

kadarkolinesterase alami terjadi dibawah usia 10 tahun baik pada laki-laki maupun pada perempuan tetapi pada usia 30-40 tahun penurunan kadar kolinesterase pada laki-laki jauh lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.

6.3.2. Tingkat Pendidikan

Hasil analisis tingkat pendidikan responden setelah diuji menggunakan uji t independen, secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan pestisida.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida (2012) dan Ruhendi (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan aktivitas kolinesterase dalam darah.

Penelitian ini mempunyai nilai signifikan yang tidak berhubungan yang dapat dilihat pada tabel 5.13, petugas dengan pendidikan rendah memiliki rata-rata kadar kholinesterase 7435,45 U/l dan pendidikan tinggi rata-rata kadar kolinesterase 8324,57 U/l.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tugiyo (1994) dalam penelitiannya terhadap tenaga kerja di PT Rentokil pada tahun 1994 yang menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian keracunan pestisida. Sedangkan pada penelitian Suwarno (1999) didapatkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan kejadian keracunan pestisida dengan

mengatakan bahwa resiko petani yang menggunakan pestisida dengan pendidikan rendah mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami penurunan aktifitas kadar kolinesterase dibandingkan dengan petani yang berpendidikan tinggi.

Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwarno (1999), mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan pada populasi subjek penelitian, dimana penelitian Suwarno dilakukan pada petani yang mempunyai karakteristik yang memang berbeda dibandingkan dengan teknisi pest control. Dimana petani cenderung memiliki dasar pendidikan rendah, dan pada penelitian ini menggunakan teknisi pest control bekerja pada perusahaan yang memang dari awal sudah diperhitungkan tingkat pendidikan sebagai syarat dapat bekerja diperusahaan tersebut.

6.3.3. Pengetahuan

Pengetahuan responden tentang pestisida yang dimaksudkan adalah pemahaman responden terhadap batasan pestisida yang meliputi bahaya tentang pestisida, cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan cara pencegahan keracunan pestisida.Pada tabel 5.14, setelah di uji dengan uji statistik t independen didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida. Hasil ini sejalan dengan tabel distribusi pengetahuan pada petugas pest control, didapatkan 14 responden dengan pengetahuan buruk sebesar 43,8 % dan 28 responden

dengan pengetahuan baik sebesar 56,3 % ini secara deskriptif dapat dikatakan bahwa pengetahuan dari responden tentang pestisida cukup baik sehingga dapat mengurangi pemaparan atau pajanan dari pestisida kedalam tubuh sehingga tingkat keracunan yang terjadi pada petugas teknisi pest control sangat kecil.

Hal tersebut sesuai dengan teori Green (1980) dalam Notoadmojo (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak berkaitan langsung dengan keracunan pestisida,akan tetapi harus melalui sikap atau praktek. Pengetahuan akan mempengaruhi sikap seseorang untuk bertindak. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya praktek seseorang (Notoadmodjo, 1993). Berdasarkan teori ini, teknisi pest control dengan pengetahuan baik dapat dikatakan memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan pengetahuan buruk.

6.3.4. Status Gizi

Hasil analisis status gizi responden pada tabel 5.15, setelah diuji didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida. Hal ini sejalan dengan hasil analisis univariat status gizi pada tabel 5.5 dari total 32 responden, didapatkan 5 responden dengan status gizi kurus (IMT < 18) sebesar 15,6% dan dari 27 responden dengan status gizi normal (IMT ≥ 18) sebesar 84,4%.

Hasil analisis analitik ini sesuai dengan Alkhoiri (1999), yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi petugas

dengan kejadian keracunan pestisida, baik pada petugas yang terpapar maupun yang tidak terpapar.

Sedangkan menurut pernyataan Achmadi (1985), menyatakan bahwa adanya kaitan antara status gizi dengan aktivitas kolinesterase. Menurut Tugiyo (2003) ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian keracunan pestisida pada petugas, dengan kata lain responden yang mempunyai IMT lebih kecil dari rata-rata mempunyai resiko yang lebih besar daripada responden yang mempunyai IMT sama atau lebih besar.

Menurut WHO, masukan protein atau asupan gizi dapat mempengaruhi kerentanan seseorang yang terpajan pestisida golongan organofosfat. Orang yang mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi, rentan memiliki kadar kolinesterase yang rendah akibat racun yang masuk akan mempengaruhi metabolisme dan mekanisme toleransi ssehingga aktivitas kadar kolinesterase dalam darah akan tampak menurun. Meskipun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan belum tentu menunjukan hal yang demikian (Achmadi, 1985).

Sebanyak 5 responden (15,6%) dalam penelitian ini mempunyai status gizi kurus (IMT < 18), sehingga dapat dikatakan mempunyai resiko penurunan kadar kolinesterase serta dapat menyebabkan pengurangan kapasitas kerja dan peningkatan kejadian berbagai macam penyakit kronis sebagai akibat dari kekurangan kalori.

Indikator status gizi tersebut berkaitan dengan keracunan yang terjadi, dimana bila kondisi tubuh lemah atau IMT < 18 memudahkan keracunan terhadap para teknisi. Oleh karena itu, sebagaimana tercantum dalam ketetapan ke empat ayat (a) dan (b) Keputusan Dirjen PPMPLP No. 31-I/PD.03.04.LP tentang Persyaratan Tenaga Kerja Penanggung Jawab Teknis dan Tenaga Kerja Penjamah Pestisida serta Perlengkapan Pelindungnya, yang berbunyi tenaga kerja harus memenuhi syarat sebagai berikut berbadan sehat yang dinyatakan oleh Dinas Kesehatan setempat dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala.

6.4. Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh dengan Tingkat Keracunan

Dokumen terkait