• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Dalam dokumen LIES SETYAWATI S311010104 (Halaman 37-42)

BAB II KAJIAN TEOR

B. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik

Seperti telah diuraikan di atas “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program pemerintah. Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dipilih dan ditentukan tersebut sehingga dapat terwujud di dalam masyarakat maka diperlukan beberapa sarana. Salah satu bentuk sarana yang cukup memadai adalah hukum dengan berbagai macam bentuk peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan demikian, “law effectively legitimates policy”, atau dengan perkataan lain, “proper attention to the use of law in public policy formulation and implementation requires an awarness of the

condition under which law is effective”.36 Dengan kata lain hukum merupakan

sarana untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan pemerintah. Hukum merupakan serangkaian alat untuk merealisasi kebijaksanaan pemerintah.

Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas maka pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Menurut Immanuel Kant, Negara hukum merupakan salah satu tujuan Negara, maksudnya:

Negara harus menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan adalah syarat utama dari tujuan suatu negara. Tujuan Negara ialah pembentukan dan pemeliharaan hukum di samping dijamin daripada kebebasan dan hak- hak warganya. Rakyat harus mentaati undang-undang yang dibuat

36Jay A. Sigler dan Benjamin R Beede, The Legal Sources of Public Policy, (California: D.C. Health and Company, Belmont, 1977): hal.5

dengan persetujuannya sendiri. Lain daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama derajatnya dengan Negara itu sendiri. Baik Negara maupun perorangan adalah subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan yang lain sebagai sesamanya sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban. Sehingga Negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai obyek yang tidak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa.37

Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka tindakan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun warga masyarakatnya harus didasarkan pada hukum. Dasar hukum bagi pemerintah dalam melakukan tindakannya ini dapat dilihat dari dua sisi yakni pada satu sisi, memberikan keabsahan bagi tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang sekaligus memberikan perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, maka salah satu inti hakikat hukum administrasi adalah “melindungi administrasi Negara itu sendiri”.38Maksudnya, kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah akan mendapat perlindungan hukum jika kebijakan itu dibuat berdasarkan pada peraturan perundang- undangan. Pada sisi lain, melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pembatasan itu perlu dilakukan karena sekecil apapun kekuasaan yang digenggam suatu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita, ia tetap problematik ketika tidak diatur”.39

Hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai lembaga yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan maka hukum dapat

37Didid NazmiYunas, Konsepsi Negara Hukum, (Padang: Angkasa Raya, 1992): hal.26. 38 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1992): hal..6

39 Cornelis Lay, “Lembaga Kepresidenan Di Indonesia”, dalam Tidak Tak Terbatas Kajian

dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat.

2. Hukum merupakan sarana pemerintah untuk menerapkan sanksi.

3. Hukum sering dipakai oleh pemerintah sebagai sarana untuk melindungi melawan kritik.

4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber- sumber daya.40

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa hukum dapat digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan melalui proses politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum. Oleh karena itu, maka “constitution, statutes, administrative orders and executive orders are indicators of policy. Law also sets the framework for public policy”.41 Dengan demikian dasar bagi suatu pembuatan kebijakan publik oleh pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintah harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Sehubungan dengan hukum positif ini, dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 ditentukan jenis dan hieraki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; c. Peraturan Pemerintah;

40Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994): hal. 76-77.

d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.

Selain hukum tertulis, yang juga menjadi dasar pembuatan kebijakan publik adalah hukum tidak tertulis yakni asas-asas umum pemerintahan yang baik (general principle of goal of administration), Asas-asas ini meliputi: 1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);

2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);

3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh (principle of equality);

4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness);

5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation);

6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan (principle of non misuse of competence);

7. Asas permainan yang layak (principles of fair play);

8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness);

9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);

10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision);

11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of life);

12. Asas kebijaksanaan (sapientia);

13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).42

Penggunaan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis (asas-asas umum pemerintahan yang baik) sebagai landasan bagi pembuatan kebijakan publik

42 Ateng Syafrudin, Asas-Asas Pemerintahan Yang Layak Pegangan Bagi Pengabdian Kepala Daerah”, dalam Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB),

adalah penting dengan maksud agar penerapan hukum itu dapat menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya, kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan” dalam bentuk hukum, karena sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita dapat melihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling mengisi. Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut”.43

Hubungan hukum dan kebijakan publik dapat kita lihat dalam prakteknya, dimana keduanya dalam penerapannya dapat saling melengkapi sehingga baik hukum maupun kebijakan publik dalam penerapannya dapat berjalan dengan lebih baik. Hubungan simbiosis mutualisme tersebut dapat dilihat dari tiga sektor kajian, yakni formulasi, implementasi dan evaluasi.

Dalam perbincangan hubungan hukum dan kebijakan publik dalam konteks formulasi, sesungguhnya kita akan membahas bagaimana antara pembentukan hukum dan formulasi kebijakan publik itu dapat saling memperkuat satu dengan yang lainnya. Pada tingkatan implementasi kita akan berbicara tentang bagaimana penerapan hukum dan implementasi kebijakan publik dapat saling membantu memperlancar berjalannya hasil-hasil hukum dan kebijakan publik di lapangan. Sedangkan pada konteks evaluasi kita akan banyak membahas tentang bagaimana perbaikan kebijakan publik yang selama

43Ibid

ini berjalan dapat dievaluasi dengan baik dengan bantuan hukum sebagai instrument penguat diterapkannya rekomendasi-rekomendasi evaluasi kebijakan publik yang ada.44

C. Sinkronisasi dan Sinergitas Peraturan Perundang-Undangan

Dalam dokumen LIES SETYAWATI S311010104 (Halaman 37-42)