• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis terhadap Independensi Otoritas Jasa Keuangan sebagai Pengawas Sektor Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Yuridis terhadap Independensi Otoritas Jasa Keuangan sebagai Pengawas Sektor Perbankan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

HERI JUNIANTO

NIM. A2021131037

ABSTRAK

Independensi otoritas pengawas merupakan salah satu faktor utama yang menentukan objektifitas dan efektifitas pengawasan. Makalah ini meneliti pengaturan independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas perbankan di Indonesia, khususnya terkait aspek anggaran OJK yang berasal dari sektor jasa keuangan yang diawasinya. Pengaturan anggaran OJK yang berasal dari sektor jasa keuangan yang diawasi merupakan terobosan baru dalam pembiayaan operasional lembaga negara di bidang pengawasan. Pengaturan ini di satu sisi akan mengurangi beban negara (APBN) dan di sisi lain memberikan independensi yang lebih baik kepada OJK terhadap kemungkinan intervensi lembaga politik yang berwenang menentukan APBN. Akan tetapi, dalam pengawasan perbankan yang ikut membiayai operasionalnya, OJK juga harus terbebas dari situasi yang dapat menyebabkan berkurangnya independensi OJK untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara objektif dan efektif. Independensi diperlukan agar OJK dapat melindungi diri khususnya dari intervensi industri jasa keuangan yang diawasinya maupun dari campur tangan politik. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa dipengaruhi intervensi dari pihak manapun untuk mencegah potensi benturan kepentingan antara para pelaku yang saling berinteraksi di sektor jasa keuangan dan melindungi kepentingan masyarakat, serta mencapai tujuan stabilitas keuangan.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perbankan adalah salah satu bentuk usaha yang diatur dan diawasi secara ketat oleh

pemerintah. Hal ini dapat dipahami, karena perbankan memiliki kedudukan yang strategis,

yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter

dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat,

transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Fungsi utama Perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, serta bertujuan untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah

peningkatan taraf hidup rakyat banyak.1

Kewenangan pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan sebelumnya

ada pada Bank Indonesia, sebagaimana ketentuan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dan

Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Namun,

Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang lahir paska krisis ekonomi

1997-1998 dan masih dalam eforia reformasi juga mengamanatkan untuk membentuk

sebuah lembaga

________________________ 1

Otoritas Jasa Keuangan (a), Booklet Perbankan Indonesia Edisi 1, Maret 2014 ISSN: 1858-4233, (Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK, 2014), hal. 9.

(3)

independen yang bertanggungjawab atas pengawasan di sektor perbankan. Sehingga kelak

otoritas Bank Indonesia dalam hal pengawasan di sektor perbankan akan dialihkan ke

lembaga baru yang akan dibentuk tersebut. Meskipun Undang-Undang No.23 tahun 1999

Pasal (34), mengamanatkan pembentukan lembaga dimaksud selambat-lambatnya pada

tanggal 31 Desember 20022, akan tetapi pada kenyataannya sampai waktu yang ditetapkan

lembaga yang dimaksud belum dapat direalisasikan, sehingga Undang-undang nomor 23

tahun 1999 harus mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan pertama

disyahkan melalui Undang-undang No.3 Tahun 2004 dan terakhir dilakukan dengan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pada akhirnya, OJK baru terbentuk dengan

lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan yang ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang

Yudhoyono pada tanggal 22 November 2011.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, maka sejak 31 Desember 2013, pengaturan dan pengawasan

terhadap perbankan telah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa

Keuangan, selanjutnya disingkat dengan OJK. Dengan pengalihan ini, Perbankan

Indonesia memasuki era baru dalam pengaturan dan pengawasannya.

________________

2

Republik Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), Lembar Negara RI No. 66 Tahun 1999, tambahan Lembar Negara RI No. 3843, Pasal 34 angka (2).

(4)

OJK sebagai suatu lembaga/institusi yang memiliki kewenangan sebagai pengatur

dan pengawas tentu saja harus memiliki independensi di dalam melaksanakan tugasnya.3

Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, dan secara umum diakui bahwa independensi pengawas sektor

keuangan merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan efektifitas pengawasan.

Salah satu aspek penting yang mempengaruhi Independensi OJK, adalah aspek

pembiayaan. Dalam Undang-undang tentang OJK, ketentuan tentang sumber dana

pembiayaan operasional OJK yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor Jasa

Keuangan.4 Ini menunjukkan adanya upaya untuk membebaskan OJK dari ketergantungan

pembiayaan operasional (budgeting) dari Pemerintah maupun DPR yang menyusun dan

mengesahkan APBN. Selanjutnya, menjadi menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah

apakah OJK dalam menjalankan tugas dan fungsi terjamin independensinya dengan adanya

sumber dana pembiayaan yang dipungut dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor Jasa

Keuangan? (dalam hal ini perbankan).

_______________________ 3

Republik Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), Lembar Negara RI No.111 Tahun 2011, tambahan Lembar Negara RI No. 5253, Pasal 1 angka (1). 4

(5)

1.2.Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kedudukan dan struktur organsasi Otoritas Jasa Keuangan?

2. Apakah pengaturan aspek budgeting dengan adanya ketentuan sumber dana

pembiayaan operasional OJK yang dapat dipungut dari pihak yang diawasinya

(6)

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian pada hakekatnya memberikan pedoman, cara-cara mempelajari,

menganalisa dan memahami kejadian-kejadian dalam penelitian.5 Penelitian ini merupakan

penelitian hukum karena didasarkan pada metode, sistematikan dan pemikiran tertentu

yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya.6

2.1. Sumber Data

Dalam penulisan tesis ini, berdasarkan permasalahan serta tujuan penelitian, maka

penulis akan melakukan penelitian hukum normatif yang dapat diartikan sebagai penelitian

hukum kepustakaan atau data-data sekunder.7 Adapun sumber data sekunder ini terdiri

dari:

a. Bahan-bahan hukum primer, adalah semua aturan hukum yang dibentuk dan/atau

dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau badan-badan pemerintah,

yang demi tegaknya daya paksa yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat

negara. Yang termasuk bahan-bahan hukum primer ini pertama-tama adalah

seluruh

_______________________________

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 6 6

ibid., hlm. 43. 7

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif ± Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), hlm.23.

(7)

produk badan legislatif, ialah produk hukum yang disebut undang-undang.8 Dalam

penelitian ini, antara lain;

- Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

- Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan Undang-undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang- undang No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

- Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

- Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

b. Bahan-bahan hukum sekunder, adalah juga seluruh informasi tentang hukum yang

berlaku atau yang pernah berlaku di suatu negeri. Namun, berbeda dengan

bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan-bahan-bahan hukum yang sekunder ini, secara formal tidak

dapat dikatakan sebagai hukum positif.9 Bahan-bahan hukum sekunder dapat

membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, antara

lain berupa;

______________________________

8

Soetanyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep dan Metode, (Malang: Setara Press, 2013), hlm 67. 9

(8)

- Buku-buku literatur.

- Tulisan-tulisan ilmiah berupa jurnal, tesis, makalah, maupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

- Tulisan-tulisan ilmiah berupa jurnal, tesis, makalah, maupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan-bahan hukum tersier, ialah bahan-bahan yang termuat kamus-kamus hukum,

berbagai terbitan yang memuat indeks hukum, dan semacamnya.10

2.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian tesis ini, penulis mengumpulkan informasi dan pengetahuan yang

relevan dengan mempelajari berbagai bahan hukum utama yang ada seperti peraturan

perundang-undangan yang relevan, juga bahan-bahan hukum pendukung yang tersedia di

perustakaan secara fisik maupun diperoleh secara elektronik (internet), buku-buku koleksi

pribadi, catatan-catatan kuliah dan bahan-bahan hukum lainnya yang mengandung

informasi yang relevan. Sebagai pendamping, untuk memperoleh pengertian yang

memadai tentang bahan-bahan hukum yang dipelajari, terutama yang memuat bahasa asing

atau istilah-istilah hukum yang belum penulis pahami secara mendalam, penulis dibantu

dengan kamus-kamus bahasa maupun kamus istilah hukum, baik dalam bentuk buku

maupun aplikasi elektronik yang cukup banyak tersedia di internet.

______________________

10

(9)

2.3. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisa data atau bahan-bahan hukum tersebut, digunakan metode

kwalitatif yaitu dengan mendeskripsikan fenomena-fenomena sosial dan budaya dalam

suasana yang wajar, holistik dan tidak dipragmentasi.11 Dalam penelitian ini apa yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan terkait dipelajari secara lebih mendalam

khususnya mengenai aspek hukum independensi OJK dalam melaksanakan fungsi

pengawasan terhadap sektor perbankan. Selanjutnya penulis membandingkan dengan

kondisi dan perkembangan pengaturan lembaga pengawas sektor keuangan di berbagai

negara, maupun dengan lembaga-lembaga yang status kedudukan dan ruang lingkup

tugasnya dapat diperbandingkan dengan keberadaan OJK. Dengan perbandingan tersebut,

penulis meneliti secara lebih mendalam dengan didukung teori-teori hukum yang ada

untuk mengetahui sejauh mana pengaturan independensi OJK dan kemungkinan optimasi

agar OJK dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif. Dalam proses ini,

tentu saja penulis sangat terbantu masukan-masukan dari para Dosen Pembimbing,

maupun para Dosen Pembahas dalam seminar pengajuan proposal penelitian tesis ini, serta

hasil diskusi-diskusi bersama rekan-rekan sejawat di perusahaan tempat penulis bekerja,

maupun dengan rekan-rekan seprofesi di bidang perbankan dan pihak-pihak lain yang

kompeten mengenai permasalahan yang sedang penulis teliti.

______________________

11

(10)

BAB III KERANGKA TEORI

Kerangka Teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan

tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Untuk

membahas permasalahan dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori sebagai pisau

analisis.

Keberadaan OJK adalah suatu produk hukum (dibentuk dengan Undang-undang)

yang memiliki kedudukan dan struktur organisasi, keberadaan dan kegiatannya diatur

dalam ketentuan perundang-undangan, serta dalam operasionalnya bersentuhan dengan

pihak lain dalam interaksi yang membentuk kultur hubungan tertentu. Ini berarti OJK

secara utuh merupakan sebuah sistem yang mempunyai implikasi hukum yang

mengandung aspek; (1) keintegrasian, (2) keteraturan, (3) keutuhan, (4) keterorganisasian,

(5) keterhubungan komponen satu sama lain, dan (6) ketergantungan komponen satu sama

lain.12 Karenanya, untuk pengkajian dalam penulisan tesis ini dipergunakan teori sistem

hukum Lawrence M. Friedmann yang menyatakan bahwa setiap sistem hukum terdiri

dari komponen struktur, substansi dan kultur (legal cultur)13:

____________________________

12

Esmi Warassih, Pranata Hukum sebuah telaah sosiologis, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), hml .27-28.

13

Ibid., hml .27-28, (mengutip: Lawrence M. Friedmann, The Legal System: A Social Science Perspective, New York: Russel Sage Foundation, 1986, hal 17).

(11)

a. Komponen struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu

dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem

tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu

memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.

b. Komponen substansi, yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa

peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur

maupun yang diatur.

c. Komponen kultur, yaitu terdiri dari nilai-nilai, sikap-sikap, persepsi, custom, ways

of doing, ways of thinking, opinion yang mempengaruhi bekerjanya hukum.

Untuk menganalisa kedudukan dan organisasi OJK sebagai komponen struktur

dalam teori sistem hukum Lawrence M. Friedmann, penulis terlebih dahulu menggali

kerangka konsep hukum yang dikembangkan oleh Baron de Montesquieu. Menurut

MRQWHVTXLHX GDODP EXNXQ\D ³/¶(VSULW GHV /RLV´ \DQJ PHQJLNXWL MDODQ SLNLUDQ

John Locke, membagi kekuasaan negara menjadi tiga cabang, yaitu (i) kekuasaan

legislative sebagai pembuat undang-undang, (ii) kekuasaan eksekutif yang melaksanakan,

dan (iii) kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. Dari klasifikasi Monstesquieu inilah

dikenal pemisahan kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi yang disebut sebagai

³Trias Politica´, yaitu legislatif (the legislative function), eksekutif (the

executive or

administrative function), dan yudikatif (the judicial function).14

____________________

14

Jimly Ashiddiqqie (a), Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, ( Jakarta: Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Juli 2006), hlm. 13.

(12)

Teori separation of powers Montesquieu kemudian mengalami perkembangan dan

kritikan. Jimly Asshidiqqie berpendapat bahwa perkembangan kelembagaan negara secara

teori dan pemikiran berkembang sangat pesat, baik karena faktor-faktor sosial,

ekonomi, politik dan budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh globalisasi versus

lokalisme yang semakin kompleks mengakibatkan variasi struktur dan fungsi organisasi

dan institusi-institusi kenegaraan semakin berkembang.15 Untuk menjamin demokrasi,

kekuasaan negara justru harus dibagi-bagi dan dipisah-pisahkan ke dalam beberapa

fungsi yang saling mengendalikan satu sama lain (cheks and balances). Dengan

begitu, kekuasaan dapat diharapkan bersifat terbatas dan terhindar dari kemungkinan

penyalagunaan oleh pihak-pihak yang berkuasa. Pembatasan kekuasaan itu juga

dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan di dalam beberapa organ yang tersusun

secara vertikal, berupa organ atau kelembagaan yang bersifat independen.16

Untuk mengkaji aspek pengaturan, yaitu komponen substansi dalam sistem hukum

yang disampaikan oleh Friedmann, maka harus terlebih perlu dipahami bahwa

pembuatan peraturan perundang-undangan adalah kegiatan yang berhubungan dengan isi

atau substansi peraturan, metode pembentukan, serta proses dan prosedur pembentukan

peraturan. Setiap bagian kegiatan tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratannya

sendiri agar produk hukum tersebut dapat berlaku sebagaimana mestinya, baik secara

____________________

15

Jimly Asshiddiqqie (b), Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), hlm. 1.

16

Jimly Asshidiqqie (c), Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi), Jakarta, Juli 2006, hlm. 125.

(13)

yuridis, secara politis maupun sosiologis. Oleh karena itu, menurut Burkhardt Krems

sebagaimana dikutip Attamimi, pembentukan peraturan perundang-undangan bukanlah

merupakan kegiatan yuridis semata, melainkan suatu kegiatan yang bersifat interdisipliner.

Artinya, setiap aktivitas pembentukan peraturan perundang-undangan memerlukan bantuan

ilmu-ilmu tertentu agar produk hukum yang dihasilkan itu dapat diterima dan mendapat

pengakuan masyarakat.17

Metoda dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menentukan apakah

suatu peraturan dapat mencapai sasarannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Untuk itulah

bantuan dari sosiologi hukum, psikologi hukum, antropologi hukum, budaya hukum dan

ilmu tentang perencanaan sangat diperlukan. Itu artinya, masalah pengaturan hukum

bukanlah semata persoalan-persoalan tentang legalitas formal yakni tentang bagaimana

mengatur sesuatu sesuai dengan prosedur hukum. Melainkan, juga bagaimana mengatur

sehingga dalam masyarakat timbul efek-efek yang memang dikehendaki oleh hukum.

Dalam kehidupan dewasa ini, pranata hukum sebagai sebuah sistem yang

harus menunjukkan eksistensi sebagai alat perubahan sosial, bukan sistem otonom dan

tertutup dari kehidupan sosial.18

Dengan demikian, dalam mengkaji substansi Undang-undang No.21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan perlulah didasari dengan pendekatan interdisipliner,

pengetahuan tentang suasana bathin atau keadaan yang mendasari diperlukannya

pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, perdebatan-perdebatan yang terjadi, hasil kajian

____________________________ 17

A. Hamid S. Attamimi, Proses Pembuatan Perundang-undangan Ditinjau Dari Aspek Filsafat, Materi Kursus Penyegaran Perancang Perundang-undangan, Semarang, 1990, hlm. 5-6.

18

(14)

ilmiah (misalnya dalam bentuk naskah akademik), dan juga konfigurasi politik maupun

manuver-manuver pihak-pihak yang berkepentingan.

Selain itu juga dalam tesis ini, berkaitan legal culture yang merupakan komponen

ketiga dalam sistem hukum yang disampaikan Friedmann, maka perlu dipelajari nilai-nilai,

sikap-sikap, persepsi, custom, ways of doing, ways of thinking, opinion yang terbentuk dari

keberadaan OJK dan pengaturan hubungan serta interaksi dalam operasionalnya. Dari

keberadaan dan pengaturan operasionalnya tersebut, maka yang harus dijaga adalah

kemandirian dan independensi OJK dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana

diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam mengkaji

independensi suatu lembaga independen, belakangan ini banyak ahli, termasuk di bidang

hukum dan administrasi publik, menggunakan teori prinsipal agen (principal-agent theory)

yang diperkenalkan oleh Barle dan Means.19 Analisis principal-agents menghasilkan

pendapat dan menunjukkan apakah lembaga independen dapat membuat keputusan

yang otonom dan melakukan tindakan yang independan.20

Dalam kaitan dengan penelitian tesis ini, terkait independensi OJK yang

pembiayaan operasionalnya dapat dipungut dari pihak yang diawasinya, teori

principal-______________________________

19

Kajian awal dari pendekatan teori Principal-agent dapat ditemukan dalam tulisan Berle and Means (1932), yang meneliti proses pendelegasian dalam level sebuah perusahaan. Lihat A. Berle and G. Means, The Modern Corporation and Private property, (New Pork: Macmillan, 1932). Setelah Berle dan Means, Stephen Ross merupakan pemikir pertama dalam memberikan kajian tentang urgensi principal-agent theory, karena ia menjelaskan hubungan antara principal dan agents sebagai hubungan di antara dua pihak atau lebih, di dalam suatu domain/ranah khusus dari situasi pemecahan masalah. Lihat Stephen Ross, The

(NRQRPLF 7KHRW\ RI $JHQF\ 7KH 3ULQFLSDO¶V 3UREOHP, (American Economic Review, vol. 63, 2, 1973), hlm 134.

20

Sooenhee Kim, Shena Ashley, dan W. Hendry Lambright, Public Administration Agency in the Context of Global, (Edward Elgar Publishing Limited, Sheltenham, UK), 2014, hlm.50.

(15)

agents ini dapat digunakan dengan pengertian bahwa prinsipal diasumsikan sebagai pihak

yang menguasai sumber daya (bisa berupa kewenangan, infrastruktur, maupun sumber

daya lainnya, termasuk keuangan) dan agen sebagai pihak yang menerima pelimpahan atau

pendelegasian agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan teori ini, penulis

berusaha mendapatkan pemahaman tentang keterkaitan independensi dengan ketersediaan

sumber daya keuangan dan pihak yang menyediakan sumber daya keuangan tersebut.

(16)

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

4.1.Status, Kedudukan dan Struktur Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia

4.1.A. Landasan Hukum Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia tidak terlepas dari berbagai

kondisi yang melatar belakanginya. Amanat untuk membentuk lembaga pengawas

perbankan di Indonesia dituangkan dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Dalam UU tersebut, ditentukan secara tegas bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan

oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan

Undang-undang. Kemudian disebutkan pula, bahwa pembentukan lembaga pengawas

tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Inilah yang menjadi

landasan hukum bagi pembentukan seuatu lembaga independen untuk mengawasi sektor

jasa keuangan yang kini kita kenal dengan sebutan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia:

(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

(2) Pembentukan lembaga pengawas sebagaimana simaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002.

(17)

Pada kenyataannya, meskipun pembentukan lembaga pengawas sektor jasa

keuangan ditetapkan oleh UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

selambat-lambatnya sampai 31 Desember 2002, lembaga yang dimaksud belumlah terbentuk sampai

berakhirnya tahun 2002. Karenanya, UU tersebut diamandemen dengan UU No.3 Tahun

2004 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, di mana

amanat untuk membentuk lembaga pengawasan sektor jasa keuangan ditentukan

selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Dan lembaga yang dimaksud barulah terbentuk dengan

ditetapkannya Undang-undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

pada 22 November 2011. Pasal 2 Undang-undang ini berbunyi:

(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.

(2) OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.

4.1.B. Status dan Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan

Menurut pasal 1 angka 1 UU No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

(UU OJK), sebagaimana telah diperbaiki oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat amar

putusan MK pada tanggal 4 Agustus 2015 atas perkara No.25/PPU-XII/2014 perihal

Pengujian UU No.21 tahun 2011 tentang OJK terhadap UUD 194521, Otoritas Jasa

Keuangan adalah lembaga yang independen,yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

________________

21

Lihat Keputusan MK, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/25_PUU-XII_2014.pdf. , hlm.296. diakses pada 20 Maret 2016.

(18)

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang ini. Lebih lanjut dalam pasal 2 ayat (2) UU OJK menegaskan bahwa OJK

adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,

bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam Undang-Undang ini. Asas independensi secara tegas dituangkan dalam Penjelasan

UU OJK bagian Umum dinyatakan bahwa OJK dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian dijelaskan pula, bahwa secara kelembagaan, OJK berada di luar

Pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan

Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan

Pemerintah karena pada hakikatnya OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang

memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal

dan moneter.

Dalam Pasal 3 UU OJK, dijelaskan bahwa OJK berkedudukan di Ibu Kota Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

4.1.C. Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan

Struktur organisasi kelembagaan OJK terdiri atas Dewan Komisaris OJK dan

(19)

Ketentuan pasal 10 UU OJK menetap OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner

secara kolektif kolegial, berjumlah sembilan orang yang ditetapkan dengan Keputusan

Presiden dan terdiri dari:

a. seorang Ketua merangkap anggota;

b. seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;

c. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;

d. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;

e. seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;

f. seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;

g. seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen;

h. seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan

i. seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK,

Dewan Komisioner menyusun struktur organisasi, membentuk organ pendukung, membagi

tugas dan wewenang, serta menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata

kerja OJK dengan Peraturan Dewan Komisioner (Pasal 26). Adapun Struktur Organisasi

(20)

Sumber: http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Struktur-Organisasi.aspx , diakses tanggal 18 April 2016.

Dalam mengisi posisi-posisi struktur organisasi OJK, Dewan Komisioner

mengangkat dan memberhentikan pejabat dan pegawai OJK, termasuk mempekerjakan

pegawai negeri (Pasal 27), bahkan mengangkat staf ahli (Pasal 26 ayat (3)). Ini cukup

mencerminkan bahwa OJK memiliki kemandirian dalam mengelola sumber daya

manusianya.

4.1.D. Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Terkait di Bidang Jasa Keuangan

Pengaturan UU OJK mengenai hubungan atau koordinasi OJK dengan lembaga

negara lainnya dari segi pelaksanaan tugas meliputi:

1. Tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, yang akan terkait dengan lembaga (Pasal 39-43):

a. Bank Indonesia;

b. Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Tugas menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, yang akan terkait dengan lembaga (Pasal 44-46):

(21)

a. Menteri Keuangan;

b. Gubernur Bank Indonesia; c. Ketua Dewan Komisioner LPS.

3. Tugas penyidikan, yang akan terkait dengan lembaga (Pasal 49-51): a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari instansi lain;

b. Kejaksaan; c. Kepolisian; d. Pengadilan.

1.1. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari Aspek Anggaran dalam Pengawasan Perbankan

Sebagaimana dikemukakan dalam Bab Pendahuluan bahwa fokus penelitian tesis

ini adalah mengkaji independensi OJK dari aspek anggaran dalam melaksanakan tugasnya

mengawasi sektor perbankan. Penelitian ini sangat penting dan menarik, karena

penganggaran merupakan salah satu aspek terpenting dari suatu organisasi yang bahkan

dapat mempengaruhi arah perjalanan organisasi tersebut, sementara pengaturan

penganggaran OJK yang dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan

merupakan hal baru dalam pengaturan penganggaran suatu lembaga negara yang dibentuk

dengan Undang-Undang.

Literasi yang dituangkan dalam bab tinjauan pustaka juga mengungkapkan bahwa

aspek pembiayaan atau anggaran merupakan salah satu kunci penting yang mempengaruhi

independensi dan efektifitas pengawas perbankan. Independensi dalam aspek anggaran

(22)

anggaran mereka sendiri dan sumber alokasi anggaran, serta prioritas dalam menggunakan

anggaran tersebut. Otoritas pengawas yang mempunyai tingkat independensi yang tinggi

dalam aspek budgetary independence akan lebih tangguh dalam menghadapi pengaruh

eksternal agar dapat bergerak secara mandiri dan cepat dalam kebutuhan yang mendesak di

sektor finansial dan memastikan sistem penggajian mereka akan cukup menarik dalam

merekrut sumber daya manusia yang kompeten.

Otoritas independen yang dibiayai melalui pemberian dari anggaran pemerintah,

dapat dikatakan cenderung terbuka dan lemah dari berbagai bentuk intervensi politik.

Dalam kondisi tertentu, seperti ketika otoritas pengawas tersebut dianggap secara politik

lebih ketat pada jaringan pelaku usaha tertentu, pemerintah dapat saja mengintervensi

dengan menahan atau mengurangi anggaran yang diberikan. Lebih lanjut, dapat juga

terjadi anggaran otoritas pengawas dipotong oleh Pemerintah dengan dalih kebijakan fiskal

yang mendesak. Contoh aktual pemotongan anggaran lembaga pengawas dapat dilihat

pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2016 untuk Komisi Pengawas

Persaingan Usaha yang ditetapkan memperoleh anggaran sebesar Rp.132,3 miliar,

kemudian dengan alasan realisasi penerimaan pajak negara yang rendah pada awal tahun

ini, kemudian anggarannya diturunkan menjadi Rp.105,3 miliar, padahal saat ini KPPU

sedang menangani kasus-kasus besar di bidang ototmotif, industri kesehatan, pendidikan

hingga komoditas pangan.22

__________________________________ 22

Lihat: http://finansial.bisnis.com/read/20160608/10/555860/anggaran-dipotong-pemerintah-kppu-kewalahan, diakses pada tanggal 14 Juni 2016.

(23)

Adapun di lain sisi, anggaran otoritas yang bersumber dari industri bisnis yang

diawasi mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan pemberian anggaran dari

pemerintah, seperti misalnya mengurangi lingkup dari campur tangan politis dan tingkat

kebebasan yang lebih tinggi untuk otoritas menentukan anggarannya sendiri

menyesuaikan dengan kebutuhan dan prioritasnya. Namun perlu juga disadari adanya

risiko jika iuran/fee dari dunia industri belum terstruktur dengan jelas, yang dapat

berimplikasi pada ketergantungan yang tinggi terhadap industri dan dapat berakibat

melemahkan kemandirian otoritas pengawas.

Pengaturan bahwa anggaran OJK dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor

jasa keuangan merupakan sebuah langkah terobosan dalam pembiayaan suatu lembaga

negara, di mana kecenderungan umumnya pembiayaan sepenuhnya bersumber pada APBN

yang merupakan produk bersama Pemerintah dan DPR. Dengan pengaturan yang

demikian, sumber dana pembiayaan yang merupakan salah satu kunci penting yang

mempengaruhi independensi dan efektifitas pengawas perbankan, tidak lagi hanya

tergantung pendanaan dari alokasi pemerintah (APBN) atau bank sentral dapat membuka

celah bagi campur tangan politik. Dari sudut pandang principle agent theory, pengaturan

pengganggaran yang demikian dapat mengurangi pengaruh maupun kemungkinan

intervensi dari principal (Pemerintah dan DPR) karena penguasaan akan sumber daya

keuangan yang dibutuhkan oleh agent (OJK).

Dari pengaturan sebagaimana diuraikan di atas, secara garis besar independensi

(24)

menarik untuk diperdebatkan, yaitu apakah independensi OJK yang cukup baik dalam

mengurangi peluang intervensi politik di satu sisi, tidak akan membebani industri yang

pada akhirnya menjadi beban masyarakat bagi masyarakat pemakai jasa keuangan?

Pungutan yang dilakukan oleh OJK bagi Perbankan merupakan beban baru bagi

perbankan, pengaturan ini tidak sepenuhnya sejalan dengan upaya pemerintah untuk

meningkatkan efisiensi perbankan agar dapat menyalurkan dana pinjamannya dengan suku

bunga rendah sehingga memberikan stimulus yang besar bagi perekonomin nasional.

Karenanya, penulis mengusulkan agar pembiayaan OJK yang berasal dari

pungutan langsung kepada perbankan dihentikan, tetapi diganti dengan pungutan kepada

LPS yang sudah menerima pembayaran premi jaminan simpanan dari perbankan. Dengan

demikian perbankan tidak dibebani biaya baru, sementara LPS memperoleh manfaat

perbankan diatur dan diawasi secara objektif dan independen sehinga dapat beroperasi

(25)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Status kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen yang berada di luar pemerintahan, yang bermakna OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan/eksekutif.

2. Sebagai pengawas di sektor jasa keuangan, OJK harus memiliki independensi yang memadai agar dapat melaksanakan tugasnya secara objektif dan professional.

3. Pengaturan independensi OJK secara umum sudah cukup baik, terutama dalam meminimalisir peluang terjadinya intervensi politik, akan tetapi dalam kaitan dengan aspek penganggaran OJK masih terdapat peluang mempengaruhi independensi OJK dalam menjalankan tugasnya secara objektif dan independen dari pengaruh eksternal, khususnya berkaitan dengan pengaturan pungutan OJK terhadap perbankan.

5.2. Saran

1. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, OJK dan lembaga-lembaga terkait lainnya, yaitu Kementerian Kuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan tergabung dalam Forum Komunikasi Stabilitas Sistem Keuangan. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana diatur dalam pasal 49-51 UU OJK, perlu disepakati adanya protokol koordinasi antara OJK dengan lembaga Kepolisian dan Kejaksaan.

(26)

2. Untuk meningkatkan independensi OJK agar lebih optimal menjalankan tugasnya secara objektif dan independen dari pengaruh eksternal, khususnya berkaitan dengan pengaturan punggutan OJK terhadap perbankan, penulis menyarankan untuk dilakukan amandemen dengan usulan menghentikan pungutan (biaya rutin) OJK secara langsung kepada perbankan, dan sebagai gantinya biaya operasional OJK dibebankan kepada LPS. Dan diharapkan akan mendatangkan manfaat, antara lain;

a. Terjadinya peningkatan independensi OJK, khususnya terhadap perbankan, karena dengan demikian OJK dapat lebih leluasa untuk bersikap dan bertindak secara objektif dan independen dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan perbankan tanpa ada rasa pakewu atau ganjalan hati karena operasional OJK dibiayai langsung oleh perbankan;

b. Terjadi perbaikan dalam praktek Good Public Governance dalam penataan sistem keuangan nasional, karena dapat dihindari tumpang tindih pungutan yang dilakukan oleh OJK dan LPS terhadap perbankan, serta adanya pengaturan tugas dan wewenangan maupun hak dan kewajiban masing-masing lembaga secara lebih baik.

c. Terjadi perbaikan praktek Good Corporate Governance pada LPS, yaitu adanya peningkatan peran LPS dalam membiayai upaya-upaya untuk memastikan industri (perbankan) yang dijaminnya dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menerapkan prinsip-prinsip yang umum berlaku bagi perbankan.

d. Terjadi efisiensi biaya pada industri perbankan, dan OJK dapat dengan tegas miminta kepada perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit yang selama ini dinilai terlalu tinggi dan menghambat pertumbuhan ekonomi maupun kemudahan berusaha, khususnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

(27)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Andi Mustari Pide, Pengantar Hukum Tata Negara, Cet. 1, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999.

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), FH UII Press, Yogyakarta, 2005.

Berle A. dan Means G., The Modern Corporation and Private property, Macmillan, New York, USA, 1932.

Dirk Schoenmaker, Financial Supervision in the European Union, G. Caprio (ed.), Elsevier Amsterdam, 2011.

Esmi Warassih, Pranata Hukum sebuah telaah sosiologis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

Firmansyah Arifin, dan kawan-kawan, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta, 2005.

Hans Kelsen, General Teory of Law and State, Russell & Russell, New York, USA, 1961.

Jimly Ashiddiqqie (a), Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, Juli 2006.

Jimly Asshiddiqqie (b), Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006.

Jimly Asshidiqqie (c), Konstitusi dan Konstitusionalisme, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi), Jakarta, Juli 2006.

Marcus Lukman, Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Penelitian Hukum, PMIH UNTAN Press, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Januari 2007.

Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia Edisi 1, Maret 2014 ISSN: 1858-4233, Jakarta: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan OJK, 2014.

Ruth de Krvoy, Collapse: The Venezuelan Banking Crisis of 1994, Group of Thirty, Washington DC, USA, 2000.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet.II, Perct. Alumni, Bandung, 1996.

Sean Gailmard, Accountability and Principal-Agent Models, Oxford University Press, Oxford, UK, Agustus 2012.

Soerjono Soekantodan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif ± Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990.

(28)

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, UI Press, Jakarta, 1986.

Soetanyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep dan Metode, Setara Press, Malang, 2013.

Sooenhee Kim, Shena Ashley, dan W. Hendry Lambright, Public Administration Agency in the Context of Global, Edward Elgar Publishing Limited, Sheltenham (UK), 2014.

Suparji, Penanaman Modal Asing: Insentif vs Pembatasan, Penerbit Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta, 2008.

William F. Fox Jr., Understanding Administrative Law, LexisNexis Publishing, New York, USA, 2012.

William F. Funk and Richard H. Seamon, Administrative Law: Examples and Explanations , Aspen Publishers, Inc., New York, USA, 2001.

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Penerbit Book Terrace and Library, 2005.

B. Jurnal dan Makalah

A. Hamid S. Attamimi, Proses Pembuatan Perundang-undangan Ditinjau Dari Aspek Filsafat, Materi Kursus Penyegaran Perancang Perundang-undangan, Semarang, 1990.

Anouk Werksma, The Changing Roe of The European Central Bank and The European Banking Authority in The Banking Union, University of Twente, Netherland, 2013.

Bank Indonesia (a), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, ISSN:1693-3265, Vol.11, No.1, Jakarta, 2013.

Bank Indonesia (b), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, ISSN: 1693-3265, Volume 10, Nomor 3, Jakarta, 2012.

Bank Indonesia (c), Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, ISSN: 1693-3265, Volume 10, Nomor 1, Jakarta, 2012.

Bank Indonesia (d), Buletin Hukum Perbankan dan Kebangsentralan, ISSN: 1693-3265, Volume 8, Nomor 3, Jakarta, 2010.

Donato Masciandaro, M. Quintyn dan Michael Taylor; Financial Independence and Accoutability ± Exploring the determinants, IMF Working paper WP/08/146, 2008.

Donato Masciandaro, Maria J. Nieto dan Hendriette Prast, Financial Governance of Banking Supervision, Documentos de Trabajo No.0725, Banco de Espana, Spanyol 2007.

(29)

Eva Hupkes, M. Quintyn dan Michael W. Taylor; The Accountability of Financial Sector Supervisors: Principles and Practice, IMF Working Paper WP/05/51, March 2005.

Fabrio Gilardi (a), The Intstitutional Foundations of Regulatory Capitalism: The Diffusion of Independent Regulatory Agencies in Western Europe, Annuals of the American Academy of Political and Social Science 598, 2005.

Fabrizio Gilardi (b), Principal-Agent Models Go to Europe:Independent Regulatory Agenciesas Ultimate Step of Delegation Applications ,QVWLWXW G¶(WXGHV

Politiques et Internationales ± Universite de Lausanne, Switzerland, disampaikan dalam The European Consortium for Political Research (ECPR) General Conference di Canterburn (UK) pada tanggal 6-8 September 2001.

Hasbi Hasan, Efektifitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga Perbankan Syariah, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.9 NBo.3, 2012.

Jared P. Cole dan Daniel T. Shedd, Administrative Law Primer: Statutory

'HILQLWLRQV RI ³$JHQF\´ DQG &KDUDFWHULVWLFV RI $JHQF\ ,QGHSHQGHQFH, Congressional Research Service, USA, May 22 2014.

Jimly Asshidiqie (d), Beberapa Catatan Tentang Lembaga-Lembaga Khusus Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, disampaikan dalam Seminar Nasional Lembaga-Lembaga Non Struktural, Kemenkumham RI, Jakarta, Maret 2011.

Jimly Asshidiqie (e), Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Ke-empat UUD 1945, makalah dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar 14-18 Juli 2003.

Jimly Asshiddiqie (f), Fungsi Campuran KPPU Sebagai Lembaga Quasi-Peradilan, www.jimly.com/makalah/namafile/61/Makalah-KPPU_Koreksian.pdf, diakses tanggal 8 Oktober 2015.

Jocab E. Gersen, Designing Agencies, in Research Handbook On Public Choise And Public Law, University of California, USA, 2010.

Kempe Ronald Hope, The New Public Management: Context and Practice in Africa, International Public Management Journal, Vol. 4, 2001.

Marc Quintyn dan Michael W. Taylor (a), Regulatory and Supervisory Independence and Financial Stability, International Monetary Fund Working Paper WP/02/46, March 2002.

Marc Quintyn and Michael W. Taylor (b), Should Financial Sector Regulators Be Independence?, IMF Economic Issues No.32, International Monetary Fund March 8, 2004.

Marc Quintyn, Silvia Ramirez and Michael W. Taylor, The Fear of Freedom: Politicants and The Independence and Accountability of Financial Sector Regulators,

(30)

International Monetary Fund Working Paper WP/07/25, February 2007.

Mark A. Pollack ³Delegation, Agency, and Agenda Setting in the European Community´ 7KH ,2 )RXQGDWLRQ DQG WKH 0DVVDFKXVHWWV ,QVWLWXWH RI 7HFKQRORJ\

International Organiation, vol.51,1, pp.99-134, 1997.

Moh. Mahfud MD., Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM RI pada tanggal 29-31 Mei 2006 di Mercure Accor Hotel Jakarta, 2006.

Otoritas Jasa Keuangan (a), Booklet Perbankan Indonesia Edisi I, Maret 2014 ISSN:1858-4233, Departemen Perizinan danInformasi Perbankan OJK, Jakarta, 2014.

Reza Y. Siregar dan James E. Williams, Designing an Integrated Financial Supervision Agency: Selected Lessons and Challenges for Indonesia, Discussion Paper No.0405, CIES University of Adelaide, Australia 2004.

Richard B. Stewart, The Reformation of American Administrative Law, 88 Harvard Law Review, 1975.

Rosa Maria Lastra, Central Bank Independence and Financial Stability, Estabilidad Financiera, No. 18, Banco the Espana, May 2010.

Saskia Lavrijssen, An Analysis of The Constitutional Position of The US Independence Agencies, Tilec Discussion Paper DP 2004-001, Tilburg University, 2004.

Siti Sundari Arie, Laporan KOMPENDIUM Hukum Bidang Perbankan,

Puslitbang Siskumnas Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2011.

Stanley Fischer, Central Bank Independence Revisited, American Economic Review, Papers and Proceedings, Vol.85, No.2, Washington, DC., USA, May 1995.

Stavros Gadinis, From Independence to Politics in Financial, UC Berkelay Public Law Research Paper No.2137215, California Law Review, August 2012.

Stephen Ross, 7KH (NRQRPLF 7KHRW\ RI $JHQF\ 7KH 3ULQFLSDO¶V 3UREOHP, American Economic Review, vol. 63, 2, 1973.

Steven Seelig dan Alicia Novoa, Governance Practices at Financial Regulatory and Supervisory Agencies, International Monetary Fund Working Paper WP/09/135, July 2009.

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Uandang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, 2010.

(31)

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), Lembar Negara RI No. 66, tambahan Lembar Negara No. 3843.

Republik Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), Lembar Negara RI No.111 Tahun 2011, tambahan Lembar Negara No. 5253.

Republik Indonesia (c), Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-undang Pokok Bank Indonesia, Lembar Negara RI No.40 Tahun 1953.

Republik Indonesia (d), Undang-undang Nomor 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V., Lembar Negara RI No.104 Tahun 1951.

Republik Indonesia (e), Undang-Undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, Lembar Negara RI No.63 Tahun 1968, tambahan Lembar Negara No.2865.

Republik Indonesia (f), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Lembar Negara RI No.7 Tahun 2004, tambahan Lembar Negara No.4357.

Republik Indonesia (g), Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), Lembar Negara RI No.30 Tahun 2002, tambahan Lembar Negara No. 4191.

Republik Indonesia (h), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Perubahan UU No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), Lembar Negara RI No.108 Tahun 2003, tambahan Lembar Negara No. 4324.

Republik Indonesia (i), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU),

Lembar Negara RI No.122 Tahun 2010, tambahan Lembar Negara No. 5164.

Republik Indonesia (j), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Lembar Negara RI No.96 Tahun 2004, tambahan Lembar Negara No.4420.

Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.1 tahun 2007 tentang Stantar Pemeriksa Keuangan Negara, Lembar Negara RI No.42 Tahun 2007.

Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan OJK Nomor 3/POJK.02/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Lembar Negara RI No.66 Tahun 2014, tambahan Lembar Negara No.5521.

(32)

D. Lain-lain

Antara News, Perbanas Mengaku Masih Keberatan Iuran OJK, http://www.antaranews.com/berita/352508/perbanas-mengaku-masih-keberatan-iuran-ojk, diakses tanggal 23 April 2016.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses tgl. 6 Oktober 2015.

Bank Indonesia, Status dan Kedudukan,

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/status/Contents/Default.aspx, diakses tanggal 8 Oktober 2015.

Bisnis.com., Anggaran dipotong Pemerintah KPPU Kewalahan,

http://finansial.bisnis.com/read/20160608/10/555860/anggaran-dipotong-pemerintah-kppu-kewalahan. diakses pada tanggal 14 Juni 2016.

Bisnis.com., Iuran OJK lebih baik dihapus,

http://finansial.bisnis.com/read/20150423/90/426411/iuran-ojk-lebih-baik-dihapus,

diakses 23 April 2016.

Detik.Com., Kisah Sukses dan Gagal OJK di Negara Lain, http://finance.detik.com/read/2014/01/08/172156/2461977/5/kisah-sukses-dan-gagal-ojk-di-negara-lain, diakses tanggal 8 Oktober 2015.

Hendry Campell Black, %ODFN¶V /DZ 'LFWLRQDU\, Sixth Edition, (St. Paul Minn, West Oublishing Co, USA, 1997.

Infobank, OJK Incar Pungutan Rp.4,37T,

http://infobanknews.com/ojk-incar-pungutan-rp437-triliun/, diakses tanggal 24 Mei 2016.

Lembaga Penjamin Simpanan, Laporan Tahunan,

http://www.lps.go.id/web/guest/laporan-tahunan, diakses 24 Mei 2016.

Kemenkeu RI, Pengesahan RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan,

http://www.kemenkeu.go.id/SP/ruu-pencegahan-dan-penanganan-krisis-sistem-keuangan-disetujui-untuk-disahkan-menjadi-undang, diakses tanggal 25 April

2016.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Visi dan Misi KPPU, http://www.kppu.go.id/id/tentang-kppu/visi-dan-misi/, diakses tanggal 8 Oktober 2015.

(33)

Kompas, Bunga Kredit Indonesia Paling Tinggi di Asean,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/29/181509626/Bunga.Kredit.di.Indonesia.Paling.Tingg i, diakses tanggal 24 April 2016

Mahkamah Konstitusi, Putusan Dalam Perkra Permohonan Pengujian Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/25_PUU-XII_2014.pdf., diakses 20

Maret 2016.

Maqdil Isamail, Independensi, akuntabilitas dan transparansi bank Indonesia sebagai bank sentral : studi perbandingan undang-undang bank Indonesia,

http://maqdirismail.blogspot.co.id/2008/08/independensi-bank-sentral-dalam-undang.html., diakses 6 Januari 2015.

Otoritas Jasa Keuangan, Struktur Organisasi,

http://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Struktur-Organisasi.aspx, diakses tanggal 18 April 2016.

Otoritas Jasa Keuangan, Publikasi Laporan Keuangan OJK 2014,

http://www.ojk.go.id/id/data-dan-statistik/ojk/Pages/Publikasi-Laporan-Keuangan-OJK-2014-yang-Telah-Diaudit-BPK.aspx, diakses 24 Mei 2016.

Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Tentang Kami - Sejarah,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya dilakukan penelitian ini adalah untuk membangun sebuah sistem informasi penjualan, pembelian dan persediaan barang menggunakan Barcode Scanner supaya mengurangi

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial insentif, budaya kerja, lingkungan kerja terhadap

3) Postur memandikan anak: Pengasuh pada kegiatan memandikan bayi ini merasa tidak nyaman dengan postur tubuh yang dirasakan. Pengasuh ini melakukan kegiatan

Sektor industri barang konsumsi adalah industri yang terdiri dari perusahaan yang. menghasilkan produk berupa barang yang akan dihabiskan atau dikonsumsi

Brand Awareness Pada Generasi Z (Studi Kasus Pada Radio Play99ers 100 FM Bandung)”. Maka dengan itu penulis memberikan saran yang dapat menjadi bahan

Selanjutnya untuk pencairan bantuan diharapkan Saudara Ketua/Dekan Perguruan Tinggi Agama Islam untuk mendownload dan mengisi serta menandatangi format (terlampir) dengan ketentuan

Dengan demikian, perancangan informasi dari data spasial sangat penting untuk dikembangkan untuk berbagai keperluan salah satunya untuk model sistem

Implementation phase separated to three parts, they are the creation of 3D model of all species, property and environments along with the animation, the creation of user