• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.4 Hubungan Lama Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal

pada Tahun 2016.

Hasil uji statistik Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai P > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia divisi regional II Sumatera Barat tahun 2016. Hal ini diperkuat oleh pernyataan masinis yang menyatakan bahwa keluhan yang dirasakan dapat hilang ketika setelah beristirahat sehingga lama kerja tidak memiliki hubungan dengan keluhan MSDs terjadi karena masinis dapat menyesuaikan jam kerja dengan jam istirahat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nusa (2013) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

64

Cindyastira (2014) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada tenaga kerja unit produksi paving block CV sumber galian Makasar tahun 2014.

5.5 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016.

Hasil uji statistik dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov menunjukkan nilai p > 0,05 berarti bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat pada Tahun 2016.

Asap rokok yang dihisap baik sebagai perokok aktif maupun pasif dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun, dan apabila pekerja yang bersangkutan harus melakukan pekerjaan yang menuntut pengerahan tenaga, akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Bahaya rokok menimbulkan efek yang bersifat kronis sehingga kemungkinan yang bisa diambil adalah pada saat penelitian dilakukan bahaya rokok belum tampak jelas bagi masinis di PT. Kereta Api Indonesia Sumatera Barat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bukhori (2010) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang emas di kecamatan Cilograng kabupaten Lebak tahun 2010.

65

5.6 Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat Tahun 2016.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov menunjukkan nilai P < 0.05 yang mempunyai arti bahwa ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera barat tahun 2016. Seluruh masinis yang memiliki indeks masa tubuh tidak normal mengalami keluhan MSDs kategori tinggi. Hal ini dikarenakan masinis yang memiliki IMT tidak normal terjadi ketidakseimbangan pada sistem rangkanya dalam menerima beban.

Hal ini sejalan dengan Tarwaka (2015), yang menyatakan bahwa walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan sistem musculoskeletal, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka didalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fuady (2013) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan keluhan Musculoskeletal Disorders pada pengrajin sepatu di perkampungan industri kecil (PIK) penggilingan di kecamatan Cakung tahun 2013.

66 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Masinis di PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional II Sumatera Barat tahun 2016, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

2. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

3. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

4. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Masinis

Melakukan pencegahan terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders dengan melakukan gaya hidup yang sehat.

6.2.2 Bagi Perusahaan

Melakukan pengurangan tingkat keterpaparan getaran seluruh tubuh dengan meletakkan peredam getaran pada tempat duduk masinis.

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Getaran

2.1.1 Defenisi Getaran

Getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini menyebar kepada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat di tempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis (Suma’mur, 2009).

Menurut Anizar (2009), ciri utama getaran adalah frekuensi (Hz) dan intensitas (diukur sebagai amplitude, kecepatan, atau percepatan). Getaran atau vibrasi adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan dalam tempat kerja. Pajanan vibrasi pada seluruh tubuh umumnya disebabkan oleh mesin industri, Konstruksi, pertanian, atau peralatan transportasi, dapat dibagi menjadi:

a. Vibrasi frekuensi rendah, misalnya peralatan transportasi darat (bus, truk, kereta api).

b. Vibrasi frekuensi tinggi, misalnya mesin industri, alat-alat berat (forklift, traktor, traktor roda gigi, Derek, skop elektrik, motor gandeng, bulldozer), peralatan transportasi udara/laut (helicopter, kapal laut).

10

c. Syok, peralatan transportasi darat yang berjalan di jalanan yang tidak rata/ berlubang.

2.1.2 Sumber getaran

Di tempat kerja terdapat banyak peralatan kerja yang menghasilkan getaran dan secara luas digunakan dalam proses industri seperti dalam perakitan kapal, otomotif, industri logam, alat angkut (transportasi), baik getaran seluruh tubuh (whole body vibration) ataupun getaran lengan-tangan (hand-arm vibration). Berikut beberapa alat yang menghasilkan getaran:

Tabel 2.1 Sumber dan Tipe Getaran Berdasarkan Jenis Industri

Industry Type of Vibration Common Vibration Source

Agriculture

Whole body Tractor operation

Boiler making Segmental Pneumatic tools

Construction Whole body/ segmental Heavy equipment vehicles,

pneumatic drills,

jackhammers, etc Diamond cutting Segmental Vibrating tools

Forestry Whole body/ segmental Tracktors operator/c hain saw

Furniture manufacture

Segmental Pneumatic chisel

Iron &steel Segmental Vibrating hand tool Lumber Segmental Chain saw

Machine tools Segmental Brating hand tools

Mining Whole body Vehicle operators rock drills

Riveting Segmental Hand tools

Rubber Segmental Pneumatic stripping tools Sheet metal Segmental Stamping tools

Shipyards Segmental Pneumatic hand tools Stone dressing Segmental Pneumatic hand tools Textile Segmental Sewing machine looms Transportation Whole body Vehicle operation

11

2.1.3 Nilai Ambang Batas Getaran Seluruh Tubuh

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja menyatakan bahwa getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Pada pasal 7 disebutkan bahwa NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/detik2).

2.1.4 Efek Getaran Seluruh Tubuh terhadap Kesehatan.

Suma’mur (2009), menyatakan bahwa efek dari paparan Whole Body Vibration berbeda-beda tergantung pada tingkatan akselerasi, frekuensi, dan cara pemaparannya keseluruh tubuh. Secara umum, getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur dan gemetaran, kerusakan organ bagian dalam serta nyeri tulang belakang.

Ada beberapa efek getaran seluruh tubuh terhadap kesehatan, seperti:

a. Getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan kelelahan, sulit tidur, sakit kepala dan “gemetar” secara singkat setelah atau selama pemaparan. Gejala yang sama terhadap kesehatan tersebut kebanyakan orang setelah mengalami perjalanan panjang dengan mobil atau kapal. Setelah seharian mengalami pemaparan dalam hitungan tahun, getaran seluruh tubuh dapat mempengaruhi tubuh bagian dalam dan hasilnya pada kerusakan kesehatan.

12

b. Orang-orang dibawah usia 20 tahun khususnya rentan terhadap pengaruh- pengaruh getaran. Efek-efek getaran yang merugikan dipertinggi dengan adanya disfungsi otonom, penyakit pembuluh dan syaraf perifer.

c. Efek vibrasi dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan sebesar- besarnya pada frekuensi alami yang menyebabkan resonansi. Leher dan kepala, pinggul dan perineum, serta kesatuan otot-otot dan tulang terdiri dari jaringan lemah dengan bagian keras bersama, dan beresonansi baik terhadap 10 Hz. Pharynk beresonansi terhadap 3-5 Hz. Getaran-getaran kuat menyebabkan perasaan sakit yang luar biasa.

d. Sistem peredaran darah dipengaruhi hanya oleh getaran-getaran dengan intensitas tinggi.

e. Saat seluruh pekerjaan terpapar, sensitifitas setiap individu beraneka macam terhadap orang per orang.

2.2 Masinis

2.2.1 Pengertian Masinis

Masinis adalah awak sarana perkeretaapian yang bertugas mengoperasikan kereta api serta bertanggung jawab sebagai pemimpin perjalanan kereta api. Masinis sah menjadi awak sarana perkeretaapian dibuktikan dengan sertifikat kecakapan yang didapat setelah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan, yaitu pendidikan dan pelatihan dasar dan pendidikan dan pelatihan kecakapan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian).

13

2.2.2 Kewajiban Masinis

Dalam Undang-Undang No. 72 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan kereta api, pada pasal 14 dijelaskan bahwa pemegang sertifikat kecakapan awak sarana perkeretaapian dalam melaksanakan tugas wajib:

a. mengoperasikan kereta api sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

b. membawa tanda pengenal (smart card) sebagai awak sarana perkeretaapian; c. membawa surat tugas dari penyelenggaraan sarana perkeretaapian;

d. menjaga, memeriksa kesehatan dan mengikuti tes kesehatan minimal 2 (dua) tahun sekali;

e. minimal dalam waktu 2 (dua) tahun harus mengoperasikan sarana perkeretaapian; dan

f. meningkatkan kemampuan sebagai awak sarana perkeretaapian dalam bentuk mengikuti pelatihan penyegaran dalam waktu sekurang-kurangnya setiap satu tahun yang dilakukan oleh direktorat jenderal perkeretaapian atau oleh badan hukum atau lembaga yang telah mendapat akreditasi.

2.2.3 Cara Kerja Masinis

Di ruang kabin masinis atau lokomotif, hanya terdapat masinis dan asisten masinis, tidak diperkenankan penumpang memasuki ruangan tersebut. Adapun tugas masinis selama mengemudi kereta api antara lain sebagai berikut:

1. Duduk di kursi posisi masinis.

2. Tangan kiri siap memegang gagang rem dan tangan kanan di gagang throtle atau perseneleng kalau istilah di mobil.

14

3. Kaki kanan harus sering menginjak deadman pedal.

4. Mata tertuju lurus ke depan melihat ke arah sinyal dan jalur kereta api yang akan dilalui serta sinyal elektrik dan semboyan/ rambu-rambu dikanan jalan rel.

5. Dari audio terdengar peluit dan bel tanda aman untuk kereta api berangkat, kemudian jika bel tersebut telah berbunyi memasukkan gigi dari idle ke 1-2-3 dan seterusnya untuk menambah kecepatan.

Gambar 2.1 Masinis pada saat mengemudi kereta api (bekerja) 2.3 Sistem Musculoskeletal

Sistem Musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem Musculoskeletal adalah jaringan ikat, sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot

15

rangka, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini (Price, 2006).

2.3.1 Sistem Muskuler / Sistem Otot

Menurut Sherwood (2011), sistem muskuler terdiri dari: 1. Otot

Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang menggerakkan tulang. Otot merupakan jaringan tubuh yang memiliki kemampuan berkontraksi. Terdapat tiga jenis otot dalam tubuh manusia yaitu otot rangka (skelet), otot polos dan otot jantung. Muskuler atau otot rangka melekat ke tulang. Kontraksi otot rangka menggerakkan tulang-tulang yang melekat kepadanya sehingga tubuh dapat melakukan berbagai aktvitas motorik.

Tipe otot rangka/ otot skelet adalah sebagian besar otot ini melekat pada tulang walaupun dalam jumlah kecil melekat ke fascia, aponeurosis dan tulang rawan. Otot ini juga disebut otot lurik, dan kadang-kadang juga disebut otot sadar. Setiap orang memiliki sekitar 600 otot rangka, yang ukurannya berkisar dari otot mata eksternal yang halus dan mengontrol gerakan mata serta mengandung hanya beberapa ratus serat, hingga otot kaki yang besar dan kuat yang mengandung beberapa ratus ribu serat.

2. Tendon

Jaringan ikat akan meluas melewati ujung-ujung otot untuk membentuk tendon kolagenosa. Tendon dapat cukup panjang, melekat ke suatu tulang yang berjarak dari bagian daging otot. Jadi, tendon berfungsi untuk melekatkan otot dengan tulang atau otot dengan otot.

16

3. Ligamen

Ligamen berfungsi untuk membentuk bagian sambungan dan menempel pada tulang. Ligamen tersebut berfungsi untuk mencegah adanya dislokasi dan sekaligus berfungsi untuk membatasi rentang gerakan.

2.3.2 Skeletal a. Tulang/ Rangka

Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang melekat pada tulang, metabolisme kalsium dan mineral dan organ hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis. Tubuh manusia memiliki 206 tulang yang membentuk rangka.

b. Sendi

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Secara anatomik, sendi dibagi 3, yaitu sinartrosis, diatrosis, dan amfiartrosis.

2.4 Keluhan Muskuloskeletal Disorders 2.4.1 Definisi Keluhan Muskuloskeletal

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala/ gangguan yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang dan pembuluh darah. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar (OSHA, 2000).

17

Menurut Tarwaka (2015), keluhan Musculoskeletal Disorders adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang bisa diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (presistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

2.4.2 Metabolisme Terjadinya Kelelahan Otot Santoso (2004) menjelaskan bahwa:

1. Perubahan biokimia yang terjadi selama kontraksi otot “ asam laktat banyak terjadi sehingga menimbulkan rasa lelah”. Kelelahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan glikogen otot”.

2. “Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energy yang dibutuhkan serta untuk membuang metabolism, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak (dari penyedian ATP) terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya.

18

Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan”.

3. “Jika yang terjadi adalah kontraksi otot statis, maka kontraksi ini akan mengurangi aliran darah secara kontinu selama kontraksi tersebut sedangkan pada kontraksi dinamis tidak demikian, yang terjadi hanya sebentar-sebentar yakni ketika kontraksi itu terjadi.

4. Ketika aliran darah menurun, metabolit akan terakumulasi dan supply oksigen otot akan berkurang secara cepat. Mungkin akan berpindah metabolism menjadi anaerobik dan meningkatkan asam laktat yang kemudian mempercepat kelelahan”.

5. Ketika laktat menumpuk dalam otot, maka kelebihannya masuk dalam darah dan sebagian masuk dalam hati. Asam laktat dalam hati akan diubah menjadi glukosa ketika otot membutuhkan energy, hal itu terjadi dengan siklus Cori. Siklus Cori merupakan keterkaitan glikolisis dalam otot dengan glukoneogenesis (pembentukan glukosa atau gikogen dari sumber bukan karbohidrat).

19

2.4.3 Faktor Risiko Keluhan Muskuloskeletal Disorders 2.4.3.1 Faktor risiko secara luas yang berperan pada MSDs

Menurut Sudoyo (2009), faktor risiko MSDs secara luas terdiri dari: 1. Jenis Industri

Angka Musculoskeletal Disorders paling tinggi ditemukan pada industri pengepakan daging, selanjutnya perusahaan perajutan pakaian, kendaraan bermotor dan pengolahan makanan ternak.

2. Jenis pekerjaan

Tukang batu, tukang kayu, tukang sulam dan lain-lain.

2.4.3.2 Faktor risiko Musculoskeletal Disorder Dilihat dari Karakteristik Individu.

1. Umur

Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama. Menurut Bridger (2003) yang dikutip oleh Zulfiqor (2010), sejalan dengan meningkatnya umur akan terjadi degenarasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berumur 30 tahun. Pada umur 30 tahun terjadi degenerasi berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.

Menurut Chaffin (1979) dan Guo et al (1995) dalam Tarwaka (2015), menyatakan bahwa pada umumnya keluhan sistem musculoskeletal sudah mulai

20

dirasakan pada usia kerja. Namun demikian, keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.

Jeyaratnam (2009), menyatakan bahwa terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung dengan bertambahnya usia yang tidak dipengaruhi kondisi kerja. Namun, masalah punggung mungkin secara tidak langsung berhubungan dengan proses menua vertebra lumbal.

2. Masa Kerja

Suma’mur (1996) dalam Widyastuti (2010), menjelaskan bahwa masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi baik kinerja positif maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Masa kerja dikategorikan menjadi 3 yaitu: 1. Masa kerja baru : < 6 tahun

2. Masa kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa kerja lama : > 10 tahun

Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu

21

sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan – tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut – larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis (Budiono, 2009).

Keluhan MSDs bersifat akumulatif seiring dengan masa kerja seseorang. Masa kerja merupakan panjangnya waktu terhitung mulai pekerja masuk kerja hingga penelitian berlangsung. Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan meningkatkan risiko MSDs. Menururt Ohlsson et al (1989) yang dikutip oleh Zulfiqor (2010), derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.

Salah satu faktor fisik (faktor risiko) lingkungan kerja pengemudi yang mengakibatkan penyakit akibat kerja pada sarana transportasi darat berupa kereta api ini adalah paparan getaran mekanis yang berasal dari mesin. Getaran ini memapari seluruh tubuh sehingga disebut juga dengan Whole Body Vibration. Getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini menyebar kepada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan

22

kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat di tempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis (Suma’mur, 2009).

3. Lama Kerja

Lama kerja menggambarkan lamanya pekerja terpapar faktor penyebab terjadiya keluhan Musculoskeletal Disorders, salah satu faktor fisik (faktor risiko) lingkungan kerja pengemudi yang mengakibatkan penyakit akibat kerja pada sarana transportasi darat berupa kereta api ini adalah paparan getaran mekanis yang berasal dari mesin. Getaran ini memapari seluruh tubuh sehingga disebut juga dengan Whole Body Vibration. Getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini menyebar kepada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat di tempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis (Suma’mur, 2009).

3. Jenis Kelamin

Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dibandingkan dengan pria. Sehingga wanita lebih berisiko mengalami MSDs dibandingkan pria. Walaupun masih ada perbedaan pendapat beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin tehadap resiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memeang lebih rendah daripada pria (Tarwaka, 2015).

23

4. Merokok

Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila perokok dituntut melakukan tugas dengan pengerahan tenaga yang besar maka akan lebih mudah mengalami kelelahan karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat dan terjadi penumpukan asam laktat dan terjadilah nyeri otot (Tarwaka, 2015).

Sudoyo (2009), menyatakan bahwa postulasi yang diajukan ialah bahwa nikotin mengurangi aliran darah ke jaringan yang vulnerable. Penelitian yang