• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL

PEDESAAN

(Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

INDAH ERINA PRISKA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)

ABSTRAK

INDAH ERINA PRISKA. Modal sosial pekerja sektor informal pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh RILUS A. KINSENG.

Modal sosial menjadi salah satu aspek penting dalam keberhasilan usaha pekerja sektor informal pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan, hubungan modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal sosial. Penelitian dan proses pengambilan data dilakukan di Desa Wates Jaya dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan secara umum berada dalam kategori sedang dan unsur yang paling berperan adalah kepercayaan. Selain itu, hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan dengan tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Selanjutnya, faktor yang dinilai berperan dalam dinamika modal sosial adalah kebijakan dan masuknya teknologi dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan

Kata kunci: kepercayaan, jaringan, norma, keberhasilan usaha, sektor informal

ABSTRACT

INDAH ERINA PRISKA Social Capital of Rural Informal Worker (Case in Wates Jaya Village, Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Supervised by RILUS A. KINSENG.

Social capital is one of the important aspects in business success of rural informal workers. This study try to analyze stock social capital of rural informal workers, relation of social capital with business success, and factors that caused the dynamics of social capital. Research and data collection carried out in Wates Jaya Village with a quantitative approach and supported by qualitative approach. The results obtained indicate that the stock of social capital in rural informal workers are in the medium category and the most instrumental element is trust. Beside that, the results of statistical testing reveals that there is a relationship between social capital of the rural informal workers with a success rate of a business carried on. The factors assessed role in the dynamics of social capital is the role and the inclusion of technology in business activities conducted by the rural informal sector workers.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL

PEDESAAN

(Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

INDAH ERINA PRISKA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)

Nama : Indah Erina Priska NIM : I34110047

Disetujui oleh

Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini adalah modal sosial, dengan judul skripsi “Modal Sosial Pekerja Sektor Informal

Pedesaan (Kasus Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran, masukan, dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada pengelola Taman Rekreasi Danau Lido, Aparat Pemerintah Desa Wates Jaya, dan seluruh responden yang ada di Desa Wates Jaya yang telah membantu penulis selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu tercinta, Izaan Zaari dan Nurpiah, serta adik-adik tercinta, Sylvaria Florentika, Andi Samega, dan Nuansa Belavia, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan, Ike Rosmanita, Dwi Yuni Atik, Maria Magdalena Bagariang, teman satu bimbingan, Ethaliani Karlinda, serta teman-teman KPM 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat dari awal proses penyusunan skripsi ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis Penelitian 14

PENDEKATAN LAPANG 19

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 23

Kondisi Geografis 23

Kondisi Demografis 23

Kondisi Sosial dan Ekonomi 25

ANALISIS STOK MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR INFORMAL

PEDESAAN 27

Karakteristik Pekerja Sektor Informal Pedesaan di Desa Wates Jaya 27

Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan 31

Stok Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan 46 HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN

USAHA PEKERJA SEKTOR INFORMAL PEDESAAN 49

(10)

Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Keberhasilan Usaha 54 ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA DINAMIKA MODAL

SOSIAL 59

Tingkat pendidikan 61

Jenis Usaha 61

Kebijakan Pemerintah mengenai Pengelolaan Usaha Wisata 62

Masuk dan Berkembangnya Teknologi 63

SIMPULAN DAN SARAN 65

Simpulan 65

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 71

(11)

DAFTAR TABEL

1 Unsur dan peranan modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan 6 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut kelompok

umur dan jenis kelamin Tahun 2014 24

3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut tingkat

pendidikan Tahun 2014 24

4 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,

Tahun 2014 25

5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteritik responden 28 6 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut

tingkat kepercayaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 32

7 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut luas jaringan di DesaWates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 35

8 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal menurut tingkat ketaatan terhadap norma di DesaWates Jaya, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 43

9 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut stok modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 47

10 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut rata-rata keuntungan perbulan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 50

11 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut lama usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor,

Jawa Barat, Tahun 2014 50

12 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut rata-rata modal usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 51

13 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut kepemilikan usaha dan tenaga kerja di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 52 14 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut

tingkat keberhasilan usaha di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 53 15 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dan tingkat

keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 54 16 Perkembangan tipe modal sosial pekerja sektor informal pedesaan di

Desa Wates Jaya 57

17 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut jenis kelamin dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

(12)

18 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut kelompok usia dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 60 19 Uji korelasi tingkat pendidikan dengan stok modal sosial pekerja

sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 61

20 Jumlah dan persentase pekerja sektor informal pedesaan menurut jenis usaha dan modal sosial di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong,

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 14

2 Jaringan yang dimiliki oleh penarik rakit Danau Lido 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Wates Jaya 71

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014-2015 72

3 Daftar kerangka sampling dan responden penelitian 73

4 Kuesioner penelitian 78

5 Panduan pertanyaan 85

6 Contoh hasil pengolahan data menggunakan uji statistik 87

7 Tulisan Tematik 90

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang tengah menggalakkan program pembangunan. Pembangunan yang direncanakan mencakup berbagai aspek mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, hingga ekonomi dan ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan terbagi kedalam dua sektor umum yaitu sektor formal dan sektor informal. Undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan di Indonesia adalah UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun UU mengenai ketenagakerjaan ini lebih banyak menjelaskan peraturan dan kebijakan mengenai sektor formal. Hal ini dikemukakan oleh Hernawan (2012) yang

menyatakan bahwa “Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya memberi tempat pada sektor formal sehingga hal-hal yang menyangkut relasi pekerja dan pengusaha sudah terjangkau dalam konsep hubungan industrial

serta memiliki mekanisme kontrol yang jelas, karena sudah ada regulasinya.”

Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat sektor informal merupakan sektor yang menyerap sebagian besar tenaga kerja Indonesia dewasa ini. Data yang dihimpun oleh BPS hingga Agustus 2012 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 44.2 juta orang (39.86 persen) bekerja pada sektor formal dan 66.6 juta orang (60.14 persen) bekerja pada sektor informal.

(16)

2

Berkembangnya sektor informal di wilayah pedesaan juga dapat disebabkan oleh kondisi pertanian yang kurang menguntungkan masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan umumnya tidak lepas dari kegiatan pertanian. Namun kebijakan yang ada belum sepenuhnya berpihak kepada petani. Hal ini menjadi relevan bila melihat harga barang-barang produksi pertanian yang melambung tinggi, mulai dari harga pupuk, peralatan produksi pertanian, dan masih banyak lagi. Selain itu, penguasaan petani terhadap lahan saat ini juga semakin sempit sebagai akibat pembangunan infrastuktur penunjuang pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat penguasaan lahan akan menentukan pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwis (2008) yang menyatakan bahwa keragaan penguasaan lahan menjadi faktor utama penentu pendapatan petani. Kondisi pertanian yang kurang berpihak kepada masyarakat pedesaan serta penguasaan lahan yang semakin sempit dinilai sebagai faktor pendorong masyarakat pedesaan bergerak dalam sektor informal untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Sektor informal yang semakin berkembang khususnya di wilayah pedesaan akan memberikan pengaruh terhadap struktur, jaringan, dan tatanan masyarakat desa. Mulanya, masyarakat yang berprofesi sebagai petani akan menghabiskan waktunya untuk menggarap tanah yang mereka kelola. Namun setelah masyarakat ikut turun dalam kegiatan sektor informal, mereka menjadi lebih sering berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakat lain khususnya para konsumen dan masyarakat yang berprofesi sama dengan mereka. Hal ini tentu akan menimbulkan ikatan-ikatan dan pola interaksi baru antar penduduk khususnya yang memiliki profesi sejenis sebagai pekerja di bidang sektor informal. Pola interaksi yang terbentuk antar penduduk tentu akan mempengaruhi pula keberlangsungan kegiatan usaha yang dirintis oleh masyarakat. Pola interaksi ini berhubungan dengan jaringan sosial yang merupakan salah satu unsur pembentuk modal sosial. Jaringan yang terbentuk dan disertai dengan interaksi yang tinggi akan menghasilkan kepercayaan antar masyarakat pekerja sektor informal pedesaan. Nilai dan norma sebagai salah satu unsur modal sosial juga berperan penting dalam menjamin modal sosial dan keberlangsungan usaha yang dilaksanakan. Berbagai literatur sebelumnya menunjukkan bahwa modal sosial memiliki peranan yang penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari kegiatan rutin sehari-hari hingga kegiatan yang berkaitan dengan tradisi dan budaya. Fukuyama seperti yang dikutip oleh Saam (2009) mengatakan bahwa modal sosial memegang peranan penting dalam memperkuat kehidupan masyarakat modern sebagai dasar pembangunan manusia, pembangunan, ekonomi, sosial dan stabilitas politik. Oleh karena itu berdasarkan alasan yang

dikemukakan diatas, maka “Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan” menjadi penting untuk dikaji dan dipelajari lebih lanjut.

Masalah Penelitian

(17)

3 sosial merupakan salah-satu aspek yang bersifat dinamis dan tidak statis dalam masyarakat. Perubahan stok modal sosial dalam masyarakat tentu disebabkan oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Stok modal sosial yang ada juga akan berdampak kepada tingkat keberhasilan usaha yang dijalankan. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana stok modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat?

2. Bagaimana hubungan modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat?

3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat?

Tujuan Penelitian

Mengacu pada masalah penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Berdasarkan hal tersebut, tujuan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis stok modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat.

2. Menganalisis hubungan modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat.

3. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Cigombong, Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang ada. Penjelasan lebih lanjut mengenai manfaat hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan rujukan dalam melaksanakan penelitian lanjutan dengan cakupan bidang ilmu terkait. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menambah pengetahuan, memperluas pengatahuan yang telah ada sebelumnya, dan sebagai rekomendasi untuk meningkatkan stok modal sosial yang ada di suatu wilayah.

(18)

4

3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan dalam menentukan langkah-langkah pengembangan usaha swasta agar dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

(19)

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Modal Sosialosial

Modal sosial merupakan istilah berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Meskipun bagi sebagian orang istilah modal sosial masih dinilai asing dan baru dikembangkan pada awal abad ke-19, namun kenyataannya modal sosial telah tumbuh dan berkembang sejak lama dalam kehidupan manusia. Banyak ahli yang mencoba mendefinisikan modal sosial. Diantaranya adalah James S. Coleman. Namun ia tidak mendefinisikan modal sosial secara eksplisit. Coleman (1988) dalam tulisannya mengemukakan bahwa modal sosial didefinisikan berdasarkan fungsinya. Lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa modal sosial tidak hanya terdiri dari satu entitas, tetapi merupakan gabungan dari berbagai entitas yang memiliki dua elemen umum, yaitu aspek-aspek struktur sosial dan yang memfasilitasi tindakan oleh aktor atau pelaku yang ada dalam struktur tersebut. Tokoh berikutnya yang mencoba mendefinisikan modal sosial adalah Robert D. Putnam. Putnam (1995) menyatakan bahwa modal sosial merupakan fitur organisasi sosial yang terdiri dari jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Putnam (1995) menyatakan bahwa jaringan mendorong keterlibatan norma yang kuat, bersifat timbal balik dan mendorong munculnya kepercayaan sosial. Komponen-komponen ini kemudian banyak dijadikan sebagai rujukan oleh banyak peneliti dalam mengukur modal sosial yang ada di suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Triutami (2013), Alfiasari (2006), dan Rismawati (2010). Peneliti ini menggunakan jaringan, norma, dan kepercayaan, dalam mengukur dan menganalisis modal sosial yang ada di wilayah penelitian yang dilakukan oleh masing-masing peneliti.

Tokoh lainnya yang mencoba mendefinisikan modal sosial adalah Fukuyama. Fukuyama seperti yang dikutip oleh Saam (2009) mengatakan bahwa modal sosial memegang peranan penting dalam memperkuat kehidupan masyarakat modern sebagai dasar pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial dan stabilitas politik. Supriono seperti yang dikutip oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) menyatakan modal sosial merupakan hubungan hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial yang menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama. Turner seperti yang dikutip oleh Lawang (2005) juga mendefinisikan modal sosial sebagai kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial.

Unsur dan Peranan Modal Sosialal

(20)

6

kewajiban dan harapan, saluran komunikasi, dan norma sosial. Selain Coleman, Robert D. Putnam juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam modal sosial. Putnam (1995) menekankan modal sosial pada tiga unsur, yaitu kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Secara umum, pernyataan yang dikemukakan oleh Coleman dan Putnam memiliki kesamaan. Adanya kewajiban dan harapan yang dikemukakan oleh Coleman menggambarkan adanya kepercayaan dalam masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Putnam. Saluran komunikasi menggambarkan adanya jaringan sosial, sedangkan unsur norma sosial sama-sama ditetapkan sebagai unsur yang membentuk dan mempengaruhi modal sosial yang ada di masyarakat. Meskipun pendapat kedua ahli ini memiliki kesamaan, namun konsep yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Putnam. Unsur-unsur dalam modal sosial memiliki peranan yang penting dalam menjamin keberlangsungan hidup yang harmonis dan berkelanjutan. Peranan ketiga unsur modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Unsur dan peranan modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan

Unsur atau elemen Peranan

Kepercayaan  Pada sektor ekonomi, kepercayaan berperan mempertahankan sistem pasar dan mendukung keberlangsungan para pedagang dan pelaku usaha (Rismawati 2010, Triutami 2013)

 Perekat hubungan sosial antar masyarakat (Setyawati dan Alam 2010, Cahyono dan Adhiatma 2012)

 Menjamin keberlangsungan pengelolaan sumberdaya alam serta mempertahankan kearifan lokal dan tradisi yang ada (Mana dan Halim 2014)

 Menumbuhkan semangat untuk berkumpul dan berasosiasi dengan orang lain dalam kelompok masyarakat secara sukarela (Cahyono dan Adhiatma 2012, Mana dan Halim 2013)

Jaringan  Pada sektor ekonomi, jaringan menjamin keberhasilan usaha (Rismawati 2010, Triutami 2013)

 Sarana dan wadah untuk mendapatkan informasi (Rismawati 2010, Triutami 2013)

Norma  Menjamin keberlangsungan sistem sosial yang dikelola bersama (Rismawati 2010, Mana dan Halim 2014)

 Memelihara kestabilan struktur sosial (Mana dan Halim 2014)

 Sebagai tata aturan bagi masyarakat untuk bertindak dan bertingkah laku (Meniarta et al. 2009, Rismawati 2010, Thobias et al. 2013)

(21)

7 mampu memperluas wawasan, pengalaman, kerukunan, meningkatkan swadaya masyarakat, kelestarian lingkungan, kesehatan balita, persatuan antara warga, tukar pengalaman, kekompakan, silaturahmi, kesinambungan program, meningkatkan komunikasi, aspirasi masyarakat tertampung, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai ketiga unsur yang dikemukakan oleh Putnam tersebut.

Peranan Kepercayaan

1. Peranan Kepercayaan

Menurut Lawang (2005), kepercayaan adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Thobias et al. (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara modal sosial dan perilaku kewirausahaan subjek yang diteliti, dan modal sosial yang paling berpengaruh adalah keyakinan atau kepercayaan terhadap lembaga masyarakat dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rismawati (2010) juga menunjukkan bahwa adanya kepercayaan atau trust yang tinggi antar sesama pedagang pasar tiban mampu mempertahankan sistem pasar dan mendukung keberlangsungan para pedagang. Kepercayaan yang terjalin dan terbentuk antar anggota kelompok masyarakat tentunya melalui proses dalam jangka waktu yang panjang. Kepercayaan ini terbentuk setelah adanya interaksi yang lama dan panjang antar dua pihak atau lebih yang saling berinteraksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawati dan Alam (2010) menunjukkan bahwa masyarakat lebih percaya kepada penduduk lokal yang telah mereka kenal sejak lama seperti dukun daripada penduduk non-lokal seperti tenaga kerja di bidang medis yang bertugas di wilayah mereka dalam membantu proses persalinan terutama di wilayah pedesaan. Hal ini telah menunjukkan bahwa kepercayaan memiliki peranan yang sangat penting dalam proses interaksi dan hubungan manusia. Pernyataan ini didukung pula oleh Lawang (2005) yang

menyatakan bahwa “kalau begitu kepercayaan itu merupakan konsep penting dalam sistem”.

Peranan Jaringan 2. Peranan Jaringan

(22)

8

kaki. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengusaha alas kaki telah memiliki jaringan sosialnya masing-masing. Jaringan sosial yang dimiliki diantaranya adalah para pekerja, kenalan pengusaha industri kecil alas kaki lainnya, jumlah toko penyalur hasil produksi, kenalan dengan aparat pemerintahan, pelanggan, dan masih banyak lagi . Jaringan-jaringan yang ada ini telah membantu pengusaha industri kecil alas kaki dalam kegiatan usaha mereka, seperti informasi mengenai peluang pasar, kondisi usaha, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi jaringan sosial telah berjalan dengan baik di kalangan pengusaha industri kecil alas kaki.

Peranan jaringan sosial juga tampak pada penelitian yang dilakukan oleh Alfiasari (2006) yang menunjukkan bahwa jaringan sosial berdasarkan hasil penelitian menunjukkan hasil yang tinggi. Kondisi ini dikarenakan ikatan pertetanggaan dan ikatan kekerabatan yang masih kental di wilayah penelitian. Namun jaringan sosial dengan pihak yang berada di luar kelompok masih belum terjalin dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial yang dibentuk tidak hanya didasarkan pada wilayah atau teritori dan kekeluargaan semata, namun juga harus dikembangkan lebih luas agar dapat membantu kelompok menyelesaikan permasalahan dan menemukan peluang yang dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelompok. Contoh lain dari berjalannya fungsi jaringan sosial dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Rismawati (2010). Hasil penelitiannya mengenai modal sosial di kalangan pedagang pasar tiban menunjukkan bahwa di kalangan pedagang terdapat sebuah paguyuban yang mengatur dan mengorganisir kegiatan para pedagang. Jaringan yang terbentuk dalam paguyuban ini mampu melakukan fungsi informasi dan koordinasi terutama saat terjadi pemindahan lokasi pasar. Semua kegiatan dan pengorganisasian diatur dengan baik oleh paguyuban. Hal ini menjadikan paguyuban pedagang menjadi struktur yang dihargai dan dihormati bersama.

Peranan Norma

3. Peranan Norma

(23)

9 berlaku di kalangan masyarakat miskin dapat menjadi potensi yang sangat baik untuk dikembangkan dalam rangka pengentasan kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Mana dan Halim (2014) juga menunjukkan bahwa nilai dan norma yang berlaku di masyarakat mampu mempertahankan sistem sosial dan mengatur tata cara pengelolaan sumber daya yang ada di wilayah mereka. Nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat sekitar adalah nilai kerja (reso), nilai solidaritas (pesse), dan nilai kejujuran. Nilai ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan ketika bekerja yang akhirnya menimbulkan rasa saling percaya antar warga dan menciptakan nilai kerjasama yang baik antar nelayan. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa nilai dan norma yang berlaku di kalangan masyarakat tidak selalu berada pada tingkatan yang baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triutami (2013) menunjukkan bahwa nilai dan norma yang berlaku di kalangan para pengusaha industri kecil alas kaki berada pada kondisi yang relatif rendah terutama dalam hal keberadaan dan ketaatan terhadap aturan-aturan yang ada. Kondisi ini tentu dapat menjadi acuan untuk dapat meningkatkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat agar modal sosial yang ada dapat mencapai level yang diharapkan.

Modal sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat juga memiliki beberapa jenis dan tipologi. Banyak ahli yang mencoba membedakan jenis-jenis modal sosial yang ada di masyarakat. Salah satunya adalah Michael Woolcock. Menurut Wolcock seperti yang dikutip oleh Prasetyo (2010) modal sosial dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yang terdiri dari social bonding, social bridging, dan social linking. Social bonding diartikan sebagai jenis modal sosial yang ditandai dengan adanya ikatan yang kuat atau perekat sosial dalam suatu masyarakat, seperti ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan bisa saja masih dalam satu etnis yang sama. Tipe kedua yang dikemukakan oleh Woolcock adalah social bridging, dimana social bridging merupakan tipe modal sosial yang dicirikan dengan adanya ikatan sosial yang muncul di dalam masyarakat dan merupakan reaksi atas berbagai macam karakteristik masyarakat. Cakupan social bridging lebih luas daripada social bonding dimana ikatan yang ada tidak hanya didasarkan pada kekerabatan atau ketetanggaan saja, namun dapat lebih beragam seperti lintas kelompok etnis yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Tipe ketiga adalah Social linking. Tipe ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan dengan level kekuatan sosial maupun status sosial yang beragam dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara elit politik dan masyarakat umum, dimana masing-masing pihak mempunyai kepentingan dalam melaksanakan hubungan sosial yang ada.

Dinamika Modal Sosial

Modal sosial sebagai suatu “modal” yang berada di kalangan masyarakat

(24)

10

bersentuhan dengan sistem kesejahteraan yang berasal dari luar Bali, yaitu sistem kesejahteraan pasar dan sistem kesejahteraan negara. Kedua sistem ini menyebabkan sistem kesejahteraan masyarakat Bali harus menyesuaikan diri dengan sistem lain yang ada. Penyesuaian inilah yang kemudian menghasilkan sistem kesejahteraan baru dengan modal sosial yang tentu juga mengalami perubahan dari kondisi sebelumnya. Putnam (1995) dalam tulisannya juga mengemukakan bahwa beberapa kasus terkenal menunjukkan kondisi dimana kebijakan publik telah menghancurkan jaringan dan norma-norma sosial yang pada mulanya sangat efektif di kalangan masyarakat.

Pernyataan Putnam (1995) mengenai kebijakan publik dapat menghancurkan jaringan dan norma-norma sosial yang ada di masyarakat juga dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2014) menunjukkan bahwa adanya kebijakan publik dari pemerintah daerah untuk merelokasi penduduk di Pulau Lae-Lae ke wilayah Kampung Nelayan, ternyata telah mengakibatkan keterbongkaran dan kehancuran modal sosial masyarakat karena gagalnya kebijakan relokasi tersebut. Kehancuran dan pelemahan modal sosial yang terjadi dalam komunitas Pulau Lae-Lae dan Kampung Nelayan ini terutama dalam hal kepercayaan, kebersamaan, kerjasama, serta nilai dan norma yang semula berlaku di kalangan masyarakat komunitas Pulau Lae-Lae.

Dinamika modal sosial yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat tidak hanya dalam bentuk pergeseran atau pelemahan modal sosial. Rismawati (2010) menyatakan dengan adanya paguyuban pedagang pasar tiban (PARTI) kepercayaan dan jaringan para pedagang menjadi lebih kuat dan lebih luas daripada sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial yang ada pada masyarakat tidaklah bersifat statis. Modal sosial dalam masyarakat lebih bersifat dinamis dan sangat bergantung dengan lingkungan sosial dimana ia tumbuh. Masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin keberlangsungan modal sosial. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika modal sosial akan dijelaskan pada subbab berikut ini.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Modal Sosial

Modal sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tentu akan mengalami penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian yang terjadi ini dapat berupa penguatan elemen atau unsur yang terdapat dalam modal sosial, atau justru terjadi pengikisan yang dapat menyebabkan makin melemahnya modal sosial. Putnam (1995) dalam tulisannya mencoba menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan terkikisnya modal sosial di masyarakat. Putnam (1995) mengemukakan bahwa terkikisnya modal sosial di kalangan masyarakat Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir disebabkan oleh banyaknya wanita yang mulai memasuki dunia kerja dan memperoleh upah atau bayaran. Hal ini menyebabkan jam kerja mingguan rata-rata Amerika telah meningkat secara signifikan. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa peningkatan jam kerja ini telah mengurangi waktu dan energi yang tersedia untuk membangun modal sosial dengan orang lain, sehingga hubungan dan interaksi antara satu individu dengan individu lain semakin berkurang.

(25)

11 banyak orang yang lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton televisi sendiri di rumah. Kegiatan ini tentu mengurangi waktu individu untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan orang lain karena kegiatan menonton tv mampu menyita hampir sebagian besar waktu individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Lemahnya hubungan dan interaksi dengan pihak lain akan menyebabkan lemahnya jaringan, norma, dan kepercayaan yang ada antar individu. Hasil akhir yang diperoleh dari hal ini tentunya adalah melemahnya modal sosial yang selama ini ada di masyarakat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahyono dan Adhiatma (2012) juga menunjukkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dinamika modal sosial khususnya dalam upaya peningkatan modal sosial masyarakat petani tembakau di Wonosobo. Faktor-faktor yang dikemukakan tersebut diantaranya adalah pembinaan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhannya, pembimbingan dalam pemasaran, hasil produksi, pelatihan-pelatihan teknis bertani dan bercocok tanam yang efektif, bantuan sarana dan prasarana (pupuk, alat rajang tembakau, obat-obatan), dan pelatihan terkait dengan akses modal bagi para petani, sedangkan faktor yang dikemukakan oleh Alfiasari (2006) yang dapat mempengaruhi dinamika modal sosial khususnya adalah penguatan kepercayaan dan pembentukan norma yang ada dalam masyarakat. Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya dinamika sosial adalah adanya kebijakan publik dari pemerintah yang seringkali bersifat topdown dan tidak sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2014) dimana modal sosial masyarakat mengalami pelemahan dan keterbongkaran akibat gagalnya program pemerintah untuk merelokasi masyarakat di Pulau Lae-Lae ke Kampung Nelayan. Masuknya sistem luar ke dalam suatu masyarakat juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika modal sosial. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Meniarta et al. (2009) yang menunjukkan bahwa modal sosial masyarakat yang selama ini mendukung sistem kesejahteraan di wilayah Banjar Pakraman telah mengalami pergeseran akibat masuknya sistem pasar dan sistem negara di wilayah tersebut.

Sektor Informal

(26)

12

1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, seperti pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengannya, pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, penjahit, pengusaha bir dan alkohol.

2. Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, seperti perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, spekulasi barang-barang dagangan, kegiatan sewa menyewa.

3. Distribusi kecil-kecilan, seperti pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang kaki lima, pengusaha makanan jadi, pelayan bar, pengangkut barang, agen atas komisi, dan penyalur.

4. Jasa yang lain, seperti pemusik (ngamen), pengusaha binatu, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret, pekerja reparasi kendaraan maupun reparasi lainnya, makelar dan perantara (sistem maigida di pasar, pengadilan, dan sebagainya)

5. Transaksi pribadi, seperti arus uang dan barang pemberian maupun semacamnya, pinjam-meminjam, pengemis.

Suradi (2011) juga mengemukakan bahwa sektor informal meliputi semua usaha komersial dan nonkomersial, yang tidak memiliki struktur formal dalam organisasi dan operasinya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal umumnya bergerak dalam bidang yang mampu menyerap tenaga kerja relatif besar dan tidak memiliki struktur yang formal. Menurut Munker dan Walter seperti yang dikutip oleh Suradi (2011) sektor informal merupakan semua kegiatan usaha baik komersial dan nonkomersial yang tidak memiliki struktur formal dalam organisasi dan operasinya. Usaha-usaha yang dilakukan ini umumya tidak terdaftar, tidak membayar pajak dan tidak mengikuti peraturan dan undang-undang yang berlaku. Ini menunjukkan bahwa usaha-usaha tersebut tidak mempunyai akses kredit dan asuransi formal, dan tidak bisa berharap mendapatkan perlindungan undang-undang. Sektor informal mempunyai aturan-aturan budaya sendiri, hukum dan kecakapan terapan tradisional, nilai dan pola sosial, cara-cara bertansaksi dan berproduksi, sistem hubungan sosial dan kontrol sosialnya sendiri.

Munker dan Walter seperti yang dikutip oleh Suradi (2011) lebih lanjut kemudian mengemukakan karakteristik sektor informal. Karakteristik sektor informal ini terdiri dari beberapa hal seperti mudah dimasuki, ketergantungan pada sumber daya asli, modal yang diperoleh secara lokal dan sedikit, kepemilikan bersifat kekeluargaan, operasi skala kecil, kurang perencanaan, padat karya dan teknologi yang diadaptasikan, produktivitas relatif rendah, biaya produksi pasokan, produksi, harga dan kesesuaian anggaran pendanaan. Kemudian keterampilan diperoleh dari sistem pendidikan nonformal, tetapi biasanya melalui magang atau pelatihan singkat, pasar yang bebas regulasi dan kompetitif atau mudah berubah. Suradi (2011) juga menyatakan bahwa sektor informal pada kenyataannya mampu menjadi penopang ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Sektor informal mampu menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan tanpa keterampilan tinggi, sehingga mampu mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran di Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahun.

(27)

13 1. menopang ketidakmampuan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi

warga negaranya,

2. mampu menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan tanpa keterampilan tinggi, dan mengurangi pengangguran dan setengah pengangguran,

3. mengisi seluruh sudut perekonomian nasional, dari sektor pertanian dalam arti luas, sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa lainnya. Keberhasilan Usaha

Keberhasilan usaha merupakan suatu tahap dimana tercapainya tujuan-tujuan dan standar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pelaku usaha. Menurut Suryana seperti yang dikutip oleh Lestari (2013) keberhasilan usaha merupakan keberhasilan dari bisnis dalam mencapai tujuannya. Munajat seperti yang dikutip oleh Triutami (2013) mengemukakan bahwa keberhasilan usaha dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian atau pencapaian tujuan organisasi. Hisrich dan Peter seperti yang dikutip oleh Darmawan (2004) menyatakan terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menumbuhkan usaha agar bisa mencapai keberhasilan, yaitu :

1. pengendalian keuangan. Hal ini dapat dilakukan oleh pelaku usaha dengan menekan biaya produksi yang dibutuhkan dan memaksimalkan penjualan usaha yang ada; dan

2. pengendalian tenaga kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekrut, memotivasi dan mengarahkan tenaga kerja agar menjadi suatu tim yang kuat.

Delery dan Doty seperti yang dikutip oleh Priyono (2010) mengemukakan bahwa dalam mengukur tingkat keberhasilan usaha dapat digunakan dengan indikator tingkat rata-rata profit margin, tingkat rata-rata pertumbuhan penjualan, market share perusahaan, dan tingkat rata-rata ROA (Return On Asset). Suryana seperti yang dikutip oleh Lestari (2013) mengemukan bahwa terdapat beberapa indikator yang menentukan keberhasilan usaha seseorang, yaitu modal, pendapatan, volume penjualan, output produksi, dan tenaga kerja. Tambunan seperti yang dikutip oleh Darmawan (2004) juga mengungkapkan bahwa keberhasilan usaha kecil dapat diukur dengan indikator ketahanan usaha, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan penjualan. Ketahanan usaha menunjukkan berapa lama suatu usaha bisa bertahan (survival) sebagai salah satu faktor ukuran kesuksesan usaha kecil. Ketahanan usaha diukur dengan indikator usia usaha sejak tahun berdiri hingga saat ini.

Kerangka Pemikiran

(28)

14

memiliki peranan penting dalam menciptakan stok modal sosial dalam masyarakat. Stok modal sosial yang ada dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor yang berasal dari individu maupun faktor-faktor yang berada di luar individu. Faktor-faktor individu yang dapat mempengaruhi stok modal sosial yang ada dalam masyarakat diantaranya adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis usaha, dan lama usaha. Adapun faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi stok modal sosial masyarakat adalah kebijakan pemerintah serta masuk dan berkembangnya teknologi. Modal sosial yang ada ini kemudian dapat berdampak pada berbagai hal, terutama berdampak pada tingkat keberhasilan usaha bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal. Pemaparan secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian terbagi dalam dua kategori, yaitu hipotesis uji dan hipotesis pengarah. Hipotesis uji diantaranya adalaha sebagai berikut:

1. Diduga karakteristik individu berhubungan positif dengan stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan.

2. Diduga stok modal sosial berhubungan atau berkolerasi positif terhadap tingkat keberhasilan usaha.

Ket:

= Berhubungan

= Dianalisis secara kualitatif

Stok Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan

 Tingkat Kepercayaan

 Luas Jaringan

 Tingkat Ketaatan terhadap Norma Karakteristik

Individu

Jenis Kelamin

Usia

Tingkat Pendidikan

Jenis Usaha

Tingkat Keberhasilan Usaha

Karakteristik Non-individu

 Kebijakan Pemerintah

(29)

15 Hipotesis pengarah yang terdapat dalam penelitian ini adalah diduga karakteristik non individu berhubungan dengan stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan.

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Jenis kelamin yaitu pengkategorian menurut jenis seks responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin merupakan data nominal, dimana masing-masing jenis kelamin diberi kode sebagai berikut: 1= laki-laki; 2= perempuan.

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh responden. Pendidikan responden merupakan data ordinal yang dikategorikan dan diberi kode sebagai berikut: 1= tidak sekolah, 2=SD, 3= SMP, 4=SMA, 5=Perguruan Tinggi.

3. Jenis usaha adalah status pekerjaan yang dijalankan oleh responden. Pekerjaan responden merupakan data nominal yang pengkodeannya didasarkan atas pekerjaan responden dan diberi kode sebagai berikut: 1= Jasa; 2= Non jasa. 4. Usia merupakan lamanya tahun selama responden hidup yang dihitung sejak

lahir hingga saat penelitian dilakukan. Usia merupakan data ordinal. Usia dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. Usia awal dewasa : 18-29 tahun (skor 1) 2. Usia pertengahan : 30-49 tahun (skor 2) 3. Usia tua : > 50 tahun (skor 3)

5. Lama usaha adalah waktu yang telah ditempuh oleh responden sejak memulai usaha hingga ketika proses penelitian dilakukan. Lama usaha merupakan data ordinal yang kemudian dikategorikan sebagai berikut:

1. Kurang dari 5 tahun : lama usaha relatif baru (skor 1) 2. Antara 5 sampai 10 tahun : lama usaha relatif sedang (skor 2) 3. Lebih dari 10 tahun : usaha relatif lama (skor 3)

6. Modal sosial adalah keseluruhan sumberdaya non fisik yang ada dalam masyarakat serta berperan penting dalam koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antar masyarakat. Modal sosial dapat dilihat dari tiga unsur yang terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma.

(30)

16

1. Rendah : skor kumulatif (15-35) 2. Sedang : skor kumulatif ( 36-55) 3. Tinggi : skor kumulatif (56-75)

b. Luas Jaringan adalah semua hubungan responden dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan pengentasan masalah yang dihadapi oleh pekerja sektor informal pedesaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Luas jaringan juga merupakan seberapa banyak hubungan dan relasi yang terbentuk antara pekerja sektor informal dengan pihak lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha yang dilakukan. Pengukuran luas jaringan pekerja sektor informal dapat dilihat melalui pernyataan yang berhubungan dengan berbagai pihak yang berinteraksi dengan pekerja sektor informal seperti pekerja sektor informal lain, konsumen, produsen, maupun pemerintah. Terdapat dua belas pernyataan dimana masing-masing pernyataan diberi skor 1-5. Skor 1 menyatakan sangat tidak setuju dan berturut-turut hingga skor 5 yang menyatakan sangat setuju. Kegiatan berikutnya adalah pengakumulasian skor dan pengkategorian sebagai berikut:

1. Sempit : skor kumulatif (16-37) 2. Sedang : skor kumulatif ( 38-59) 3. Luas : skor kumulatif (60-80)

c. Tingkat ketaatan terhadap norma adalah seberapa besar kesediaan pekerja sektor informal pedesaan dalam mematuhi aturan atau norma-norma yang ada diantara mereka. Pengukuran tingkat ketaatan terhadap norma pekerja sektor informal dapat dilihat melalui pernyataan yang berhubungan dengan tanggapan masyarakat terhadap norma yang ada perilaku yang ditampilkan berkenaan dengan norma yang ada. Terdapat sepuluh pernyataan dimana masing-masing pernyataan diberi skor 1-5. Skor 1 menyatakan sangat tidak setuju dan berturut-turut hingga skor 5 yang menyatakan sangat setuju. Kegiatan berikutnya adalah pengakumulasian skor dan pengkategorian sebagai berikut:

1. Rendah : skor kumulatif (11-25) 2. Sedang : skor kumulatif (26-40) 3. Tinggi : skor kumulatif (41-55)

Skor yang diperoleh dari masing-masing unsur yaitu tingkat kepercayaan, luas jaringan, dan tingkat ketaatan terhadap norma kemudian dikumulatifkan dan dihitung nilai rata-rata yang diperoleh untuk menentukan stok modal sosial yang ada dalam masyarakat. Pengukuran stok modal sosial dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dan dikategorikan sebagai berikut:

1. Rendah : skor kumulatif (3-5) 2. Sedang : skor kumulatif (6-7) 3. Tinggi : Skor kumulatif (8-9)

(31)

17 1. Rendah : skor kumulatif (4-6)

(32)
(33)

19

PENDEKATAN LAPANG

Pendekatan lapang memuat informasi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan di lapangan. Pendekatan lapang terdiri dari metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data yang dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode penelitian menggambarkan pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian. Lokasi dan waktu penelitian menginformasikan pemilihan lokasi dan waktu pelaksanaan penelitian. Teknik pengumpulan data menginformasikan pemilihan teknik yang digunakan dalam menggali data dan informasi baik melalui kuesioner ataupun wawancara terstruktur kepada responden dan informan. Teknik pengolahan dan analisis data memuat informasi mengenai cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya Penjelasan lebih lanjut mengenai bagian-bagian yang terdapat pada pendekatan lapang akan diuraikan pada subbab berikut.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Singarimbun dan Effendi (2006) mengemukakan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Singarimbun dan Effendi (2006) juga mengemukakan maksud dan tujuan penggunaan metode survei dalam penelitian, diantaranya yaitu menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, seperti hubungan antara karakteristik individu dengan stok modal sosial, serta hubungan antara stok modal sosial dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal pedesaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan juga didukung dengan metode observasi atau pengamatan langsung dan wawancara mendalam terhadap informan yang didasarkan pada panduan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya untuk mengunpulkan data yang bersifat kualitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(34)

20

penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Lampiran 2). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

1. Data sekunder, meliputi data potensi desa yang diperoleh dari kantor desa, BPS, serta literatur lain yang terkait.

2. Data primer, yang diperoleh dari wawancara dengan responden dan informan, serta menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Penentuan responden dalam penelitian adalah dengan menggunakan teknik cluster random sampling berdasarkan kerangka percontohan (sampling frame) yang diperoleh dari data aparat desa dan tokoh masyarakat. Teknik ini dipilih dengan beberapa alasan diantaranya adalah populasi penelitian yang sangat heterogen sehingga dipilih beberapa sub populasi untuk memudahkan proses penelitian dan pengumpulan data. Nazir seperti yang dikutip Suryatiningsih (2005) mengemukakan bahwa cluster random sampling merupakan teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok kecil dimana populasi yang diambil secara cluster merupakan sub populasi dari total populasi. Total populasi adalah seluruh pekerja sektor informal, sedangkan sub populasi adalah pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang jasa dan non jasa.

Kerangka percontohan dalam penelitian ini adalah individu yang bekerja di sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Lampiran 3). Berdasarkan kerangka percontohan tersebut kemudian dilakukan pemilihan responden dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel. Responden penelitian berjumlah 60 orang. Setelah dilakukan pengambilan data di lapangan terdapat beberapa pekerja sektor informal yang tidak lagi bergerak dalam sektor informal. Berdasarkan hal tersebut jumlah responden dikurangi menjadi 50 responden. Responden penelitian diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun (Lampiran 4). Kuesioner yang diberikan kepada responden memuat informasi mengenai karakteristik responden hingga kegiatan usaha yang tengah dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data lapangan yang diperoleh dari informan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari aparat desa, pekerja sektor informal, hingga pengelola Taman Rekreasi Danau Lido. Data diperoleh dari wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan yang telah disiapkan (Lampiran 5).

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(35)

21 hubungan antara dua variabel atau lebih. Analisis data yang digunakan adalah analisis Rank Spearman untuk data-data ordinal, yaitu hubungan antara karakteristik individu terhadap stok modal sosial serta hubungan antara stok modal sosial terhadap tingkat keberhasilan usaha. Penelitian ini juga menggunakan uji analisis Chi-square untuk melihat hubungan antara data-data nominal dan data-data ordinal yang ada dalam hipotesis penelitian. Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 10 persen atau

dengan taraf nyata α 0.1 dengan tingkat kepercayaan sebesar 90 persen.

(36)
(37)

23

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis

Wates Jaya merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini berada di wilayah Bogor Selatan dengan luas wilayah sekitar 1.01 juta ha. Desa ini terdiri dari 8 RW (Rukun Warga) yang terbagi lagi menjadi 29 RT (Rukun Tetangga). Jarak yang ditempuh untuk mencapai Desa Wates Jaya adalah 23 km bila ditempuh dari ibukota Pemerintah Kabupaten Bogor, 116 km bila ditempuh dari ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 82 km bila ditempuh dari ibukota Negara Republik Indonesia. Desa ini berbatasan langsung dengan beberapa wilayah lain yang ada diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Desa Srogol

2. Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi 3. Sebelah Barat : Desa Cigombong 4. Sebelah Timur : Tanah Kehutanan

Kondisi bangunan perumahan di wilayah ini pun tergolong padat dan cukup berdekatan antara satu rumah dengan rumah lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena Desa Wates Jaya terletak di sekitar Jalan Raya Sukabumi yang menghubungkan wilayah Bogor dan Sukabumi. Hal ini mengakibatkan wilayah Desa Wates Jaya dinilai sebagai wilayah yang cukup strategis dan ramai sehingga banyak warga yang datang dan akhirnya menetap di wilayah ini. Meskipun sebagian wilayah Desa Wates Jaya berada di sekitar Jalan Raya Sukabumi-Bogor, namun ada pula wilayah desa yang terletak relatif jauh dari jalan raya. Selain itu, akses jalan yang ada di wilayah tersebut juga kurang memadai.

Kondisi wilayah yang ada di Desa Wates Jaya relatif datar, namun pada beberapa wilayah tertentu cenderung berbukit. Lahan yang ada dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti tanah sawah irigasi setengah teknis dengan luas sekitar 10 ha, pemukiman 290 ha, pekarangan 50 ha, tambak 0.5 ha, hutan konservasi 40 ha, hutan lindung 60 ha, hutan produksi 60 ha, perkebunan negara 60 ha, dan danau seluas 16 ha. Danau yang ada di Desa Wates Jaya bernama Danau Lido dan merupakan taman rekreasi yang saat ini dikelola oleh MNC Grup selaku pihak swasta. Danau ini telah ada sejak tahun 1935. Selain memiliki Danau Lido yang mampu menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung, di Desa Wates Jaya juga terdapat Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang menyimpan keindahan alam dan kelestarian hutan yang ada di dalamnya.

Kondisi Demografis

(38)

24

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2014

Kelompok umur Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki Perempuan

0-4 337 320 657 8.80

5-9 330 256 586 7.85

10-14 300 271 571 7.64

15-19 304 311 615 8.23

20-24 291 274 565 7.56

25-39 300 270 570 7.63

30-34 300 259 559 7.48

35-39 260 234 494 6.61

40-44 260 214 474 6.35

45-49 270 255 525 7.03

50-54 190 176 366 4.90

55-59 270 210 480 6.43

60-64 250 227 477 6.39

65-69 251 215 467 6.25

≥ 70 182 101 283 3.79

Total 3 893 3 576 7 469 100.00

(Sumber: Monografi Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor Tahun 2014)

Tabel 2 menunjukkan bahwa sekitar 60 persen penduduk yang berdomisili di Desa Wates Jaya merupakan penduduk dengan usia produktif. Hal ini merupakan sumberdaya yang besar bila mampu dimanfaatkan dengan baik. Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk yang berdomisili di Desa Wates Jaya, sebagian besar tingkat pendidikan penduduk adalah tamat SLTP/Sederajat yaitu sebesar 1384 orang atau sekitar 32.78 persen. Keterangan lebih lanjut mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Wates Jaya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut tingkat pendidikan Tahun 2014

No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Tidak tamat SD/ Sederajat 46 1.09

2 Tamat SD/ Sederajat 1 271 30.10

3 Tamat SLTP/ Sederajat 1 384 32.78

4 Tamat SMU/ Sederajat 1 164 27.57

5 Tamat D1 105 2.49

6 Tamat D2 84 1.99

7 Tamat D3 61 1.44

8 Tamat D4 41 0.97

9 Tamat S1 56 1.33

10 Tamat S2 10 0.24

11 Tamat S3 - -

Total 4 222 100.00

(39)

25 Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan penduduk di Desa Wates Jaya masih relatif rendah. Namun, saat ini bidang pendidikan sudah mulai mendapat perhatian lebih dari berbagai pihak. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bangunan sekolah yang ada di Desa Wates Jaya serta adanya kemudahan untuk mengakses pendidikan bagi masyarakat sekitar dimana warga sekitar yang berada di Desa Wates Jaya lebih diprioritaskan untuk diterima dibandingkan dengan masyarakat yang berasal dari luar Desa Wates Jaya. Masyarakat yang berdomisili di Desa Wates Jaya didominasi oleh penduduk yang beragama Islam yaitu sebesar 99.69 persen, setelah itu diikuti oleh penduduk yang beragama Khatolik sebesar 0.08 persen, Protestan sebesar 0.05 persen, Hindu sebesar 0.13 persen, dan penduduk yang beragama Budha sebesar 0.04 persen.

Kondisi Sosial dan Ekonomi

Subbab sebelumnya telah mengemukakan bahwa masyarakat yang berdomisili di Desa Wates Jaya didominasi oleh penduduk dalam kategori usia produktif. Masyarakat Desa Wates Jaya memiliki pekerjaan yang beragam satu sama lain. Masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani berjumlah 2714 orang atau sebesar 74 persen, masyarakat yang bermatapencaharian sebagai pengusaha atau pedagang sebanyak 174 orang atau sekitar 5 persen, pengrajin sebanyak 30 orang atau sekitar 1 persen, buruh sebanyak 561 orang atau sekitar 15 persen, pengemudi sebanyak 37 orang atau 1 persen, serta PNS dan pensiunan masing-masing sebesar 2 persen. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

No Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Petani 2 710 74.39

2 Pengusaha 174 4.78

3 Pengrajin 30 0.82

4 Buruh 561 15.40

5 Pengemudi 37 1.02

6 PNS 61 1.67

7 Pensiunan 70 1.92

Total 3 643 100.00

(Sumber: Monografi Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor Tahun 2014)

(40)

26

penguasaan lahan petani tergolong sempit dimana rata-rata luas penguasaan lahan petani kurang dari 1000 m2.

Desa Wates Jaya relatif strategis dan berdekatan dengan akses pasar di daerah sekitar, salah-satunya adalah Pasar Cigombong yang merupakan salah-satu tempat bagi masyarakat untuk berusaha dan memperoleh kebutuhan sehari-hari yang diperlukan. Masyarakat Desa Wates Jaya memiliki kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara rutin baik pada tingkat RT hingga lingkup desa. Kegiatan yang ada mencakup kegiatan keagamaan seperti pengajian, arisan, hingga kumpul RT. Kegiatan ini secara umum diikuti oleh masyarakat secara aktif dalam rangka bersilaturahmi dan menjalin hubungan yang baik antar masyarakat. Masyarakat yang berdomisili di Desa Wates Jaya umumnya merupakan warga asli setempat dan saling mengenal satu sama lain.

Kondisi Fisik

Desa Wates Jaya memiliki beberapa bangunan fisik yang berfungsi menunjang berbagai kegiatan dan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan data monografi Desa Wates Jaya Tahun 2014, Desa Wates Jaya memiliki lapangan olahraga dengan luas sekitar 0.5 ha yang sering digunakan oleh masyarakat khususnya remaja untuk berolahraga bersama. Desa Wates Jaya juga memiliki Taman Rekreasi seluas 750 ha. Desa ini juga memiliki beberapa masjid, diantaranya 1 buah masjid agung, 12 buah masjid jami, 13 musholla, 10 buah langgar, 26 buah majelis ta’lim, dan 1 buah gereja. Prasarana berikutnya yang dimiliki Desa Wates Jaya adalah 1 buah kantor desa yang terletak di wilayah RW 02, 1 buah kantor polsek, jalan provinsi sepanjang 3 km, jalan kabupaten sepanjang 5 km, dan jalan desa sepanjang 2.5 km.

(41)

27

ANALISIS STOK MODAL SOSIAL PEKERJA SEKTOR

INFORMAL PEDESAAN

Bagian ini akan memaparkan stok modal sosial masyarakat Desa Wates Jaya khususnya yang bergerak dalam sektor informal. Analisis stok modal sosial pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya dilakukan dengan menggunakan beberapa unsur pembentuk modal sosial seperti tingkat kepercayaan, luas jaringan, dan tingkat ketaatan terhadap norma. Unsur-unsur ini merupakan unsur yang penting dan saling berkaitan satu sama lain. Semakin tinggi salah-satu unsur modal sosial yang ada, maka akan semakin tinggi pula stok modal sosial yang ada di wilayah yang bersangkutan. Selain itu suatu komponen atau pembentuk modal sosial yang ada dalam masyarakat juga tidak dapat lepas dari komponen lainnya. Kepercayaan yang ada dalam masyarakat dapat berkaitan dengan jaringan yang ia miliki serta norma-norma yang ia anut, dan sebaliknya. Namun sebelum menganalisis lebih jauh stok modal sosial pekerja sektor informal pedesaan akan dikemukakan terlebih dahulu karakteristik dan kondisi umum responden yang ada di Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Karakteristik Pekerja Sektor Informal Pedesaan di Desa Wates Jaya

Jumlah responden dalam penelitian yang dilakukan adalah sebanyak 50 orang. Karakteristik pekerja sektor informal pedesaan yang ada di Desa Wates Jaya dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis usaha, status kepemilikan tempat tinggal, dan tingkat kepemilikan barang berharga. Karakteristik responden menjadi penting dipaparkan lebih lanjut untuk mengetahui gambaran umum pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penggambaran singkat mengenai karakteristik responden pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada Tabel 5.

Jenis Kelamin

(42)

28

usaha informal yang ada di Desa Wates Jaya, baik responden yang bergerak dalam bidang jasa maupun responden yang bergerak dalam bidang non jasa.

Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteritik responden No Karakteristik individu Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Jenis Kelamin

5 Status Kepemilikan Tempat Tinggal Sewa

6 Tingkat Kepemilikan Barang Berharga Tinggi

(43)

29 tahun. Rendahnya persentase responden yang berusia 18-29 tahun di Desa wates Jaya dapat disebabkan karena sebagian besar warga yang bekerja lebih memilih untuk bekerja di sektor lain seperti bekerja sebagai buruh di pabrik-pabrik yang ada di sekitar Desa Wates Jaya.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang ada di Desa Wates Jaya masih relatif rendah. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan terakhir responden didominasi oleh responden yang tamat SD atau SMP yaitu sebanyak 19 orang lulus SD dan 19 orang lulus SMP atau dengan persentase masing-masing sebesar 38 persen. Selain itu ada pula responden yang tidak mengeyam bangku sekolah atau tidak lulus sekolah dasar yaitu sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 6 persen. Responden yang mengeyam pendidikan hingga tingkat SMA sebanyak 8 orang atau sebesar 16 persen, sedangkan responden yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi hanya satu orang atau sebesar 2 persen. Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suradi (2011) dimana sektor informal mampu menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan tanpa keterampilan tinggi.

Jenis Usaha

Jenis usaha yang dimiliki oleh warga yang bergerak dalam sektor informal di Desa Wates Jaya relatif beragam. Namun, dalam penelitian ini jenis usaha yang dimiliki oleh responden dikelompokkan kedalam dua kelompok jenis usaha yaitu jasa dan non jasa. Kelompok jenis usaha jasa diantaranya terdiri dari tukang ojek, supir, dan penarik rakit di Taman Rekreasi Danau Lido yang terdapat di Desa Wates Jaya. Kelompok non jasa terdiri dari para pedagang kecil baik keliling maupun rumahan. Pengelompokkan ini didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Hart (1973). Hart (1973) mengemukakan bahwa pekerjaan sektor informal yang sah terdiri dari beberapa jenis diantaranya kegiatan-kegiatan primer dan sekunder, usaha tersier dengan modal relatif besar, distribusi kecil-kecilan, jasa yang lain, dan transaksi pribadi. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan dua jenis pekerjaan sektor informal yaitu jasa dan distribusi kecil-kecilan seperti pedagang pasar, pedagang kelontong, hingga pedagang kaki lima. Kedua jenis pekerjaan sektor informal ini kemudian dibedakan menjadi jasa dan non jasa. Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang non jasa lebih banyak daripada pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang jasa. Jumlah warga yang memiliki jenis usaha non jasa adalah sebanyak 303 orang dan jasa sebanyak 70 orang atau dengan presentase sekitar 81 dan 19 persen. Berdasarkan jumlah tersebut maka dipilih 50 responden secara acak yang terdiri dari 10 responden yang bergerak dalam bidang jasa dan 40 orang yang bergerak dalam bidang non jasa.

(44)

30

terletak di dekat kantor desa atau di sekitar persimpangan jalan desa. Kondisi yang sedikit berbeda ditemukan pada pekerja sektor informal yang berprofesi sebagai supir maupun penarik rakit. Supir dan penarik rakit lebih sering memberikan pelayanan jasa kepada orang yang berasal dari luar desa. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada supir dan penarik rakit untuk berinteraksi dan memiliki relasi yang lebih luas dengan pihak luar. Bahkan penarik rakit yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido sering mendapat kunjungan wisata dari wisatawan luar negeri. Ini membuka kesempatan yang sangat baik bagi penarik rakit yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido terutama dalam memperluas wawasan, bertukar informasi, serta mengembangkan relasi yang dimiliki bila mampu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

Pekerja sektor informal yang tergolong dalam kelompok non jasa juga memiliki karakteristik yang relatif beragam satu sama lain. Kelompok non jasa yang ada di Desa Wates Jaya terdiri dari usaha warung rumahan, pedagang keliling, hingga pedagang yang membuka usaha di lokasi tertentu dengan membayar biaya sewa tiap bulannya. Pekerja sektor informal non jasa yang membuka usaha warung rumahan di lingkungan tempat tinggal mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk menjaga barang dagangan, sehingga interaksi lebih banyak terjadi dengan tetangga sekitar yang hendak berbelanja kebutuhan rumah tangga di warung yang pekerja sektor informal miliki. Interaksi dengan pihak luar umumnya terjadi ketika pemilik usaha warung rumahan hendak membeli barang-barang dagangan yang dibutuhkan di warung mereka. Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada pedagang keliling. Meskipun cakupan usaha yang dimiliki belum terlalu luas, namun pedagang keliling dapat berinteraksi dengan masyarakat lain yang ada di Desa Wates Jaya. Interaksi yang terjadi tidak hanya dengan tetangga sekitar saja tetapi pedagang keliling dapat berinteraksi dengan masyarakat yang berada pada kampung atau wilayah lain. Pedagang yang memiliki usaha di luar rumah dan menyewa lokasi usaha tertentu juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan pedagang sebelumnya. Lokasi usaha yang disewa umumnya merupakan lokasi yang relatif ramai dan sering dikunjungi banyak orang seperti masjid dan Taman Rekreasi Danau Lido. Lokasi ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang berasal dari daerah serta latar yang beragam. Kondisi ini memungkinkan pedagang untuk berinteraksi dan membangun relasi dengan pihak-pihak lain yang berasal dari luar tempat tinggal mereka.

Status Kepemilikan Tempat Tinggal

Gambar

Tabel 1  Unsur dan peranan modal sosial dalam berbagai aspek kehidupan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Wates Jaya menurut kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2014
Tabel 5  Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteritik responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis untuk variabel tingkat pencahayaan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan dengan kejadian tuberkulosis pada

Teknologi biogas pada prisnsipnya adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (bakteri yang hidup

Asuhan yang berkelanjutan berkaitan dengan kualitas pelayanan dari waktu ke waktu yang membutuhkan hubungan terus menerus antara pasien dengan tenaga kesehatan.Tujuan

Masken Jie (1961) berpendapat bahwa pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara yang bernilai paling tinggi, karena belum ada

Di dalam Lambang Daerah terdapat Gunung/Pulau, melambangkan Daerah Kepulauan bahwa Kabupaten Halmahera Timur merupakan wilayah Provinsi Maluku Utara dengan jumlah gunung

Ustadz :Bahasa mudahnya jin itu masuk ke dalam tubuh manusia ada namanya pintu sebagai lalu lintas, titik tertentu itu jalur keluar masuknya dari jin

Hujan sangat lebat tersebut terjadi pada periode kuatnya monsun Asia yang didukung juga dengan terjadinya aliran seruak dingin dari daratan Asia, dimana aliran tersebut

Kanal Pilot sering disebut dengan Up dan Down link. Digunakan oleh pesawat pelanggan untuk mendapatkan inisial sistem sinkronisasi dan membedakan cell site yaitu mengenal