• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Konsep Efisiensi

6. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank

Menurut Hadad, Dhaniel dan Eugenia (2003), terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan dalam metode parametrik dan non-parametrik untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan financial suatu lembaga keuangan, yaitu:

a. Pendekatan Aset (Asset Approach)

Produksi aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Pendekatan ini, output benar-benar didefinisikan ke dalam bentuk aset.

40

b. Pendekatan Produksi (Production Approuch)

Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accout), kemudian output didefinisikan sebagai jumlah tenaga, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material lainnya.

c. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approuch)

Pendekatan ini memandang sebuah lembaga keuangan sebagai intermediator, yaitu merubah dan mentransfer aset-aset keuangan dari surplus unit kepada defisit unit. Input-input lembaga keuangan tersebut meliputi: biaya tenaga kerja, modal dan pembayaran bunga pada deposito , kemudian output yang diukur dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi keuangan (financial investment). Pendekatan ini melihat fungsi primer sebuah institusi keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans).

Konsekuensi terdapat tiga pendekatan dalam mengukur efisiensi bank adalah perbedaan untuk menentukan input dan output. Perbedaan penentuan input dan output antara pendekatan produksi dan intermediasi adalah dalam memperlakukan simpanan. Simpanan sebagai output pada pendekatan produksi, dikarenakan simpanan merupakan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan bank. Pendekatan intermediasi menganggap simpanan sebagai input. Hal ini disebabkan simpanan yang dihimpun bank akan ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk aset yang menghasilkan terutama pinjaman yang diberikan (Hadad, Dhaniel dan Eugenia, 2003).

41

Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi, karena sejalan dengan pendapat Kurnia (2004) yang mengungkapkan bahwa pendekatan intermediasi digunakan karena mempertimbangkan fungsi vital bank sebagai financial intermediation yang menghimpun dana dari surplus unit dan menyalurkannya kepada defisit unit. Pertimbangan lainnya adalah karakteristik dan sifat dasar bank yang melakukan transformasi aset yang berkualitas (qualitative asset transformer) dari simpanan yang dihimpun, meskipun tidak ada kesepakatan umum dalam pendekatan yang digunakan serta dalam hal menentukan input dan output.

Iqbal dan Molyneux 1998 dalam Mohamad and Khaled (2003) menambahkan bahwa pendekatan intermediasi merupakan pendekatan terbaik untuk mengevaluasi keseluruhan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Hal ini berhubungan dengan pendapat Astiyah dan Husman (2006), bahwa peran perbankan sebagai lembaga intermediasi sangat penting.

Apabila peran ini tidak berjalan, gambaran bagi bank sentral tentang hubungan antara alat kebijakan dengan kinerja dari perekonomian akan tidak sesuai dengan harapan. Ascarya dan Guruh (2008) menyatakan bahwa untuk menggambarkan fungsi perbankan syariah yang sesungguhnya, pendekatan intermediasi dipandang lebih tepat.

42 B. Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk mengukur efisiensi perbankan sudah sering dilakukan dan dikembangkan oleh para peneliti-peneliti terdahulu, baik itu hanya untuk sekedar mengukur tingkat efisiensi bank tertentu atau lebih dari pada itu yakni mereka juga membandingkan efisiensi suatu kelompok bank tertentu dengan kelompok bank yang lain.

Pendekatan yang mereka gunakan pun beragam, mulai dari analisis rasio-rasio keuangan bank, seperti BOPO, ROA, ROE, hingga memakai pendekatan parametrik dan non-parametrik yang membutuhkan variabel input dan output sebagai variabel. Berikut beberapa penelitian terdahulu :

Astiyah Dan Husman (2006) menjelaskan bahwa efisiensi bank bukan hanya sebagai indikator penting dalam perbankan, tetapi juga sarana penting untuk lebih meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Perbankan yang efisien diperkirakan dapat memperlancar proses transmisi kebijakan moneter, sehingga kebijakan moneter dapat lebih efektif mencapai sasaran.

Berger dan Humphrey (1997) dalam Casu & Molyneeux (2003) menyatakan bahwa pendekatan intermediasi merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk mengevaluasi kinerja lembaga keuangan secara umum karena karakteristik lembaga keuangan sebagai financial intermediary.

Wade, Hababbou and Robert (2000) di Tunisia memakai pendekatan intermediasi dan produksi alat analisis yang digunakan adalah DEA dan Regresi. Meneliti 10 bank di Tunisia dengan hasil bank asing lebih efisien dan semakin

43

tinggi kredit macetnya maka semakin tidak efisien, begitu juga banknya semakin besar ukurannya makin efisien. Bank pemerintah dan swasta mempunyai perbedaan efisiensi bank.

Pengukuran efisiensi perbankan juga dilakukan oleh Suswandi (2007). Objek dalam penelitiannya tersebut adalah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), dengan menggunakan laporan keuangan publikasi Bank Indonesia periode 2003-2006. Penelitian tersebut mengukur efisiensi teknis perbankan syariah dengan variabel output-input yang dimiliki, dengan model

Stochastic Frontier Approach (SFA). Dalam penelitiannya juga mencari hubungan teknis antara input-output terhadap laba perbankan dengan pendekatan regresi, dengan memasukkan variabel output dan input sebagai variabel independen dan variabel pendapatan/laba operasional sebagai variabel dependennya. Hasil dari penelitian suswandi tersebut, didapatkan bahwa dari periode 2003-2006 efisiensi rata-rata perbankan syariah di Indonesia adalah sebesar 94,37%.

Gourlay, et. al (2006), menggunakan metodologi DEA dengan dua model, yakni pendekatan produksi dimana inputnya terdiri dari : pinjaman, aktiva tetap, aktiva lainnya. Dan output : deposito, investasi, serta pendekatan intermediasi dengan input : pinjaman, aktiva tetap, aktiva lain dan deposito. Dan output : investasi. Dalam penelitian ini mereka ingin melihat keuntungan efisiensi yang diperoleh antara bank-bank di India sesudah reformasi periode 2001-2002, untuk tahun 2004-2005. Menggunakan BBC DEA untuk mengukur sejauh mana keuntungan efisiensi teknis yang telah diperoleh setelah selesainya merger sampai

44

dekade saat ini serta menyimpulkan bahwa pasca reformasi dan merger bank-bank di India mengalami peningkatan dalam efisiensi.

Dalam penelitiannya, Hadad, et.al, (2003) menggunakan pengukuran efisiensi perbankan indonesia dengan pendekatan SFA dan DFA. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini bahwa skor efisiensi DFA lebih beragam dibandingkan dengan skor efisiensi SFA, jika digunakan data bulanan dan data tahunan untuk menggabungkan seluruh bank. Namun bank-bank yang paling efisien yang dihasilkan dengan menggunakan kedua pendekatan ini adalah sama. Sehingga perhitungan dengan menggunakan DFA dan SFA jika menggunakan observasi seluruh bank menghasilkan nilai-nilai yang konsisten.

Hamim, et. al (2006) menganalisis tingkat efisiensi bank syariah di Malaysia periode 1997-2003, periode dimana bank syariah mulai diperkenalkan di Malaysia. Dengan pendekatan Stochastic Frontier yang juga untuk pertama kalinya diterapkan untuk mengukur efisiensi perbankan syariah, disimpulkan bahwa dengan 53 sampel bank syariah di Malaysia, hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi rata-rata keseluruhan industri perbankan syariah di Malaysia telah meningkat selama periode penelitian, dan dari sisi aset, simpanan dan pembiayaan mengalami peningkatan yang amat pesat antara tahun 1997 hingga tahun 2003. Namun tingkat efisiensi perbankan syariah masih kurang efisien dibandingkan bank konvensional yang stabil dari tahun ke tahun, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa bank asing lebih efisien dibandingkan dengan bank domestik di Malaysia.

45

Shahooth dan Battal (2006) mengukur dan menganalisis efisiensi biaya 24 institusi perbankan islam di dunia untuk periode 1999-2001 menggunakan DEA. Efisiensi biaya dianggap merupakan hal yang paling penting daripada tipe efisiensi lainnya yang harus dicapai oleh perusahaan, yakni dengan menemukan kombinasi input yang memungkinkan dengan kombinasi tersebut menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Dan penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar lembaga perbankan islam yang terpilih kedalam sampel dalam penelitian ini efisien dan sisanya sedang dalam proses perubahan dalam mencapai efisiensi.

Suseno (2008) menganalisis efisiensi dan skala ekonomi pada industri perbankan syariah di Indonesia. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian empiris bersifat kuantitatif yang diuji menggunakan data panel atas 10 bank syariah di Indonesia periode 1999-2004 dengan data tahunan. Untuk pendekatannya, Priyonggo memakai Data Envelopment Analysis (DEA) yang menggunakan variabel input : biaya bagi hasil, biaya lainnya, aset untuk BUS, serta input : biaya bunga, biaya lainnya, asetm untuk UUS. Sedangkan untuk variabel output priyonggo menggunakan pendapatan bunga, pendapatan lainnya, volume kredit, untuk BUS dan untuk UUS yaitu pendapatan utama, pendapatan lainnya, dan volume pembiayaan. Dari penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa secara umum perbankan syariah di Indonesia cukup efisien pada periode 1999-2004, ditandai dengan hanya sekitar 7% tingkat in-efisiensi rata-rata dari 10 bank syariah yang diteliti dan dalam 6 tahun periode penelitian ini, rata-rata bank syariah mengalami peningkatan efisiensi 2,3% per tahun, serta tidak ada

46

perbedaan yang signifikan antara tingkat efisiensi bank umum syariah dengan bank konvensional yang memiliki usaha syariah. Dan dari segi skala ekonomis tidak ditemukan adanya skala ekonomi dalam perbankan syariah, sehingga tidak ada kecenderungan semakin tinggi skala usaha, maka semakin tinggi pula tingkat efisiensinya.

Sutawijaya dan Lestari (2009) melakukan penelitian terhadap 12 bank di Indonesia menggunakan DEA-CRS dan DEA-VRS pada masa krisis periode 2000-2004. Dari penelitian itu disimpulkan semua kelompok bank di Indonesia mengalami penurunan efisiensi selama krisis kecuali bank Mandiri yang menandatangani performanya lebih baik diantara bank-bank lainnya di Indonesia, indikasi tersebut terlihat dari rendahnya persentase penurunan efisiensi dengan asumsi CRS dan VRS.

Abidin dan Endri (2009) menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dalam mengukur efisiensi teknis Bank Pembangunan Daerah (BPD), menggunakan data tahun 2006-2007 yang meliputi 26 bank pembangunan daerah di Indonesia. Hasilnya didapatkan BPD mengalami peningkatan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya, tapi nilainya masih dibawah 100%. Artinya, bank BPD dalam kegiatan operasionalnya belum efisien dalam memanfaatkan semua kemampuan potensial yang dimilikinya untuk dapat menghasilkan output yang maksimal. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam rangka mengoptimalkan kinerja efisiensi maka bank kecil dan menengah harus melakukan merger dan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan.

47

Muharam dan Pusvitasari (2007), menggunakan metodelogi DEA dengan memasukkan variabel total simpanan, biaya operasional lainnya sebagai variabel input. Variabel outputnya meliputi pembiayaan, aktiva lancar dan pendapatan operasional lainnya. Hasilnya pada tahun 2005 hanya bank BTN Syariah, Niaga Syariah dan Permata Syariah yang mencapai efisiensi 100 persen, sedangkan sembilan bank lainnya memiliki tingkat efisiensi yang fluktuatif.

Dokumen terkait