• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam

KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS PERBANKAN DI INDONESIA

D. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam

Pengawasan Bank

Pembentukan lembaga independen OJK dalam pengawasan di sektor perbankan menimbulkan pemisahan kewenangan pengawasan di sektor perbankan

60

http://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/siaran-pers-ojk-perkuat-tugas-penyidikan-tindak-pidana-sektor-jasa-keuangan.aspx, (diakses pada tanggal 14 April 2016 pada pukul 20.30 WIB).

61 Ibid.

dengan lembaga lainnya. Dalam hal pengawasan perbankan terdapat keterkaitan atau hubungan antara OJK dengan BI, maupun Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut dengan LPS) serta pemangku kebijakan dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (selanjutnya disebut dengan FKSSK). 1. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Bank Indonesia

Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of

development, dan agent of service.62 Berkaitan dengan fungsi tersebut terintegrasi

peraturan penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprundential dengan pengawasan macroprudential sebagaimana diatur Pasal 7 UU OJK yang menetapkan bahwa pengawasan microprudential difokuskan pada kesehatan individu bank dengan melakukan analisis kesehatan neraca bank khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha. Tujuan pengawasan microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan ancaman efek menular kebangkrutan bank terhadap perekonomian.Sedangkan pengawasan perilaku bisnis terkait dengan perilaku bank terhadap nasabahnya lebih difokuskan pada perlindungan konsumen melalui keterbukaan informasi, kejujuran, intergritas dan praktik bisnis yang adil.63

Pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia, peran OJK adalah membantu BI untuk melakukan himbauan moral kepada industri perbankan.64 Keterikatan antara kebijakan macroprudential dengan kebijakan microprudential disadari oleh pembuat

62

Totok Budisantoso dan Nuritomo, Bank dan Lembaga keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 9.

63 Zulkarnain Sitompul,Op.Cit.,hlm 8. 64

undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari pengaturan yang terdapat pada Pasal 39 UU OJK yang menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, OJK berkordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain :65

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank; b. Sistem informasi perbankan yang terpadu;

c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;

d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, antara lain kartu kredit, kartu debet dan internet banking;Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemicallyimportant bank; dan

e. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi Pasal 40 dan Pasal 41 UU OJK disebutkan bahwa BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, tetapi dalam pemeriksaan tersebut BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. Laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut disampaikan kepada OJK, kemudian OJK menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Apabila bank tersebut mengalami kesulitan likuidasi dan/atau kondisi kesehatan semakin

65

memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI 66

Sebagai lembaga yang ditetapkan bertugas sebagai dan berwenang di bidang pengaturan dan pengawasan macroprudential berarti BI adalah sistemik regulator yang bertanggungjawab meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Meskipun disadari bahwa stabilitas sistem keuangan bukan hanya tanggung jawab bank sentral. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, BI bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, OJK dan LPS tergabung dalam FKSSK.67

2. Hubungan OJK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Akuntabilitas perencanaan dan penggunaan anggaran OJK terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari DPR. Dalam hal akuntabilitas pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada Presiden dan DPR. Selain laporan kegiatan, OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh BPK atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK.68

3. Hubungan OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Lembaga Penjamin Simpanan didirikan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin dana nasabah penyimpanan pada industri perbankan dan turut menjaga stabilitas sistem perbankan. Untuk mengefektifkan peran dan fungsi LPS, UU OJK menetapkan pengaturan hubungan antara OJK dengan LPS dengan

66Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 278. 67Ibid.

68

memberikan kewenangan lebih luas kepada LPS yaitu dengan menetapkan Ketua Dewan Komisioner LPS sebagai anggota FKSSK.69

Monitoring dan evaluasi terhadap stabilitas sistem keuangan akan menjadi bidang kerja dari FKSSK. Forum ini akan memformulasikan serta mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk mencegah serta menyelesaikan krisis/masalah sistem keuangan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, forum ini mengkomunikasikan temuannya kepada institusi lainnya. Terkait dengan Pasal 63 ayat (3), FKSSK akan mengambil alih kewenangan, tugas dan fungsi Komite Koordinasi sebagaimana termuat di dalam UU LPS.70

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan juga menetapkan bahwa LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank terkait dengan fungsi, tugas dan wewenang LPS sebagai lembaga yang menjamin simpanan masyarakat dan turut menjaga stabilitas sistem perbankan. Lingkup pemeriksaan yang dapat dilakukan LPS meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan bank tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas asset serta kejahatan di sektor perbankan.71 Otoritas Jasa Keuangan wajib memberikan informasi berkala kepada LPS mengenai laporan keuangan bank yang telah diaudit, hasil pemeriksaan bank dan kondisi kesehatan keuangan bank yang diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU

69

Zulkarnain Sitompul, Op.Cit.,hlm. 16.

70Nova Asmirawati, ―Catatan Singkat Terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan‖, Jurnal Legislasi Indonesia , Vol 9, No. 3, Oktober 2012, hlm. 454.

71

OJK. Berdasarkan uraian diatas, maka hubungan Koordinasi dan kerja sama OJK, BI dan LPS serta lembaga lainnya dapat di simpulkan sebagai berikut :72

a. Otoritas Jasa keuangan, BI, dan LPS membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

b. Otoritas Jasa Keuangan, BI, dan LPS berbagi seluruh informasi tentang perbankan (tirnely basis) dengan menjaga kerahasian.

c. Otoritas Jasa keuangan, BI, dan LPS bekerja samadalam kegiatan pemeriksaan bank.

d. Otoritas Jasa Keuangan segera menginformasikan ke BI terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan likuidasi atau kondisi memburuk untuk dilakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia (lender of last resort).

e. Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, BI dan LPS bekerja sama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan dalam pencegahan serta penanganan krisis.

f. Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi lain, termasuk penegakan hukum dalam rangka penyidikan dan perlindungan konsumen.

g. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja dan berkoordinasi dengan instansi lain nasional maupun internasional berdasarkan asas timbal balik yang seimbang.

4. Posisi OJK dalam Ketatanegaraan

72Abdul Hanan, ―Tugas, Wewenang dan Kedudukan OJK‖ (Medan : disampaikan pada seminar Hukum dalam rangka meningkatkan pemahaman atas peran dan tujuan Otoritas Jasa Keuangan , 14 November 2013), hlm.3.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan mendefinisikan OJK sebagai lembaga yang independen bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Secara kelembagaan OJK berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah, meskipun OJK berada di luar pemerintah, namun tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena hakekatnya OJK merupakan Otoritas Jasa keuangan yang mempunyai relasi dan keterkaitan dengan otoritas lain, dalam hal fiskal dan moneter.73

Pernyataan Kementerian Sekretariat Negara (Melalui Surat Kementrian Sekretariat Negara Kepada Dewan Komisioner OJK Nomor B-61/Kemensetneg/D-2/KN.01.00/01/3013 tanggal 21 Januari 2013) yang menyatakan bahwa :

―Meskipun tidak diatur secara khusus bahwa OJK merupakan lembaga Negara, akan tetapi karena menjalankan tugas dan fungsi Negara, dapat dimaknai bahwa OJK merupakan Lembaga Negara‖.

Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsi Negara yang terbagi atas, menjalankan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan norma hukum (law-creating function and law-applying function), melaksanakan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi Negara dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sehingga OJK merupakan Lembaga Negara yang bersifat constitutional importance, dalam hal ini indirect constitusional.

73 Ibid.

Dalam hubungannya koordinasi OJK dengan Lembaga Keuangan Lainnya hal yang menjadi penting untuk diperhatikan adalah independensi dan transparansi sehingga tujuan pembentukan OJK dapat tercapai.

BAB I