• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Sinkronisasi dan Sinergitas Peraturan Perundang-Undangan

Dalam dokumen LIES SETYAWATI S311010104 (Halaman 53-57)

BAB II KAJIAN TEOR

C. Sinkronisasi dan Sinergitas Peraturan Perundang-Undangan

3. Ruang Lingkup Sinkronisasi dan Sinergitas Peraturan Perundang-Undangan

Sering kita mendengar kata sinergi tanpa mengetahui arti kata tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia sinergi mempunyai arti kegiatan atau operasi gabungan.66 Kata yang sering disepadankan dengan sinergi adalah integrated (terpadu). Khasanah bahasa kita kurang lebih mempersamakan kedua istilah kata tersebut. Istilah “sinergi” kita adopsi dari suatu pengertian dalam bisnis. Synergism diartikan sebagai “a

66 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Edisi IV): hal. 1312

combination of known elements or fungctions that create a result greater than the sum of the individual elements or functions”.67 Selain itu sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar.68 Apabila pengertian tersebut kita alihkan ke dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, maka sinergi merupakan keterpaduan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur satu sektor tertentu, dimana peraturan perundang-undangan tersebut harus saling terkait (terintegrasi) satu dengan yang lain agar pengaturan atas suatu sektor tertentu menjadi lebih baik dan efektif. Langkah awal untuk mencapai sinergi/keterpaduan tersebut adalah melalui sinkronisasi peraturan perundang-undangan tersebut, sehingga tidak terjadi konflik atau tumpang tindih norma antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain.

Sinkronisasi adalah penyelarasan atau penyerasian berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan peraturan perundangan- undangan yang telah ada dan sedang disusun yang mengatur suatu sektor tertentu.69 Tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu sektor tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan sektor tertentu secara efisien dan efektif. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih, inkonsistensi, atau konflik/perselisihan dalam pengaturan. Dalam kaitannya dengan sistem asas hieraki, maka proses tersebut mencakup harmonisasi

67 http://pkbh.uad.ac.id/sinergi-fungsi-dan-peran-advokat-dikaitkan-dengan-uu-nomor-18-

tahun-2003-tentang-advokat-dalam-penegakan-hukum-sistem-peradilan-dalam-tataran-praktis, diakses pada tanggal 31 Mei 2012

68http://sibosnetwork.wordpress.com/2007/02/12/kata-sinergy/, diakses pada tanggal 31 Mei 2012

69 http///www.penataanruang.net.ta/lapan04/P2/singkronisasiUU/Bab.4 , diakses pada tanggal 12 Januari 2012

semua peraturan Perundang-undangan, baik secara vertikal maupun horizontal.70

Sinkronisasi juga berkaitan dengan penentuan materi suatu undang-undang, Hamid S. Attamimi menjelaskan bahwa:71

Materi muatan suatu peraturan perundang-undangan suatu Negara, dapat ditentukan atau tidak tergantung pada sistem pembentukan peraturan perundang-undangan Negara tersebut beserta latar belakang sejarah dan sistem pembagian kekuasaan Negara yang menentukannya dan di Belanda soal-soal politiklah yang menentukan materi wet , karena itu tidak dapat ditentukan batas- batasnya. Pensikronisasian suatu peraturan perundang-undangan, dalam hal ini undang-undang, ditentukan oleh penentuan batas materi muatan undang-undang dimaksud.

Pembentukan suatu undang-undang apabila ditinjau dari aspek subtansialnya, pada dasarnya berkaitan dengan masalah pengolahan isi dari suatu peraturan perundang-undangan yang memuat asas-asas dan kaidah hukum sampai dengan pedoman perilaku konkret dalam bentuk aturan- aturan hukum.72 Lebih jauh aspek materil ini berkenaan dengan pembentukan struktur, sifat dan penentuan jenis kaidah hukum yang akan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan aspek formal berkaitan dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang- undangan yang berlangsung terutama diarahkan pada upaya pemahaman terhadap metode, proses dan teknik perundang-undangan.73

Aspek materil dan aspek formal ini saling berhubungan secara timbal balik dan dinamis. Aspek materil yang memuat jenis-jenis kaidah memerlukan aspek formal agar pedoman-pedoman perilaku yang hendak

70Ibid

71 A. Hamid S. Attamimi, Hukum Tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan

Kebijakan (Jakarta: Fakultas Hukum UI, 1993): hal. 119

72 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2009): hal. 222

direalisasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan atau dikonkretkan memiliki legitimasi dan daya laku efektif dalam realitas kehidupan kemasyarakatan.74 Demikian sebaliknya dimana sebuah prodak perundang-undangan yang dihasilkan melalui aspek formal/prosedural, yang terdiri dari metode, proses dan teknik perundang- undangan sampai menjadi aturan hukum positif agar mempunyai makna serta respek untuk mendapat pengakuan yang memadai dari pihak yang terkena dampak pengaturan aturan tersebut memerlukan landasan dan legitimasi dari aspek materil/subtansial.75 Melalui proses sinkronisasi materi muatan undang-undang akan tercapai harmonisasi peraturan perundang-undangan sehingga dapat mencegah terjadinya pengaturan ganda dan pertentangan norma antar peraturan perundang-undangan tersebut.

Sinkronisasi peraturan perundangan-undangan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan asas-asas peraturan perundang-undangan. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, asas-asas umum perundang-undangan terdiri dari:76

1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif)

2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula

3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis)

4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku lebih dahulu (lex posteriori derogate lex periori)

5. Peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu gugat

6. Peraturan perundang-undangan merupakan sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual

74 Ibid

75 Ibid, hal. 223

76Purnadi Purbacarak dan Soerjono Soekanto, Peraturan Perundang-Undangan dan

dan materil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat)

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan secara vertikal dan atau horizontal. Sinkronisasi Vertikal dapat diselesaikan dengan asas hukum Lex Superiori derogate Lex Inferior

(peraturan/undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan/undang-undang yang lebih rendah), sehingga sinkronisasi vertikal bertujuan untuk melihat apakah suatu peraturan perundang- undangan yang berlaku untuk suatu sektor tertentu tidak bertentangan antara satu dengan yang lain apabila dilihat dari sudut vertikal atau hieraki perundang-undangan yang ada.77 Sedangkan sinkronisasi horizontal dapat diselesaikan/ dibantu dengan menggunakan dua asas hukum yaitu: Lex Posteriori derogate Lex Priori (Peraturan / undang- undang baru mengenyampingkan peraturan / undang-undang lama) dan

Lex Speciali derogate Lex Generale (Peraturan / undang-undang yang

bersifat khusus mengenyampingkan Peraturan /undang-undang yang bersifat umum).78 Dengan demikian sinkronisasi horizontal dilakukan dengan melihat berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur sektor yang sama atau terkait. Sinkronisasi horizontal juga harus dilakukan secara kronologis yaitu sesuai dengan urutan waktu diterapkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.79

Dalam dokumen LIES SETYAWATI S311010104 (Halaman 53-57)