• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Pendekatan Struktural dalam Menilai Performance Bank

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien menurut Ida (2006) : (1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah input yang dipergunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama, (2) Menggunakan jumlah unit

20

input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. Input dan output pada perbankan syariah dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1

Sistem Operasional Bank Syariah

Modal

Zakat

Zakat

Marjin Administrasi

Keuntungan Bagi Hasil

Sumber : Muhammad, Sistem & Prosedural Operasional Bank Syariah, 2005;4

Dari gambar 2.1 diatas dapat diketahui bahwa input pada perbankan syariah terdiri dari tiga pihak. Dana pihak pertama adalah berasal dari dana yang berasal dari para pemodal, pemegang saham. Dana pihak kedua adalah dana yang berasal dari pinjaman lembaga keuangan (bank dan bukan bank),

PENDIRI BANK SYARIAH BAGI HASIL Nasabah Wadiah Mudharabah Wakalah/ Kafalah Dept. Financing BAGI HASIL

-Ba’i Bitha a Ajil -Murabahah -Ijarah Qardul Hasan Pembiayaan Sosial Equity Financing -Musyarakah -Mudharabah

21

pinjaman dari Bank Indonesia. Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari dana simpanan, tabungan dan deposito. Setelah input bank tersedia, selanjutnya bank syariah dapat menghasilkan output. Output tersebut berupa penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, kredit dan jasa.

Terdapat bermacam-macam definisi konseptualisasi pendekatan dalam mendefinisikan input dan output dalam membentuk sebuah model efisiensi yang tepat. Muliaman D. Hadad, dkk (2003) mengatakan bahwa ada tiga cara dalam mendefinisikan output-output finansial dari sebuah lembaga finansial, yaitu pendekatan Asset/Intermediary Approach (output nya adalah kredit pinjaman yang dikeluarkan bank dan aset-aset lainnya), pendekatan User Cost

(output yang mempunyai kontribusi terhadap pendapatan bersih), dan pendekatan Value Added (output yang mempunyai kontribusi terhadap value added).

Intermediary Approach adalah penentuan variabel input dan variabel output dengan memperhatikan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. User Cost adalah penentuan variabel input dan variabel output bank berdasarkan fungsi bank sebagai penentu harga dipasar perbankan, dan Value Added adalah penentuan variabel input dan variabel output bank berdasarkan tujuan bank untuk menghasilkan nilai tambah (keuntungan) yang maksimal.

Dengan menganggap hal lainnya tidak berubah (Ceteris Paribus), dan dengan nilai margin tertentu dari tingkat bunga yang dibayarkan pada deposit dan aset atau kewajiban finansial lainnya, sebuah gabungan kredit yang

22

meningkatkan tingkat deposit akan meningkatkan produksi bersih nilai tambah dari lembaga finansial tersebut, dimana kekuatan yang merubah pembelian dana-dana inter-bank akan mengurangi produksi bersih nilai tambahnya.

Pembahasan mengenai efisiensi relatif bermula dari sebuah konsep yang menjelaskan bahwa sebuah garis batas produksi (production frontier) adalah sebuah hubungan teknologi yang menggambarkan output maksimum yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan yang efisien dari berbagai penggunaan kombinasi input dalam beberapa periode (Arafat, 2006). Efisiensi dapat ditinjau dari dua sisi yaitu efisiensi alokasi atau harga (allocative efficiency) dan efisiensi teknik (technical efficiency)(Agus, 2002). Efisiensi alokasi merupakan kemampuan dalam memperhitungkan tingkat nilai produk marjinal (marginal value product) dari biaya marjinal (marginal cost). Sedangkan efisiensi teknik merupakan kapasitas produksi unit kegiatan ekonomi (UKE) untuk memproduksi tingkat output yang maksimum dari input-input dan teknologi yang tetap.

Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur tingkat efisiensi bank, yaitu pendekatan parametrik dan non-parametrik. Dengan menggunakan pendekatan parametrik maupun non parametrik, tujuan dari penelitian mengenai efisiensi perbankan adalah untuk memperoleh suatu

frontier yang akurat. Namun kedua metode tersebut menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mencapai tujuan ini. Pendekatan parametrik menghasilkan

Stochastic Cost Frontier sedangkan pendekatan non parametrik menghasilkan

23

Setiap prosedur memiliki keuntungan dan kelebihan tersendiri. Prosedur parametrik untuk melihat hubungan antara biaya diperlukan informasi yang akurat untuk harga input dan variabel exogen lainnya. Pengetahuan mengenai bentuk fungsi yang tepat dari frontier dan struktur dari on-sided error (jika digunakan), dan ukuran sampel yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan kesimpulan secara statistika (Statistical Inferences). Pendekatan non parametrik tidak dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan harga antar daerah, perbedaan peraturan, perilaku baik buruknya data, observasi yang ekstrim dan lain sebagainya sebagai faktor-faktor ketidakefisienan. Dengan demikian, pendekatan non parametrik dapat digunakan untuk mengukur inefisiensi secara lebih umum.

Metode Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan sebuah metode

non-parametric yang menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan. Metode ini diketahui untuk pertama kali oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (CCR) melalui papernya yang dipublikasikan oleh European Journal of Operation Research pada tahun 1978. Paper CCR tersebut mengoperasionalkan dan mengembangkan gagasan Farrel (1957). Sejak tahun 1978, teori dan aplikasi DEA telah berkembang sangat pesat. Salah satu faktor pendorong dari perkembangan yang pesat tersebut bahwa DEA berhasil menciptakan kondisi saling mendukung yang dinamis antara teori dan aplikasi. Metode ini tidak memerlukan fungsi produksi dan hasil perhitungannya disebut nilai efisiensi relatif.

24

Konsep awal dari Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) mengetengahkan sebuah model yang berorientasi pada input berdasarkan asumsi constant return to scale (CRS). Asumsi CRS menyatakan bahwa asumsi ini hanya sesuai untuk kondisi dimana seluruh DMU beroperasi pada skala optimal. Padahal terdapat beberapa faktor yang bisa mengakibatkan sebuah DMU tidak beroperasi pada skala optimal, misalnya kondisi persaingan tidak sempurna (imperfect competition) dan hambatan-hambatan keuangan. Jika asumsi CRS tetap digunakan untuk DMU yang tidak beroperasi pada skala optimal maka akan terjadi ketidakjelasan karena technical efficiency akan menyatu dengan scale efficiency. Dengan adanya kelemahan pada asumsi CRS maka muncul asumsi alternatif yaitu variable return to scale (VRS) yang dipublikasikan pertama kali oleh Banker, Charnes dan Cooper (BCC) pada tahun 1984.

Perbedaan utama antara CRS (model CCR) dan VRS (model BCC), yaitu model pertama yang menghasilkan evaluasi terhadap overall efficiency, sedangkan model kedua dapat memisahkan technical efficiency dengan scale efficiency. Penggunaan model CCR dianggap sudah memenuhi skala optimal, sedangkan penggunaan model BCC dimaksudkan untuk menutupi kelemahan model CCR dalam hal terdapat DMU yang diteliti tidak beroperasi pada skala optimal.

Metode DEA merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank. Dengan menggunakan metode DEA maka pengukuran tingkat efisiensi relatif suatu bank dapat diperoleh. Dalam mengukur efisiensi DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai

25

referensi yang dapat membantu mencari penyebab dan memberi solusi dari ketidakefisienan yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial (Hadad et.al.,2003). Metode ini juga dapat mengidentifikasi bank mana yang telah mencapai tingkat efisiensi yang paling tinggi sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi bank yang kurang efisien. metode DEA juga memberikan informasi potensi peningkatan penggunaan sumber daya yang dimilki bank yang kurang efisien.

Dalam penelitian efisiensi lembaga perbankan terdapat dua kelompok variabel yang harus dilakukan secara tepat yang akan digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi, kelompok pertama yaitu variabel-variabel input dan output. Sedangkan kelompok kedua adalah variabel-variabel penjelas (explanatory variables) yang akan digunakan untuk meneliti faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat efisiensi bank. Pada bagian ini dikemukakan mengenai variabel-variabel penilaian tingkat efisiensi yang digunakan dalam studi-studi terdahulu.

Adanya perbedaan mengenai definisi input dan output bank disebabkan adanya dua bentuk pendekatan yang berbeda dalam melihat fungsi bank, yaitu “pendekatan produksi” (production approach) dan pendekatan intermediasi (intermediation approach). Menurut pandangan pendekatan produksi, bank memberikan pelayanan kepada nasabah dengan cara mengadministrasikan transaksi keuangan nasabah, memelihara deposit nasabah (seperti giro, tabungan dan deposito), memberikan pinjaman, dan mengelola berbagai aset keuangan lainnya. Semua bentuk pelayanan ini dipandang sebagai output,

26

termasuk didalamnya jasa pemeliharaan berbagai jenis rekening deposit nasabah (Berg et al., 1992; Berg et al., 1993; Parson et al., 1993; dan Schaffnit et al., 1997). Sedangkan menurut pandangan pendekatan intermediasi fungsi utama bank adalah menerima deposit dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Berkaitan hal ini maka labor, materials, dan deposit dipandang sebagai input sedangkan outputnya adalah pinjaman dan kegiatan-kegiatan lain yang menghasilkan pendapatan, yaitu berbagai bentuk pelayanan bank (banking services) yang menghasilkan fee atau komisi (Mester, 1997)

Dokumen terkait