• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor keuangan sebagai bagian dari penyokong perekonomian negara mempunyai tugas penting dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat miskin agar mereka tetap dapat melakukan kegiatannya. Terutama didalam menghadapi masa-masa sulit, setelah krisis gobal yang terjadi pada tahun 2008 yang masih berdampak hingga saat ini terhadap kestabilan perekonomian Indonesia.

Dukungan tersebut yakni memberi kesempatan kepada masyarakat yang belum terjangkau oleh kegiatan sektor keuangan untuk dapat mengakses dan memperoleh produk dan jasa perbankan dari yang paling dasar seperti tabungan, pinjaman, layanan transfer, termasuk juga asuransi dengan harga yang terjangkau, wajar, dan transparan. Hal ini disebut keuangan inklusif atau financial inclusion. Meskipun tidak ada definisi yang baku, secara umum keuangan inklusif dapat diartikan mengajak orang untuk ―berbank‖ agar dapat memperoleh produk dan jasa perbankan sebagaimana disebut di atas.1

Keuangan inklusif telah menjadi agenda penting di tingkat internasional maupun nasional. Ditingkat internasional, financial inclusion telah dibahas dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN, dimana Indonesia berpartisipasi aktif didalamnya. Sedangkan di tingkat nasional, komitmen pemerintah telah disampaikan

1

Presiden Republik Indonesia dalam Chairman Statement pada ASEAN Summit 2011 dan komitmen untuk memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan SNKI). Dalam SNKI, strategi keuangan inklusif dijabarkan dalam 6 (enam) pilar yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan/peraturan pendukung, fasilitas intermediasi dan distribusi, serta perlindungan konsumen.2

Menurut situs Bank Indonesia (selanjutnya disebut dengan BI) keuangan inklusif mulai diperkenalkan kepada masyarakat dunia pasca krisis tahun 2008 dan terus berkembang sampai saat ini. Keuangan inklusif didasari oleh kehidupan masyarakat kelompok bawah (in the bottom of the pyramid) yang jumlahnya besar yang paling terpukul dari krisis tersebut. Pemerakarsa keuangan inklusif bermaksud membela mereka dengan memberdayakannya dalam aktifitas kehidupan ekonomi bukan dengan bantuan dana/pangan yang selama ini dilakukan.

Mereka diberi pembinaan agar mandiri dalam menjalani kehidupan. Mereka adalah kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah, berposisi lemah, yang memiliki pekerjaan tidak teratur, buruh lepas maupun masyarakat pinggiran yang umumnya tidak mempunyai akses ke lembaga keuangan. Dengan keuangan inklusif mereka diperkenalkan pada lembaga keuangan, memperkenalkan bagaimana mencapai kehidupan masa depan yang lebih baik serta menciptakan percaya diri dan menghilangkan ketergantungan pada orang lain. Tentu program ini merupakan

2

Republik Indonesia, Bank Indonesia, Booklet Keuangan Inklusif (Jakarta:Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UKM Bank Indonesia, 2014), hlm. 4.

program jangka panjang dan bersifat makro serta tidak bersifat instan. Ia berjalan secara evolusi. 3

Masalah keuangan inklusif tidak menyangkut pada masyarakat Indonesia saja tapi juga pada berbagai negara di dunia khususnya masyarakat negara-negara berkembang. Disana banyak ditemukan masyarakat yang dianggap marjinal tapi disana juga menyimpan potensi yang dapat dikembangkan untuk menghindari mereka dari himpitan kehidupan. Mereka perlu bimbingan dan edukasi. Pada saat seperti inilah keuangan inklusif perlu digerakan yang menurut pemerkasa merupakan tanggung jawab sosial lembaga keuangan tiap negara.4

Keuangan inklusif diharapkan terdapat hubungan yang harmonis antara lembaga keuangan dengan individu masyarakat serta dapat membagi manfaat dan tanggung jawab masing masing. Untuk inilah perlu dibangun keuangan inklusif dan yang merupakan tanggung jawab lembaga formal (lembaga keuangan) bagi kehidupan masyarakat informal yang berdaya lemah. Ini merupakan salah satu pelaksanaan fungsi sosial lembaga keuangan seperti yang biasa dilakukan selama ini walau dalam bentuk lain.5

Perbankan berperan besar untuk menjadi motor penggerak kegiatan keuangan inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki share kegiatan keuangan sampai dengan 80% dalam pembangunan ekonomi di Indonesia,. Namun demikian

3 Bachtiar Hassan, ―Membangun Keuangan Inklusif‖, Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan

Akuntansi, Vol 23 No. 2, Desember 2014, hlm. 1. 4

Ibid. 5

keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga Pemerintah dalam upaya pelayanan keuangan kepada masyarakat luas. Keuangan inklusif ini merupakan strategi pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharapkan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan tercipta secara baik dan terstruktur.6

Lembaga perbankan sebagai institusi utama dalam perkembangannya memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana.7 Apabila lembaga perbankan tidak dapat bekerja dengan baik, maka dapat dipastikan bahwa perekonomian suatu negara menjadi tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Lembaga perbankan tumbuh dengan berbagai alternatif jasa yang ditawarkan.8 Paling tidak ada sembilan fungsi pokok yang dapat dilayani lembaga keuangan bank dan selain bank yakni fungsi kredit,fungsi investasi, fungsi pembayaran, fungsi

6

Republik Indonesia, Bank Indonesia, Op. Cit, hlm. 6

7 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm 20

8

Neni sri imaniyati, Pengantar hukum Perbankan Indonesia (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010),hlm. 1.

tabungan, fungsi pengelolaan kas, fungsi penjamin, fungsi perantara, fungsi perlindungan, dan fungsi kepercayaan.9

Bank merupakan lembaga perbankan berbadan usaha yang memiliki sifat khusus dalam usahanya yaitu badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Sifat kekhususan Bank inilah yang membedakan badan usaha Bank dengan badan usaha lainnya lainnya. Dalam menjalankan usahanya, Bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada Bank dalam bentuk simpanan. Eksistensi kegiatan usaha suatu Bank sangatlah tergantung pada kepercayaan masyarakat, dalam arti semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap Bank akan semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk menyimpan uangnya pada Bank dan menggunakan jasa-jasa yang ditawarkan oleh Bank. Dengan demikian sesungguhnya sebagian besar aset yang dikelola oleh suatu Bank adalah merupakanana milik masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dalam pengertian Bank yang selengkapnya berbunyi:10

―Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak‖.

Bank dalam menghimpun dana masyarakat, salah satu produk yang ditawarkan oleh bank adalah produk tabungan. Produk ini adalah salah satu fasilitas bagi masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank, kemudian bank akan

9 Juli Irmayanto dkk, Bank dan lembaga keuangan (Jakarta: Universitas Trisakti, 2002), hlm. 12.

10

menggunakan dana tersebut sebagai dana pihak ketiga yang akan digunakan bank dalam operasionalnya untuk mendapatkan keuntungan.11 Produk perbankan yang dikembangkan dalam strategi layanan keuangan inklusif adalah program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan Laku Pandai) dengan jenis tabungan Basic Saving Account (selanjutnya disebut dengan BSA). BSA yang ditawarkan bank berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (selanjutnya disebut dengan POJK Laku Pandai) dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 6/SEOJK.03/2015 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif oleh Bank memberikan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan produk tabungan pada umumnya. Dimana terdapat batas maksimal untuk penarikan dan batas minimal untuk penyimpanan di bawah standar perbankan pada umumnya. Produk baru ini dikeluarkan dalam rangka Keuangan inklusif dimana semakin mendekatkan lembaga keuangan melalui produk keuangan kepada masyarakat lapisan menengah ke bawah.12

Perkembangan dunia perbankan pada 3 (tiga) dekade yang lalu nyaris hanya didominasi dengan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana yang konvensional dalam arti nasabah harus datang kepada Bank untuk memenuhi

11 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 235.

12

Pasal 5 Peraturan OJK No. 19/POJK.03/2014 Tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif.

keperluannya, maka produk perbankan sekarang jauh lebih maju dan variatif, meskipun dasar utama kegiatannya tidak berubah dari menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Contoh nyata dalam kegiatan operasional perbankan saat ini adalah masyarakat sangat mengenal produk perbankan Automatic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri (selanjutnya disebut dengan ATM), yang memudahkan masyarakat yang telah menjadi nasabah Bank dalam menarik uang tanpa harus mengantri pada kasir Bank. Dalam perkembangannya pula melalui ATM masyarakat dimudahkan untuk melakukan transaksi penyetoran, pengiriman dan pembayaran. Setelah ATM, muncul pelayanan nasabah berbasis teknologi informasi seperti sebutkanlah mobile banking (phone atau sms banking) dan internet banking. Segi operasional dua kegiatan ini nyaris sama dengan ATM, namun dalam perkembangannya, perkembangan mobile banking belum seperti yang diharapkan. 13

Masyarakat kurang meminati mobile banking karena masih terdapatnya kekuatiran terhadap keamanan bertransaksi dengan telepon genggam. Sedangkan internet banking juga belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena selain faktor keamanan sebagaimana bertransaksi dengan mobile banking, internet banking dinilai merupakan transaksi perbankan cukup mahal karena nasabah harus

13 Nurtjipto, Aspek Hukum Penggunaan Agen dalam Branchless Banking Di Indonesia (Tesis, Pasca Sarjana Hukum, UI, 2012), hlm. 4.

mempunyai perangkat computer beserta modem atau sejenisnya kendatipun penggunaan perangkat tersebut hanya dengan jalan menyewa. 14

Keberadaan sarana ATM, mobile banking dan internet banking yang sudah begitu luas penggunaanya dan sangat membantu nasabah Bank, terutama untuk saat ini adalah ATM, ternyata ditenggarai belum mampu meningkatkan fungsi Bank sebagai lembaga intermediasi yang dapat menjangkau masyarakat khususnya masyarakat yang tergolong kurang mampu atau miskin dan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Banyak alasan golongan masyarakat ini tidak memanfaatkan Bank sebagai bagian dari kehidupan ekonominya. Alasan paling klasik adalah mereka tidak mau berbelit dengan prosedur, kekuatiran atau tidak percaya diri ketika hendak bertemu dengan ―orang‖ Bank dan menurut pengukuran secara ekonomi mereka, dibutuhkan biaya tidak sedikit apabila hendak berhubungan dengan Bank atau menggunakan jasa Bank. Atas dasar kondisi masyarakat inilah mendorong adanya kegiatan baru yang dikenal dengan nama branchless banking atau dalam terjemahan bebas disebut dengan Perbankan Tanpa Cabang.15

Branchless banking adalah istilah yang masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada masyarakat internasional, awalnya branchless banking diartikan sebagai operasional perbankan tanpa menggunakan kantor Bank, namun menggunakan Agen dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan Bank. Dalam

14 Ibid. 15

perkembangannya, branchless banking diartikan sebagai istilah yang mencakup layanan perbankan seperti internet banking, ATM, mobile banking yang berbasis jasa keuangan dan Agen perbankan yang beroperasi seperti gerai ritel. Menjadi menarik untuk dikaji, ketika salah satu layanan perbankan dari branchless bank yaitu Agen yang diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa penggunaan Agen dalam layanan branchless banking belum berkembang di Indonesia sebagaimana di negara lain seperti Afrika Selatan, Pakistan dan Brazil. Hal ini dapat dimaklumi karena di negara-negara tersebut terdapat regulasi yang mengatur penggunaan Agen dalam branchless bank. Adanya Agen tersebut, memungkinkan masyarakat yang hendak membuka rekening dan menggunakan jasa perbankan lainnya tidak perlu datang ke kantor Bank.16

Branchless banking sebagai salah satu fasilitas yang sedang digalakkan oleh bank di Indonesia dan juga sebagai sarana mewujudkan sistem keuangan inklusif perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah khususnya dalam aspek pengawasannya dalam kegiatan perbankan. Fungsi pengawasan tersebut dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut dengan OJK).

Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa keuangan di Indonesia, yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK) mempunyai tujuan agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang

16

tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.17 Definisi secara umum yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya.18 Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi dan gerak pembangunan suatu bangsa.

Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank dan selain bank dilakukan oleh Bank Indonesia dan menteri keuangan, yang sekarang menjadi kewenangan OJK sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sesuai dengan UU OJK .19

Fungsi OJK sebagai regulator adalah penyelengaraan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor keuangan. Berdasarkan itu, keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan OJK, seperti sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.20

17

Repulik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoriras Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.

18 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2011), hlm. 2.

19

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Bab II, Pasal 5 dan Pasal 6.

20Bismar Nasution, ―OJK Sebagai Suatu Sistem Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi‖,

(Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil, 25 November 2014), hlm. 4.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana kajian yuridis otoritas jasa keuangan sebagai pengawas dalam kegiatan layanan perbankan tanpa kantor (branchless banking).