• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Luas RTH dan Distribusi Suhu di Kota Palu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Hubungan Luas RTH dan Distribusi Suhu di Kota Palu

Berdasarkan data suhu maksimum di Kota Palu antara tahun 1997 hingga tahun 2010 diketahui terjadi peningkatan suhu maksimum dari 34,5oC menjadi 36oC (Gambar 19). Bahwa dalam hubungannya dengan peningkatan suhu terhadap luasan RTH terlihat hanya terhadap suhu maksimum, hal ini karena pada siang hari sekitar pukul 14.00 suhu udara akan mencapai paling tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemanasan udara berasal dari pemanasan permukaan. RTH hutan mempunyai peran besar dalam meredam suhu maksimum agar menjadi lebih rendah melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama kanopi hutan mampu meredam radiasi matahari yang datang ke permukaan lantai hutan, sehingga suhu permukaan lantai hutan menjadi rendah, begitu pula dengan suhu udara di atas permukaan di bawah kanopi hutan. Mekanisme kedua melalui penggunaan energi netto di siang hari biasanya digunakan untuk evapotranspirasi sehingga untuk memanaskan udara lebih sedikit (Effendy, 2011).

Gambar 19. Data suhu udara Kota Palu tahun 1997–2010.

RTH lewat proses transpirasi secara efektif menggunakan energi netto sebagai panas laten (latent heat) sehingga meminimalkan penggunaan energi untuk memanaskan udara (sensible heat). Karena itu, Mool (1997) merekomendasikan kota harus memilki RTH dengan luasan sekitar 40% dari luas totalnya atau setara dengan 20 pohon besar setiap 4 000 m2. Dalam penelitian Weng dan Yang (2004) di Kota Guangzhou, Cina Selatan mengungkapkan bahwa tumbuhan mempunyai peran penting dalam menurunkan radiasi termal yang

dipancarkan ke atmosfer sehingga suhu udara menjadi rendah. Tumbuhan berupa pohon dapat menurunkan suhu udara sebesar 2,1oC dan penanaman pohon di kiri kanan jalan dapat menurunkan suhu sebesar 0,9oC (Gambar 20).

Gambar 20. Hubungan antara prosentase RTH hutan dengan suhu udara maksimum dan suhu udara minimum.

Berdasarkan Gambar 20 diperoleh bentuk persamaan linier antara RTH hutan dengan suhu maksimum udara (oC) adalah Y= 39,511–0,1203X dengan R2 sebesar 0,503 (hubungan yang sangat kuat). Jika nilai Y = 33,8oC (suhu maksimum RTH dari rata-rata pengamatan di titik sampel) maka diperoleh nilai X= 47%, atau membutuhkan luasan hutan kota 18 648 ha. nilai tersebut mengartikan bahwa hasil analisis spasial pada penentuan luasan hutan kota ditekankan pada analisis suhu, maka hal tersebut sesuai dengan analisis sistem dinamik yang terlihat pada Gambar 21. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan berbanding terbalik antara prosentase RTH hutan dengan suhu maksimum rata-rata yaitu semakin rendah prosentase RTH hutan menyebabkan suhu udara maksimum meningkat. Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam empat area yaitu (r = 0 – 0,25), berarti tidak ada hubungan atau hubungan rendah/lemah; (r = 0,26 -0,5), berarti hubungan sedang; (r = 0,51–0,75) berarti hubungan kuat; sedangkan (r = 0,76–

1) berarti hubungan sangat kuat/sempurna. Dari hasil analisis citra secara spasial RTH hutan yang paling mampu menurunkan suhu maksimum yang diperoleh dari persamaan Y= a x + b.

RTRWK Kota Palu tentang rencana ruang terbuka hijau, yang terlihat pada Gambar 21. Pemerintah merencanakan alokasi hutan kota ±100 ha, ±200 ha untuk kebun raya, rencana tersebut dialokasikan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Palu Selatan. Dari hasil analisis distribusi suhu maksimum yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan diperoleh suhu maksimum tertinggi pada titik pengamatan di lokasi pemukiman sebesar 35,7oC. Hal tersebut dalam kaitannya dengan rencana sebaran hutan kota berdasarkan kondisi suhu maka dapat di sajikan pada Gambar 22.

Jika dibandingkan dengan rencana pemerintah daerah Kota Palu berdasarkan RTRWK maka hanya ada dua kecamatan yang difokuskan oleh pemerintah, sedangkan sebaran hutan kota seharusnya terdistribusi di empat kecamatan yang ada. Adapun luasan hutan kota yang diharapkan berdasarkan hasil penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan, maka luasan untuk setiap kecamatan berdasrkan luas wilayah sebagai berikut, (1) Kecamatan Palu Barat memiliki luas wilayah 57,47 Km2, maka luas hutan kota sebesar 5,74 Km2, (2) Kecamatan Palu Selatan memiliki luas wilayah 61,35 Km, maka luas hutan kota sebesar 6,13Km2, (3) Kecamatan Palu Timur memiliki luas wilayah 186,55Km2, maka luas hutan kota 18,65 ha, (4) Kecamatan Palu Utara memiliki luas wilayah 89,69Km2, maka luas hutan kota sebesar 8,96 Km2.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 22. Peta rencana luasan dan sebaran hutan kota di setiap kecamatan di Kota Palu: (a) Kec. Palu Utara, (b) Kec. Palu Timur, (c) Kec. Palu Selatan, (d) Kec. Palu Bara

5.3. Peran dan Kebutuhan Hutan Kota dalam Perbaikan Iklim Mikro di Kota Palu

Pesatnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik di wilayah perkotaan, telah berdampak pada berkurangnya populasi tegakan pohon, baik yang berada di ruang terbuka publik, maupun yang berada di ruang milik privat. Disisi lain kegiatan industri, transportasi, konstruksi, perdagangan, pusat perkantoran, dan aktifitas rumah tangga berkembang demikian pesat, dengan salah satu dampaknya ialah akumulasi aneka jenis polutan di lingkungan kota, termasuk di udara. Kedua fenomena ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan. Dari hasil laporan RTRWK (2010) menunjukkan bahwa keberadaan luas hutan kota Palu saat ini belum memenuhi aturan jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, yang mengharuskan luas hutan kota di Wilayah perkotaan sekurang- kurangnya 10% dari luas kota. Luas hutan kota di Kota Palu yaitu 122.53 ha (0,31%) . Sedangkan luas RTH kota palu saat ini baru 1 280.5 ha (3,25%). Dari hasil analisis data observasi ruang terbuka hijau, suhu serta kelembaban maksimum rata-rata dapat ditunjukkan pada Gambar 23 dan Gambar 24. Hasil yang dianalisis dengan data Citra landsat menunjukkan kesesuaian dengan hasil analisis data observasi.

Gambar 23. Suhu maksimum

Gambar 23 menunjukkan hubungan antara jenis penutupan lahan dan suhu udara yang diukur melalui pengamatan di lapangan. Pengamatan di lapangan

dilakukan pada tanggal 17 - 22 Maret 2011 di berbagai titik Kota Palu seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Pengamatan ini sebagian besar dilakukan pada pukul 10 wita. Suhu udara diukur pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah. Suhu udara yang terukur berkisar antara 33,2oC – 35,7oC pada berbagai kondisi penutupan lahan. Tampak penurunan suhu ±2,5oC pada suhu di dalam hutan kota dibanding pemukiman. Hutan mampu menurunkan suhu disebabkan karena pohon dan vegetasi menyerap air melalui akar dan mengeluarkan melalui gerakan daun yang disebut transpirasi. Transpirasi pohon besar, dapat mengeluarkan 40 000 galon air per tahun. Proses transpirasi dan evaporasi disebut sebagai evapotranspirasi. Evapotranspirasi mendinginkan udara dengan menggunakan panas dari udara untuk menguapkan air. Evapotranspirasi dalam kombinasi dengan naungan, dapat membantu mengurangi suhu udara maximal pada puncak musim panas. Berbagai studi, menunjukkan, suhu udara tertinggi dalam rumpun pohon itu adalah 5ºC lebih dingin dibandingkan di tempat terbuka dan suhu udara di lahan pertanian beririgasi 3ºC lebih dingin daripada di lahan terbuka (EPA, 2010). Peran vegetasi dapat dilihat pada areal lahan kering dan taman kota yang masih lebih rendah dibanding daerah pemukinan, daerah industri, pertokoan dll. Suhu dan kelembaban ideal untuk manusia beraktivitas menurut Carpenter et al, 1975) antara 22 - 27ºC dengan kelembaban 20–70%.

Nilai suhu maksimum senilai 35,78oC berada pada tutupan lahan berbentuk pemukiman. Secara umum pada wilayah pemukiman mayoritas adalah tutupan lahan non vegetasi. Permukaan non vegetasi merupakan permukaan yang mudah memantulkan energi yang berasal dari matahari, sehingga energi yang terpantulkan yang dikonversi dalam bentuk suhu menjadi lebih besar. Selain itu wilayah pemukiman adalah identik dengan wilayah padat sehingga ruang gerak udara di wilayah tersebut menjadi sempit yang juga menyebabkan peningkatan suhu udara.

Nilai suhu minimum terdapat pada wilayah hamparan terbuka senilai 28,3oC hamparan terbuka. Hamparan terbuka merupakan kawasan yang terdiri dari vegetasi rendah atau rerumputan yang luas. Ruang gerak udara pada wilayah ini lebih luas dibanding wilayah pemukiman. Sifat vegetasi yang berupa

rerumputan adalah lebih baik menyerap energi matahari. Sehingga suhu udara yang terjadi cenderung lebih rendah.

Hasil pengukuran kelembaban nisbi udara (RH) maksimum pada semua titik pengamatan, menunjukkan bahwa kelembaban tertinggi pada tutupan lahan terbuka yaitu sebesar 61% dan terendah pada tutupan lahan pemukiman sebesar 48,5% (Gambar 24).

Gambar 24. Kelembaban maksimum rata-rata

Ruang terbuka hijau dalam hal ini hutan kota dalam mengameliorasi iklim selain menurunkan suhu udara juga berperan meningkatkan kelembaban udara. Keberadaan tumbuhan dalam bentuk hutan kota bergerombol dan berbentuk jalur meperlihatkan hasil pengukuran kelembaban tinggi yang dapat berfungsi memperbaiki kondisi iklim mikro (Rushayati, 2011). Peran hutan kota dalam upaya perbaikan iklim sebaiknya penyebarannya sangat penting terutama pembangunannya ditempatkan sebaiknya diarea perkotaan yang menjadi pusat sumber emisi tertinggi dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dengan suhu udara maksimum tertinggi.

Dokumen terkait