• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana pengelola Taman Rekreasi Danau Lido menetapkan aturan bagi warga sekitar yang membuka usaha di Taman Rekreasi Danau Lido?

DAFTAR PUSTAKA

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)

7. Bagaimana pengelola Taman Rekreasi Danau Lido menetapkan aturan bagi warga sekitar yang membuka usaha di Taman Rekreasi Danau Lido?

8. Sejauh ini, bagaimana pelaksanaan aturan oleh masyarakat yang bekerja

atau membuka lapangan usaha di Danau Lido? Dilaksanakankah atau justru banyak yang melanggar?

86

Pertanyaan untuk pimpinan kelompok usaha dan pemilik usaha relatif lama 1. Bagaimana hubungan dan rasa saling percaya antar pelaku usaha di Desa

Wates Jaya?

2. Adakah kelompok masyarakat yang anda ikuti di sekitar tempat tinggal anda? Berapa banyak kelompok masyarakat yang anda ikuti dan apa saja jenisnya?

3. Bagaimana tingkat partisipasi anggota dalam kelompok masyarakat tersebut?

4. Adakah lembaga atau kelompok tertentu yang sangat berperan penting dalam mendukung kegiatan usaha anda?

5. Bagaimana tanggapan anda dengan nilai dan norma yang berlaku di sekitar tempat tinggal dan wilayah usaha anda?

6. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pelaku yang ada di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat?

7. Bila dibandingkan dengan lima tahun lalu, menurut anda bagaimana kondisi sosial ekonomi saat ini? Meningkat, sama, atau justru mengalami penurunan?

8. Bagaimana hubungan anda dengan pengelola tempat usaha anda?

9. Menurut anda, apakah perkembangan teknologi mampu membantu meningkatkan perkembangan usaha anda?

10.Pernahkah anda mengalami kegagalan dalam kegiatan usaha anda? Jika ya, bagaimana anda menanggulangi hal tersebut?

11.Bagaimana anda memperoleh modal untuk berusaha atau memperluas usaha anda?

87 Lampiran 6 Contoh hasil pengolahan data menggunakan uji statistik

Tabel 1 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara tingkat kepercayaan dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Tingkat Kepercayaan Tingkat Keberhasilan Usaha Spearman's rho Tingkat Kepercayaan Correlation Coefficient 1.000 .332 * Sig. (2-tailed) . .018 N 50 50 Tingkat Keberhasilan Usaha Correlation Coefficient .332 * 1.000 Sig. (2-tailed) .018 . N 50 50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 2 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara luas jaringan dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Luas Jaringan Tingkat Keberhasilan Usaha Spearman's rho

Luas Jaringan Correlation

Coefficient 1.000 .245 Sig. (2-tailed) . .086 N 50 50 Tingkat Keberhasilan Usaha Correlation Coefficient .245 1.000 Sig. (2-tailed) .086 . N 50 50

88

Tabel 3 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara tingkat ketaatan terhadap norma dengan tingkat keberhasilan usaha pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014 Tingkat Ketaatan terhadap norma Tingkat Keberhasilan Usaha Spearman's rho Tingkat Ketaatan terhadap norma Correlation Coefficient 1.000 .282 * Sig. (2-tailed) . .047 N 50 50 Tingkat Keberhasilan Usaha Correlation Coefficient .282 * 1.000 Sig. (2-tailed) .047 . N 50 50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 4 Hasil uji korelasi Chi-Square antara jenis kelamin dengan modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Value df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square 2.166a 2 .339 Likelihood Ratio 2.130 2 .345 Linear-by-Linear Association .617 1 .432 N of Valid Cases 50

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.

89 Tabel 5 Hasil uji korelasi Rank Spearman antara usia dengan tingkat modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Usia Modal Sosial Spearman's rho Usia Correlation

Coefficient 1.000 -.091

Sig. (2-tailed) . .530

N 50 50

Modal Sosial Correlation

Coefficient -.091 1.000

Sig. (2-tailed) .530 .

N 50 50

Tabel 6 Hasil uji korelasi Chi-Square antara jenis usaha dengan modal sosial pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Tahun 2014

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 1.882a 2 .390 Likelihood Ratio 3.031 2 .220 Linear-by-Linear Association 1.529 1 .216 N of Valid Cases 50

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,20.

90

Lampiran 7 Tulisan Tematik

Modal Sosial Pekerja Sektor Informal Pedesaan

Desa Wates Jaya didominasi oleh masyarakat dengan pekerjaan utama sebagai petani, pengrajin, buruh, hingga pedagang. Pekerjaan seperti pegawai negeri masih sangat sedikit sekali digeluti oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang ada di Desa Wates Jaya menggantungkan sumber pendapatan utamanya pada sektor informal. Modal sosial pekerja sektor informal pedesaan merupakan salah satu aspek penting yang menjamin keberlangsungan usaha yang dijalankan. Kepercayaan, jaringan dan norma merupakan unsur atau elemen pembentuk modal sosial dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat di Desa Wates Jaya. Kepercayaan yang ada antar pekerja sektor informal pedesaan yang ada di Desa Wates Jaya terjalin dengan cukup baik. Pekerja sektor informal saling mempercayai satu sama lain dengan rekan usaha yang ada di sekitar mereka. Kepercayaan ini didasarkan atas ikatan kekeluargaan dan kekerabatan yang telah dimiliki oleh pekerja sektor informal bahkan jauh sebelum mereka melaksanakan usaha seperti yang sedang dilakukan saat ini. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bapak YA sebagai berikut, “wah kalau itu mah udah pasti, Neng. Kita udah saling percaya lah satu sama lain. Orang itu masih saudara saya. Dia adik ipar saya, yang itu kakak saya, trus ada juga yang udah tetanggaan lama. Jadi udah percaya banget lah sama rekan yang ada disini. Udah kayak keluarga semua”.

Pendapat Bapak YA juga didukung oleh Bapak AS yang menyatakan, “saya kenal semua atuh neng yang dagang warung di kampung ini. Orang yang dagang juga masih banyak saudaraan sama saya. Selain itu kita juga udah tetanggaan sejak lama. Jadi saling percaya aja satu sama lain antar warung. Nggak ada yang mau jatuhin orang lain disini mah. Ribut gara-gara jualan juga alhamdulillah ga pernah ada disini mah.

Kepercayaan pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya juga didasarkan pada pandangan dan keyakinan pekerja sektor informal bahwa tiap orang telah memiliki rezekinya masing-masing. Pandangan ini membuat pekerja sektor informal percaya bahwa rekan usaha yang lain tidak akan berbuat curang hanya demi mendapatkan keuntungan yang besar. Meskipun kepercayaan yang terjalin antar pekerja sektor informal sudah terjalin dengan cukup baik, tindakan untuk menolong pelaku usaha lain yang tengah mengalami kesulitan secara langsung mulai relatif susah untuk dilakukan. Pekerja sektor informal umumnya memiiki pertimbangan tersendiri sebelum menawarkan bantuan kepada pelaku usaha lain yang membutuhkan. Pekerja sektor informal akan memberikan bantuan kepada pelaku usaha lain bila telah mengetahui secara pasti permasalahan yang tengah dihadapi oleh pelaku usaha yang bersangkutan serta pekerja sektor informal pedesaan juga tidak sedang membutuhkan bantuan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bapak HA yang menyatakan bahwa, “ya, itu mah tergantung, Neng. Kesulitan apa dulu gitu. Kalo rasa-rasanya kita bisa bantu mah bakal kita bantuin. Tapi kalo nggak bisa, ya gimana atuh. Malah kadang-kadang kitanya yang perlu bantuan.

Kepercayaan yang terjalin antar pekerja sektor informal pedesaan juga banyak yang masih menekankan pada etnis asal pekerja sektor informal pedesaan. Pekerja sektor informal pedesaan umumnya akan lebih percaya kepada pelaku

91 usaha dengan etnis yang sama. Pekerja sektor informal umumnya menyatakan bahwa mereka akan mengenal lebih dahulu pelaku usaha yang berasal dari etnis yang bebeda. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Ibu IH yang menyatakan bahwa,

kalau yang bukan Sunda Ibu mah kurang percaya. Kumaha ya, kita harus kenalin dulu orangnya. Kalau yang sama (Sunda) kan sudah jelas atuh”. Meskipun demikian, saat ini sudah banyak pekerja sektor informal pedesan di Desa Wates Jaya yang lebih membuka diri terhadap pelaku usaha yang berbeda etnis. Pekerja sektor informal yang lebih bersifat terbuka terhadap pelaku usaha lain yang berbeda etnis terutama tampak pada pekerja sektor informal yang memiliki usaha di luar rumah sehingga melakukan interaksi dengan etnis yang beragam pula setiap harinya.

Jaringan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan relatif beragam satu sama lain. Jaringan berkaitan dengan kenalan dan pihak-pihak yang menjamin keberlangsungan usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan. Secara umum pekerja sektor informal mengenal dan memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar yang memiliki usaha yang sama dengan mereka. Hal ini dikarenakan lokasi usaha pekerja sektor informal banyak yang berdekatan. Bahkan ada pula pekerja sektor informal yang membuka usaha pada lokasi yang sama. Kondisi ini membuat interaksi pekerja sektor informal menjadi lebih intens baik di lokasi usaha maupun di sekitar lingkungan tempat

tinggal. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ibu DH yang menyatakan, “oh iya atuh, Neng. Kan yang kerja disini pada tetanggaan sama ibu semua. Jadi Ibu kenal baik atuh. Lagian kita tetanggaannya udah lama juga, pan. Sebelum kita buka usaha disini juga kita udah tetanggaan. Jadi udah kenal baik gitulah istilahnya”. Kondisi yang sedikit berbeda ditemukan pada kampung atau wilayah desa yang berada di sekitar pusat desa atau di pinggir jalan raya. Pekerja sektor informal yang menetap di wilayah ini relatif kurang mengenal tetangga sekitar karena banyak warga yang hanya menetap sementara. Hal ini seperti yang

dikemukakan oleh Ibu IH yang menyatakan, “Oh kalau orang (tetangga) lama mah saya kenal semua, Neng. Tapi kalau yang baru saya ga begitu kenal. Soalnya emang jarang ketemu. Kadang-kadang pindahnya juga ga ketahuan. Tau-tau udah ganti aja yang ngontraknya”.

Jaringan yang dimiliki pekerja sektor informal dengan pengelola atau pemilik tempat usaha juga terjalin dengan cukup baik. Pekerja sektor informal diberikan kesempatan untuk membuka usaha di lokasi yang telah disediakan dan pekerja sektor informal diminta untuk menaati aturan yang telah ditetapkan sebelumnya seperti peraturan mengenai lokasi usaha hingga aturan mengenai harga sewa. Hubungan yang terjalin dengan baik ini dapat dilihat pada pernyataan Ibu DH

yang menyatakan, “ya, hubungannya baik-baik aja, Neng. Alhamdulillah sejauh ini ga ada ribut-ribut. Malah kita-kita yang makasih karena udah dibolehin buat usaha disini. Dulu emang pernah mau dinaikin tuh harga sewanya, tapi setelah kita berembuk (diskusi) dan kita sampaikan ke kantor (pengelola), alhamdulillah kantor juga ngerti dan harga sewanya ga jadi dinaikin”. Relasi pekerja sektor informal dengan pemasok bahan baku usaha juga terjalin dengan baik. Mayoritas pekerja sektor informal pedesaan memiliki lebih dari dua pemasok bahan baku usaha yang dijalankan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bapak HA yang

92

Kalau yang sembako-sembako biasanya beli di toko langganan yang di pasar itu. Kalau kebetulan dia tutup atau lagi kosong barangnya, ya kepaksa kita cari di toko lain. Kalau beli sayur, biasanya udah ada langganan juga tuh. Jadi yang pertama carinya ke tempat itu dulu. Kalau lagi gak ada baru ke tempat lain”. Bapak SA juga mengemukakan bahwa ia memiliki hubungan yang baik dengan pemasok bakan bakar untuk menggerakkan rakitnya. Pak SA menyatakan

Biasanya sih kalo beli bensin buat rakit kita belinya di depan aja. Cari yang deket, Mbak. Belinya juga ga banyak-banyak. Paling lima literan. Itu juga cukup buat tiga hari. Tergantung rame enggaknya pengunjung yang naik rakit”. Pernyataan Bapak IH dan Bapak SA menunjukkan bahwa relasi yang dibangun dengan pemasok bahan baku usaha merupakan salah satu hal yang penting dalam menjamin usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan.

Jaringan berikutnya yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan adalah relasi dengan pihak yang meminjamkan modal usaha. Modal usaha merupakan salah-satu komponen penting dalam menjalankan usaha bagi pekerja sektor informal pedesaan. Pihak yang meminjamkan modal usaha yang ada di Desa Wates Jaya terdiri dari lembaga keuangan formal maupun informal. Namun mayoritas pekerja sektor informal pedesaan lebih memilih untuk tidak meminjam modal dengan lembaga keuangan yang menyediakan pelayanan peminjaman modal usaha. Pekerja sektor informal pedesaan lebih memilih untuk meminjam modal usaha dengan saudara atau kerabat dekat mereka daripada harus meminjam dengan lembaga keuangan yang ada. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran pekerja sektor informal tidak mampu membayar dan mengembalikan uang yang telah dipinjamkan. Hal ni menyebabkan banyak pekerja sektor informal yang tidak mengembangkan usahanya dengan meminjam modal usaha kepada lembaga keuangan yang ada dan lebih memilih untuk menjalankan usaha yang telah ada saja. Ibu FI menyatakan, “Tau sih tau, Mbak. Tapi kalau untuk minjem saya pribadi mah gak berani, Mbak. Pendapatan dari warung kan gak seberapa. Nanti kalau gak nutup untuk pembayaran pinjamannya gimana? Enakan modal sendiri dah. Jalaninnya tenang, santai. Gak dikejar-kejar setoran untuk bayar utang gitu, Mbak.”

Relasi berikutnya adalah relasi yang terjalin antara pekerja sektor informal pedesaan dengan kelompok atau paguyuban usaha yang menghimpun pelaku usaha yang bergerak dalam bidang yang sama. Hal ini tampak pada kelompok tukang ojek dan penarik rakit. Pekerja sektor informal yang bergerak dalam bidang jasa ojek mengemukakan bahwa kegiatan kelompok sesama rekan ojek masih dilakukan secara aktif. Pak TS menyatakan “oh iya disini ada kumpul antar temen-temen (ojek) minimal satu minggu sekali lah, Neng. Dulu bapak yang pegang. Tapi sekarang biar diurus sama yang masih muda aja. Kita juga ada semacam uang kas gitu. Sekali kumpul dua ribuan. Uangnya ini kita pake kalau misalnya ada rekan yang lagi kena musibah, apakah sakit, atau ada musibah lain mungkin. Jadi harapannya kita bisa cepet saling bantu satu sama lain”. Kelompok atau paguyuban penarik rakit dan pedagang yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido juga masih melakukan kegiatan rutin kelompok secara aktif. Kegiatan yang dilaksanakan dalam pertemuan kelompok umumnya berupa membahas permasalahan yang dihadapi oleh anggota dalam menarik rakit serta permasalahan permasalahan lain yang dinilai penting dan menjadi agenda kelompok. Kelompok atau paguyuban ini juga mampu berperan sebagai kontrol

93 sosial terhadap tindakan anggota. Bapak AS menyatakan,” Kalau saya pribadi sih takut, Neng. Soalnya kalau kita macem-macem pasti bakal dibahas waktu lagi ada kumpul. Trus, kalau ada satu yang bermasalah biasanya yang lain juga pada kena. Jadi kita sama-sama menjaga aja supaya sama-sama enak usaha disini”.

Tidak semua pekerja sektor informal pedesaan terhimpun dalam kelompok atau paguyuban usaha. Kelompok pedagang khususnya yang membuka usaha di sekitar tempat tinggal mereka umumnya tidak memiliki relasi dengan kelompok atau paguyuban usaha dengan bidang yang sama. Padahal pelaku usaha warung rumahan yang adadi Desa Wates Jaya sangat berharap ada kelompok atau paguyuban yang mampu menghimpun pekerja sektor informal dengan bidang yang sama. Pak SA menyatakan ” nah itu dia, Dek. Disini itu semua pada jalan masing-masing aja. Jadi emang gak ada kumpul atau apa gitu sesama yang dagang disini. Padahal kalau ada paguyuban enak tuh, soalnya disini kan emang banyak yang jualan. Jadi bisa lebih terkoordinir”. Pendapat Pak SA juga

didukung oleh Ibu RH yang menyatakan “iya bagusnya sih ada perkumpulan kayak koperasi gitu sih, Neng. Biar aturan kalo dagang jadi jelas dan bisa mengumpulkam pedagang yang ada disini juga. Soalnya yang dagang disini kan lumayan banyak. Kalo sekarang mah lebih banyak jalan sendiri-sendiri aja gitu, Neng”. Pendapat yang dikemukakan oleh Bapak SA dan Ibu RH menunjukkan bahwa paguyuban atau kelompok usaha yang menghimpun pekerja sektor informal dengan bidang usaha yang sama menjadi salah satu aspek yang cukup penting dalam menjamin interaksi antar pelaku usaha. Ketiadaan kelompok atau paguyuban ini juga menyebabkan aturan dan norma antar sesama pelaku usaha kurang jelas sehingga banyak pelaku usaha yang kemudian memilih untuk menjalankan usahanya sendiri-sendiri.

Keberhasilan Usaha Pekerja Sektor Informal Pedesaan

Pekerja sektor informal yang ada di Desa Wates Jaya umumnya memiliki usaha dengan skala yang tidak terlalu luas. Pekerja sektor informal umumnya hanya memiliki satu lokasi usaha dan tidak memiliki pegawai tambahan yang bersifat permanen. Pendapatan yang diperoleh pun sangat bergantung dengan ramai tidaknya pengunjung atau pelanggan. Pekerja sektor informal yang ada di Danau Lido seperti penarik rakit dan penjual makanan umumnya akan memperoleh pendapatan yang lebh besar ketika musim libur sekolah tiba atau pada hari libur nasional. Namun pada hari-hari biasa pendapatan yang mereka peroleh relatif kecil karena Danau Lido yang sepi pengunjung. Kondisi ini tidak memungkinkan pekerja sektor informal untuk memiliki pegawai atau tenaga kerja tambahan yang bersifat permanen. Pekerja sektor informal pedesaan baru akan mencari tenaga kerja tambahan jika jumlah pengunjung atau pelanggan yang datang tergolong banyak. Tenaga kerja tambahan pun umumnya diperoleh dari anggota keluarga pekerja sektor informal sendiri seperti suami atau istri hingga anak yang dianggap telah mampu untuk membantu kegiatan usaha yang dijalankan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ibu DH yang menyatakan “Ibu sih biasanya yang ngebantuin ya anak-anak ini. Asal ga ngeganggu waktu sekolahnya aja. Biasanya sih anak ama suami sering ngebantuin terutama kalau warung lagi rame kaya waktu lebaran atau hari-hari libur sekolah. Kalau hari- hari biasa mah biasanya bisa diurus sendiri, Neng”.

94

Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang telah dilakukan umumnya disisihkan sedikit oleh pekerja sektor informl pedesaan untuk ditabung dan sisa uang yang ada kemudian digunakan kembali oleh pekerja sektor informal pedesaan untuk membeli kebutuhan dan bahan baku usaha yang dijalankan. Usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal pedesaan umumnya juga merupakan usaha yang tergolong lama. Selain itu ada pula pekerja sektor informal yang belum lama menjalankan usaha dagang, namun usaha tersebut merupakan warisan dari orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan oleh pekerja sektor informal di Desa Wates Jaya masih didasarkan pada sistem kekeluargaan dan kekerabatan.

Faktor Penyebab Terjadinya Dinamika Modal Sosial

Modal sosial merupakan kekuatan yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Keberadaan modal sosial dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Kebijakan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam dinamika modal sosial yang ada di Desa Wates Jaya. Kebijakan pemerintah khususnya mengenai pengelolaan kawasan pariwisata telah memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk membuka usaha di sekitar kawasan wisata. Ikut terjunnya masyarakat dalam membuka lapangan usaha di kawasan wisata secara tidak langsung telah memperluas jaringan sosial yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan. Pekerja sektor informal dapat berinteraksi dan membangun relasi dengan pihak-pihak lain yang memiliki status dan posisi sosial yang berbeda dengan etnis asal yang beragam. Berkembangnya jaringan yang dimiliki oleh pekerja sektor informal dimana jaringan yang semula hanya berdasarkan pada ikatan kekeluargaan dan ketetanggaan, saat ini juga terjadi interaksi dengan pihak yang memiliki etnis, status, dan posisi sosial yang beragam. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan kawasan wisata telah berdampak pada pergeseran dan perkembangan tipe modal sosial yang dimiliki oleh pekerja sektor informal pedesaan.

Teknologi yang masuk dan berkembang diantara pekerja sektor informal pedesaan juga telah mengakibatkan terjadinya dinamika modal sosial. Hal ini dapat dilihat pada penarik rakit yang ada di Taman Rekreasi Danau Lido. Mulanya penarik rakit yang ada di Danau Lido menggunakan tenaga manusia untuk menggerakkan rakit dan membawa pengujung berkeliling danau. Satu rakit harus digerakkan oleh dua hingga tiga orang penarik rakit. Hal ini menunjukkan bahwa usaha rakit telah memberikan kesempatan bekerja bagi masyarakat sekitar. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, penarik rakit lebih memilih menggunakan tenaga mesin daripada tenaga manusia untuk menggerakkan rakit Penggunaan tenaga mesin sebagai penggerak rakit untuk menggantikan tenaga manusia tenyata telah memberikan dampak terhadap perubahan struktur dan jaringan yang ada. Pengunaan mesin untuk menggerakkan rakit telah mengakibatkan pemilik rakit mengurangi tenaga kerja penggerak rakitnya. Pengurangan tenaga kerja ini tidak terjadi ada satu rakit saja tetapi terjadi pada seluruh rakit yang ada di Danau Lido. Saat ini semua rakit yang ada di Danau Lido menggunakan mesin sebagai sumber penggeraknya sehingga dapat dikemudikan dan dikendalikan oleh satu orang saja. Meskipun demikian, masih ada penarik rakit yang memiliki karyawan mekipun jumlahnya sudah mengalami penurunan daripada periode sebelumnya.

95 Lampiran 8 Dokumentasi penelitian

Gambar 1 Rakit pekerja sektor informal yang ada di Danau Lido

Gambar 2 Usaha warung sembako milik warga

Gambar 3 Warga yang sedang membuat

kerajinan dandang responden yang ikut membantu Gambar 4 Salah-satu anak proses pembuatan dandang

Gambar 5 Usaha warung rumahan, air isi