• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Dalam Kegiatan Perbankan Tanpa Kantor (Branchless Banking)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Dalam Kegiatan Perbankan Tanpa Kantor (Branchless Banking)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Juli Irmayanto dkk. Bank dan lembaga keuangan. Jakarta: Universitas Trisaksi, 2002.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2011.

Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Edisi Revisi. Bandar Lampung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan. Seputar Informasi Mengenai Layanan Perbankan Tanpa Kantor (Laku Pandai). Jakarta: Departemen Penelitian dan Pengembangan OJK, 2015.

Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia 2014. Jakarta: OJK, 2014.

Republik Indonesia, Bank Indonesia, Booklet Keuangan Inklusif. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UKM Bank Indonesia, 2014.

Suhardi, Gunarto. Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Soekanto Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 1986.

(2)

B.Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Republik Indonesia, Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

Republik Indonesia, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/Seojk.03/2015 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif Oleh Bank.

C.Jurnal dan Majalah

Asmirawati, Nova.‖Catatan Singkat Terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan‖ Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9, No. 3. (Oktober 2012).

Bank Kaltim. ―Program Laku Pandai dari OJK‖, Majalah Bank Kaltim Media, Edisi 53, Oktober-(November 2015).

Dewantara, Reka. ―Implikasi Yuridis Mengenai Pengaturan Branchless banking oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan‖ Risalah Hukum, Vol. 10, No 1. (Juni 2014).

Hassan, Bachtiar. ―Membangun Keuangan Inklusif‖ Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, Vol. 23 No 2. (Desember 2014).

Hamid, Edy Suandi. ―Pengembangan UMKM untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah‖, (Purworejo: disampaikan pada Simposium Nasional: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif, 2010).

(3)

Hanan, Abdul. Tugas, ―Wewenang dan Kedudukan OJK‖ (Medan : disampaikan pada seminar Hukum dalam rangka meningkatkan pemahaman atas peran dan tujuan Otoritas Jasa Keuangan , 14 November 2013).

Khopiatuziadah. ―Hubungan Kelembagaan Antar Pengawas Sektor Perbankan: Perspektif Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan‖ Jurnal Legislasi Indonesia,Vol. 9, Nomor 3. (Oktober 2012).

Nurtjipto. ―Aspek Hukum Penggunaan Agen dalam Branchless Banking Di Indonesia‖ (Tesis, Pasca Sarjana Hukum, UI, 2012).

Nasution, Bismar. “OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi‖ (Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014).

Nasution, Bismar. ―Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan : Kajian Terhadap Independensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan‖ (Medan : disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi, 8 Juni 2012).

Pakpahan, Rudy Hendra. ―Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Lembaga Keuangan di Indonesia‖ Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9, Nomor 3. (Oktober 2012).

Republik Indonesia, Bank Indonesia. ―Layanan Perbankan Tanpa Kantor‖ Gerai Info, Edisi 39. (Juni 2013).

Sitompul, Zulkarnain. ―Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan‖ Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3. (Oktober 2012).

Wibowo, Pungki Purnomo. ‖Branchless banking Setelah Multilicense: Ancaman Atau Kesempatan Bagi Perbankan Nasional‖. (Jakarta: Disampaikan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan Sekolah Staf Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) Angkatan XXXI pada tanggal 27 Juni 2013).

Wiwin, Sri. ―Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan‖, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3. (Oktober 2012).

(4)

D.Website

www.ojk.go.i/d (diakses pada tanggal 26 Februari 2016 pukul 11.14 WIB).

http://stabilitas.co.id/home/detail/branchless-banking---panggilan-kepada-unbanked-people (diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 22.20 WIB). http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2319/Brazil-Notes-On-Regulation

Branchless- Banking-2008.pdf, (diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 23.00 WIB).

http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2319/Brazil-Notes-On-Regulation-Branchless- Banking-2008.pdf, http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2322/India-Notes-On-Regulation- Branchless-Banking-2008.pdf, http://www.cgap.org/gm/document-

1.9.2304/PKNotes_RegulationBranchless_2007.pdf, (diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 23.05 WIB)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fd97bc71ee6b/otoritas-jasa-keuangan (diakses pada tanggal 11 April 2016 pukul 20.00).

(5)

BAB III

LAYANAN PERBANKAN TANPA KANTOR (BRANCHLESS BANKING)

E.Pengertian dan Dasar Hukum Layanan Perbankan Tanpa Kantor

(branchless banking)

Saat ini pendekatan pengentasan kemiskinan dengan penurunan tingkat pengangguran salah satunya dilakukan dengan pendekatan akses terhadap lembaga keuangan. Survei Bank Dunia di seluruh dunia menunjukkan bahwa sektor keuangan memiliki peran penting dan signifikan dalam pengentasan kemiskinan, mengurangi perbedaan pendapatan, dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Melihat kesenjangan pendapatan yang masih lebar di Indonesia, maka akses terhadap lembaga keuangan sebagai alat untuk mempercepat pemerataan pendapatan menjadi relevan dan strategis untuk dilakukan.74

Masyarakat masih merasakan hambatan namun demikian, masyarakat berpendapatan rendah adalah active money managers yang sangat membutuhkan akses keuangan terhadap lembaga keuangan khususnya perbankan dalam memperoleh layanan jasa keuangan formal dari perbankan. Selain keterbatasan fasilitas lembaga keuangan, juga disebabkan rendahnya penghasilan di pedesaan sehingga pendapatan yang diterima penduduk desa lebih banyak digunakan untuk

74

(6)

konsumsi. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia 79% masyarakat yang tidak memiliki tabungan karena tidak memiliki uang.75

Salah satu program dalam pilar SNKI tentang fasilitas intermediasi dan distribusi adalah penyediaan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) yang antara lain dapat dilakukan melalui Laku Pandai. Melalui Laku Pandai, lembaga jasa keuangan berperan penting untuk mendukung SNKI dalam rangka mewujudkan keuangan inklusif. Selanjutnya, Laku Pandai akan menyediakan produk keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah terpencil dan/atau berpenghasilan rendah, dengan karakteristik yang sederhana sehingga lebih mudah dipahami yang diiringi dengan kemudahan dalam pemrosesan dokumen permohonan dari calon nasabah. Dengan bertambahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai layanan keuangan diharapkan dapat membantu peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan keuangan.76

Pengelolaan keuangan yang lebih baik dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Apabila kesadaran ini sudah semakin meluas dan menguat pada setiap lapisan masyarakat, maka akan mendukung terwujudnya keuangan inklusif di Indonesia. Sehubungan dengan hal-hal tersebut dan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Laku Pandai serta untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul, perlu pengaturan tentang Laku Pandai dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.77

75.Ibid, hlm. 27.

76 Penjelasan POJK Laku Pandai. 77

(7)

Otoritas lembaga perbankan (baik BI maupun OJK) ingin menarik lebih banyak masyarakat yang belum tersentuh sektor keuangan melalui sistem branchless banking. Hal tersebut disebakan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang belum tersentuh lembaga keuangan, baik karena tingkat kemiskinan maupun lokasi tempat tinggal yang terpencil. OJK kemudian mengeluarkan Peraturan OJK No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Inklusif (Laku Pandai). Aturan sebagai penerapan dari sistem branchless banking tersebut diharapkan dapat menjangkau masyarakat yang tidak bisa dilayani oleh lembaga perbankan secara fisik melalui unit-unitnya. Hal tersebut akan menimbulkan kemanfaatan bagi masyarakat dengan produk yang tepat atau sesuai bagi masyarakat yang dituju, maka produk-produk branchless banking dapat menjadi alternatif yang efektif dan efisien bagi sistem Bank dalam menawarkan jasa keuangan kepada unbanked dan unbankable

people.78

Penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dalam bentuk Layanan Tanpa Kantor tidak akan mengubah esensi regulasi yang sebelumnya dikeluarkan BI. Pada 2012, BI telah menerbitkan juga aturan pendukung sistem branchless banking melalui peraturan tentang Layanan Keuangan Digital. Sebelum itu, pada 2009, BI juga sudah menerbitkan aturan tentang Uang Elektronik. Pada 2014, BI menerbitkan lagi aturan PBI No.16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas PBI No.11/11/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Meski memiliki ruang lingkup berbeda, dua aturan yang dirilis dua otoritas tersebut sama- sama melibatkan agen

78Reka Dewantara, ―Implikasi Yuridis Mengenai Pengaturan Branchless banking oleh

(8)

perbankan yang diharapkan mampu menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh layanan perbankan.79

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Laku Pandai menetapkan syarat bank yang mengikuti program tersebut harus berbadan hukum Indonesia, memiliki peringkat profil risiko, tingkat risiko operasional dan risiko kepatuhan dengan peringkat 1,2, atau 3. Bank peserta program ini juga wajib memiliki jaringan kantor di wilayah Timur Indonesia dan atau provinsi Nusa Tenggara Timur. OJK juga mewajibkan bank memiliki infrastruktur pendukung, berupa layanan transaksi elektronik bagi nasabah, seperti SMS Banking, mobile banking dan Internet Banking atau host to host. Dalam POJK tersebut juga terdapat klausul mengenai keberadaan agen Laku Pandai.80

Pengertian Laku Pandai menurut Pasal 5 POJK Laku Pandai yaitu:

―Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif yang

selanjutnya disebut Laku Pandai adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan pihak lain dan perlu

didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.‖

Poin menimbang pada POJK Laku Pandai menjelaskan bahwa OJK, industri perbankan, serta industri jasa keuangan lainnya berkomitmen untuk mendukung terwujudnya keuangan inklusif melalui program SNKI yang dicanangkan oleh pemerintah.81 Bentuk komitmen tersebut dinyatakan dalam membuka akses layanan laku pandai ke seluruh Indonesia.

79

Ibid, hlm. 5.

80 http://stabilitas.co.id/home/detail/branchless-banking---panggilan-kepada-unbanked-people (diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 22.20 WIB).

81

(9)

Literatur terkait Branchless banking di Indonesia saat ini boleh dikatakan belum ada. Consultative Group to Assist the Poor (selanjutnya disebut dengan CGAP) memberikan definisi Branchless banking, sebagai berikut:82

CGAP defines Branchless banking as the delivery of financial services

outside conventional Bank branches using information and communications

technologies and retail Agents‖.

Branchless banking didefinisikan sebagai pemberian jasa keuangan yang dilakukan di luar kantor cabang bank konvensional dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi serta agen ritel bukan bank.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, CGAP membedakan 2 jenis

Branchless banking, yaitu:83

1. Bank-based Model

CGAP menyatakan bahwa In the bank-based model, every customer has a direct contractual relationship with a prudentially licensed and supervised

financial institution - whether account-based or involving a one-off transaction - even though the customer may deal exclusively with a retail Agent who is

equipped to communicate directly with the Bank (typically using either a mobile phone or a point-of-sale (POS) terminal). Dengan kata lain, perbankan menggunakan jasa telekomunikasi atau Agen atau kedua-duanya untuk melayani

82 http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2319/Brazil-Notes-On-Regulation Branchless- Banking-2008.pdf, (diakses pada tanggal 11 Maret 2016 pukul 23.00 WIB).

83 http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2319/Brazil-Notes-On-Regulation-Branchless- Banking-2008.pdf, http://www.cgap.org/gm/document-1.9.2322/India-Notes-On-Regulation- Branchless-Banking-2008.pdf,http://www.cgap.org/gm/document-

(10)

kebutuhan perbankan masyarakat. Model perbankan ini digunakan oleh negara Brazil, India, Pakistan dan beberapa negara di Amerika Latin.

2. Non Bank-based Model

CGAP menyatakan bahwa In the nonbank-based model, customers have no direct contractual relationship with a fully prudentially licensed and supervised financial institution. Instead, the customer exchanges cash at a retail Agent (or

otherwise transfers, or arranges for the transfer of, funds) in return for an electronic record of value. This virtual account is stored on the server of a nonbank, such as a mobile operator or an issuer of stored-value cards. Dengan

kata lain, bahwa model ini tidak melibatkan Bank secara langsung dalam proses kegiatan perbankannya. Bank hanya sebagai suporting saja, karena secara operasional akan dijalankan oleh Agen atau perusahaan telekomunikasi saja. Model non perbankan ini dianut oleh negara Kenya dan Philipina.

Branchless banking memiliki potensi besar dalam meningkatkan fungsi

(11)

memungkinkan memberikan penyelesaian terhadap permasalahan penanganan transaksi-transaksi yang bernilai rendah atau kecil selama ini.

Branchless banking merupakan salah satu cara yang dapat digunakan, dengan beragam contoh sukses bertebaran di semua benua. Uang elektronik menjadi sandingan setara untuk layanan ini. Menumpang pada cepatnya perkembangan teknologi informasi setingkat telepon genggam, peluang memperdalam dan memperluas akses layanan keuangan termasuk perbankan, terbentang. Pada akhirnya, pendalaman dan perluasan akses finansial bukan semata soal angka kepemilikan rekening bank. Banyak peluang bisa dikembangkan, ketika masyarakat menggenggam akses dalam sebuah sistem yang sama. Beragam persoalan yang menjadi tantangan perekonomian bangsa, mendapatkan celah yang lebih besar untuk mendapatkan solusi dengan hadirnya terobosan ini.84

F.Tujuan dan Manfaat Penyelenggaraan Layanan Perbankan Tanpa

Kantor (branchless banking)

Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditegaskan dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dimana implementasi branchless banking diharapkan dapat membantu pemerataan pendapatan

masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, yang merupakan pengamalan moral politik kenegaraan sila pertama, dimana meningkatkan kesejahteraan umum adalah merupakan tanggung jawab yang suci, dalam membangun dunia baru yang

(12)

lebih baik berdasarkan keadilan sosial (sila kedua) serta dalam kerangka memperjuangkan kepentingan nasional (sila ketiga), dengan demikian kedaulatan rakyat (dalam bidang ekonomi) akan semakin tinggi. Karena itu negara wajib mendengarkan suara rakyat (sila keempat) dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat dan mengikut sertakan seluruh rakyat dalam (sila kelima) kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta secara khusus memperhatikan warga bangsa yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.85

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD) menegaskan dalam Pasal 27 ayat (2) menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu, Pasal 28 ayat (2) UUD juga menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Implementasi branchless banking merupakan salah satu strategi pengentasan kemiskinan, secara tidak langsung akan meningkatkan ketangguhan masyarakat, otomatis akan meningkatkan ketahanan ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan Ketahanan Nasional.

Sudah jamak diketahui bahwa dalam mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar bangsa Indonesia. Karena itu bangsa Indonesia membutuhkan Ketahanan Nasional yang tangguh, salah satunya

85

(13)

melalui pendekatan kesejahteraan. Branchless banking dapat sebagai sarana agar setiap orang memperoleh haknya dalam mendapatkan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, aman, nyaman, dan terjangkau, tanpa mengurangi harkat dan martabatnya. Dalam konteks Ketahanan Nasional, maka ancaman kemiskinan yang juga disebabkan rendahnya akses pada lembaga keuangan, dapat dikurangi melalui implementasi branchless banking. Karena itu branchless banking merupakan salah satu strategi pengentasan kemiskinan, yang secara tidak langsung akan meningkatkan ketangguhan masyarakat, dan selanjutnya secara otomatis akan meningkatkan ketahanan ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan nasional.86

Bank sebagai lembaga intermediasi sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi utamanya bank yang sehat dan efisien. Perbankan yang efisien akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, masih banyak penduduk Indonesia belum berbank baik menabung ataupun mendapat fasilitas pembiayaan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terbatasnya layanan perbankan ke masyarakat diseluruh pelosok adalah terbatasnya infrastruktur karena kondisi alam Indonesia yang berkepulauan. Perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut menjadi faktor penting seperti tergambar kecilnya indikator jumlah layanan perbankan seperti kantor cabang dan ATM untuk setiap 1000 km2 luasan wilayah.87

86 Ibid, hlm. 12.

87

(14)

Diperlukan terobosan dan inovasi agar seluruh masyarakat dapat menikmati jasa layanan dari perbankan. Hal ini juga terjadi diberbagai belahan dunia terutama di emerging economies melalui dengan apa yang dinamakan dengan kebijakan keuangan inklusif. Salah satunya melalui penerapan branchless banking. Keuangan Inklusif adalah sebuah kondisi dimana masyarakat memiliki akses yang berkesinambungan terhadap jasa keuangan yang dibutuhkan atau sebuah proses untuk menyediakan jasa keuangan kepada masyarakat luas dan rumah tangga berpenghasilan rendah pada harga yang dapat dijangkau.

Tujuan dan Manfaat branchless banking adalah sebagai berikut:88

1. Menyediakan produk-produk keuangan yang sederhana, mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum dapat menjangkau layanan keuangan saat ini.

2. Dengan semakin banyaknya anggota berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia menggunakan layanan keuangan / perbankan, diharapkan kegiatan ekonomi masyarakat dapat semakin lancar sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia terutama antara desa – kota.

3. Masyarakat dapat menyimpan uangnya di bank tanpa khawatir saldo tabungannya berkurang karena biaya administrasi rekening bahkan tetap memperoleh bunga tabungan dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

(15)

4. Masyarakat dapat melakukan transaksi tanpa harus ke lokasi kantor bank, melainkan cukup mengunjungi lokasi agen Laku Pandai yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya.

Branchless banking diarahkan untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Pengembangan sektor keuangan dilakukan melalui peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan non-bank dalam

pendanaan pembangunan terutama peningkatan akses pendanaan bagi ―orang

yang kurang beruntung‖ dimanapun berada.

G.Sistem Layanan Perbankan pada Layanan Perbankan Tanpa Kantor

(branchless banking)

Program yang ditempuh oleh Bank Indonesia pada pilar pengembangan saluran distribusi dalam rangka keuangan inklusif adalah branchless banking. branchless banking merupakan kegiatan pemberian jasa layanan sistem pembayaran dan keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik bank, namun dengan menggunakan sarana teknologi dan/atau jasa pihak ketiga terutama untuk melayani masyarakat yang belum terlayani jasa keuangan/unbanked.

(16)

untuk memenuhi kepentingan ekonomi masyarakat unbanked dan underbanked, seperti pengiriman uang, menyimpan kelebihan pendapatan, dan memperoleh tambahan dana untuk pembiayaan usaha produktif. Secara umum karakteristik masyarakat yang menjadi target dalam kerangka branchless banking yakni memiliki pendapatan relatif kecil, pemahaman terhadap sistem keuangan yang kurang, dan tidak/kurang memiliki pengalaman dalam menggunakan jasa/produk perbankan.

Setiap lembaga jasa keuangan bertanggung jawab untuk mendukung terwujudnya keuangan inklusif. 89 Dalam rangka mendukung terwujudnya keuangan inklusif lembaga jasa keuangan dapat menjadi penyelenggara laku pandai.90 Setiap lembaga jasa keuangan yang menjadi penyelenggara laku pandai wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari OJK. 91 Lembaga jasa keuangan yang dapat mengajukan permohonan menjadi penyelenggara laku pandai adalah:92

1. Bank;

2. perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah;

(17)

laku pandai. Bank yang akan mengajukan permohonan persetujuan menjadi penyelenggara Laku Pandai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:93

1. berbadan hukum Indonesia;

2. memiliki peringkat profil risiko, tingkat risiko operasional dan risiko kepatuhan dengan peringkat 1, 2, atau peringkat 3;

3. memiliki jaringan kantor di Wilayah Indonesia Timur dan/atau provinsi Nusa Tenggara Timur; dan

4. telah memiliki infrastruktur pendukung untuk menyediakan layanan transaksi elektronik bagi nasabah Bank berupa:

a. Short Message Service (SMS) banking atau mobile banking, dan

b. internet banking atau host to host.

Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan evaluasi secara berkala terkait persyaratan wilayah jaringan kantor Bank. Persyaratan diatas dikecualikan bagi:94 1. Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah; atau

2. Bank yang berkantor pusat di luar provinsi DKI Jakarta.

Produk yang dapat disediakan oleh Lembaga Jasa Keuangan yang menyelenggarakan Laku Pandai antara lain:95

1. tabungan;

2. kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro; 3. asuransi mikro; dan/atau

93 Pasal 10 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

94

Pasal 11 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(18)

4. produk keuangan lainnya berdasarkan persetujuan otoritas jasa keuangan. Dengan adanya produk yang ditawarkan dengan layanan Laku Pandai diharapkan dapat membantu peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan yang lebih baik dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan masyarakat. Apabila kesadaran ini sudah semakin meluas dan menguat pada setiap lapisan masyarakat, maka akan mendukung terwujudnya Keuangan Inklusif di Indonesia.

H. Kedudukan Agen dalam Layanan Perbankan Tanpa Kantor (branchless

banking)

Agen adalah outlet pihak ketiga, seperti kantor pos dan pengecer kecil yang bertindak sebagai Agen, sebagai penyedia jasa keuangan yang memungkinkan nasabah untuk melakukan fungsi yang membutuhkan kehadiran fisik nasabah, seperti penanganan kas dan pembukaan rekening, tanpa harus pergi ke kantor Bank.96 Bank penyelenggara Laku Pandai bekerjasama dengan agen untuk menyediakan produk bank bagi masyarakat yang belum terlayani jaringan kantor bank. Agen dapat berupa:97

1. Agen perorangan. Perorangan yang dapat menjadi Agen harus memenuhi persyaratan paling sedikit sebagai berikut:98

a.bertempat tinggal di lokasi tempat penyelenggaraan Laku Pandai; b.memiliki kemampuan, reputasi, kredibilitas dan integritas yang baik;

96

Nurtjipto, Op.Cit, hlm. 16. 97

Pasal 16 ayat (2) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(19)

c.memiliki sumber penghasilan utama yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan tetap lainnya selama paling singkat 2 (dua) tahun;

d.belum menjadi Agen dari Bank penyelenggara Laku Pandai yang kegiatan usahanya sejenis; dan

e.lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Bank penyelenggara Laku Pandai.

2. Agen berbadan hukum. Badan hukum yang dapat menjadi Agen harus memenuhi persyaratan paling sedikit sebagai berikut:99

a. berbadan hukum Indonesia yang:

1) diawasi oleh otoritas pengatur dan pengawas dan diperkenankan melakukan kegiatan di bidang keuangan; atau

2) merupakan perusahaan dagang yang memiliki jaringan retail outlet; b. memiliki reputasi, kredibilitas, dan kinerja yang baik;

c. memiliki usaha yang menetap di satu lokasi dan masih berlangsung, paling singkat 2 (dua) tahun;

d. mampu melakukan manajemen likuiditas sesuai yang dipersyaratkan oleh Bank penyelenggara Laku Pandai;

e. mampu menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan teknis untuk mendukung penyelenggaraan Laku Pandai;

f. memiliki teknologi informasi yang memadai untuk mendukung penyelenggaraan Laku Pandai; dan

(20)

g. lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Bank penyelenggara Laku Pandai.

Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif mengatur hubungan antara agen dan bank penyelenggara Laku Pandai. Dalam melakukan kerjasama dengan Agen, Bank penyelenggara wajib:100

1. meneliti pemenuhan persyaratan dan proses uji tuntas (due diligence) terhadap Agen;

2. memiliki perjanjian kerjasama secara tertulis dengan Agen dengan memuat:101 a. Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat

paling sedikit;

b. hak dan kewajiban Bank penyelenggara Laku Pandai dan Agen; c. ruang lingkup layanan yang dapat disediakan Agen;

d. penetapan wilayah kerja operasional Agen; e. penetapan klasifikasi Agen;

f. jangka waktu pelaksanaan kerjasama dan mekanisme perpanjangannya; g. mekanisme dan hubungan kerja antara Bank dan Agen;

h. syarat dan tata cara perubahan perjanjian kerjasama; i. penetapan sanksi dan mekanisme pengenaan sanksi;

j. kondisi dan tata cara penghentian perjanjian kerjasama; dan k. tata cara penyelesaian perselisihan.

100

Pasal 22 ayat (1) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(21)

3. memerintahkan Agen menempatkan dan memelihara sejumlah deposit yang besaran minimalnya ditetapkan Bank berdasarkan pertimbangan tertentu; 4. memastikan dan meyakini bahwa sumber dana Agen dalam pemenuhan

kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak berasal dari hasil pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme;

5. memastikan Agen memiliki unit khusus atau menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas kegiatan Laku Pandai, dalam hal Agen adalah badan hukum;

6. bertanggung jawab atas perbuatan dan tindakan Agen yang termasuk dalam cakupan layanan Agen sesuai dengan yang dicantumkan dalam perjanjian kerjasama;

7. memantau dan mengawasi kegiatan Agen secara langsung, baik secara berkala maupun insidentil;

8. memberikan pembinaan dan/atau mengenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Agen;

9. melakukan edukasi dan pelatihan kepada Agen secara optimal;

10.melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat di sekitar lokasi Agen terkait produk yang ditawarkan secara optimal; dan

11.memastikan tanggung jawab kelangsungan penyelenggaraan Laku Pandai dalam hal terdapat kondisi tertentu yang mengakibatkan Agen tidak dapat beroperasi.

(22)

sejenis. Bank penyelenggara Laku Pandai dapat bekerjasama dengan agen berbadan hukum yang telah bekerjasama dengan bank lain sepanjang hasil analisis bank penyelenggara menunjukkan agen tersebut masih dapat memberikan pelayanan dengan baik. Bank penyelenggara harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari bank lain yang telah bekerjasama dengan agen berbadan hukum dimaksud. Bank penyelenggara wajib melaporkan terlebih dahulu disertai dengan dokumen pendukung kepada OJK apabila bank penyelenggara lain kegiatan usahanya sejenis. agen berbadan hukum yang bekerjasama dengan lebih dari 1 (satu) bank penyelenggara, hanya dapat menyediakan produk dari 1 (satu) bank konvensional dan/atau 1 (satu) bank syariah pada setiap kantor atau retail outlet yang dimilikinya.

Agen bank penyelenggara Laku Pandai dapat berkedudukan di seluruh wilayah Indonesia sampai dengan 31 desember 2016. 102 Kerjasama yang dilakukan setelah 31 desember 2016 antara bank penyelenggara Laku Pandai dengan agen yang berkedudukan di Ibukota Negara, Ibukota Provinsi, Ibukota Kabupaten dan/atau Kota, wajib diikuti kerjasama dengan Agen yang berkedudukan di luar Ibukota Negara, Ibukota Provinsi, Ibukota Kabupaten dan/atau Kota dalam jumlah tertentu.103

Bank penyelenggara Laku Pandai hanya dapat melakukan kerjasama dengan agen yang berkedudukan di lokasi dalam kota atau kabupaten yang sama

102

Pasal 24 ayat (1) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(23)

dengan lokasi jaringan kantor bank. 104 Dalam hal jaringan kantor bank penyelenggara Laku Pandai tidak tersedia di kota atau kabupaten tempat kedudukan calon agen, bank dapat bekerjasama dengan calon agen tersebut sepanjang:105

1. terdapat jaringan kantor bank penyelenggara Laku Pandai di kota atau kabupaten yang berbatasan dengan lokasi calon agen; atau

2. terdapat jaringan kantor bank penyelenggara Laku Pandai di kota atau kabupaten lain yang berbeda dengan lokasi calon agen dan pegawai dari kantor bank tersebut masih dapat melakukan pelaksanaan pemantauan dan pengawasan secara langsung; dan

3. di lokasi tempat kedudukan calon agen belum tersedia layanan keuangan yang memadai.

Jenis jaringan kantor bank ditetapkan paling sedikit sebagai berikut:106 1. kantor kas dalam hal Agen dapat melayani transaksi dalam Pasal 19 ayat (2)

huruf a, huruf c, dan/atau huruf d Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif; dan/atau

2. kantor cabang pembantu dalam hal Agen dapat melayani seluruh transaksi dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

104 Pasal 25 ayat (1) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif

105

Pasal 25 ayat (2) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif

(24)

Agen Laku Pandai dapat berada di seluruh wilayah Indonesia dengan wilayah operasional di kelurahan atau desa dimana agen tersebut bertempat tinggal (bila agen perorangan) atau berlokasi usaha (bila agen berbadan hukum). Tempat/lokasi usaha agen Laku Pandai dapat dikenali dengan melihat atribut pengenal berupa tanda pengenal Laku Pandai (papan nama atau spanduk) dan surat penunjukan agen laku pandai. Kedua jenis atribut pengenal agen tersebut dipasang di tempat usaha agen sedemikian rupa agar mudah dilihat oleh nasabah dan calon nasabah.

Calon nasabah dan/atau nasabah dapat mengecek keabsahan agen laku pandai dengan membandingkan informasi agen seperti nomor identifikasi dan/atau nama agen yang terlihat di lokasi agen dengan informasi dari sarana atau media yang disediakan oleh bank penyelenggara (antara lain melalui website atau

call center atau melalui fitur pengecekan pada electronic device milik nasabah).107

107

(25)

BAB IV

KAJIAN YURIDIS OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS DALAM KEGIATAN LAYANAN PERBANKAN TANPA

KANTOR (BRANCHLESS BANKING)

A. Layanan Perbankan Tanpa Kantor (branchless banking) sebagai

Perwujudan dari Keuangan Inklusif

Keuangan inklusif (financial inclusion) adalah seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Keuangan inklusif ini merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan.108

Keuangan inklusif merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Strategi yang berpusat pada masyarakat ini perlu menyasar kelompok yang mengalami hambatan untuk mengakses layanan keuangan. Strategi keuangan inklusif secara eksplisit menyasar kelompok dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan yaitu tiga kategori penduduk (orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerja/miskin produktif, dan orang hampir miskin) dan tiga lintas kategori (pekerja migran, perempuan, dan penduduk daerah tertinggal).109

108 Republik Indonesia, Bank Indonesia, Op. Cit, hlm. 4. 109

(26)

Definisi keuangan inklusif dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif, adalah:110

Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migrant, dan penduduk di daerah terpencil.

Visi nasional keuangan inklusif dirumuskan sebagai berikut:111

Mewujudkan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Visi keuangan inklusif tersebut dijabarkan dalam beberapa tujuan sebagai berikut:112

1. Menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Keuangan inklusif adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, yaitu penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta bagian dari strategi untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Kelompok miskin dan marjinal merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan akses ke layanan keuangan. Tujuan keuangan inklusif adalah memberikan akses ke

110 Ibid, hlm. 6

111 Ibid. 112

(27)

jasa keuangan yang lebih luas bagi setiap penduduk, namun terdapat kebutuhan untuk memberikan fokus lebih besar kepada penduduk miskin. 2. Menyediakan jasa dan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Konsep keuangan inklusif harus dapat memenuhi semua kebutuhan yang berbeda dari segmen penduduk yang berbeda melalui serangkaian layanan holistik yang menyeluruh.

3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai layanan keuangan. Hambatan utama dalam keuangan inklusif adalah tingkat pengetahuan keuangan yang rendah. Pengetahuan ini penting agar masyarakat merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga keuangan.

4. Meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan. Hambatan bagi orang miskin untuk mengakses layanan keuangan umumnya berupa masalah geografis dan kendala administrasi. Menyelesaikan permasalahan tersebut akan menjadi terobosan mendasar dalam menyederhanakan akses ke jasa keuangan.

5. Memperkuat sinergi antara bank, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan non bank. Pemerintah harus menjamin tidak hanya pemberdayaan kantor cabang, tetapi juga peraturan yang memungkinkan perluasan layanan keuangan formal. Oleh karena itu, sinergi antara Bank, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi penting khususnya dalam mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan.

(28)

transaksi dan memperluas sistem keuangan formal melampaui sekedar layanan tabungan dan kredit. Namun, pedoman dan peraturan yang jelas perlu ditetapkan untuk menyeimbangkan perluasan jangkauan dan resikonya.

World Bank mengungkapkan setidaknya terdapat empat jenis layanan jasa keuangan yang dianggap vital bagi kehidupan masyarakat yakni layanan penyimpanan dana, layanan kredit, layanan sistem pembayaran dan asuransi termasuk di dalamnya dana pensiun. Keempat aspek inilah yang menjadi persyaratan mendasar yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Peningkatkan akses masyarakat kepada lembaga keuangan tersebut tentunya merupakan masalah kompleksitas yang memerlukan koordinasi lintas sektoral yang melibatkan otoritas perbankan, jasa keuangan non bank dan kementerian atau lembaga lain yang menaruh perhatian pada upaya pengentasan kemiskinan, sehingga diperlukan kebijakan komprehensif serta menyeluruh dalam suatu SNKI.113

Ketersediaan akses layanan keuangan sangat diperlukan bagi masyarakat yang belum mengenal, menggunakan, dan/atau mendapatkan layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya. Dalam rangka memperluas akses layanan keuangan, OJK, industri perbankan, dan industri jasa keuangan lainnya berkomitmen mendukung terwujudnya keuangan inklusif yang juga sejalan dengan SNKI yang telah dicanangkan pemerintah. salah satu wujud komitmen dari industri jasa keuangan yang sudah dituangkan sebagai salah satu program SNKI adalah penyediaan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking).

113

(29)

Melalui layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) tersedia produk-produk keuangan yang dapat dijangkau, sederhana, mudah dipahami, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka mendukung keuangan inklusif.

Laku Pandai yang memanfaatkan sarana teknologi informasi seperti telepon seluler, Electronic Data Capture (EDC) dan/atau internet banking yang mendukung layanan keuangan oleh Bank melalui Agen, diharapkan dapat menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Dengan pemanfaatan sarana teknologi informasi tersebut, diharapkan juga dapat mengurangi biaya terkait untuk melakukan transaksi keuangan, sehingga dapat menjadi lebih murah bagi masyarakat. Selanjutnya, Laku Pandai akan menyediakan produk keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah terpencil dan/atau berpenghasilan rendah, dengan karakteristik yang sederhana sehingga lebih mudah dipahami yang diiringi dengan kemudahan dalam pemrosesan dokumen permohonan dari calon nasabah.114

Produk yang dapat disediakan oleh lembaga jasa keuangan yang menyelenggarakan Laku Pandai antara lain:115

1. Tabungan.

Tabungan sebagaimana dimaksud dalam laku pandai adalah tabungan yang memiliki karakteristik Basic Saving Account (selanjutnya disebut dengan BSA).116 Karakteristik BSA adalah sebagai berikut:117

114 Penjelasan Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

115

Pasal 4 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(30)

a. hanya dapat dimiliki oleh perorangan warga negara Indonesia; b. dalam mata uang Rupiah;

c. tanpa batas minimum setoran;

d. tanpa batas minimum saldo rekening;

e. batas maksimum saldo rekening setiap saat ditetapkan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah);

f. batas maksimum transaksi debet rekening berupa penarikan tunai, pemindahbukuan dan/atau transfer keluar dalam 1 (satu) bulan secara kumulatif pada setiap rekening paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

g. batas maksimum transaksi debet rekening dapat ditetapkan Bank lebih besar dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam 1 (satu) bulan, namun tidak boleh lebih besar dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun secara kumulatif, dalam hal nasabah juga merupakan debitur Bank;

h. dibebaskan dari pembebanan biaya untuk:

1) administrasi bulanan,

2) pembukaan rekening,

3) transaksi penyetoran tunai,

4) transaksi transfer masuk,

5) transaksi pemindahbukuan, dan

6) penutupan rekening;

(31)

i. biaya untuk transaksi tarik tunai, transfer keluar, pembayaran melalui rekening tabungan dan biaya lainnya, ditetapkan oleh Bank dan harus lebih sedikit dari biaya transaksi serupa untuk rekening tabungan reguler; j. mendapatkan bunga atau bagi hasil mulai dari saldo rekening Rp1,00 (satu

rupiah); dan

k. tidak diperkenankan untuk rekening bersama dengan status ―dan/atau‖. Tabungan dengan karakteristik BSA hanya dapat diberikan Bank kepada nasabah yang belum memiliki tabungan lainnya.118 Bank diberikan kebebasan untuk menetapkan:119

a. nama produk tabungan dengan karakteristik BSA; dan b. bentuk bukti kepemilikan rekening tabungan.

Dalam hal jumlah transaksi nominal dalam 1 (satu) bulan melampaui batas maksimum dan/atau saldo melampaui batas maksimum saldo rekening dan nasabah tetap ingin melakukan transaksi dan/atau meningkatkan saldo rekening, Bank dapat mengubah status tabungan dengan karakteristik BSA menjadi tabungan reguler setelah:120

a. Bank terlebih dahulu meminta konfirmasi persetujuan kepada nasabah pemilik tabungan dengan karakteristik BSA; atau

118 Pasal 5 ayat (3) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

119

Pasal 5 ayat (4) Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(32)

b. Bank memberikan persetujuan atas permintaan nasabah pemilik tabungan dengan karakteristik BSA untuk mengubah status tabungan dengan karakteristik BSA menjadi tabungan reguler.

Saldo BSA nihil dan/atau tidak ada transaksi selama 6 (enam) bulan berturut-turut, status tabungan dengan karakteristik BSA dapat diubah menjadi rekening tidur (dormant account).121 Bank hanya dapat menerbitkan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau kartu debet kepada nasabah tabungan dengan karakteristik BSA berdasarkan permohonan dari nasabah.122 Dalam hal Bank memerlukan kerjasama dengan perusahaan penyelenggara sistem pembayaran dalam menerbitkan kartu ATM atau kartu debet, kerjasama harus dilakukan dengan perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan memiliki lokasi pemrosesan transaksi dan penempatan pusat data di Indonesia.123 Bank yang telah disetujui menjadi penyelenggara Laku Pandai wajib menyediakan tabungan dengan karakteristik BSA pada setiap jaringan kantor Bank.124

2. Kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro.

Kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro diberikan Bank kepada nasabah pemilik tabungan dengan karakteristik BSA, dalam hal:125

a. calon debitur telah menjadi nasabah paling singkat 6 (enam) bulan; atau

(33)

b. calon debitur menjadi nasabah kurang dari 6 (enam) bulan, namun Bank telah memiliki keyakinan tentang kelayakan calon debitur dan/atau kemampuan keuangan yang bersangkutan; dan

c. kredit atau pembiayaan ditujukan untuk membiayai kegiatan usaha yang bersifat produktif dan/atau kegiatan lain dalam rangka mendukung terwujudnya Keuangan Inklusif.

Kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki karakteristik paling sedikit:126

a. jangka waktu kredit atau pembiayaan paling lama 1 (satu) tahun; atau b. jangka waktu kredit atau pembiayaan dapat lebih lama dari 1 (satu) tahun

sepanjang sesuai dengan siklus usaha debitur; dan

c. batas maksimum nominal kredit atau pembiayaan ditetapkan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Pengajuan permohonan kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro dapat dilakukan melalui jaringan kantor Bank atau Agen.127 Analisis kelayakan dan persetujuan atas permohonan kredit atau pembiayaan tetap dilakukan oleh Bank.128 Pencairan kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro dapat dilakukan melalui:129

a. rekening tabungan dengan karakteristik BSA milik debitur; atau

(34)

b. rekening milik pihak penyedia kebutuhan usaha debitur.

Bank wajib menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif kepada nasabah mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari total portofolio kredit atau pembiayaan untuk nasabah mikro dalam rangka Laku Pandai.130

3. Asuransi mikro.

Asuransi mikro adalah produk asuransi yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.131

4. Produk keuangan lainnya berdasarkan persetujuan otoritas jasa keuangan. Produk layanan Laku Pandai diatas memudahkan masyarakat yang belum merasakan pelayanan bank. Masyarakat dapat menyimpan uangnya di bank tanpa khawatir saldo tabungannya berkurang karena biaya administrasi rekening bahkan tetap memperoleh bunga tabungan dan dijamin oleh LPS. Masyarakat dapat melakukan transaksi tanpa harus ke lokasi kantor bank, melainkan cukup mengunjungi lokasi agen Laku Pandai yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya.

B. Kajian Yuridis Otoritas Jasa Keuangan sebagai Pengawas dalam

Kegiatan Layanan Perbankan Tanpa Kantor (branchless banking)

Sejak akhir tahun 2013, pengawasan perbankan telah beralih dari BI kepada OJK. Dengan bergabungnya pengawasan perbankan yang merupakan bagian penting dalam industri jasa keuangan di Indonesia, maka pengawasan

130

Pasal 8 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(35)

terhadap industri jasa keuangan secara terintegrasi telah dimulai oleh OJK. Hal ini selain diamanatkan dalam undang-undang juga merupakan jawaban atas kecenderungan integrasi dan interkoneksi yang semakin kuat di industri keuangan. OJK mempunyai tekad dan komitmen yang tinggi untuk melanjutkan sekaligus meningkatkan fungsi pengaturan dan pengawasan industri keuangan, termasuk dengan meningkatkan komunikasi dengan para pelaku industri untuk mendapat masukan dan input untuk pengembangan industri keuangan ke depan.

Otoritas Jasa Keuangan memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Kewenangan untuk mengawasi (right to control) dalam perbankan terbagi 2 (dua), yaitu :132

1. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank;

(36)

2. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.

Tugas Pengawasan yang dijalankan oleh OJK dilakukan dengan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu:133

1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision/ CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Pengawasan Bank berdasarkan Risiko;

2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/ RBS), yaitu pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.

Program Laku Pandai yang dikeluarkan oleh OJK tidak luput dari pengawasan OJK. Hal ini bisa terlihat dalam berbagai ketentuan yang diatur dalam Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif dan ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Otoritas

133

(37)

Jasa Keuangan Nomor 6/Seojk.03/2015 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif Oleh Bank.

Pengawasan berdasarkan kepatuhan tercermin bahwa dalam menyelenggarakan Laku Pandai, bank yang akan menjadi penyelenggara Laku Pandai selain harus memenuhi persyaratan juga harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari OJK. Bank yang telah mendapatkan persetujuan dari OJK selanjutnya disebut sebagai bank penyelenggara. Bank yang ingin menyelenggarakan Laku Pandai harus mencantumkan rencana penyelenggaraan laku pandai dalam Rencana Bisnis Bank (selanjutnya disebut dengan RBB) tahun yang bersangkutan, yang paling sedikit memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut:134

1. jenis dan gambaran umum penyelenggaraan Laku Pandai;

2. rencana waktu penyelenggaraan Laku Pandai mulai dilaksanakan;

3. keterkaitan penyelenggaraan Laku Pandai dengan strategi bisnis dan manfaat yang diharapkan oleh Bank Penyelenggara;

4. identifikasi risiko yang timbul dari dan mitigasi risiko yang disiapkan untuk penyelenggaraan Laku Pandai; dan

5. jumlah dan jenis Agen yang ditargetkan per tahun selama 3 (tiga) tahun pertama penyelenggaraan dan untuk kerjasama pada tahun pertama disertai dengan rincian lokasi kabupaten/kota.

(38)

Bank selanjutnya harus mengajukan surat permohonan persetujuan disertai dengan dokumen pendukung yang paling sedikit memuat informasi sebagai berikut:135

1. informasi umum mengenai penyelenggaraan Laku Pandai meliputi antara lain penjelasan produk yang akan disediakan dalam laku pandai, rencana waktu penerbitan produk, target pasar dan/atau nasabah, dan rencana atau target nilai transaksi dalam 1 (satu) tahun pertama;

2. manfaat, biaya dan risiko bagi bank;

3. manfaat, biaya dan risiko bagi nasabah dan agen;

4. rencana cakupan layanan agen termasuk klasifikasinya dan wilayah operasional agen;

5. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedure/SOP), struktur organisasi dan kewenangan, termasuk pengawasan dari kantor pusat dan/atau kantor Bank di daerah yang menjadi target lokasi agen;

6. hasil analisis dari identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian terhadap risiko yang melekat pada penyelenggaraan Laku Pandai dan rencana mitigasi risikonya, antara lain hasil analisis aspek hukum atas penyelenggaraan Laku Pandai;

7. rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (selanjutnya disebut dengan APU dan PPT) termasuk program APU dan PPT yang dijalankan oleh agen;

135

(39)

8. dokumen atau konsep dokumen dalam rangka:

a. transparansi dan edukasi kepada agen dan nasabah meliputi antara lain perjanjian antara Bank dengan nasabah dan/atau agen, brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi

b. kesiapan infrastruktur teknologi informasi,

c. kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya untuk memastikan terpenuhinya prinsip-prinsip pengamanan informasi;

9. sistem informasi akuntansi termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi kegiatan laku pandai dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh, dan/atau sistem pencatatan administrasi; 10.hasil pemeriksaan dan pendapat dari pihak independen atas karakteristik

produk, dan kecukupan pengamanan teknologi informasi terkait laku pandai serta kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan best practices di bidang teknologi informasi.

Bank harus mengajukan permohonan persetujuan untuk menyelenggarakan laku pandai paling cepat 60 (enam puluh) hari sebelum target waktu penyelenggaraan laku pandai dengan disertai dokumen pendukung.136 OJK memberikan persetujuan atas permohonan penyelenggaraan laku pandai setelah mempertimbangkan kelengkapan dokumen dan analisis terhadap kemampuan bank, pemenuhan persyaratan, dan kesesuaian dengan karakteristik penyelenggaraan laku pandai yang akan dilakukan oleh Bank. Bank yang telah

136

(40)

disetujui untuk menyelenggarakan Laku Pandai harus mulai melakukan kegiatan paling lama 6 (enam) bulan sejak persetujuan diberikan.137

Pengawasan berdasarkan resiko dalam Laku Pandai tercermin bahwa Bank wajib menerapkan prinsip-prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi e-banking pada sistem elektronik untuk penyelenggaraan Laku Pandai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi bagi bank. Dalam pelaksanaan prinsip keaslian (authentication), Bank penyelenggara laku pandai paling sedikit menetapkan dua faktor keaslian (two factor authentication). Dalam pelaksanaan prinsip tidak dapat diingkari (non repudiation), Bank penyelenggara laku pandai paling sedikit menerapkan messaging security dan end to end encryption.138

Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif juga mengatur ketentuan pelaporan Bank kepada OJK sebagai bentuk pengawasan. Bank yang telah memperoleh persetujuan menjadi penyelenggara Laku Pandai wajib menyampaikan:139

1. laporan realisasi penyelenggaraan laku pandai untuk pertama kali, paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah laku pandai dilaksanakan;

2. laporan rencana kerjasama dengan agen dalam rangka penyelenggaraan laku pandai setiap tahun dicantumkan dalam RBB tahun yang bersangkutan; dan

137 Pasal 14 ayat (4) POJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

138

Pasal 33 POJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

(41)

3. laporan realisasi kerjasama dengan agen sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan bersamaan dengan laporan realisasi RBB sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Bank penyelenggara Laku Pandai wajib menyampaikan laporan perkembangan penyelenggaraan laku pandai. 140 Laporan perkembangan penyelenggaraan laku pandai disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember. 141 Laporan perkembangan penyelenggaraan Laku Pandai disampaikan paling lambat setiap tanggal 15 (lima belas) setelah akhir bulan laporan.142 Dalam hal tanggal 15 (lima belas) jatuh pada hari libur, laporan paling lambat disampaikan pada hari kerja terakhir sebelumnya.143

Laporan perkembangan penyelenggaraan Laku Pandai disampaikan secara

online.144 Selama penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) belum dapat dilakukan, Bank menyampaikan hardcopy dan softcopy laporan secara offline kepada OJK.145 Laporan rencana kerjasama pertama kali dengan agen berbadan hukum yang telah bekerjasama dengan bank penyelenggara

(42)

lain yang kegiatan usahanya sejenis wajib disampaikan paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sebelum kerjasama dilakukan.146

(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kedudukan OJK sebagai pengawas kegiatan perbankan di Indonesia diatur berdasarkan UU OJK No. 21 tahun 2011 yang menerapkan model pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi (integration approach), yang berarti akan meninggalkan model pengawasan secara institusional. Pengawasan jasa keuangan di indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal. Pasal 2 UU OJK menetapkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. OJK sebagai lembaga independen bertugas mengatur dan mengawasi lembaga keuangan. Otoritas pengawas lembaga jasa keuangan membutuhkan independensi, baik dari pemerintahan maupun dari industri yang diawasi, sehingga tujuan OJK untuk memastikan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel dapat tercapai.

(44)

produk-produk keuangan yang sederhana, mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang belum dapat menjangkau layanan keuangan saat ini yaitu tabungan dengan karakteristik Basic Saving Account (BSA), kredit/pembiayaan kepada nasabah mikro, produk keuangan lainnya seperti asuransi mikro. Untuk menjangkau masyarakat yang belum merasakan fasilitas perbankan, bank penyelenggara bekerja sama dengan agen yang menjadi kepanjangan tangan bank untuk menyediakan layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya sesuai yang diperjanjikan kepada masyarakat dalam rangka keuangan inklusif.

3. Peran OJK dalam pengawasan kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking) adalah yang pertama pengawasan berdasarkan

(45)

end to end encryption.Hal dapat dilihat dalam Peraturan OJK No.

19/POJK.03/2014 Tentang Laku Pandai dan ditindak lanjuti dengan Surat Edaran OJK Nomor 6/Seojk.03/2015 Tentang Laku Pandai Oleh Bank

B.Saran

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Negara harus memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pemenuhan jasa perbankan di tengah kemajuan zaman dan teknologi di dunia melalui cakupan yang merata laku pandai di seluruh pelosok Indonesia agar bisa menjangkau

masyarakat yang belum ―berbank‖ sesuai dengan prinsip keuangan inklusif

yang diejawantahkan dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

2. Upaya OJK dengan mengeluarkan peraturan terkait branchless banking harus disertai dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan dibidang perbankan agar tidak terjadi adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.

(46)

BAB II

KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS

PERBANKAN DI INDONESIA

A. Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Ide pembentukan lembaga yang secara khusus untuk melakukan pengawasan perbankan secara historis telah dimunculkan sejak diundangkannya Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang. Dengan melihat ketentuan tersebut, telah jelas bahwa lembaga pengawasan sektor jasa keuangan harus dibentuk. Bahkan, pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya pada tanggal 31 Desember 2002. Hal tersebut yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.32

Latar belakang pendirian lembaga pengawas jasa keuangan terpadu berbeda di setiap negara, terdapat beberapa faktor yang memicu dilakukannya perubahan terhadap struktur kelembagaan pengawas jasa keuangan. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya universal banking di banyak negara. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi gap dalam regulasi dan supervisi. Kedua,

32

(47)

stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga pengawas) yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan, mulai mencari struktur kelembagaan yang tepat untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama good governance. Untuk meningkatkan good governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya.33

Pengawasan sektor jasa keuangan selain bank yang semula dilakukan antara lain oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (selanjutnya disebut dengan Bapepam LK) juga beralih kepada OJK. Pembentukan OJK sendiri kemudian dikukuhkan dengan disahkannya UU OJK.34 UU OJK sebagai dasar hukum pembentukan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasaan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang

33Zulkarnain Sitompul, ―Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan‖, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3, Oktober 2012, hlm. 344.

(48)

menyangkut tentang jasa penunjang sektor jasa keungan diatur dalam undang-undang sektor tersendiri.35

Adapun hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya UU OJK, yaitu36:

1. Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.

2. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

3. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. 4. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang

meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.

Alasan pendirian OJK sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum UU OJK adalah telah terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial menciptakan sistem keuangan menjadi kompleks, dinamis, dan saling terkait

35

Rudy Hendra Pakpahan, Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Lembaga Keuangan di Indonesia,‖Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9, No 3, Oktober 2012, hlm. 416.

(49)

antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Selain itu, banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.37

Fungsi pengawasan dilakukan secara terintegrasi berdasarkan UU OJK, langkah-langkah persiapan dan periode transisi telah ditetapkan sehingga pada 1 Januari 2014 OJK telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi. Proses transisi pengawasan industri jasa keuangan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (disingkat lembaga keuangan bukan bank/LKBB) yang dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan pada akhir tahun 2012. Tahap kedua, pengawasan bank dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK pada akhir tahun 2013. Sebagai langkah persiapan pendirian OJK, pada 26 Juni 2012 ketua dan anggota Dewan Komisioner (selanjutnya disebut dengan DK OJK) sudah terpilih dan satu bulan sejak diangkat, DK membentuk tim transisi yang bertugas menyiapkan sarana dan prasarana OJK.

37

(50)

Dewan Kehormatan OJK dalam membentuk tim transisi tersebut melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Calon anggota tim transisi diusulkan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang kemudian ditetapkan oleh DK OJK sebagai anggota tim transisi. Tim transisi membantu kelancaran pelaksanaan tugas DK untuk mengindentifikasi dan memverifikasi kekayaan, infrastruktur, informasi, dokumen, dan hal lain yang terkait dengan pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan dan mempersiapkan pengalihan penggunaannya ke OJK.38

Pelaksanaan fungsi pengawasan secara terintegrasi tersebut dilakukan melalui langkah-langkah persiapan dan periode transisi telah ditetapkan sehingga pada 1 Januari 2014 OJK telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi. Proses transisi pengawasan industri jasa keuangan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (disingkat lembaga keuangan bukan bank/LKBB) yang dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan pada akhir tahun 2012. Tahap kedua, pengawasan bank dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK pada akhir tahun 2013.39

Sebagai langkah persiapan pendirian OJK, pada 26 Juni 2012 ketua dan anggota DK OJK sudah terpilih dan satu bulan sejak diangkat, DK membentuk tim transisi yang bertugas menyiapkan sarana dan prasarana OJK. Dalam pembentukan tim transisi tersebut, DK OJK berkoordinasi dengan Menteri

38 Ibid. 39

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna Branchless Banking Laku Pandai Atas Kerahasiaan Data Nasabah Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2013

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis di Kantor Otoritas Jasa Keuangan Solo, berikut adalah Prosedur Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif

Nayamaura Nuansa Putri, D1514068, “PROSEDUR PELAKSANAAN LAYANAN KEUANGAN TANPA KANTOR DALAM RANGKA KEUANGAN INKLUSIF (LAKU PANDAI) DI KANTOR OTORITAS JASA KEUANGAN

Makalah ini meneliti pengaturan independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas perbankan di Indonesia, khususnya terkait aspek anggaran OJK yang berasal

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia

Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia

Layanan keuangan tanpa kantor laku pandai atau branchless banking perlu melakukan langkah yang cepat dalam menyikapi situasi saat ini, adanya perubahan sikap semua pelaku bisnis dari