• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida memegang peranan penting dalam melindungi tanaman, ternak dan untuk mengontrol sumber – sumber vektor penyakit (Vector-Borne Disease)(Manuaba, 2008). Secara umum pestisida dapat diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan hewan yang dianggap sebagai hama secara langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001).

Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian untuk digunakan dalam bidang higiene lingkungan dengan ijin sementara maupun tetap (Komisi Pestisida, 1997). Sehubungan dengan sifatnya sebagai biosida yang dapat mematikan jasad hidup, dalam penggunaan pestisida di samping terdapat keuntungan juga terdapat kerugiannya, yaitu dapat menyebabkan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Ma’aruf, 1982).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Priyanto (2009) kurang lebih ditemukan 20.000 orang yang meninggal karena keracunan

pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak kesehatan seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya.

Di Indonesia, pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun bidang kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan serta untuk membunuh dan mencegah terserangnya tanaman pangan oleh hama pengganggu dan penyakit – penyakit tanaman lainnya (Achmadi, 1983). Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara pengendalian vektor penyakit, terutama pemakaian pestisida di rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh tikus, nyamuk, lalat, kecoa, dan vektor penyakit lainnya. Selain itu juga pestisida memiliki kelebihan yaitu dapat diaplikasikan secara mudah hampir disetiap waktu, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan penyebarannya (Pohan, 2004).

Bahaya keracunan yang diakibatkan oleh pestisida dapat bersifat akut atau kronik. Keracunan akut dapat disebabkan akibat terjadinya kecelakaan atau percobaan bunuh diri, sedangkan keracunan kronik digolongkan menjadi keracunan dengan paparan tinggi dan rendah. Keracunan kronik dengan paparan tinggi dapat terjadi pada pekerja yang menangani pestisida, seperti petani, pekerja perkebunan, pekerja penyemprot malaria dan demam berdarah, pekerja di perusahaan pengendalian hama (pest control), atau golongan pekerja lainnya yang bekerja dengan menggunakan pestisida.

Keracunan kronik dengan paparan rendah dapat disebabkan oleh adanya pencemaran pestisida dari berbagai sumber seperti residu dalam makanan, sisa badan air, atau pemaparan secara tidak langsung dalam aplikasi pestisida di rumah tangga dan pertanian (Achmadi, 1983).

Penggunaan pestisida yang semakin meningkat tentunya diikuti dengan meningkatnya paparan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tenaga kerja, khususnya bagi pekerja di bagian penyemprotan hama (Suwarni, 1998). Menurut kementrian pertanian (2011), dampak negatif dari pestisida dapat terjadi secara akut maupun kronik akibat kontaminasi melalui 3 jalur, yaitu kulit (epidermis), pernapasan (inhalation), dan saluran pencernaan (ingestion).

Pestisida golongan organofosfat yangberikatan dengan enzim kolinesterase dalam darah berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Jika kolinesterase terikat, enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu, sehingga dapat menyebabkan otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Kusnoputranto, 1996).

Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakaian pestisida dapat diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah pemakai pestisida tersebut. Cara ini selain menjadi petunjuk awal yang bermanfaat, juga dapat diterapkan di lapangan (Budiono, 1987). Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida golongan organofosfat dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase

fosfor sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak berfungsi lagi yang mengakibatkan kadarnya dalam darah akan berkurang (Rustia, 2009).

Setiap perusahaan pest control mempunyai dasar kegiatan dan standar operasi masing dalam menerapkan alat pelindung diri bagi masing-masing teknisi pest control tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya terkontaminasi atau keracunan pestisida yang dapat terpapar melalui kulit, saluran pernapasan, mata, dll. Tingkat keracunan pestisida pada setiap orang berbeda-beda, karena sifat racunnya ini pestisida harus diperlakukan dengan hati-hati. Petugas atau teknisi pengendali hama mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar zat kimia beracun yang terkandung didalam pestisida, para penyemprot harus memperhatikan arah angin dan waktu penyemprotan pestisida, ini berpengaruh kepada keefektifan pestisida itu sendiri dalam mengatasi serangan hama. Petugas teknisi juga seharusnya melindungi diri mereka sendiri dengan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, kacamata, sarung tangan, dan pelindung kaki (Anies, 2005).

Teknisi pengendali hama pada umumnya tidak menyadari jika mereka sudah keracunan oleh pestisida karena gejala penyakit yang ditimbulkan tidak spesifik dan bahkan menyerupai gejala pada penyakit lainnya seperti, pusing, mual dan lemah sehingga oleh mereka dianggap sebagai suatu gejala penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus.Sedangkan jika paparan pestisida terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko kanker,

kerusakan syaraf (Parkinson), gangguan perkembangan, gangguan reproduksi, dan kerusakan organ tubuh (Achmadi, 1983).

Enzim kolinesterase merupakan suatu indikator keracunan dalam darah yang bersifat karsinogenik (kanker) jika seseorang telah terpapar oleh racun berbahaya yang terkandung didalam pestisida. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase agar pekerja pest control yang beresiko menyadari tingkat keracunan yang telah dialami (Anies, 2005).

Sampai tahun 2014, di wilayah DKI Jakarta terdapat 75 perusahaan pengendalian hama yang tersebar di lima wilayah di Jakarta dengan tenaga penyemprot lebih dari 700 orang. Tenaga kerja di perusahaan pengendalian hama memiliki risiko keracunan karena pestisida, termasuk keracunan kronik dengan paparan tinggi, sebab kegiatannya mulai dari persiapan, penggunaan sampai pembuangan sisa-sisa pestisida yang telah digunakan. Menurut laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2000), hasil pemeriksaan darah (aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 1999-2000 adalah sebagai berikut : tahun 1999 terdapat 100 orang (8,2%) yang kadar kolinesterase dibawah normal dari 1213 orang yang diperiksa, dan pada tahun 2000, ada 57 orang (5,7%) dari 1001 orang yang diperiksa, yang kadar kolinesterasenya dibawah normal.

Penelitian sebelumnya tentang paparan pestisida kepada petugas penyemprot hama banyak dilakukan kepada petani, seperti dalam laporan Pratama tahun 2008. Berdasarkan laporan hasil kegiatan Dinkes Kabupaten

Bekasi tahun 2005-2007 dari 200 orang petani yang dilakukan pemeriksaan kolinesterase serta survey tentang persepsi, pengetahuan, higiene perorang, dan penggunaan alat pelindung diri (APD) didapatkan hasil 195 orang mengalami keracunan dan 5 orang lainnya normal.

Hal ini lah yang membuat pemeriksaan pada teknisi pest control harus dilakukan untuk mengetahui apakah mereka mengalami keracunan pestisida atau tidak. Sampai saat ini belum ada data yang didapatkan tentang keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control beserta faktor-faktor yang mempengaruhi yakni faktor dari dalam tubuh meliputi umur, tingkat pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap, serta faktor dari luar tubuh petugas teknisi pest control.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida dalam darah petugas pest control belum pernah ada.

1.2.RUMUSAN MASALAH

Pestisida terdiri dari bermacam-macam jenis dan kegunaannya, pestisida yang digunakan dalam kegiatan pest control merupakan jenis pestisida yang mempunyai kandungan zat kimia yang beracun yang dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika tidak digunakan dengan dosis yang tepat serta keahlian bagi setiap petugas teknisinya. Pengukuran tingkat kholinesterase dalam darah dapat dijadikan biological marker (biomarker) keracunan pestisida. Sebesar 75% aplikasi

pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sehingga memungkinkan butiran-butiran cairan tersebut melayang dan terhirup atau terkena kulit teknisi pest control. Dampak yang akan terjadi apabila terpapar pestisida secara terus-menerus dan tanpa menggunakan alat pelindung diri yang benar dapat menyebabkan petugas teknisi pest control mengalami berbagai macam penyakit kronis seperti kanker, serta penyakit lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Tahun 2014.

1.3.PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi kolinesterase di Jakarta Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan,

status gizi,tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014?

3. Apakah ada hubungan antara variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diridengan tingkatkeracunan pestisida pada petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

1.4. TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN UMUM

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat Kolinesterase.

1.4.2. TUJUAN KHUSUS

1.Diketahui gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

2.Diketahui gambaran variable umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

3. Diketahui hubungan antara variabelumur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan masyarakat mengenai tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase.

1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti

Melatih pola berfikir sistematis dalam menghadapi permasalahan khususnya bidang kesehatan lingkungan serta sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama di bangku kuliah.

1.5.3. Manfaat Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pelatihan para teknisi pest control dalam evaluasi kegiatan pengawasan dan pelatihan terhadap penggunaan pestisida pada petugas teknisi pest control diseluruh wilayah yang ada di Indonesia. Dan dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut tentang tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control. Dengan demikian akan tercapai tujuan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

1.6. RUANG LINGKUP

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data

primer diperoleh dari hasil kuesioner terkait variabel yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida dan pengambilan sampel darah untuk pengujian enzim kolinesterase dari petugas teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. Data sekunder diperoleh dari program pelatihan petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control, daftar Pekerja di Perusahaan Pest Control, dan Profil Perusahaan serta dokumen-dokumen terkait lainnya.

Dokumen terkait