• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

4.2 Hasil Penelitian .1 Analisis Univariat .1Analisis Univariat

5.1.6 Hubungan antara Ketersediaan Peralatan yang Digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,630 (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 18 responden yang menjawab ketersediaan peralatan MTBS tidak lengkap, terdapat 9 responden (24,32%) dengan implementasi MTBS rendah dan 9 responden (24,32%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 19 responden yang menjawab ketersediaan peralatan MTBS lengkap, terdapat 11 responden (29,73%) dengan implementasi MTBS rendah dan 8 responden (21,62%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wiwiek Pudjiastuti (2002: 106) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersediaan sumberdaya atau sarana MTBS dengan kepatuhan petugas dalam tatalaksana MTBS di Puskesmas DKI Jakarta. Dimana sumberdaya atau sarana untuk kegiatan MTBS bukan merupakan barang atau alat bantu, karena sudah tercakup dalam sarana esensial Puskesmas, kecuali untuk formulir tatalaksana MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) yang memerlukan penggandaan secara khusus.

Menurut pendapat Azrul Azwar (1996) yang menyatakan bahwa sarana (alat) merupakan suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Sarana termasuk dalam salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, agar pelayanan menjadi bermutu maka persyaratan ketersediaan sarana prasarana harus tetap terpenuhi.

Berdasarkan hasil penelitian maka diharapkan sarana pendukung MTBS yang dimiliki masing-masing puskesmas dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh petugas untuk mendukung pemeriksaan yang dilakukan agar mendapatkan hasil yang akurat. Sarana yang dimaksudkan disini adalah semua sarana dan prasarana yang digunakan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit, yang terdiri atas : ruang MTBS, formulir MTBS dan kartu nasihat ibu, serta logistik (peralatan dan obat-obatan yang mendukung dalam kegiatan pemeriksaan MTBS pada balita sakit, yang meliputi : thermometer, stetoskop, dan timer ISPA atau arloji). Sarana tersebut hampir sama dengan sarana yang dibutuhkan pada puskesmas atau poli pongobatan pada umumnya begitu juga dengan obat MTBS.

5.1.7 Hubungan antara Alokasi Dana dari Dinas Kesehatan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara alokasi dana dari Dinas Kesehatan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,212 (p value > 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengatakan tidak ada alokasi dana, terdapat 18 responden (48,65%) dengan implementasi MTBS rendah dan 12 responden (32,43%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 7 responden yang

mengatakan ada alokasi dana, terdapat 2 responden (5,4%) dengan implementasi MTBS rendah dan 5 responden (13,51%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djoko Mardijanto dan Mubasysyir Hasanbasri (2005), yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS. Rata-rata puskesmas masih mengharapkan bantuan sarana dan prasarana dari tingkat Kabupaten bahkan Provinsi. Terutama untuk pengadaan formulir MTBS dan ARI timer. Sarana penunjang cukup tersedia sehingga penatalaksanaan balita sakit dengan MTBS dapat berjalan baik. Sarana tersebut meliputi tenaga paramedis dan medis terlatih MTBS yang mengerjakan tatalaksana MTBS, alat bantu hitung napas, barang cetakan yang antara lain meliputi formulir MTBS dan Kartu Nasehat Ibu serta obat-obatan.

Menurut A. A. Gde Muninjaya (2004: 159), dana operasional diarahkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program oleh masing-masing staf pelaksana program. Alokasinya digunakan untuk biaya kunjungan pembinaan ke lapangan, pemeliharaan, dan pembelian alat penunjang kegiatan rutin program dan sebagainya.

Karena tidak ada dana khusus untuk menunjang pelaksanaan MTBS yang dialokasikan oleh puskesmas sampai saat ini, maka Dinas Kesehatan kabupaten, Dinas Kesehatan provinsi, dan Departemen Kesehatan RI masih berusaha mengalokasikan dana untuk memenuhi sarana tersebut. Namun selalu dijelaskan kepada pihak puskesmas bahwa hal tersebut tidak dapat

berlangsung terus menerus sehingga diharapkan sedikit demi sedikit puskesmas dapat memenuhi kebutuhan sarana penunjang tersebut sendiri. 5.1.8 Hubungan antara Rapat Koordinasi Tingkat Puskesmas dengan

Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara rapat koordinasi tingkat puskesmas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang. Hal ini didasarkan pada hasil analisis dengan uji Chi Square diperoleh p value = 0,037 (p value < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian pula menunjukkan bahwa dari 22 responden yang mengatakan tidak ada rapat koordinasi, terdapat 15 responden (40,54%) dengan implementasi MTBS rendah dan 7 responden (18,9%) dengan implementasi MTBS tinggi. Sedangkan dari 15 responden yang mengatakan ada rapat koordinasi, terdapat 5 responden (13,51%) dengan implementasi MTBS rendah dan 10 responden (27,0%) dengan implementasi MTBS tinggi.

Menurut George R. Terry dalam Azrul Azwar (1996: 112) yang dimaksud rapat koordinasi adalah melaksanakan pertemuan dalam rangka koodinasi terpadu kegiatan antar program maupun antar instansi (lintas sektoral) yang terkait dengan masalah kesehatan masyarakat, sehingga tercapai tujuan pembangunan kesehatan yang menyeluruh.

Dalam hal ini keterpaduan pelayanan yang dilakukan praktik MTBS menunjukkan suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu

buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan (Rafless Bencoolen, 2011).

Maksud tersebut yakni dilaksanakan dengan mengadakan rapat kerja secara periodik untuk team antar program dalam puskesmas dan antar sektor dengan unit-unit terkait lainnya diluar puskesmas guna menunjang kegiatan puskesmas yang berkaitan dengan masalah Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Tanpa koordinasi yang baik antar program-program (koordinasi internal) yang berkaitan dengan faktor tersebut, dan juga koordinasi eksternal (lintas sektoral) dengan instansi terkait, akan sulit untuk mengupayakan percepatan (akselarasi) pelaksanaan program pelayanan kesehatan di Puskesmas (Budioro B, 2002: 95).

5.1.9 Hubungan antara Sistem Pencatatan/ Pelaporan Pelaksanaan MTBS