• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL

PEDESAAN

Bagian ini akan menganalisis hubungan yang ada antara stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan terhadap tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk mengkaji peran modal sosial dalam meningkatkan keberhasilan usaha yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan. Namun sebelum melihat lebih jauh hubungan keduanya, akan dikemukakan terlebih dahulu tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya. Tingkat keberhasilan pekerja sektor informal pedesaan diukur dengan menggunakan beberapa indikator, diantaranya adalah rata-rata modal, rata-rata pendapatan atau keuntungan, ketahanan usaha yang dapat dilihat dari lama usaha serta skala usaha yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan.

Karakteristik Usaha Pekerja Sektor Informal Pedesaan

Usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan dapat dilihat berdasarkan beberapa karakteristik. Karakteristik yang ada kemudian dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal pedesaan. Karakteristik atau indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata keuntungan per bulan, ketahanan usaha yang dilihat dari lama usaha, dan skala usaha yang dapat dilihat dari rata-rata modal usaha per bulan, kepemilikan usaha di tempat lain, serta ada atau tidaknya karyawan atau tenaga kerja tambahan. Berikut diuraikan secara singkat mengenai masing-masing indikator yang digunakan dalam menganalisis tingkat keberhasilan pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya.

Rata-rata Keuntungan

Rata-rata keuntungan merupakan rata-rata pendapatan bersih yang diterima oleh pekerja sektor informal pedesaan dalam menjalankan usaha setiap bulannya. Seperti halnya modal yang dikeluarkan setiap bulan, pekerja sektor informal pedesaan yang ada di Desa Wates Jaya juga memiliki keuntungan yang relatif beragam antara satu pekerja dengan pekerja lainnya. Tidak jauh berbeda dengan rata-rata modal per bulan yang harus dikeluarkan oleh pekerja sektor informal pedesaan, rata-rata keuntungan yang diperoleh di lapang juga dikategorikan berdasarkan simpangan baku atau kuartil untuk mengurangi adanya kemungkinan data pencilan. Data yang diperoleh dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu besar, sedang, dan kecil. Data yang diperoleh mengenai rata-rata keuntungan pekerja sektor informal pedesaan dapat dilihat pada Tabel 10.

50

Tabel 10 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut rata- rata keuntungan per bulan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Rata-rata keuntungan/ bulan Jumlah Persentase (%)

1 Besar ( > Rp2 180 000) 12 24

2 Sedang (Rp1 150 000 – Rp2 180 000) 26 52

3 Kecil (< Rp1 150 000) 12 24

Total 50 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata tingkat keuntungan usaha yang diperoleh oleh pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya berada pada kategori sedang atau dengan persentase sebesar 52 persen dimana keuntungan yang diperoleh berkisan antara Rp1 150 000 hingga Rp2 180 000 rupiah per bulan. Pekerja sektor informal yang memiliki rata-rata tingkat keuntungan usaha dengan kategori rendah atau dengan keuntungan kurang dari Rp1 150 000 rupiah per bulan adalah sebesar 24 persen, sedangkan pekerja sektor informal yang memiliki rata-rata tingkat keuntungan usaha dengan kategori tinggi atau lebih dari Rp2 180 000 per bulan adalah sebesar 24 persen. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umum keuntungan yang diperoleh oleh pekerja sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya masih tergolong dalam kategori sedang. Hal ini juga dapat berkaitan dengan skala usaha pekerja sektor informal yang memang tidak terlalu luas sehingga keuntungan yang diperoleh juga tidak terlalu besar.

Lama Usaha

Lama usaha merupakan waktu yang telah ditempuh oleh pekerja sektor informal pedesaan mulai dari awal kegiatan usaha dilaksanakan hingga saat ini. Lama usaha yang telah dilaksanakan oleh responden diketahui berdasarkan data lapangan dengan cara menanyakan secara langsung kepada responden yang bersangkutan. Secara umum lama usaha pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dikategorikan kedalam tiga kelompok. Masing-masing kategori memiliki persentase yang berbeda. Penjelasan lebih lanjut mengenai lama usaha pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut lama

usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Lama usaha Jumlah Persentase (%)

1 Kurang dari 5 tahun 8 16

2 Antara 5-10 tahun 14 28

3 Lebih dari 10 tahun 28 56

Total 50 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa secara umum lama usaha yang telah dijalankan oleh pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya berada pada

51 kategori tiga yaitu lebih dari 10 tahun dengan persentase sebesar 56 persen. Persentase pekerja sektor informal pedesaan dengan lama usaha antara 5-10 tahun adalah sebesar 28 persen. Terakhir, persentase pekerja sektor informal pedesaan dengan lama usaha kurang dari 5 tahun adalah sebesar 16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya umumnya telah memiliki dan menjalankan usaha dalam waktu yang relatif lama. Selain itu, tidak sedikit pula responden yang menyatakan bahwa usaha yang mereka jalankan saat ini merupakan usaha lanjutan yang dilaksanakan oleh orangtua atau keluarga mereka sebelumnya. Lama usaha dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan ketahanan usaha. Ketahanan usaha menunjukkan berapa lama suatu usaha bisa bertahan (survival). Kegiatan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya yang berlangsung relatif lama menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor infomal pedesaan memiliki ketahanan usaha yang cukup baik.

Skala Usaha

Usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya juga dapat dilihat dari skala usaha yang dimili. Skala usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal dapat diketahui dengan menanyakan langsung kepada responden mengenai luas usaha yang dimiliki, seperti membuka usaha di tempat lain, keberadaan karyawan yang membantu usaha, serta rata-rata modal usaha per bulan yang dibutuhkan oleh pekerja sektor informal pedesaan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa pekerja sektor informal pedesaan yang berada di Desa Wates Jaya memiliki rata-rata modal usaha per bulan yang relatif beragam satu sama lain. Ada warga yang hanya membutuhkan modal kurang dari Rp500 000 per bulan, namun ada pula warga yang memerlukan modal usaha hingga lebih dari Rp5 000 000 per bulan. Pengolahan data menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu dalam pengkategorian data dilakukan dengan menggunakan simpangan baku atau kuartil untuk mengurangi kemungkinan data yang bersifat pencilan. Data yang diperoleh kemudian dibagi kedalam tiga kategori kecil, sedang, dan besar. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut rata- rata modal usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Rata-rata modal usaha per bulan Jumlah Persentase (%)

1 Besar ( > Rp3 000 000) 9 18

2 Sedang (Rp800 000 – Rp3 000 000) 29 58

3 Kecil (< Rp800 000) 12 24

Total 50 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata modal usaha yang dikeluarkan oleh pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya berada pada kategori sedang atau dengan persentase sebesar 58 persen dimana modal yang dikeluarkan berkisar antara Rp800 000 hingga Rp3 000 000 rupiah per bulan. Pekerja sektor informal yang memiliki rata-rata modal usaha dengan

52

kategori rendah atau dengan kisaran kurang dari Rp800 000 per bulan adalah sebesar 24 persen, sedangkan pekerja sektor informal yang memiliki rata-rata modal usaha dengan kategori tinggi atau lebih dari tiga juta rupiah perbulan adalah sebesar 18 persen. Modal usaha pekerja sektor informal dapat berkaitan dengan skala usaha pekerja sektor informal. Skala usaha yang kecil umumnya tidak membutuhkan modal usaha yang begitu besar, dan begitu pula sebaliknya. Umumnya pekerja sektor informal yang memiliki modal usaha yang cukup besar per bulannya juga memiliki skala usaha yang lebih luas sehingga untuk memenuhi kebutuhan usahanya dibutuhkan barang atau modal yang besar pula. Bila dilihat berdasarkan jenis usaha yang dijalankan, umumnya pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang non jasa memerlukan modal usaha yang lebih besar bila dibandingkan dengan pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang jasa. Hal ini dapat disebabkan karena sektor jasa hanya memerlukan beberapa jenis keperluan saja seperti bahan bakar sebagai bahan baku untuk bekerja. Kondisi ini sedikit berbeda dengan pekerja yang bergerak dalam bidang non jasa, dimana mereka memerlukan lebih banyak bahan baku yang beragam sehingga membutuhkan modal yang lebih besar.

Skala usaha juga dapat dilihat berdasarkan kepemilikan usaha di tempat lain dan keberadaan karyawan atau tenaga kerja tambahan. Data mengenai skala usaha pekerja sektor informal dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut kepemilikan usaha dan tenaga kerja di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Kepemilikan usaha dan tenaga kerja Jumlah Persentase (%)

1 Besar 2 4

2 Sedang 17 34

3 Kecil 31 62

Total 50 100

Berdasarkan hasil penelitian lapang yang telah dilakukan, mayoritas skala usaha yang dimiliki oleh pekerja sektor informal berada dalam kategori kecil. Umumnya pekerja sektor informal pedesaan tidak memiliki cabang usaha di tempat lain. Selain itu, pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya juga tidak memiliki karyawan tetap dalam menjalankan usahanya. Tenaga kerja tambahan terutama ketika permintaan usaha sedang tinggi umumnya diperoleh dengan meminta bantuan anggota keluarga lain seperti suami, istri, anak, atau saudara yang berdekatan dengan mereka. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri sektor informal seperti skala usaha yang relatif kecil serta tenaga kerja umumnya tenaga kerja berasal dari keluarga.

Tingkat Keberhasilan Usaha Pekerja Sektor Informal Pedesaan Pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya memiliki usaha yang relatif beragam, mulai dari kegiatan berdagang, transportasi, hingga buruh. Namun penelitian ini hanya memfokuskan perhatiannya pada dua kelompok besar pekerja sektor informal, yaitu jasa dan non jasa. Jasa terdiri dari penarik rakit,

53 tukang ojek, dan supir, sedangkan pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang non jasa didominasi oleh penduduk yang memiliki usaha dagang. Sebagai suatu kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, keberhasilan usaha menjadi salah satu poin yang perlu diperhatikan. Menurut Suryana seperti yang dikutip oleh Lestari (2013) keberhasilan usaha merupakan keberhasilan dari bisnis dalam mencapai tujuannya. Pengukuran tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya menggunakan beberapa indikator. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dikumulatif untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kondisi keberhasilan usaha pekerja sektor informal pedesaan yang ada di Desa Wates Jaya. Secara umum tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Gambaran lebih lanjut mengenai kondisi tingkat keberhasilan pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut tingkat keberhasilan usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Tingkat keberhasilan usaha Jumlah Persentase (%)

1 Tinggi 5 10

2 Sedang 38 76

3 Rendah 7 14

Total 50 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa 10 persen responden memiliki tingkat keberhasilan dengan kategori tinggi, 76 persen responden berada dalam kategori sedang, dan 14 persen berada dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh diatas, dapat disimpulkan bahwa umumnya tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya berada dalam kategori sedang. Keberhasilan usaha yang diperoleh oleh pekerja sektor informal pedesaan umumnya bersifat dinamis atau tidak tetap. Waktu atau musim pelaksanaan usaha memegang peranan penting dalam menjamin keberhasilan usaha pekerja sektor informal pedesaan, seperti musim libur sekolah, hari raya, hingga libur nasional. Ketika memasuki musim atau waktu pelaksanaan usaha tersebut, permintaan akan barang usaha juga cenderung meningkat. Permintaan yang meningkat mendorong pekerja sektor informal untuk memperoleh tenaga kerja tambahan untuk memenuhi permintaan yang ada. Umumnya pekerja sektor informal akan mencari tenaga kerja yang berasal dari sekitar keluarga mereka sendiri terlebih dahulu, seperti suami, istri, anak, hingga sepupu. Hal ini didukung oleh penuturan salah- satu responden berikut.

“Ibu sih biasanya yang ngebantuin ya anak-anak ini. Asal ga ngeganggu waktu sekolahnya aja. Biasanya sih anak ama suami sering ngebantuin terutama kalau warung lagi rame kaya waktu lebaran atau hari-hari libur sekolah. Kalau hari-hari biasa mah biasanya bisa diurus sendiri, Neng.” (Lampiran 7 Tema 2 Paragraf 1)

54

Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha

Modal sosial sebagai salah satu komponen sosial dalam masyarakat memegang peranan penting untuk menjamin berbagai kehidupan manusia. Putnam (1995) menyatakan bahwa modal sosial merupakan fitur organisasi sosial yang terdiri dari jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Modal sosial sebagai fitur organisasi sosial yang tumbuh dalam masyarakat memiliki peranan dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari kegiatan sosial, budaya, hingga ekonomi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Turner. Turner dalam Lawang (2005) mendefinisikan modal sosial sebagai kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial. Modal sosial dinilai sebagai salah satu sumber kekuatan dalam mengembangkan ekonomi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai hubungan antara stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan dan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Uji statistik dilakukan untuk melihat hubungan antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha. Hasil uji statistik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Modal Sosial

Tingkat Keberhasilan

Usaha Spearman's rho Modal Sosial Correlation

Coefficient 1.000 .405 ** Sig. (2-tailed) . .003 N 50 50 Tingkat Keberhasilan Usaha Correlation Coefficient .405 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .003 . N 50 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan nyata antara modal sosial pekerja sektor informal pedesaan dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari nilai propabilitas kedua variabel yang menunjukkan angka 0.03 (p < 0.05). Hasil pengujian statistik juga memberikan informasi mengenai nilai koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0.405. Data ini menunjukkan bahwa hubungan antara modal sosial pekerja sektor informal pedesaan dengan tingkat

55 keberhasilan usaha yang dijalankan memiliki korelasi cukup dengan taraf kepercayaan sebesar 95 persen. Hubungan yang terbentuk diantara kedua variabel ini merupakan hubungan yang searah atau positif, dimana semakin tinggi modal sosial pekerja sektor informal pedesaan maka umumnya akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas pekerja sektor informal yang berada dalam kategori sedang umumnya juga memiliki tingkat keberhasilan usaha yang tergolong dalam kategori sedang. Pekerja sektor informal yang memiliki stok modal sosial dengan kateori rendah memiliki tingkat keberhasilan usaha yang rendah hingga sedang. Begitu pula pekerja sektor informal yang memiliki stok modal sosial yang tergolong kategori tinggi memiliki tingkat keberhasilan usaha yang tergolong dalam kategori sedang hingga tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Thobias et al. (2013) dimana terdapat hubungan positif antara modal sosial dengan perilaku kewirausahaan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Keterhubungan antara modal sosial dan tingkat keberhasilan usaha juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Turner seperti yang dikutip oleh Lawang (2005) yang mengemukakan bahwa modal sosial merupakan kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat.

Kepercayaan sebagai salah-satu komponen pembentuk modal sosial juga memegang peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan usaha. Hasil uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat kepercayaan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Hal ini dapat diketahui dari nilai propabilitas kedua variabel yang menunjukkan angka 0.018 (p < 0.05). Hasil pengujian statistik juga memberikan informasi mengenai nilai koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0.332 (Lampiran 6). Data ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat kepercayaan pekerja sektor informal pedesaan dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan memiliki korelasi cukup dengan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.

Komponen atau unsur pembentuk modal sosial berikutnya adalah networking atau jaringan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal. Hasil uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara luas jaringan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Hal ini dapat diketahui dari nilai propabilitas kedua variabel yang menunjukkan angka 0.086 (p < 0.05). Hasil pengujian statistik juga memberikan informasi mengenai nilai koefisien korelasi kedua variabel sebesar 0.245 (Lampiran 6). Data ini menunjukkan bahwa hubungan antara luas jaringan pekerja sektor informal pedesaan dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan memiliki korelasi lemah dengan taraf kepercayaan sebesar 90 persen. Hubungan luas jaringan dengan tingkat keberhasilan yang tidak terlalu kuat dapat disebabkan karena jaringan dan relasi yang dimiliki umumnya masih tetap didominasi oleh hubungan yang berdasarkan pada kekerabatan dan ketetanggan.

Wolcock seperti yang dikutip oleh Prasetyo (2010) mengemukakan bahwa modal sosial dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yang terdiri dari social bonding, social bridging, dan social linking. Social bonding diartikan sebagai jenis modal sosial yang ditandai dengan adanya ikatan yang kuat atau perekat sosial dalam

56

suatu masyarakat, seperti ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan bisa saja masih dalam satu etnis yang sama. Social bridging merupakan tipe modal sosial yang dicirikan dengan adanya ikatan sosial yang muncul di dalam masyarakat dan merupakan reaksi atas berbagai macam karakteristik masyarakat. Social linking merupakan hubungan dengan level kekuatan sosial maupun status sosial yang beragam dalam masyarakat. Jaringan sosial yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan dapat dianalisis berdasarkan tipologi yang dikemukakan oleh Woolcock. Jaringan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan secara umum didominasi tipe social bonding. Hal ini terutama tampak pada pekerja sektor informal non jasa khususnya pedagang warung rumahan dan pedagang keliling. Pedagang warung rumahan umumnya melakukan interaksi dengan pelanggan atau tetangga sekitar yang masih didominasi oleh etnis Sunda. Keperluan warung pun umumnya didapatkan dari pasar yang berada di sekitar tempat tinggal. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang keliling yang menjual dagangannya di sekitar lingkungan desa. Pedagang keliling mampu menjalin relasi dengan para pelanggan yang ada di desa. Hal ini disebabkan masyarakat telah saling mengenal satu sama lain terutama masyarakat yang memiliki lokasi tempat tinggal berdekatan dengan pedagang keliling. Kesamaan tempat tinggal dan etnis mampu memfasilitasi interaksi yang terjalin antar warga sehingga jaringan yang ada dapat menjadi perekat sosial antar warga setempat.

Meskipun tipe modal sosial pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya didominasi oleh tipe social bonding, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua jaringan pekerja sektor informal pedesaan berada dalam tipe tersebut. Jaringan pekerja sektor informal pedesaan sudah mulai mengalami perkembangan tipe menjadi tipe social bridging hingga social linking. Tabel 16 menunjukkan perubahan dan perkembangan tipe modal sosial yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya. Tanda panah menunjukkan pergeseran tipe modal sosial yang semula social bonding mulai mengalami pergeseran dan perkembangan menjadi social bridging dan social linking. Pekerja sektor informal pedesaan dengan tipe social bridging seperti pedagang yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido memiliki ikatan dan jaringan yang lebih luas dimana interaksi yang terjalin tidak hanya didasarkan pada ikatan ketetanggaan dan kekerabatan saja, tapi lebih beragam dengan adanya etnis yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Pedagang yang ada umumnya tidak hanya melayani pelanggan yang berasal dari etnis Sunda saja, tetapi pelanggan dengan etnis yang beragam. Tipe social linking dapat dilihat pada penarik rakit yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido. Penarik rakit yang ada di Danau Lido telah berinteraksi dengan pihak lain yang memiliki level kekuatan maupun status sosial yang lebih beragam. Penarik rakit sudah memiliki relasi dengan pengelola Taman Rekreasi Danau Lido. Penarik rakit juga mampu menjalin relasi dengan pengunjung atau wisatawan yang berasal dari luar daerah. Meskipun demikian, rekan usaha sesama penarik rakit juga masih memiliki hubungan ketetanggaan dan kekerabatan satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesempatan