• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.4 Analisis Bivariat

4.4.4 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan

Hasil tabulasi silang antara pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut ini:

Tabel 4.15 Hubungan Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018

No Pekerjaan

Perilaku Merokok Jumlah P

Ringan Sedang Berat

F % F % F % F %

1 IRT 2 100 0 0 0 0 2 100 0.001

2 PNS 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Wiraswasta 13 14.4 66 73.3 11 12.2 90 100

4 Belum Bekerja 5 100 0 0 0 0 5 100

Total 20 20.6 66 68 11 11.3 97 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa 2 (100%) responden yang bekerja sebagai IRT memiliki perilku merokok kategori ringan. Selain itu dari 90 responden yang bekerja wiraswasta terdapat 13 responden (14.4%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 66 responden (73.3%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 11 responden (12.2%) yang memiliki perilaku merokok kategori berat. Sebanyak 5 responden (100%) yang belum bekerja memiliki perilku merokok kategori ringan.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p (=0,001) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok yaitu pada kategori sedang di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018.

4.4.5 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil tabulasi silang antara pengetahuan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini:

Tabel 4.16 Hubungan Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 berpengetahuan baik terdapat 15 responden (18.3%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 57 responden (69.5%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 10 responden lainnya (12.2%) memiliki perilaku merokok kategori berat. Selain itu dari 14 responden yang berpengetahuan cukup terdapat 4 responden (28.6%) berperilaku merokok kategori ringan, 9 responden (64.3%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 1 responden lainnya (7.1%) memiliki perilaku merokok kategori berat serta terdapat 1 responden (100%) yang berpengetahuan kurang.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga

secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

4.4.6 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil tabulasi silang antara sikap peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini:

Tabel 4.17 Hubungan Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018

No Sikap

Perilaku Merokok Jumlah P

Ringan Sedang Berat

F % F % F % F %

1 Baik 4 22.2 11 61.1 3 16.7 18 100

0.613

2 Kurang 16 20.3 55 69.6 8 10.1 79 100

Total 20 20.6 66 68 11 11.3 97 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa dari 18 responden yang memilik sikap baik terdapat 4 responden (22.2%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 11 responden (61.1%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 3 responden lainnya (16.7%) memiliki perilaku merokok kategori berat. Sedangkan dari 79 responden yang memiliki sikap kurang terdapat 16 responden (20.3%) berperilaku merokok kategori ringan, 55 responden (69.6%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 8 responden lainnya (10.1%) memiliki perilaku merokok kategori berat.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat

menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0.613> 0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan sikap peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

4.4.7 Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil tabulasi silang antara persepsi peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut ini:

Tabel 4.18 Hubungan Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 memilik persepsi baik terdapat 18responden (20.9%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 58 responden (67.4%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 10 responden lainnya (11,6%) memiliki perilaku merokok kategori berat,sedangkan dari 11 responden yang memiliki sikap kurang terdapat 2 responden (18.2%) berperilaku merokok kategori ringan, 8 responden (72.7%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 1 responden lainnya (9.1%) memiliki perilaku merokok kategori berat.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 1,000> 0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan persepsi peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

4.4.8 Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil tabulasi silang antara pengeluaran peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut ini:

Tabel 4.19 Hubungan Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018

Berdasarkan tabel di atas di peroleh data bahwa dari 11 responden dengan pengeluaran rendah terdapat 9 responden (80.6%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 2 responden (18.2) memiliki perilaku merokok kategori sedang, dan 1 responden (1,2%) memiliki perillaku merokok kategori

responden (15.6) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan,47 responden (73.4%) memiliki perilaku merokok kategori sedang, dan 7 (10.9%) memiliki perillaku merokok kategori berat. Responden dengan pengeluaran tinggi sebanyak 22 responden terdapat 1 responden (4.5%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan,17 responden (77.3%) memiliki perilaku merokok kategori sedang, dan 4 responden (18.2%)%) memiliki perillaku merokok kategori berat.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,001<0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan pengeluaran peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, persepsi dan pengeluaran.

Berikut ini akan dibahas hubungan setiap unsur karakteristik responden dengan perilaku merokok peserta JKN PBI.

5.2 Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher pada tabel 4.11 diperoleh nilai p (=0,001) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan antara umur peserta JKN PBI dengan perilaku merokok yaitu pada kategori sedang di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Aisyah (2014) yang menyatakan ada hubungan antara umur dengan perilaku merokok yang di tunjukkan dengan nilai p= 0.041 dimana responden berumur > 40 tahun merupakan umur responden yang paling banyak yaitu sebanyak 58 responden dari jumlah sampel yang diteliti yaitu 93 responden.

Hasil penelitian menunjukan bahwa intensitas merokok di Puskesmas Medan Sunggal meningkat dari umur muda (17-25 tahun) yang merokok sebanyak 6 responden meningkat pada umur dewasa (26-45 tahun) pada kategori sedang sebanyak 44 responden dari total perokok dewasa sebanyak 58 orang, sementara pada usia tua (> 46 tahun) intensitas merokoknya akan menurun

menjadi 33 responden.Pada usia yang semakin bertambah maka konsumsi rokok orang dewasa meningkat hingga 11- 20 batang, dan usia yang semakin tua konsumsi rokonya akan menurun menjadi < 10 batang. Hal ini menunjukkan adanya hubungan umur dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal.

Selain itu menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda ini dibedakan menjadi dua yaitu determinan atau faktor internal (karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya) dan determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Oleh sebab itu umur bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi perilaku merokok responden karena masih banyak faktor- faktor lainnya yang membentuk perilaku seseorang. Selain itu dalam Notoatmodjo (2010) dikatakan bahwa ada faktor psikologis yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor psikologis ini adalah sikap. Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen sosio psikologis karena merupakan kecenderungan bertindak, dan berpersepsi.

5.3 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p (=0,003) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin peserta JKN PBI dengan perilaku merokok yaitu pada kategori sedang di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agnesa (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok keluarga miskin dengan nilai p< 0,018, dimana responden berjenis kelamin laki-laki merupakan responden yang paling banyak memiliki perilaku merokok yaitu sebanyak 78 responden (78%). Hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2013 yang menyatakan bahwa proporsi perokok setiap hari pada laki- laki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%).

Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan dan kebiasaan orang sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Selain itu, hasil dari pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti didapatkan bahwa adanya anggapan jika perempuan merokok merupakan suatu hal yang sangat buruk dan sulit diterima di masyarakat. Merokok adalah suatu hal yang lebih sering dijumpai pada kaum laki-laki daripada perempuan. Merokok pada perempuan dianggap suatu hal yang tabu.

Hasil wawancara juga menunjukkan perbedaan jumlah batang rokok yang dihisap rata-rata < 10 batang ( kategori ringan) rokok pada perempuan sebanyak 5

responden, sedangkan laki-laki jumlah batang rokok yang di hisap rata-rata 11-20 batang ( kategori sedang) yaitu sebanyak 60 responden dari total perokok laki-laki sebanyak 91 responden. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan jenis kelamin dengan perilaku merokok di Puskesmas Medan Sunggal.

5.4 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 responden yang tidak menempuh pendidikan/ tidak sekolah memiliki perilku merokok kategori ringan.

Selain itu dari 18 responden yang menempuh pendidikan tingkat SD terdapat 4 responden (22.2%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan, 13 responden (72.2%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 1 responden (5.6%) yang memiliki perilaku merokok kategori berat. Dari 34 responden yang menempuh pendidikan tingkat SMP terdapat 7 responden (20.6%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan,26 responden (76.5%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 1 responden (2.9%) yang memiliki perilaku merokok kategori berat. Dari 40 responden yang menempuh pendidikan tingkat SMA terdapat 4 responden (10%) yang memiliki perilaku merokok kategori ringan,27 responden (67.5%) yang memiliki perilaku merokok kategori sedang dan 9 responden (22.5%) yang memiliki perilaku merokok kategori berat.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p (=0,001) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan peserta JKN PBI dengan perilaku

merokok yaitu pada kategori sedang di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018.

Hasil penelitian ini dengan Darwati (2009) yang menyebutkan bahwa pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan kebiasaan merokok dengan kemungkinan tujuh per sepuluh lebih kecil dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah. Seharusnya, semakin tinggi pendidikan semakin baik perilakunya tetapi ini tidak berlaku dalam penelitian ini karena bukan hanya pendidikan yang memengaruhi perubahan perilaku tetapi faktor lingkungan sosial, lingkungan tempat tinggal serta dari kebiasaan keluarga.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis terlihat bahwah yang berpendidikan lebih tinggi yaitu SMA justru lebih banyak yang merokok dari pada tingkat pendidikan lainnya dengan intensitas merokok kategori sedang sebanyak 26 responden dari total keseluruhan berpendidikan SMA sebanyak 40 responden. Masyarakat yang pendidikannya lebih rendah/ tidak sekolah memiliki intensitas merokok ringan dengan proporsi yang sangat kecil sebanyak 5 responden.

5.5 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p (=0,001) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok yaitu pada kategori sedang di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Aisyah (2014) dimana ada hubungan yang signifikan antara variabel pekerjaan dengan perilaku merokok dengan nilai p = 0.043, jenis pekerjaan yang paling banyak yaitu petani, pedagang, dan buruh dengan kebiasaan merokok mereka.

Pada umumnya, perilaku manusia bisa berubah karena faktor sosial yang memiliki peranan yang cukup besar dalam memengaruhi perubahan seseorang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mereka juga menyebutkan bahwa jika pekerjaan semakin banyak dan semakin berat maka keinginan mereka untuk merokok pun semakin besar. Merokok bagi mereka adalah salah satu cara untuk mengurangi beban kerja maupun pikirannya dengan merokok maka pikiran akan sedikit santai/ringan.Tempat perkerjaan sesuai pekerjaan responden juga memperengaruhi intensitas mereka, apabila tidak ada larangan maka mereka akan lebih leluasa untuk merokok.

5.6 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo, 2012).Pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan, peraturan tentang larangan merokok di tempat tertentu, dan juga tentang akibat yang sudah ditimbukan oleh rokok bagi banyak orang.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,343> 0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada

hubungan pengetahuan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Agnesa (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kebiasaan merokok keluarga miskin dengan nilai p= 0,737, dimana responden memiliki pengetahuan yang baik tentang rokok dan bahaya rokok namun memiliki kebiasaan merokok yang sangat buruk yaitu sebanyak 65 responden (74.7%).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden didapatkan hasil bahwa mayoritas responden menyadari dan mengakui merokok itu berbahaya bagi kesehatan mereka. Pada setiap bungkus rokok yang mereka beli juga terdapat peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi,“Merokok Membunuhmu.”

Namun mereka menyadari bahwa sering kali kuatnya ketergantungan terhadap rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya, bahkan ada responden yang berkata ketika dia sakit nanti baru ada rencana untuk berhenti merokok.

Responden yang pengetahuannya baik justru lebih banyak yang merokok daripda yang pengetahuannya cukup dan kurang yaitu sebanyak 82 responden.Jadi pengetahuan seseorang tidak berpengaruh terhadap perilaku merokoknya.

5.7 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0.613> 0.005 sehingga

secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan sikap peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,netral, baik-tidak baik, dan sebagainya) Newcomb dalam Notoatmodjo (2010) juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaanaan motif tertentu. Jadi jelas bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek.

Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18 responden (100%) memiliki sikap yang baik dan paling banyak yaitu 11 responden (61.1%) termasuk ke dalam kategori perokok sedang. Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo tersebut bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, melainkan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Sikap responden yang banyak mengatakan setuju bahwa “ merokok dapat menimbulka semangat dalam bekerja” dapat di asumsikan jika semakin banyak beban kerja responden maka tingkat intensitas merokoknya juga akan meningkat.

Responden setuju bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan tetapi masih saja

responden banyak yang merokok walaupun mereka tahu dampak dari rokok tersebut. Jadi sikap tidak ada hubungannya dengan perilaku merokok.

5.8 Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 1,000> 0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan persepsi peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Agnesa (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi dengan perilaku merokok keluarga miskin dengan nilai p= 0.504 dimana responden yang memiliki persepsi yang baik dan juga berperilaku merokok ada sebanyak 66 responden (75%).

Persepsi seseorang terhadap suatu hal akan mempengaruhi tingkah laku seorang individu. Berarti tingkah laku seseorang selalu didasarkan atas makna sebagai hasil persepsi terhadap lingkungan dia hidup. Hal yang dilakukan dan tidak dilakukan dengan alasan banyak hal, selalu didasarkan pada batasan- batasan menurut pendapatnya sendiri secara selektif. Persepsi ini meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Oleh karena itu setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama seperti dalam mempersepsikan penyakit dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, rata-rata responden setuju jika dikatakan bahwa sakit berhubungan dengan perilaku merokok. Selain itu responden juga mengakui bahwa mereka bisa mendapatkan obat gratis dari puskesmas karena sudah menjadi peserta PBI JKN. Namun jika pelayanan kesehatan yang diakibatkan oleh perilaku merokok mereka tidak ditanggung oleh pemerintah, 39 responden (40.2%) mengatakan setuju dan 37 (38.1%) mengatakan tidak setuju bahkan sebanyak 17 responden (17.5%) mengatakan sangat tidak setuju.

Sebanyak 79 responden mengatakan setuju “ untuk biaya berobat mereka tidak terlalu memikirkannya karena sudah menjadi peserta JKN PBI”

menimbulkan persepsi mereka yang salah. Seharusnya mereka merasa bersyukur biaya kesehatannya terjamin oleh pemerintah, dengan tetap menjaga kesehatannya akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk menanggung biaya pengobatan mereka khususnya penyakit yang berhubungan dengan rokok.

5.9 Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Hasil Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran seluruh responden selama sebulan untuk konsumsi makanan sebesar Rp 995886.60,-, rata-rata pengeluaran untuk konsumsi rokok sebesar Rp 417.010,31,-, rata-rata- rata-rata pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan sebesar Rp 472371.13,-.

Berdasarkan tabel di atas juga dapat dilihat bahwa rata- rata total pengeluaran 97 rumah tangga peserta JKN PBI adalah sebesar Rp1.885.268.04,-.

Analisis statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,001<0.005 sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa ada

hubungan pengeluaran peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pada BPS (2017) dimana ditemukan bahwa komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan yaitu beras, rokok, telur, dll. Rokok merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah makanan.

Hal ini sejalan juga dengan hasil penelitian Siyoto (2013) dimana pengeluaran terbesar kedua keluarga miskin di Kota Kediri adalah konsumsi tembakau/ rokok, setelah keperluan makan pada pengeluaran pertama.

Tingginya pengeluaran responden untuk membeli rokok dikarenakan rokok telah menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi hal ini terlihat dari kebiasaan responden yang sebagian besar tidak bisa tidak merokok dalam satu hari. Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan sesudah makan, ketika berkumpul dengan teman, keluarga, dan ketika santai berada dalam rumah. Rokok juga bisa menjadi salah satu obat untuk menghilangkan suntuk, rasa marah, dan bosan. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka mempunyai keinginan merokok jika melihat teman merokok, ini berarti telah terjadi ketergantungan terhadap rokok. Rata-rata rokok yang dikonsumsi responden dalam sehari antara 11- 20 batang. Kemampuan pengeluaran responden yang rendah maka konsumsi rokoknya termasuk kategori ringan, dan pengeluaran yang tergolong sedang maka konsumsi rokoknya meningkat menjadi kategori sedang yaitu 11-20 batang. Perbandingan pengeluaran antara makanan, bukan makan , dan rokok jelas terlihat dimana pengeluaran untuk makanan 2 kali lipat dari rokok,

dan pengeluaran antara rokok dan bukan makanan hampir sama. Konsumsi rokok ketika stres merupakan upaya-upaya pengatasan masalah yang bersifat emosional atau sebagai kompensatoris kecemasan yang dialihkan terhadap perilaku merokok.

Kemampuan daya beli masyarakat miskin untuk rokok yang tergolong

Kemampuan daya beli masyarakat miskin untuk rokok yang tergolong

Dokumen terkait