• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH GEMBIRA MANALU NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH GEMBIRA MANALU NIM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH

GEMBIRA MANALU NIM : 141000052

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

GEMBIRA MANALU NIM : 141000052

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)
(5)

mempunyai penduduk miskin yang tergolong banyak yaitu 4.500 KK, dimana Puskesmas Medan Sunggal memiliki penduduk miskin PBI sebanyak 3.100 KK dengan kebiasaan merokok sekitar 10-24 batang setiap harinya. Selain itu ditemukan bahwa rokok merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua setelah makanan terhadap Garis Kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018.

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal. Sampel yang akan diambil dengan teknik stratified random sampling yaitu sebanyak 97 responden PBI yang memiliki perilaku merokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan perilaku merokok (p= 0,001), ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku merokok (p = 0,003), ada hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku merokok (p = 0,001), ada hubungan pekerjaan dengan perilaku merokok (p = 0,001),ada hubungan pengeluaran deangan perilaku merokok(p =0.001), tidak ada hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok (p = 0,343), tidak ada hubungan sikap dengan perilaku merokok (p = 0,613) dan tidak ada hubungan persepsi dengan perilaku merokok (p = 1,000).

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada pembuat kebijakan agar kriteria peserta JKN PBI bagi keluarga miskin dan tidak mampu hendaknya di kaitkan dengan perilaku merokok. Diharapkan juga kepada Puskesmas Medan Sunggal untuk tetap melakukan sosialisasi tentang bahaya rokok bagi kesehatan kepada masyarakat wilayah kerjanya.

Kata kunci : Karakteristik, Penerima Bantuan Iuran (PBI), Perilaku

Merokok

(6)

households, of which the Medan Sunggal health center has a poor population of 3,100 households with a smoking habit of about 10-24 cigarettes per day. In addition, it was found that cigarettes were one of the food commodities that contributed the second largest after food to the Poverty Line. This study aims to determine the relationship between the characteristics of PBN PBN participants with smoking behavior in the Medan Sunggal Public Health Center working area in 2018.

This research is cross sectional research. This research was conducted in the working area of Medan SunggalPuskesmas. The sample will be taken by stratified random sampling technique in which as many as 97 PBI respondents have smoking behavior.

The results showed that there was a relationship between age and smoking behavior (p = 0.001), there was a relationship between sex and smoking behavior (p = 0.003), there was a relationship between education level and smoking behavior (p = 0.001), there was a job relationship with smoking behavior ( p = 0.001), there is a relationship between expenditure and smoking behavior (p = 0.001), there is no correlation between knowledge and smoking behavior (p = 0.343), there is no correlation between attitude and smoking behavior (p = 0.613) and there is no correlation between perception and smoking behavior (p = 1,000).

Based on these results it is expected that policymakers so that the criteria for JKN PBI participants for poor families and those who cannot afford should be linked to smoking behavior. It was also hoped that the Medan Sunggal Health Center would continue to disseminate information about the dangers of smoking to health to the people in their working areas.

Keywords: Characteristics, Contribution Aid Recipients (PBI), Smoking Behavior

(7)

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018”. Terselesaikan dan terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM USU.

4. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan baik.

5. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

(8)

10. dr. Efa Fartini selaku Kepala Puskesmas dan seluruh pegawai di Puskesmas Medan Sunggal yang telah membantu penulis dan memberikan izin penelitian di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal.

11. Orangtua tercinta, Ayahanda (Alm.)Rasman Manalu dan Ibunda Marija Silaban, yang telah memberikan semangat dan motivasi serta materi yang tak ternilai, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

14. Saudaraku Lestari Manalu, Nelly Manalu,Jonnot Manalu, Rince Manalu, Hitmaida Manalu dan April Manalu yang selalu setia menyemangati dan memberikan motivasi serta doa kepada penulis.

15. Seluruh keluarga dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis dan mohon maaf karena namanya tidak dapat disebutka satu persatu.

Penulis juga menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat yang baik bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Juli 2018 Penulis

Gembira Manalu

(9)

Abstrak...iii

Abstract... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar isi... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran... xiii

Daftar Riwayat Hidup ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Perilaku Kesehatan... 11

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan... 11

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan... 12

2.1.3 Domain Perilaku... 14

2.2 Rokok ... 19

2.2.1 Kandungan Rokok ... 20

2.2.2 Dampak Rokok Bagi Kesehatan... 23

2.2.3 Belanja Rokok ... 26

2.3 Perilaku Merokok... 27

2.3.1 Tahap Dalam Perilaku Merokok ... 29

2.3.2 Tipe Perokok ... 30

2.3.3 Alasan Merokok ... 30

2.3.4 Perilaku Merokok dan Kemiskinan ... 31

2.4 Jaminan Kesehatan Nasional ... 34

2.4.1 Kepesertaan JKN ... 34

2.4.2 Pelayanan JKN ... 36

2.5 Pusat Kesehatan Masyarakat ( Puskesmas)... 36

2.5.1 Pengertian Puskesmas... 36

2.5.2 Visi dan Misi Puskesmas ... 37

2.5.3 Tujuan Puskesmas ... 38

2.5.4 Fungsi Puskesmas... 38

2.6 Kerangka Konsep... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

(10)

3.3.1 Populasi Penelitian ... 40

3.3.2 Sampel Penelitian ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1 Data Primer ... 42

3.4.2 Data Sekunder ... 42

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 42

3.5.1 Variabel Independen... 42

3.5.2 Variabel Dependen ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 44

3.6.1 Variabel Independen... 45

3.6.2 Variabel Dependen ... 46

3.7 Analisis Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Analisis Univariat Variabel Independen ... 48

4.2.1 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan ... 48

4.2.2 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Berdasarkan Pengetahuan ... 49

4.2.3 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Berdasarkan Sikap ... 51

4.2.4 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Berdasarkan Persepsi ... 53

4.2.5 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Berdasarkan Pengeluaran ... 55

4.3 Analisis Univariat Variabel Dependen... 57

4.3.1 Perilaku Merokok Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 57

4.4 Analisis Bivariat ... 59

4.4.1 Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal ... 60

4.4.2 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal.... 61

4.4.3 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal.... 62

4.4.4 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal.... 63 4.4.5 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan

(11)

Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal ... 68

BAB V PEMBAHASAN ... 70

5.1 Karakteristik Responden ... 70

5.2 Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal ... 70

5.3 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal ... 71

5.4 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 73

5.5 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 74

5.6 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 75

5.7 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 76

5.8 Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 78

5.9 Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 82

6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA………. .84 LAMPIRAN

(12)

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 45 Tabel 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen ...

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Sunggal Tahun 2018... 48 Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Rokok

dan Program JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal

Tahun 20018 ... 50 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 51 Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden Merokok Berdasarkan Sikap di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 52 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 53 Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi Tentang

Kebiasaan Merokok dan Program JKN PBI di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 54 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi di Wilayah Kerja

Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 55 Tabel 4.8 Rata- Rata Pengeluaran Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas

Medan Sunggal Tahun 2018 ... 56 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengeluaran di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 56 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 58 Tabel 4.11 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Perilaku Merokok di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 58 Tabel 4.12 Hubungan Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah

(13)

Tabel 4.15 Hubungan Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 64 Tabel 4.16 Hubungan Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok

di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 65 Tabel 4.17 Hubungan Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah

Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018... 66 Tabel 4.18 Hubungan Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 68 Tabel 4.1 Hubungan Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018 ... 68

(14)
(15)

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan KotaMedan ... 94

Lampiran 4. Surat Balasan Selesai Penelitian Puskesmas Medan Sunggal ... 95

Lampiran 5. Tabel Master Data Hasil Penelitian... 96

Lampiran 6. Output Hasil Pengolahan Data ... 105

(16)

Penulis bertempat tinggal di Jalan Jl. Ginting No. 221 Padang Bulan, Medan.

Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara pasangan Ayahanda (+) Rasman Manalu dan Ibunda Marija Silaban.

Pendidikan Formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Negeri 178215 Simargalung pada tahun 2002 sampai tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Parmonangan pada tahun 2008 sampai tahun 2011, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pagaran pada tahun 2011 sampai tahun 2014, dan pendidikan S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada tahun 2014 sampai tahun 2018.

(17)

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat bertahan hidup dan melakukan aktivitasnya. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah untuk mendirikan layanan kesehatan, agar masyarakat dapat mengakses kebutuhan kesehatan dan mendapatkan hak hidup sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tak mampu. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Jaminan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejaterah, adil, dan makmur dimuat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Selain itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini juga mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk dan termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi sosial. Program jaminan kesehatan tersebut akan diatur oleh suatu badan penyelenggara jaminan sosial.

Badan penyelenggara jaminan sosial kemudian diatur dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai

(18)

beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran. Jumlah peserta JKN ada sebanyak 192.029.645 jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia. Peserta PBI sebanyak 115.931.696 jiwa yang bersumber dari APBN sebanyak 92.319.597 jiwa dan peserta yang bersumber dari APBD sebanyak 23.612.099 jiwa (BPJS, 2018).

Penduduk miskin Indonesia pada tahun 2017 ada sebanyak 26.582.990 jiwa. Dan provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia yaitu Jawa Timur (4.405.270), Jawa Tengah (4.197.490), Jawa Barat (3.774.410), Sumatera Utara (1.453.870), dan Nusa Tenggara Timur (1.134.740) (BPS,2017).

Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan (PP nomor 101 Tahun 2012) . Pembayaran iurannya sendiri, peserta PBI jaminan kesehatan dibayar oleh pemerintah. Iuran jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu akan dibayarkan pemerintah sebesar Rp 25.500 per orang per bulan, maka diperlukan biaya yang sangat besar yaitu sekitar 25,50 triliun untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta PBI jaminan kesehatan.

Pelaksanaan jaminan kesehatan sering terjadi Moral Hazard dimana orang yang sudah memiliki asuransi kesehatan cenderung akan merasa terjamin untuk mengakses layanan kesehatan sesuka hati mereka. Kepemilikan asuransi memang baik untuk menjamin ekuitas tapi itu menyimpan efek buruk di sisi lain. Ini membuat seseorang merasa terjamin mengenai masa depan layanan kesehatannya.

(19)

Pada kasus ini telah terjadi moral hazard karena pelayanan kesehatan diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif untuk menghindari pengobatan. Seseorang yang menggunakan pelayanan berlebihan akan menimbulkan kerugian pada pihak pemberi asuransi karena harus membayar lebih banyak dari premi yang diterima. ( Culter, 1998)

Salah satu perilaku berisiko terhadap kesehatan adalah merokok. Tidak jarang beberapa jenis asuransi kesehatan swasta mencamtumkan beberapa syarat yang terkait dengan perilaku kesehatan dalam pendaftaran asuransinya, seperti perilaku merokok. Hal ini dilakukan guna mengurangi terjadinya moral hazard dalam penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh peserta asuransi yang disebabkan perilaku beresiko kesehatan tersebut. Tidak jarang pula beberapa asuransi swasta membedakan premi asuransi antara peserta yang merokok dengan peserta yang tidak merokok.

Menurut Notoadmojo (2005), mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

Selain itu perlu diketahui bahwa sumber dana yang digunakan oleh pemerintah untuk membayar iuran peserta PBI berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sekitar 18,25 triliun dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sekitar 7,25 triliun . Sumber pendapatan APBN salah satunya berasal dari pajak masyarakat. Bayangkan jika seseorang

(20)

yang peduli terhadap kesehatannya membiayai orang yang tidak peduli akan perilaku beresiko kesehatannya seperti orang yang merokok. Hal ini sangat bertentangan dengan etika. Oleh sebab itu dibutuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelanggaran etika tersebut.

Merokok merupakan salah satu perilaku berisiko yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini dikarenakan banyaknya zat berbahaya yang terkandung dalam rokok, seperti nikotin, tar, karbon monoksida, dll. Merokok tidak hanya mengganggu kesehatan orang yang merokok namun juga orang yang berada di sekitarnya atau sering disebut sebagai perokok pasif. Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat perilaku merokok antara lain kanker mulut, kanker kandung kemih, penyakit jantung, bronchitis, dan bahaya terhadap kehamilan.

Selain itu penyakit yang juga dapat ditimbulkan pada perokok pasif yaitu kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, asma, dan alergi. Bahkan ada penelitian yang mengatakan bahwa perokok pasif jauh lebih rentan terhadap bahaya rokok dikarenakan paparan asap sampingan dan asap utama rokok yang dihembuskan oleh si perokok aktif setelah ia menghisapnya (Aditama, 2017).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan prevalensi merokok dewasa di atas 15 tahun yang paling tinggi. Prevalensi laki-laki yang merokok di Indonesia ada sebanyak76,2% persen dan prevalensi perempuan yang merokok sebanyak 3,6%.

Rokok bahkan membunuh 6 juta orang per tahun, yang sebagian besarnya adalah orang-orang yang berpenghasilan menengah ke bawah. Di peringkat pertama dan kedua, negara dengan prevalensi merokok yang paling tinggi yaitu Cina dan India.

(21)

Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya kematian akibat rokok. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% di antaranya berasal dari negara berkembang.

Perilaku merokok di Indonesia sendiri berdasarkan hasil Riskesdas 2013 cenderung meningkat. Pada tahun 2007 jumlah perokok penduduk 15 tahun ke atas sebanyak 34,2 persen dan meningkat menjadi 36,3 persen pada tahun 2013.

Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari berada pada kelompok umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen. Rerata jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya adalah 12,3 batang (setara satu bungkus), bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang).

Penduduk Sumatera Utara sendiri menghisap sebanyak 14,9 batang rokok setiap harinya. Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya seperti pegawai (33,6%), dan wiraswasta (39,8%).

Berdasarkan kuntil indeks kepemilikan, berpenghasilan terendah memiliki kebiasaan merokok setiap hari paling tinggi yaitu (27,3%) sedangkan yang berpenghasilan teratas justru memiliki kebiasaan merokok paling rendah yaitu (19,5%). Dari hasil data tersebut tampak bahwa kelompok keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi dari pada kelompok terkaya.

Proporsi penduduk umur lebih dari 10 tahun yang merupakan perokok setiap hari

(22)

sebanyak 24,2 persen dan perokok kadang-kadang sebanyak 4,2 persen (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2017, ditemukan bahwa komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, mie instan, dll. Rokok kretek filter merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan. Menurut hasil BPS jumlah penduduk miskin kota medan sebanyak 204.220 jiwa, dimana mereka membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya pengeluaran untuk rokok. Porsi belanja rokok perbulan di kota Medan yaitu sebesar Rp.567.870, sedangkan pengeluaran untuk beras sebesar Rp. 561.380 tentunya akan mengurangi kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya meningkatkan gizi anak- anak dan keluarga. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan dapat menurunkan standar hidup keluarga miskin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Semba, dkk dalam Jurnal Paternal Smoking Is Associated With Increased Risk Of Child Malnutrition Among Poor Urban Families In Indonesia, bahwa pengendalian tembakau, pengentasan kemiskinan dan promosi kesehatan anak seharusnya tidak boleh dipandang sebagai usaha yang saling menguntungkan. WHO telah menjelaskan tiga hal utama dimana rokok dapat memperburuk kemiskinan tingkat rumah tangga di Indonesia: Pertama, pengeluaran tembakau menghabiskan uang yang seharusnya

(23)

digunakan untuk kebutuhan pokok; Kedua, merokok menyebabkan kebutuhan perawatan kesehatan, hilang produktivitas dan kematian dini penerima upah;

Ketiga, mereka yang bekerja dalam pengalaman kerja terkait tembakau terutama upah rendah dan risiko kesehatan yang tinggi. Kesehatan rumah tangga dikaitkan dengan pengeluaran merokok rumah tangga dan akan membaik jika uang yang dihabiskan untuk rokok itu sebagai gantinya dihabiskan untuk makanan, hal ini menunjukkan bahwa ayah merokok dikaitkan dengan peningkatan malnutrisi anak.

Penelitian- penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang hubungan karakteristik peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok seperti penelitian Agnesa (2015) tentang hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dan sikap peserta PBI terhadap perilaku merokok, namun tidak ada hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan persepsi peserta PBI terhadap perilaku merokok. Pada karakteristik pengeluaran (K1) peserta PBI, kebutuhan rokok merupakan kedua terpenting dibandingkan dengan pendidikan.

Penelitian kedua adalah penelitian Siyoto (2013) tentang perilaku merokok penerima Jamkesmas/ Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) di Kota Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden penerima jamkesmas/ PBI diragukan untuk masuk kriteria miskin/ PBI, dikarenakan masyarakat memiliki pengeluaran (pendapatan di atas

(24)

UMR), kemampuan belanja tembakau rata-rata Rp 268.948, sebanyak 21,7%

peserta PBI di Kota Kediri berpendidikan SMU/sederajat, dan sebanyak 94,1%

memiliki rumah sendiri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar (63%) penerima jamkesmas/PBI BPJS adalah perokok dan pengeluaran untuk tembakau menempati urutan kedua terbesar dalam pengeluaran keluarga penerima jamkesmas/ PBI BPJS setelah pengeluaran untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Penduduk Sumatera Utara tahun 2016 yang terdaftar sebagai peserta PBI sebanyak 332.010 jiwa, dimana kota Medan yang memiki jumlah penduduk miskin paling banyak yang masuk kedalam penerima PBI yaitu sebanyak 204.220 jiwa. Semakin banyak peserta PBI maka anggaran yang harus dikeluarakan pemerintah juga akan semakin besar yaitu sekitar Rp 83.633.498.183 (Profil Sumut, 2016). Berdasarkan data dalam permasalahan di atas maka ini menjadi masukan penting bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan untuk lebih menegaskan kategori dalam kepesertaan PBI, khususnya mereka yang memiliki kebiasaan merokok mengingat besarnya premi yang harus dibayarkan oleh pemerintah.

Kecamatan Medan Sunggal merupakan wilayah yang mempunyai penduduk miskin cukup banyak yaitu sebanyak 4.500 Kepala keluarga dari total jumlah penduduk sebanyak 115.837 jiwa, dimana terdapat 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Desa Lalang dan Puskesmas Medan Sunggal yang berada di bawah wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Medan. Puskesmas Medan Sunggal yang dibantu oleh 2 puskesmas pembantu dengan wilayah kerja sebanyak 4 kelurahan dan jumlah penduduk sebanyak 97.155 jiwa. Jumlah peserta PBI pada tahun 2017

(25)

di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal sebanyak 19.615 peserta dari total jumlah penduduk miskin sebanyak 3.100 Keluarga, dimana yang bersumber dari APBN sebanyak 11.592 peserta dan APBD sebanyak 8.023 peserta. Pekerjaan mayoritas penduduk adalah pedagang, petani, wiraswasta dan buruh harian. Dari pengumpulan data puskesmas ditemukan sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Medan Sunggal dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebagai urutan pertama dan Bronchitis yang juga merupakan penyakit banyak yang disebabkan oleh rokok (Profil Puskesmas Medan Sunggal, 2017).

Berdasarkan survei awal yang dilakukansebagian besar dari peserta PBI ini memiliki perilaku merokok yang cukup memprihatinkan pada kalangan penduduk miskin. Berdasarkan penuturan beberapa warga, mereka juga mengatakan sudah lama merokok dan bisa menghabiskan rokok antara 10 sampai 24 batang per hari.

Harga rokok berkisar antara Rp. 10.000 s/d Rp. 15.000 per bungkus. Sementara mereka dikatakan tidak mampu membayarkan premi BPJS yang sudah melebihi pengeluaran untuk rokok. Mereka merokok disela-sela istirahat dari aktivitasnya, diwaktu luang, sehabis makan dan konsumsi rokok akan meningkat jika sedang suntuk.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018”.

(26)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karateristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan karateristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal tahun 2018

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan publik dan beberapa instansi kesehatan, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan selaku penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional dan Dinas Kesehatan Kota Medan terhadap perbaikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI)

2. Sebagai bahan masukan kepada Puskesmas Medan Sunggal terhadap gambaran hubungan karakteristik peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerjanya.

3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya bidang ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan bisa menjadi referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

(27)

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Skinner (1938) dalam Notoadmodjo, (2005) mendefinisikan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: respons, sehingga teori ini disebut dengan teori Organisme Stimulus “S-O-R”. selanjutnya, teori Skinner menjelaskan ada 2 jenis respon yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus0 tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi-reaksi yang relative tetap.

b. Operant respons atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.

Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

Maka berdasarkan teori ini dapat disimpulkan, bahwa perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

(28)

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Dari batasan Skiner dalam Notoadmojo (2003), perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Mantainance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Aspek pemeliharaan keesehatan terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila keadaan seseorang dalam keadaan sehat. Maksudnya orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan bahkan mendatangkan kesehatan.

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan, atau Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku pencarian pengobatan adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan/perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

(29)

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Atau perilaku kesehatan lingkungan merupakan bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga ataupun masyarakat. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya.

Klasifikasi lain perilaku kesehatan menurut Becker, 1979 dibagi menjadi : 1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berakaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

Perilaku ini mencakup antara lain : makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stress, dan perilaku atau gaya hidup yang positif.

2. Perilaku Sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan peyakitnya dan sebagainya.

3. Perilaku Peran Sakit (the sick role behavior)

Perilaku peran sakit segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran

(30)

yang meliputi hak dan kewajiban orang sakit. Perilaku peran orang sakit meliputi hal berikut: Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

a. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak.

b. Mengetahui hak (misalnyam memperoleh perawatan, pelayanan kesehatan dan kewajiban orang sakit)

2.1.3 Domain Perilaku

Pada dasarnya stimulus bagi beberapa orang sama, namun respons tiap orang berbeda-beda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut dengan determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Determinan atau faktor internal adalah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaaan seperti : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, persepsi, minat, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang.

Dari uraian diatas dirumuskan bahwa perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama antara berbagai faktor. Dalam perkembangannya, teori Bloom dimodifikas untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

(31)

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakuakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behavior). Secara garis besar terdapat 6 tingkat pengetahuan seseorang yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan misalnya apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.

c. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondiri real (sebenarnya) .

d. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

(32)

e. Sintesis (synthesis)

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

Menurut Arikunto (2010), kategori pengetahuan dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:

1) Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76% - 100%

dari seluruh pertanyaan

2) Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 60% - 75%

dari seluruh pertanyaan

3) Kurang : Bila subjek mampu menjawab dengan benar ≤ 60%

dari seluruh pertanyaan 2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(33)

(Notoadmodjo, 2003). Newcomb juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaanaan motif tertentu. Jadi jelas bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

a. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu:

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen di atas secara bersama- sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, peranan pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi sangatlah penting. Sebagai contoh, seorang ibu mendengar (tahu) penyakit polio (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak menderita polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio.

b. Tingkatan Sikap

Sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

(34)

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2) Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3) Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya orang lain.

Menurut Gunarsa serta Charles Abraham dan Eamon Shanley dalam Sihombing (2014),faktor yang mempengaruhi pernyataan seseorang adalah latar belakang individu yang berbeda-beda seperti berikut ini:

1. Umur

Semua tingkatan umur memberikan persepsi berbeda-beda terhadap pelayanan kesehatan.

(35)

2. Pendidikan

Pendidikan dan pengetahuan seseorang yang kurang, membutuhkan lebih banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memperhatikan aspek yang berbeda dari objek yang ditemui sesuai dengan pengalaman masa lalu, keahlian, dan minatnya masing-masing.

3. Pekerjaan

Masyarakat memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat penghasilan yang berbeda juga. Biasanya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berpendidikan formal rendah menimbulkan sikap masa bodoh, pengingkaran, dan rasa takut yang tidak mendasar.

4. Jenis kelamin

Laki-laki lebih cenderung dapat mengendalikan emosinya dan berpikir lebih kritis daripada perempuan, sehingga dapat memengaruhi persepsinya.

2.2 Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/ atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanamana Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109, 2012). Rokok merupakan salah satu pembunuh berbahaya di dunia. Namun masih banyak orang yang belum memahami tentang betapa besar bahaya merokok itu.

(36)

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak yang rapi, siap dipakai, dan mudah diperjualbelikan seperti permen. Khusus untuk kasus di Indonesia, tidak terlampau sulit untuk menemukan rokok dan orang yang merokok. Penjual rokok bisa ditemukan dimana saja bahkan di tengah jalan bisa ditemukan para penjual rokok. Selain itu hampir di setiap sudut bisa ditemukan orang dengan lintingan rokok di jemari, mulai dari mal-mal kelas elit sampai di gang- gang sempit, dari kelas atas sampai kelas bawah bisa disaksikan orang merokok yang asyik dengan dirinya sendiri.

2.2.1 Kandungan Rokok

Bahan utama dalam pembuatan rokok yaitu tembakau. Nikotin merupakan zat yang terkandung dalam daun tembakau. Setiap kali seseorang menghirup bahan-bahan yang mengandung nikotin, zat ini akan masuk ke dalam tubuh dan bersemayam dalam otak. Setiap satu batang rokok mengandung sedikitnya 10 miligram nikotin. Nikotin inilah yang akan membuat seseorang menjadi kecanduan merokok (Wirawan, 2014).

Menurut Gondodiputro tahun 2007, bahan utama rokok adalah tembakau, dimana tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan kimia yang juga sama beracun. Zat-zat beracun yang terdapat dalam tembakau antara lain :

1. Karbon Monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang dan karbon. Gas CO yang dihasilkan

(37)

sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6% dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Seseorang yang merokok hanya akan menghisap sepertiga bagian saja yaitu arus tengah sedangkan arus pinggir akan tetap berada diluar. Setelah itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi akan disemburkan keluar.

2. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan. Banyaknya nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5–3 nanogram dan semua diserap sehingga didalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik.

3. Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua dan hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5 – 35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.

4. Cadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

5. Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hydrogen, zat ini mempunyai bau yang tajam dan sangat merangsang.

Karena kerasnya racun yang terdapat pada amoniak sehingga jika masuk sedikit saja kedalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

(38)

6. HCN (Asam Sianida) merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efesien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran pernafasan.

7. Nitrous Oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna dan bila terhisap dapat menghilangkan rasa sakit. Nitrous Oxide ini mulanya digunakan dokter sebagai pembius saat melakukan operasi.

8. Formaldehyde adalah sejenis gas yang mempunyai bau tajam, gas ini tergolong sebagai pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun terhadap semua organisme hidup.

9. Fenol adalah campuran dari Kristal yang dihasilkan dari beberapa zat organik seperti kayu dan arang.Zat ini beracun dan berbahaya karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.

10. Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.

11. H2S (Asam Sulfida) adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan bau yang keras, zat ini menghalangi oksidasi enzim.

12. Piridin adalah sejenis gas yang tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.

13. Metil Klorida adalah zat senyawa organik yang beracun.

(39)

14. Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Jika meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.

15. Polycylic Aromatic Hydrocarbonas (PAH) senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung bersifat ganotoksik. Senyawa ini merupakan penyebab tumor.

16.Volatik Nitrosamine merupakan jenis asap tembakau yang diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensional (Gondodiputro,2007).

2.2.2 Dampak Rokok Bagi Kesehatan

Bahaya merokok bagi kesehatan telah dibicarakan dan diakui secara luas.

Para ahli dari WHO bahwa di Negara dengan kebiasaan merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru, 75% dari kematian akibat bronitis, 40% akibat kanker kandung kencing, dan 25% kematian akibat penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada “stroke” . Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan kurang lebih 25 jenis penyakit dari berbagai organ tubuh manusia. Penyakit tersebut, antara lain: kanker paru, bronkitis kronik, emfisema, kanker mulut tenggorokan, pancreas dan kandung kencing, penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan penyakit yang menunjukkan asosiatif negatif (Aditama, 2017).

Seorang ahli kesehatan di Inggris menyatakan dari 1000 orang pemuda yang merokok setidaknya sebungkus sehari, maka satu orang akan meninggal karena dibunuh, 6 orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 250 orang akan meninggal akibat berbagai penyakit yang terjadi karena kebiasaan merokok.

(40)

Besarnya bahaya merokok sebenarnya bukan tidak disadari oleh para perokok karena pada setiap bungkus rokok terdapat peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi, “Merokok Membunuhmu.” Bahkan mulai tahun 2014 pada setiap bungkus rokok wajib dicantumkan peringatan berupa gambar kanker mulut, kanker paru dan bronkitis akut, kanker tenggorokan, merokok membahayakan anak, serta gambar tengkorak. Namun, sering kali kuatnya ketergantungan terhadap rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya, sampai sudah terlambat ketika seorang perokok mengidap salah satu penyakit akibat merokok tersebut (Salma,2014). Menurut Aditama (2017) terdapat beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan merokok yaitu:

1. Kanker Paru

Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% kasus kanker paru pada laki-laki dan 70% pada perempuan diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini karena asap rokok akan masuk secara inhalasi ke dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan merangsang sel di paru- paru menjadi tumbuh abnormal.

Diperkirakan 1 dari 10 perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat kanker paru.

2. Kanker Kandung Kemih

Kanker kandung kemih terjadi pada sekitar 40% perokok. Studi ilmiah menemukan kadar tinggi dari senyawa 2-naphthylamine dalam rokok menjadi karsinogenik yang mengarah pada kanker kandung kemih.

(41)

3. Kanker Payudara

Perempuan yang merokok lebih beresiko mengembangkan kanker payudara. Hasil studi menunjukkan perempuan yang mulai merokok pada usia 20 tahun dan 5 tahun sebelum dia hamil pertama kali, beresiko lebih besar terkena kanker payudara.

4. Kanker Serviks

Sekitar 30% keatian akibat kanker serviks disebabkan oleh merokok. Hal ini karena perempuan yang merokok lebih rentan terkena infeksi oleh virus menular seksual.

5. Kanker Mulut

Tembakau adalah penyebab utama kanker mulut. Diketahui perokok 6 kali lebih besar mengalami kanker mulut dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan orang yang merokok tembakau tanpa asap beresiko 50 kali lipat lebih besar.

6. Serangan Jantung

Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon-monoksida mengambil oksigen dalam darah lebih banyak, yang membuat jantung memompa darah lebih banyak pula. Jika jantung bekerja terlalu keras, ditambah tekanan darah tinggi, maka bisa menyebabkan serangan jantung.

7. Stroke

Gangguan akibat rokok juga berimbas pada pembuluh darah yang melayani otak. Penyempitan dan bendungan pembuluh darah otak

(42)

menyebabkan seseorang beresiko menderita stroke. Meskipun stroke tidak membunuh, penyakit ini beresiko menimbulkan kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang.

8. Gangguan Janin

Merokok berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dan janin dalam kandungan, termasuk infertilitas (kemandulan), keguguran, kematian janin, bayi lahir berberat badan rendah, dan sindrom kematian mendadak bayi.

9. Gangguan medis lainnya

Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), memperburuk asma dan radang saluran napas, katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda di gigi dan gusi, menyebabkan gangguan pada penciuman dan pengecapan, menurunkan stamina berolahraga, merusak penampilan, serta mengakibatkan penuaan dini.

2.2.3 Belanja Rokok

Koordinator Teknis Sentra Advokasi Lingkungan Bebas Rokok (SALBR) FKM Universitas Airlangga Surabaya menambahkan, nilai kerugian dari penyakit akibat rokok mencapai Rp125 triliun hingga Rp130 triliun. Sehingga hampir Rp 100 triliun ditanggung pembayar pajak lainnya dan rakyat miskin banyak yang menjadi korban akibat penyakit itu. Kebutuhan masyarakat Indonesia adalah, 72 persen kebutuhan pokok atau beras 11,5%, rokok 11%, ikan, daging, susu, dan sejenisnya; pendidikan 3,2 persen; dan kesehatan 2,3 persen. “Artinya, ikan, daging, susu, pendidikan, dan kesehatan masih kalah penting daripada rokok.

Hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2013 menunjukkan telah terjadi

(43)

kenaikan kematian prematur akibat penyakit terkait tembakau dari 190.260 tahun 2010 menjadi 240.618 kematian tahun 2013, serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang tahun 2010 menjadi 962.403 orang tahun 2013. Kondisi tersebut berdampak pula terhadap peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 trilyun rupiah tahun 2010 menjadi 378,75 trilyun rupiah tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014).

2.3 Perilaku Merokok

Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

Amstrong (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar yang dapat terhisap oleh orang disekitarnya.

Tomkins dalam American Journal of Public Health membedakan empat jenis umum perilaku merokok yaitu:

1. Kebiasaan merokok

Dalam jenis kebiasaan merokok, individu awalnya mungkin merokok untuk mengurangi efek negatif atau untuk menambah efek positif padahal individu tersebut sudah lama berhenti merokok. Dia mungkin tidak menyadari bahwa rokok ada di mulutnya. Dia merokok seolah- olah itu

(44)

membuatnya merasa baik atau lebih baik, namun faktanya tidak. Seperti sama sekali tidak ada perasaan aneh untuk merokok. Itulah yang disebut dengan kebiasaan merokok.

2. Afektif positif perilaku merokok

Disini dibedakan lagi menjadi dua subtipe, yaitu merokok sebagai stimulan untuk mempengaruhi afektif positif dari kegembiraan dan merokok sebagai relaksasi untuk mempengaruhi afektif positif dari kenikmatan.

Merokok sebagai relaksasi terjadi pada orang-orang yang dalam keadaan sangat santai seperti saat selesai makan dan di tengah- tengah percakapan yang menyenangkan. Jenis stimulan dalam merokok terjadi setiap kali merokok memberikan dampak kegembiraan seperti ketika anak muda merokok untuk membangun maskulinitas atau menyambut masa dewasa dengan menentang orang tuanya.

3. Afektif negatif perilaku merokok

Jenis yang ketiga ini diberi nama dengan merokok sedatif atau sebagai penenang. Dalam hal ini seseorang merokok terutama untuk mengurasi perasaan tertekan, takut, malu, jijik, atau kombinasinya. Seseorang berusaha untuk menenangkan dirinya bukan untuk bersantai. Ketika semua berjalan dengan baik dia mungkin tidak merokok. Hanya ketika seseorang dalam masalah dia berpikir untuk merokok. Dalam afektif positif, perokok hanya merokok saat dia merasa bahagia bukan pada saat dia merasa buruk.

(45)

4. Ketergantungan merokok

Dalam jenis yang keempat, terdapat afektif positif perilaku merokok dan afektif negatif perilaku merokok yang disebut dengan kecanduan psikologis.

Dalam kecanduan psikologis, pertama perokok selalu menyadari bahwa dia tidak sedang merokok. Hal ini sangat berbeda dengan merokok sebagai penenang dimana setiap kali ada sesuatu hal yang baik perokok tidak tahu bahwa dia tidak merokok. Kedua, kesadaran seperti tidak merokok selalu membangkitkan efek negatif. Perokok kecanduan menderita setiap kali dia tanpa rokok. Ketiga, dia berpikir bahwa hanya rokok yang dapat mengurangi penderitaannya, dan tidak ada yang dapat menggantikannya. Keempat, hanya merokok yang akan membangkitkan afektif positifnya. Kelima, afektif negatifnya akan meningkat intensitasnya sampai tak terhankan, sampai dia tidak bisa merokok. Keenam, harapannya bahwa merokok akan mengurangi penderitaannya dan membangkitkan efek positif.

2.3.1 Tahap Dalam Perilaku Merokok

Menurut Leventhal & Clearly terdapat 4 tahap perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu :

1. Tahap prepatory, pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan yang menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation, pada tahap ini perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

(46)

3. Tahap Becoming a Smoker pada tahap ini apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of smoking pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

2.3.2 Tipe Perokok

Menurut Mu’tadin dalam Lubis (2012) tipe perokok dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Perokok sangat berat, yaitu seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang sehari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.

2. Perokok berat, yaitu seseorang yang mengkonsumsi rokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.

3. Perokok sedang, yaitu seseorang yang menghabiskan rokok sekitar 11-21 batang sehari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.

4. Perokok ringan, yaitu seseorang yang menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

2.3.3 Alasan Merokok

Tomkins dalam Dariyo (2004) menyatakan bahwa alasan individu untuk memiliki perilaku kebiasaan merokok antara lain :

a. Pengaruh positif yakni individu mau merokok karena merokok memberi manfaat positif bagi dirinya. Ia menjadi senang, tenang dan nyaman karena

(47)

memperoleh kenikmatan dari merokok, misalnya : setelah makan.

Tujuannya untuk memperoleh kenikmatan.

b. Pengaruh negatif yaitu merokok dapat meredakan emosi-emosi negatif yang dihadapinya.

c. Habitual (ketergantungan psikologis) yaitu perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. Secara fisik individu merasa ketagihan untuk merokok dan ia tak dapat menghindari atau menolak permintaan yang berasal dari dalam dirinya (internal). Akibatnya, ia harus merokok baik dalam menghadapi keadaan suatu masalah maupun dalam keadaan santai. Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan bahkan menjadi gaya hidup (life style).

d. Ketergantungan psikologis yaitu kondisi ketika individu selalu merasakan, memikirkan dan memutuskan untuk merokok terus-menerus. Dalam keadaan apa saja dan dimana saja ia selalu cenderung untuk merokok (Dariyo, 2004).

2.3.4 Perilaku Merokok dan kemiskinan

Setiap negara termasuk Indonesia memiliki definisi tersendiri terhadap kategori miskin bagi seseorang. Hal ini dikarenakan kondisi miskin tersebut bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran- ukuran berdasarkan kondisi tertentu seperti pendapatan rata- rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 24 tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

(48)

hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers dalam Agnesa (2015) menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1. Kemiskinan (proper)

Permasalahan kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan- kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

2. Ketidakberdayaan (powerless)

Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan/ persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)

Seseorang/ sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga dimana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi

(49)

rentan berupa kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal.

4. Ketergantungan (dependency)

Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari seseorang/ sekelompok orang yang disebut miskin menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi/ penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru.

Bantuan pihak lain sangat diperlukan.

5. Keterasingan (isolation)

Dimensi keterasingan yang dimaksudkan adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada daerah yang jauh dari pusat- pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkonsentrasi di pusat- pusat pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil sulit dijangkau oleh fasilitas- fasilitas kesejahteraan sehingga relatif memiliki taraf hidup yang rendah yang menyebabkan adanya kemiskinan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Semba, dkk dalam Jurnal Paternal Smoking Is Associated With Increased Risk Of Child Malnutrition Among Poor Urban Families In Indonesia, bahwa pengendalian tembakau, pengentasan kemiskinan dan promosi kesehatan anak seharusnya tidak boleh dipandang sebagai usaha yang saling menguntungkan. WHO telah menjelaskan tiga hal

(50)

utama dimana rokok dapat memperburuk kemiskinan tingkat rumah tangga di Indonesia: Pertama, pengeluaran tembakau menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok; Kedua, merokok menyebabkan kebutuhan perawatan kesehatan, hilang produktivitas dan kematian dini penerima upah;

Ketiga, mereka yang bekerja dalam pengalaman kerja terkait tembakau terutama upah rendah dan risiko kesehatan yang tinggi. Kesehatan rumah tangga dikaitkan dengan pengeluaran merokok rumah tangga dan akan membaik jika uang yang dihabiskan untuk rokok itu sebagai gantinya dihabiskan untuk makanan, hal ini menunjukkan bahwa ayah merokok dikaitkan dengan peningkatan malnutrisi anak.

2.4 Jaminan Kesehatan Nasional

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejaterah (SJSN Program, 2013).

Karakteristik dari program JKN adalah bahwa program ini dilaksanakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi soaial dan prinsip ekuitas. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004.

2.4.1 Kepesertaaan JKN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

(51)

Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta program JKN terdiri dari 2 kelompok yaitu:

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan

Peserta PBI jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang PBI, fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau keluarganya, sedangkan orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.

2. Peserta bukan PBI jaminan kesehatan yang terdiri dari :

 Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya : (Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, dan Pegawai Swasta)

 Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya : (Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk pekerja mandiri yang bukan penerima Upah)

 Bukan pekerja dan anggota keluarganya : ( Investor, Pemberi Kerja, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Janda/duda atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, dan bukan pekerja yang mampu membayar iuran)

(52)

2.4.2 Pelayanan JKN

Berdasarkan Perpres No 12 Tahun 2003 setiap Peserta berhak memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan KB, rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung.

Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta.

2.5 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 2.5.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014). Puskesmas juga merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

(53)

2.5.2 Visi dan Misi Puskesmas A. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju Indonesia Sehat. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

B. Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel  3.1  Distribusi Sampel  Menurut  Populasi  Peserta  PBI Perokok di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Sunggal Tahun 2018
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen
Tabel 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen
+7

Referensi

Dokumen terkait

i, dan diamalkan apa yang terkandung

Penelitian terkait dengan perilaku terhadap penerimaan teknologi dengan pendekatan TAM sejak dikenalkannya TAM pada tahun 1986 oleh Davis antara lain oleh Szajna (1994)

tujuan perjuangannya. DI memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia melalui perjuangan bersenjata dengan cara kekerasan, sedangkan KPPSI memperjuangkan penerapan Syari’at

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan menguji pengaruh personal background, penggetahuan dewan tentang anggaran, dan political culture terhadap

Kampung sebutan lain dari Desa adalah Kesatuan Masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan,

Jika pasien tidak mendapat penanganan yang tepat pada empat minggu pertama semenjak ia terinfeksi, penyakit tersebut akan berlanjut ke tahap kedua dimana kulit, sistem saraf, sendi,

Riwayat Hipertensi sebelumnya (+) dibenarkan oleh keluarganya, tapi pasien tidak sering minum obat, hanya beberapa minggu saja dalam sebulan pasien mengkonsumsi obat.. Keluarga

Dalam penelitian ini penulis berterimakasih kepada pihak – pihak yang telah membantu penulis dalam kelengkapan proposal penelitian ini, sehingga dapat menjadikan