• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, kesehatan kulit, pengetahuan, riayat alergi, personalhigiene, dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis

METODOLOGI PENELITIAN

2. Analisis Bivariat

6.3 Pembahasan Bivariat

6.3.2 Hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, kesehatan kulit, pengetahuan, riayat alergi, personalhigiene, dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja

a. Hubungan usia dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja

Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, usia pekerja terbanyak dalam penelitian ini adalah pekerja dengan usia ≤ 31 tahun, yaitu sebanyak 21 (52,5%) pekerja. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pengolah sampah yang berusia ≤ 31 tahun dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 57,1% ( 12 dari 21 pekerja) dan pekerja yang berusia > 31 tahun dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 52,6% ( 10 dari 19 pekerja). Berdasarkan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja (Pvalue 1,000). Padahal berdasarkan

penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis. Hal ini dapat terjadi karena pekerja dalam penelitian ini jumlah pekerja usia muda jauh mendominasi daripada usia tua yag sangat sedikit, sehingga pada penelitian ini usia pekerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian dermatitis kontak.

Berdasarkan hasil penelitian ini, pekerja yang banyak mengalami dermatitis kontak iritan adalah pekerja yang berusia ≤ 31 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trihapsoro (2008) terhadap pasien rawat jalan di Sub Bagian Alergi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, diperoleh hasil kelompok usia terendah pada laki-laki 21-30 tahun. Selain itu penelitian ini juga sejalan penelitian di PT Inti Pntja Press Industri (IPPI), diperoleh sebanyak 26 dari 43 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena dermatitis kontak iritan, karena pekerja usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan, atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka tidak puas, sehingga mereka lebih berikap lalai dalam melakukan pekerjaanya(Jewell dan Siegall, 1998). Selain itu sifat pekerja muda yang tergolong ceroboh dan suka tergesa-gesa dalam bekerja, sehingga saat kontak dengan sampah mereka tidak memikirkan bahaya zat iritan yang ada

dalam sampah byang dapat membahayakan bagi kesehatan mereka. (Tresnaningsih, 1991).

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak iritan, karena walaupun usia muda dan tua memiliki rasa tanggung jawab yang berbeda tetapi dalam penelitian ini, semua pekerja memiliki kapasitas kemampuan yang sama dalam melakukan pekerjaannya, sehingga tidak ada hubugan yang bermakna antara usia dengan kejedian dermatitis kontak iritan. Selain itu dalam penelitian ini dapat diketahui juga bahwa pekerja yang banyak mengalami dermatitis kontak iritan dalam jenis pekerjaan ini ádalah pekerja yang berusia ≤ 31 tahun. Hal ini dapat terjadi karena sifat pekerja muda yang kurang bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaannya, sehingga mereka tidak berpikir tentang bahaya zar iritan yang ada di sampah yang dapat mengganggu kesehatan mereka, dalam hal ini dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan.

b. Hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Wabster’s New World Dictionary).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, jenis kelamin pekerja dalam penelitian ini didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 38 (95%) pekerja. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pengolah sampah yang banyak mengalami dermatitis

kontak ádalah pekerja yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 17 (44,7%)

pekerja. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak iritan (Pvalue=1,000). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Goh di singapura (1984-1985 melaporkan prevalensi dermatitis kontak alergik pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2% perempuan dan 49,8% laki-laki. Tetapi berbeda halnya dengan sebuah teori yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan laki-laki. (Iwan,2003). Hal ini dapat terjadi dalam penelitian ini karena proporsi pekerja pada penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki, sehingga tidak dapat mewakili kelompok jenis kelamin wanita, sehingga didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan jenis kelamin.

c. Hubungan Kondisi kulit dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja

Kondisi kulit yang berhubungan dengan dermatitis adalah trauma mekanis yang meliputi gesekan, tekanan, lecet, luka dan memar (goresan, luka dan memar). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, kondisi kulit pekerja terbanyak dalam penelitian ini adalah pekerja dengan kondisi kulit baik, yaitu sebanyak 31 (77,5%) pekerja. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pengolahan sampah yang kondisi kulitnya baik dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 51,6% ( 16 dari 31 pekerja) dan pekerja yang kondisi kulitnya tidak baik dan mengalami dermatitis kontak iritan

adalah 66,7% ( 6 dari 9 pekerja). Sedangkan hasil uji chi-square menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi kulit dengan kejadian

dermatitis (Pvalue=0,476). Hal ini dapat terjadi karena dermatitis kontak iritan merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terekspos agen berbahaya. Sedangkan kandungan sampah yang kontak dengan kulit pekerja berbeda-beda setiap harinya, sehingga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kondisi kulit dengan kejadian dermatitis kontak iritan karena pada saat penelitian ada sebagian pekerja yang kontak dengan sampah yang mengandung iritan dan ada sebagian lagi yang tidak kontak dengan sampah yang mengandung iritan.

Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat juga bahwa pekerja yang kondisi kulitnya tidak baik lebih banyak mengalami dermatitis kontak iritan dibandigkan pekerja yang kondisi kulitnya baik Hal ini dapat terjadi karena kulit yang terbuka, menyebabkan zat yang terkandung dalam sampah langsung mengiritasi kulit bagian dalam. Selain itu juga trauma gesekan berulang dalam kelas rendah sering memainkan peran dalam pengembangan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan. (dermatitis facts, 2010)

Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara kondisi kulit dengan kejadian dermatitis, karena sampah yang kontak setiap harinya berbeda-beda pada setiap individu. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa pekerja yang banyak mengalami dermatitis kontak iritan dalam penelitian ini ádalah pekerja memiliki kondisi kulit yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi karena pekerja yang memilki luka tidak membersihkan dan mengobati

lukanya dengan benar, sehingga saat luka tersebut belum menutup secara sempurna dan pekerja kontak dengan sampah, zat-zat iritan yang terkandung dalam sampah langsung mengiritasi kulit mereka.

d. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja

Pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, 20 (50%) pekerja yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai dermatitis dan 20 (50%) pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai dermatitis. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pengolah sampah yang memiliki pengetahuan kurang dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 45% ( 9 dari 20 pekerja) dan pekerja yang mempunyai pengetahuan baik dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 65,0% ( 13 dari 20 pekerja). Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun pekerja memiliki pengetahuan yang baik mengenai dermatitis, tetap memiliki resiko dermatitis kontak. Hal ini dapat terjadi pengetahuan tersebut tidak diterapkan dalam menjalankan aktivitasnya selama bekerja dan di luar bekerja.

Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis (Pvalue=0,523). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Erliana pada pekerja di CV.F Lhoksumawe, didapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

kejadian dermatitis kontak. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan teori Notoadmojdo (2003), pengetahuan mengandung enam unsur, salah satunya ádalah tahu, memahami dan aplikasi. Pekerja yang memilki pengetahuan kurang, dapat dikatakan pekerja belum mengetahui mengenai dermatitis, sedangkan untuk responden yang yang memiliki pengetahuan baik, dapat dikatakan pekerja telah mengetahui mengenai dermatitis kontak tetapi belum dapat memahami dan mengaplikasikannya. Seharusnya pekerja yang telah memiliki kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dapat menerapkan pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya), sehingga responden yang belum tahu dapat menjadi tahu.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian dermatitis karena walaupun pekerja memiliki pengetahuan yang baik, tetapi mereka tidak menerapkannya dalam pekerjaanya. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang banyak mengalami dermatitis kontak iritan dalam penelitian ini ádalah pekerja yang memilki pengetahuan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dalam menerapkan pengetahuan yang mereka miliki kedalam pekerjaanya, sehingga walaupun pekerja memiliki pengetahuan yang baik tetap dapat terkena dermatitis kotak iritan.

e. Hubungan antara riwayat alergi keluarga dan pekerja dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita. Bila ada orang tua menderita alergi kita harus mewaspadai terhadap alergi pada anak

sejak dini. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, banyak pekerja dalam penelitian ini yang tidak memilki riwayat alergi, yaitu sebanyak 30 (75%) pekerja. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pengolah sampah yang tidak mempunyai riwayat alergi pada keluarga dan dirinya dan mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 15 (50%) pekerja, sedangkan pekerja pengolahan sampah yang mempunyai riwayat alergi pada keluarga dan dirinya dan mengalami dermatitis kontak iritan sebanyak 7

(70,0%) pekerja. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara riwayat alergi keluarga dengan kejadian dermatitis (Pvalue=0,471). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatma,dkk (2007) di PT inti Pantja Press, yang menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut dapat terjadi karena Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah non-reaksi kekebalan, sebagai suatu peradangan pada kulit yang disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terekspos agen berbahaya. Sehingga pekerja yang memilki riwayat alergi ataupun tidak memiliki riwayat alergi dapat terkena dermatitis kontak iritan.

Berdasarkan hasil penelitian, banyak pekerja yang mengalami dermatitis kontak iritan ádalah pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi. Padahal menurut suatu teori, dermatitis kontak mungkin untuk kambuh atau muncul kembali apabila kulit kontak dengan zat tertentu yang terdapat di tempat kerja. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap berbagai macam zat kimia. Jika terjadi inflamasi maka zat kimia akan lebih mudah dalam mengiritasi kulit, sehingga kulit lebih mudah terkena dermatitis ( Cohen, 1999). Selain itu juga bila ada salah satu orang

tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 20-40%. Hal ini dapat terjadi karena walaupun tidak ada riwayat alergi pada kedua orang tua memiliki resiko sebesar 5-15%.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa tidak ada hubungan yang significan antara riwayat alergi dengan dermatitis kotak iritan, karena baik pekerja yang memilki riwayat ataupun tidak, dapat terkena dermatitis kontak bila kontak dengan sampah yang mengandung iritan. Selain itu, dalam penelitian ini juga dapat disimpulkan, bahwa, pekerja yang banyak mengalami dermatitis kontak ádalah pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini dapat terjadi karena pekerja lebih sering kontak dengan sampah yang mengandung zat-zat iritan, sehingga walaupun tidak memilki riwayat alergi, pekerja juga dapat terkena dermatitis kontak iritan. Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja terkena dermatitis kontak ataupun kambuh kembali, perlu dilakukan program pemeriksaan kesehatan pada pekerja. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala.

f. Hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja.

Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan

kimia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pekerja dalam penelitian ini yang memiliki personal hygiene yang tidak baik, sebesar 20 (50%) pekerja dan 20

(50%) pekerja yang memilki personal hygiene yang baik. Sedangkan bila

dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pekerja pengolahan sampah yang mempunyai personal hygiene

yang tidak baik dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 60%( 12 dari 20

responden) dan pekerja yang mempunyai personal hygiene yang baik dan

mengalami dermatitis kontak sebesar 50%( 10 dari 20 pekerja). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pekerja yang memilki personal hygiene yang tidak baik

memiliki proporsi yang lebih besar mengalami dermatitis kontak dibandingkan pekerja yang mempunyai personal hygiene yang baik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatma, dkk pada pekerja di PT IPPI yang menunjukkan bahwa lebih banyak pekerja yang terkena dermatitis dengan personal hygiene yang kurang (29 orang) dibandingkan pekerja yang memiliki personal hygiene yang baik (10 orang).

Sedangkan berdasarkan hasil uji chi-square, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak (Pvalue=1,000). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Hal ini terjadi karena bukan hanya pekerja yang memilki personal hygiene yang kurang saja yang dapat terkena dermatitis kontak iritan, tetapi juga pekerja yang memiliki personal hygiene yang baik. Pekerja yang memilki personal hygiene yang baik, dapat terkena dermatitis kontak iritan karena kesalahan pekerja dalam

mencuci tangan, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan sehinnga tangan menjadi lembab, dimana kesalahan tersebut dapat menjadi salah satu penyebab dermatitis.

Pada penelitian ini, pekerja yang banyak mengalami dermatitis ádalah pekerja yang memiliki personal hygiene yang tidak baik. Hal ini terjadi karena lingkungan kerja mereka yang tidak bersih dan fasilitas yang disediakan tidak memadai pula, sehingga mereka pun tidak mementingkan kebersihan diri mereka. Padahal kebersihan perorangan dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak, yaitu dengan membiasakan mencuci tangan dan mencuci pakaian kerja. Kebiasaan mencuci tangan penting karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia, tetapi kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Selain itu mencuci baju juga perlu diperhatikan, karena sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Pencucian pakaian kerja perlu dipisahkan dari baju anggota keluarga lainnya, agar keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali (Hipp, 1985).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak iritan, karena walaupun personal hygiene pekerja tersebut baik tetapi tidak melakukannya dengan cara yang benar mereka dapat terkena dermatitis kontak iritan, dan untuk pekerja

yang memiliki personal hygiene yang tidak baik tetapi mereka tidak kontak dengan bahan yang bersifat iritan mereka tidak dapat terkena dermatitis kontak iritan. Selain itu dalam penelitian ini banyak didapatkan pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan adalah pekerja yang memliki personal hygiene yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi karena kurangya kesadaran pekerja akan pentingnya menjga kebersihan diri mereka. Oleh karena itu agar pekerja dapat terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan tersebut, diperlukan penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dan penyediaan fasilitas kebersihan (WC dan air bersih)

g. Hubungan penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja

Undang-undang No.1 tahun 1970 Pasal 14 (c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau keselamatan kerja. Berdasarkan UU tersebut dinas kebersihan telah menyediakan baju kerja, sarung tangan, dan sepatu boot, bagi responden.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, banyak pekerja dalam penelitian ini yang tidak patuh dalam menggunakan APD, yaitu sebanyak 37 (92,5%) pekerja. Sedangkan bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kotak iritan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja pengolah sampah yang tidak patuh menggunakan APD dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 59,5% (

22 dari 37 pekerja) dan pekerja yang patuh menggunakan APD dan mengalami dermatitis kontak iritan sebesar 0% ( 0 dari 3 pekerja). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pekerja yang tidak patuh menggunakan APD dan terkena dermatitis kontak memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan pekerja yang patuh menggunakan

APD. Berdasarkan uji chi-square, didapatkan hasil adanya hubungan yang

signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis (Pvalue=0,083). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewi Chusnul Chotimah di TPA Tanjung Rejo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus pada tahun 2006, diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan sarung tangan dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pemulung. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan APD sangatlah penting, dilihat berdasarkan tujuannya, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bertujuan untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan/ instansi. Manfaat bagi tenaga kerja, yaitu tenaga kerja dapat bekerja dengan perasaan lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja, dapat mencegah kecelakan akibat kerja, tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak dan martabatnya sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara aktif dan produktif, tenaga kerja bekerja dengan produktif sehingga meninggkatkan hasil produksi. Sedangkan manfaat bagi instansi, yaitu menghindari hilangnya jam kerja akibat absensi tenaga kerja dan penghematam biaya terhadap pengeluaran ongkos pengobatan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.

Pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Al ini dapat terjadi karena jarangnya pekerja menggunakan APD selama bekerja dan kurangnya pengawasan terhadap pekerja selama melakukan pekerjaanya. Oleh karena itu dermatitis iritan akut dapat dicegah tanpa perlu pekerja yang terkena berpindah pekerjaan, yaitu dengan patuh menggunakan APD selama bekerja. Kepatuhan dapat berjalan dengan cara memmbentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga penggunaan APD, dan memberikan peringatan ataupun sangsi bagi pekerja yang tidak patuh dalam menggunakan APD, yaitu berupa pemotongan gaji. Selain itu juga sebaiknya dilakukan pemeliharaan APD, yaitu dengan rutin mengganti APD yang suda tidak layak dan membersihkan APD setelah selesi bekerja, agar pekerja merasa nyaman dalam menggunakanya.

BAB VII