• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kesiapsiagaan

Tabel 4.8 Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kesiapsiagaan di Gampong Mesjid Tuha Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya

No Variabel

Kesiapsiagaan

Kurang siap siap Jumlah P value

n % n % Pengetahuan 1 Kurang 24 61,5 15 38,5 39 0,008* 2 Baik 14 30,4 32 69,6 46 Jumlah 38 47 85 Sikap 1 Negatif 25 61,0 16 39,0 41 0,007* 2 Positif 13 29,5 31 70,5 44 Jumlah 38 47 85

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, hasil uji statistik Chi Square (Pearson Chi Square) dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir, diperoleh nilai p value = 0,008 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan secara statistik bahwa terdapat hubunga yang bermakna antara pengetahuan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir.

Berdasarkan hasil analisis Chi Square (Pearson Chi Square) dilakukan untuk mengetahui hubungan sikap terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir, diperoleh nilai p value = 0,007 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan secara statistik bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir.

4.5 Analisis Multivar iat

Analisis multivariat digunakan untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel-variabel indipenden dengan variabel dependen. Variabel bebas yang memenuhi syarat diuji dengan analisis multivariat adalah variabel yang bermakna dengan uji bivariat dengan nilai p < 0,05 (Hastono, 2001), dan memiliki kemaknaan biologis. Variabel bebas yang diteliti berjumlah 2 variabel, dari 2 variabel tersebut didapatkan 2 variabel yang memenuhi syarat untuk dapat diuji dengan uji multivariat. Uji statistik multivariat yang digunakan untuk menguji variabel tersebut adalah uji statistik logistik regresi. Uji logistik regresi digunakan untuk menguji variabel tersebut karena merupakan alat analisis statistik yang sangat kuat menganalisis hubungan antara variabel penyebab dan akibat yang diukur secara linier, serta

serentak mengontrol pengaruh sejumlah faktor perancu potensial. Hasil analisis regresi logistic tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9 Hasil Analisis Uji multivar iat Regr esi Logistik Pengar uh Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluar ga ter hadap Kesiapsiagaan

No Variabel Independen B P value Exp (B)

1 Pengetahuan 1,289 0,008 3.629

2 Sikap 1,308 0,007 3.698

Sumber: Hasil Penelitian (2011), diolah

Untuk variabel sikap (p=0,007) mempunyai p value signifikan (p<0,05), dan pengetahuan (p=0,008) berarti ada dua (2) variabel yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi banjir.

Nilai variabel Exp (B) = 3.698 merupakan angka yang paling besar dari nilai variabel lain, oleh karenanya variabel sikap dalam penelitian ini dinyatakan sebagai satu-satunya variabel yang paling berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir.

Dari semua proses analisis yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa dari ke 2 (dua) variabel independen yang diduga berhubungan dengan kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir, ternyata hanya ada 1 (satu) variabel independen (sikap) yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir. Lanjutan perhitungan adalah :

Tabel 4.10. Perhitungan Goodness of fit dengan -2 log likelihood, Nagelkerke,

p (Value), Model Analisis Multivariat -2 Log

likelihood

HCL (G)

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

c-square Df p

100,790a 0,531 0.172 0.231 16,090 1 0,000

Uji logistik regresi digunakan untuk menguji kembali variabel-variabel yang telah diuji dengan logistik regresi hanya model 1. Uji logistik regresi mempunyai perhitungan goodness of fit statistic antara lain -2 log likelihood 100,790 (1,26) menunjukkan adanya konsistensi dari variabel yang diteliti, dengan nilai G=53,1 (Hosmer. D.W and Lemeshow. S (1997)) menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang signifikan. Nagelkerker R square merupakan kemampuan variabel signifikan memengaruhi kesiapsiagaan sebesar 23,1%, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain (Santoso, 2005).

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebanyakan rumah tangga di Gampong Mesjid Tuha belum siap menghadapi banjir, dimana 38 KK (44,7%) tidak siap menghadapi banjir dan 47 KK (55,3%) yang menunjukkan kesiapan Kepala keluarga menghadapi banjir.

Tidak siapnya rumah tangga di Gampong Mesjid Tuha menghadapi banjir, menunjukkan bahwa mereka belum memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir yang meliputi rendahnya kemampuan mengenali bencana yang berpotensi terjadi di lingkungan tempat tinggal, kemampuan mengenali tanda-tanda akan terjadinya bencana, dan kesadaran untuk mengelola lingkungan tempat tinggal yang ramah bencana.

Hasil penelitian di Gampong Mesjid Tuha sesuai dengan hasil penelitian LIPI (2006), yaitu Rumah tangga yang mewakili masyarakat Kota Bengkulu memiliki indeks kesiapsiagaan sebesar 51 yang berarti bahwa masyarakat masih kurang siap dalam mengantisipasi terjadinya bencana alam. Hal ini berkaitan erat dengan masih terbatasnya kepedulian akan pentingnya kesiapsiagaan, mengingat banjir sudah dianggap masyarakat sebagai kejadian rutin di Kota Bengkulu.

Ketidaksiapan dalam rumah tangga dalam menghadapi banjir akan menimbulkan kerugian bagi rumah tangga berupa rusaknya perabot-perabot, televisi,

kulkas, mesin cuci dan juga terendamnya dokumen-dokumen penting.

Menurut Syamsul Ma’arif (2007/2008) salah satu penyebab timbulnya korban jiwa dan kerusakan/kerugian akibat bencana adalah karena kekurangan kesiapsiagaan rumah tangga.Untuk mengurangi dampak dari banjir maka diperlukan kesiapsiagaan rumah tangga.

Menurut Susanto (2006) bahwa tak gampang untuk menerapkan berbagai kebijakan dalam suasana bencana. Karenanya dalam masa-masa normal perlu terus dilakukan kesiapan yang meliputi pencegahan, mitigasi termasuk langkah-langkah kesiapsiagaan. Juga harus terus dilakukan penyuluhan dan sosialisasi secara luas agar masyarakat memiliki kemampuan dan mau berperan aktif mencegah dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi meskipun dengan skala kecil.

5.2. Pengar uh Pengetahuan ter hadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir

Pengetahuan kepala keluarga di Gampong Mesjid tuha tentang bencana banjir masih banyak yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian 39 orang (45,9%) kepala keluarga mempunyai pengetahuan kurang dan 46 orang (54,1%) kepala keluarga dengan pengetahuan baik.

Hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik menunjukkan variabel pengetahuan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan bencana. Mengacu kepada hasil uji secara statistik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi pengetahuan bencana banjir yang dihadapi kepala keluarga maka pengetahuan semakin meningkat pada daerah rawan banjir.

Pengetahuan kepala keluarga yang rendah terutama pada aspek tindakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi timbulnya banjir, keluarga tidak mengetahui keharusan untuk membuat keputusan mengenai tempat evakuasi dalam keadaan darurat banjir, sehingga pada saat terjadi banjir keluarga merasa kebingungan untuk menentukan tempat mengungsi. Keluarga juga tidak mengetahui perlunya memiliki peralatan-peralatan dalam mengantisipasi banjir, banyak keluarga yang tidak menyimpan kotak P3K, tidak menyimpan dokumen-dokumen penting dalam tas yang dipersiapkan untuk dibawa ke tempat pengungsian. Hal ini terjadi karena selama ini informasi tentang pengetahuan ini memang masih terbatas, bahkan untuk mereka yang berpendidikan menengah dan tinggi sekalipun.

Menurut pendapat Yulaelawati (2008), banjir dapat terjadi kapan saja ketika di musim hujan dan apabila masyarakat yang tinggal pada kawasan rawan banjir maka perlu kesiapsiagaan terhadap kemungkinan datangnya banjir. Pengetahuan tentang kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang harus diketahui oleh keluarga untuk mengantisipasi situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.

Pengetahuan yang dimiliki kepala keluarga di Gampong Mesid Tuha belum diikuti dengan kesiapsiagaan dalam kebijakan, rencana untuk keadaan darurat, sistim peringatan dini bencana, maupun mobilisasi sumber daya yang cukup, sehingga kurang mendukung kesiapsiagaan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan

masyarakat yang rendah dalam mengantisipasi bencana.

Sesuai dengan hasil penelitian Marpaung (2009) bahwa ada korelasi antara Pengetahuan dengan tindakan, yang berarti tingkat Pengetahuan komunitas tentang bencana yang baik akan meningkatkan kemampuan dalam menghadapi banjir.

Hal ini sesuai dengan pendapat Priyanto (2006), bahwa Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Triutomo (2007), bahwa masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga merasa tidak perlu lagi berusaha untuk mempelajari langkah-langkah pencegahan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Nashir (2008), bahwa ilmu pengetahuan didukung oleh teori dan teknologi yang canggih dapat menjelaskan bencana secara objektif, rasional dan berdasarkan pada perilaku alam apa adanya (faktual).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang disampaikan Priyanto (2006) bahwa pengetahuan partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya menghadapi gempa bumi. Penemuan ini mengimplikasikan jika

program-program mempertimbangkan pengetahuan saat ini dan berupaya menghilangkan miskonsepsi pengetahuan, akan meningkatkan kemampuan penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik atas gempa bumi atau bencana lain.

Sesuai dengan hasil penelitian LIPI (2006), menunjukkan pengaruh paling besar dalam perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat perdesaan Aceh adalah tingkat pengetahuan yang dinilai cukup baik untuk individu/rumah tangga, sehingga nilai indeks pengetahuan rumah tangga sebesar 72 yang dapat dikategorikan siap .

Seperti pendapat Twigg (2007), bahwa apabila pengetahuan masyarakat akan bahaya, kerentanan, risiko dan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko cukup memadai maka akan dapat menciptakan aksi masyarakat yang efektif (baik secara sendiri maupun bekerjasama dengan para pemangku kepentingan lainnya) dalam menghadapi bencana.

5.3. Pengar uh Sikap ter hadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Banjir

Sikap kepala keluarga di Gampong Mesjid tuha tentang bencana banjir kebanyakan positif, dimana hasil penelitian menunjukkan sikap negatif 42 orang (49,4%) dan 43 orang (50,6%) yang mempunyai sikap positif tentang bencana.

Hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik menunjukkan variabel sikap terhadap kesiapsiagaan bencana. Mengacu kepada hasil uji secara statistik dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi sikap bencana banjir yang dihadapi kepala keluarga maka sikap positif semakin meningkat pada daerah rawan banjir.

Secara umum berdasarkan hasil analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik, sikap kepala keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh daripada variabel lainnya, nilai variabel sikap Exp (B) = 3.698 merupakan angka yang paling besar, oleh karenanya variabel sikap dalam penelitian ini dinyatakan sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir. Hal ini bermakna makin positifnya sikap kepala keluarga di Gampong Mesjid Tuha maka rumah tangga makin memiliki kesiapsiagaan menghadapi banjir.

Sesuai dengan penelitian LIPI (2006), bahwa pengaruh paling besar dalam perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat perdesaan Aceh adalah tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat yang dinilai cukup baik untuk individu/ rumah tangga, Hal ini berarti masyarakat cukup memahami bencana dan mengetahui tindakan yang harus dilakukan, apabila terjadi bencana.

Menurut pendapat Sunaryo (2004), Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu. Hal ini apabila dikaitkan dengan hasil penelitian ini menunjukkan apabila sikapnya positif maka akan terjadi kesesuaian dengan stimulus yaitu kesiapan menghadapi bencana.

Menurut Yulaelawati (2008), Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi

mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu.

Penelitian ini sejalan dengan Azwar (2007), menyatakan bahwa sikap yang positif terhadap sesuatu mencerminkan perilaku yang positif. Adapun sikap yang positif dalam penelitian ini adalah kepala keluarga mampu mengantisipasi terjadinya bencana banjir, ada menyimpan telepon penting yang terkait dengan keadaan bencana, memantau banjir kemudian adanya kesepakatan keluarga mengungsi jika banjir berat, ada latihan pertolongan pertama. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

Sikap negatif kepala keluarga di Gampong Mesjid Tuha salah satunya adalah membuang sampah dalam selokan atau sungai sehingga menimbulkan banjir di Desa itu setiap tahunnya, mengabaikan keharusan hidup bersih dan sehat, tidak menyiapkan kotak P3K di rumah, tidak menentukan lokasi mengungsi. sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

5.4. Keter batasan Penelitian

Mengingat luasnya lingkup dan cakupan penelitian tidak dapat dihindari adanya keterbatasan yang muncul dalam penelitian ini, yaitu:

Gampong Mesjid Tuha, karena usia Kepala keluarga beragam dalam mengisi kuesioner maka data yang didapat mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan dapat pula tidak menggambarkan secara utuh kondisi yang sebenarnya di lapangan. 2. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian kepala keluarga di Gampong

Mesjid Tuha, konsekuensinya hasil penelitian ini belum dapat menyimpulkan secara tepat gambaran yang sesungguhnya faktor yang memengaruhi kesiapsiagaan di tempat lain. Demikian pula generalisasinya masih sangat terbatas apabila digunakan untuk seluruh kepala keluarga yang tinggal di kawasan rawan bencana di Kabupaten Pidie Jaya, sehingga masih diperlukan penelitian selanjutnya

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Gampong Mesjid Tuha adalah wilayah yang sering terjadi banjir, karena berada di kawasan dataran rendah dan dialiri oleh sungai, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 565 KK yang tersebar di 3 dusun yaitu: Dusun Mesjid Tuha 385 KK, Dusun Lhoknga 96 KK, Dusun Dayah U Paneuk 84 KK.

Pengetahuan Kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan menghadapi banjir di Gampong Mesjid Tuha dikategorikan baik, dan kurang dimana sebagian besar pengetahuan berada pada kategori baik yaitu 46 orang (54,1%), pada kategori kurang 39 orang (45,9%). Berdasarkan uji statistik variabel pengetahuan berpengaruh terhadap kesiagsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana banjir dengan nilai p = 0,008.

Sikap kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan menghadapi banjir di Gampong Mesjid Tuha dikategorikan positif dan negatif dimana sebagian besar sikap berada pada kategori positif yaitu 43 orang (50,6%), dan pada katagori negatif 42 orang (49,4%). Berdasarkan uji statistik variabel sikap berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah dalam menghadapi bencana banjir dengan nilai p = 0,007. Variabel sikap merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi banjir berdasarkan uji regresi logistik dengan nilai variabel Exp (B) = 3.698

Kesiapsiagaan rumah tangga di Gampong Mesjid Tuha Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga yang tidak siap menghadapi banjir yaitu sebesar 38 responden (44,7%), dan rumah tangga yang siap menghadapi banjir hanya 47 KK (55,3%) .

6.2. Sar an

Penulis mengharapkan kepada kepala keluarga dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi banjir di Mesjid Tuha Kecamatan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya hendaknya:

1. Kepala keluarga memiliki sikap positif (merespon, menghargai, dan bertanggung jawab) dalam kesiapsiagaan rumah tangga, sehingga dapat meminimalkan kerugian dan korban banjir.

2. Kepala keluarga supaya memiliki dan meningkatkan pengetahuan tentang bencana khususnya banjir melalui pelatihan-pelatihan dan simulasi bencana.

3. Pemerintah Gampong Mesjid Tuha supaya memfasilitasi masyarakatnya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga untuk menghadapi banjir berupa dukungan fasilitas dan dana dalam pelatihan dan simulasi bencana.

4. Pemerintah kabupaten Pidie Jaya supaya peduli dengan banjir yang terjadi di Gampong Mesjid Tuha yaitu dengan memberdayakan kepala keluarga melakukan upaya pencegahan (mitigation), kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat (emergency), sampai dengan pemulihan pasca banjir

Dokumen terkait