• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2. Kepemilikan Jamban

5.2 Hubungan Higiene Ibu dan Anak dengan Kejadian Diare pada Balita

Hasil penelitian dengan menggunakan chi square menunjukkan ada

hubungan antara higiene Cuci Tangan Pakai Sabun pada ibu dengan kejadian diare pada balita di Desa Sijambur tahun 2015 dengan nilai p=0,034.

Higiene ibu dapat dilihat pada tabel 4.16 yang menunjukkan bahwa sebanyak 25 orang (35,7 %) responden dalam kategori baik. Meskipun jika dikaji satu-satu banyak ibu yang kadang-kadang cuci tangan pakai sabun kebanyakan ibu mencuci tangan hanya dengan air saja. Misalnya saat ibu mencuci tangan setelah buang air besar hanya sedikit orang ibu yang selalu mencuci tangan namun hanya 8 orang yang selalu menggunakan sabun. Begitu juga dengan setelah melakukan kegiatan di luar rumah (misalnya: bekerja di ladang) banyak ibu bekerja sebagai petani yang sering kontak dengan tanah tanpa menggunakan sarung tangan hanya 15 orang yang selalu mencuci tangan.

Ibu yang selalu menggunakan sabun setelah melakukan kegiatan di luar rumah cukup banyak. Ini menunjukkan bahwa hanya jika tangan terlihat kotor baru dicuci dengan sabun. Lain halnya dengan mencuci tangan sebelum memberi

makan anak, banyak ibu yang tidak menggunakan sabun karena sebelumnya sudah dicuci (misalnya: sepulang bekerja) atau karena tidak kotor dan bahkan ada juga ibu yang langsung memberi makan anaknya tanpa mencuci tangan. Hal yang biasa tidak menggunakan air pada saat setelah buang air besar karena kebanyakan ibu menggunakan daun sebagai pengganti air, namun tentulah hal ini tidak baik. Jangankan untuk menggunakan sabun, air saja tidak digunakan.

Menurut Proverawaty (2012), Cuci Tangan Pakai Sabun wajib dilakukan setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, sebelum menyuapi anak, setelah memegang makanan dan lain-lain. Namun dalam penelitian ini hanya 8 orang ibu yang selalu mencuci tangan dengan sabun.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menunjukkan ada

hubungan antara higiene perilaku buang air besar pada ibu dengan kejadian diare pada balita di Desa Sijambur tahun 2015 dengan nilai p=0,049 (p<0,05).

Perilaku adalah kebiasaan individu dalam melakukan sesuatu setiap harinya. Perilaku buang air besar pada ibu di Desa Sijambur lebih banyak tidak di jamban meskipun memiliki jamban. Jika ditanya maka banyak ibu yang menjawab sudah nyaman, susah mengubah kebiasaan, lebih simpel tidak butuh banyak air, dan tidak repot, tidak perlu pulang karena banyak ibu bekerja di ladang sementara jamban ada di rumah dan jauh dari ladangnya.

Ibu yang buang air besar tidak di jamban tidak mengubur tinjanya setelah dikeluarkan sehingga kemungkinan lalat hinggap pada tinja tersebut, namun lokasi buang air besar ibu sangat jauh dari rumah, jadi bisa jadi lalat yang hinggap pada tinja tersebut tidak menyentuh makanan yang ada di rumah. Selain itu pada

saat tertentu, tinja yang dikeluarkan langsung dimakan hewan (misalnya: anjing) sebelum dihinggapi lalat.

Hubungan antara perilaku buang air besar dengan kejadian diare biasa terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Misalnya jika ibu tidak menggunakan air setelah buang besar dan langsung memberi makan anaknya bisa saja anaknya mengalami diare karena sisa kotoran mungkin ada di antara kuku-kukunya atau telapak tangan. Secara tidak langsung misalnya, jika tinja tidak dikubur dan dihinggapi lalat dan kemudian menyentuh makanan yang dimakan anak maka akan mengalami diare. Lalat disini disebut sebagai vektor mekanik yang membawa agen penyebab penyakit yang menempel pada tubuhnya.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak

ada hubungan antara higiene cuci tangan pakai sabun pada anak dengan kejadian diare pada balita di Desa Sijambur tahun 2015 dengan nilai p=0,629(p>0,05).

Anak-anak sering bermain dengan teman-temannya di luar rumah dan biasanya bermain di tanah khususnya anak balita laki-laki. Balita yang bermain di luar karena tangannya kotor maka selalu mencuci tangan dan menggunakan sabun dengan dibantu ibunya, namun ada juga anak yang tidak mencuci tangannya setelah bermain di luar rumah namun sebelum anak tersebut makan akanterlebih mencuci tangannya dan hanya ada satu orang yang tidak. Ada juga anak yang kalau makan menggunakan sendok.

Menurut Proverawaty (2012), cuci tangan pakai sabun wajib dilakukan setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah bermain, setelah memegang makanan dan lain-lain. Biasanya anak mencuci tangan pakai sabun

hanya jika tangannya terlihat kotor misalnya setelah bermain dan/atau setelah buang air besar. Ini menunjukkan bahwa sedikit anak yang menggunakan sabun pada saat mencuci tangan dan hanya menggunakan air saja. Ada satu orang anak yang tidak pernah mencuci tangan baik hanya dengan air saja atau tanpa sabun karena anak tersebut tidak suka air jadi kalau makan anak tersebut menggunakan sendok atau menggunakan tangan tanpa dicuci dahulu.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak

ada hubungan antara higiene perilaku buang air besar pada anak dengan kejadian diare pada balita di Desa Sijambur tahun 2015 dengan nilai p=0,400 (p>0,05).

Lalat berperan sebagai vektor mekanik dalam penyebaran penyakit diare. Apabila nyamuk hinggap di tinja maka tinja tersebut akan menempel pada kakinya dan apabila menyentuh makanan dan makanan tersebut dimakan anak balita maka akan mengalami diare karena kekebalan tubuh balita masih rentan. Jadi perlu untuk mengubur tinja yang sudah dikeluarkan, namun dalam penelitian ini ketika anak buang air besar biasanya berada dekat rumah (halaman rumah) dan begitu tinja keluar langsung dimakan hewan ternak (anjing, babi) setelah buang air besar anak menggunakan air yang dibantu oleh ibunya.

Dokumen terkait