• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas

Martubung Medan.

Analisa hubungan peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diukur dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian didapat p=0,038 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.

Tabel 5.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Peran Kekambuhan Total OR

(95%CI) P Value Kambuh Tidak kambuh

n % n % n % Cukup Baik 61 24 71,8 28,2 10 12 45,5 54,5 71 36 66,4 33,6 3,050 1,1-7,9 0,038 Jumlah 75 100 22 100 107 100

Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan diperoleh nilai p= 0,038 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua dengan kekambuhan ISPA pada balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 39 responden (36,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %) memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA dan sebanyak 15 responden (14%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai ISPA. Masih adanya orang tua yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi ISPA kemungkinan karena responden tidak mendapatkan informasi yang lengkap dari petugas kesehatan puskesmas serta penyuluhan tentang ISPA tidak pernah dilakukan didaerah mereka. Disamping itu, masih ada responden yang memiliki pendidikan yang rendah yakni responden yang tidak sekolah terdapat sebanyak 2 responden (1,86%), responden yang hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Dasar terdapat 12 responden (11,21%) dan responden yang menyelesaikan pendidikan ditingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) terdapat 28 orang (26,16%) sehingga para orang tua memiliki informasi yang kurang mengenai ISPA.

Handayani (2008) mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang ISPA sangat penting karena berhubungan erat dengan perawatan balita didalam rumah untuk mencegah kekambuhan serta mencegah komplikasi dari ISPA. Hasil penelitian Ayu (2006) juga menyatakan bahwa pengetahuan orang tua yang baik sangat perlu untuk mengurangi frekuensi kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran

yang baik dalam mengatur pola makan balita, sebanyak 44 responden (41,1%) memiliki peran yang cukup dalam mengatur pola makan dan sebanyak 1 responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak.

Peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita bertujuan untuk pemenuhan nutrisi balita. Balita yang pernah terserang infeksi memiliki daya tahan tubuh yang lemah karena protein yang tersimpan didalam tubuhnya akan berkurang disebabkan meningkatnya eksisi nitrogen melalui kencing selama proses infeksi. Balita yang memiliki nutrisi yang baik akan memiliki status gizi yang baik sehingga memiliki daya tahan terhadap penyakit (Solihin, 2003; Almatsier, 2001). Thamrin (2001) dan Arsyad (2003) mengatakan bahwa status gizi merupakan faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi ISPA pada balita hal ini dibukt ikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Balita yang memiliki status gizi yang buruk sekitar 71,50% mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak 53 responden (49,52%) memiliki peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah, sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah dan sebanyak 10 responden (9,34%) memiliki peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah. Dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan rumah masih ada responden yang tidak pernah mengatur kepadatan kamar balita sebanyak 31 responden (28,97%), serta masih ada orang tua yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 9 responden (8,41%). Dengan kondisi rumah yang padat serta tidak memiliki sirkulasi udara

yang lancar akan menyebabkan meningkatnya kuman patogen didalam rumah. Sirkulasi udara yang tidak lancar serta kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah akan meningkatkan kelembaban rumah sehingga menjadi media yang baik untuk pekembangan bakteri dan patogen (Notoatmojo, 1997).

Menurut Lubis (1989) pemeliharaan lingkungan rumah yang baik di dalam maupun di luar rumah harus tetap dijaga supaya tetap sehat, karena pemeliharaan rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuninya. Segala fasilitas yang tersedia apabila tidak terpelihara dengan baik dapat menjadi media bagi penyakit. Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara memelihara kebersihan, mengatur kepadatan rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah dan mengusahakan sinar matahari masuk kedalam rumah di siang hari dapat menurunkan terjadinya ISPA pada anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus diperoleh hasil sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran yang baik dalam menghindari faktor pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%) memiliki peran yang cukup dalam menghindari faktor pencetus dan sebanyak 2 responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor pencetus. Namun, jika dilihat dari setiap item pertanyaan bahwa masih ada orang tua yang merokok didekat balita ketika berada didalam rumah 73 responden (68,22%), masih menggunakan obat nyamuk bakar setiap kali tidur sebanyak 26 responden (24,49%), orang tua (keluarga) yang tidak menutup mulut ketika bersin dan batuk sebanyak 54 responden(50,46%) dan orang tua (keluarga) yang membuang dahak sembarangan sebanyak 65 responden (60,74%).

Menurut Aditama (1997) asap dari satu batan rokok mengandung sekitar 4.000 jenis bahan kimia seperti nikotin, gas CO, NOX, Hydrogencianide, Amonia, Acrolen, 4ethylcatecnol, artoresol, perylen, dan lain-lain. Asap yang berterbangan juga mengandung bahan yang berbahaya, dan apabila asap itu dihisap oleh orang yang berada disekitar perokok maka orang itu juga akan menghisap bahan kimia berbahaya kedalam dirinya, walaupun ia sendiri tidak merokok. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernafasan. Gas berbahaya dalam rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan diparu-paru (Dachroni, 2002). Sedangkan efek penggunaan obat nyamuk bakar maupun semprot yang bisa dirasakan langsung akibat obat anti nyamuk bakar maupun semprot akan berbeda pada setiap anak. Tetapi umumnya anak akan merasa sesak nafas, batuk-batuk, pusing, mual dan bahkan pingsan (Sastrawijaya, 2000) .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang ditularkan melalui udara. Oleh karena itu, orang tua maupun anggota keluarga yang lain sangat dianjurkan untuk menutup mulut ketika bersin dan batuk serta diharapkan untuk tidak membuang dahak sembarangan, karena

kuman yang terkandung didalam dahak tersebut jika mengering akan beterbangan diudara sehingga berbahaya jika dihirup.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang dalam pencegahan ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung medan sebanyak 71 responden (66,35%) berperan cukup dan 36 responden (33,64%) berperan baik. Ini menunjukkan bahwa orang tua yang berada didalam lingkungan wilayah kerja puskesmas Martubung Medan sudah berperan dengan hampir baik dan tidak ada orang tua yang memiliki peran yang buruk dalam mencegah penyakit ISPA. Hal ini dimungkinkan karena orang tua sudah menyadari pentingnya peran orang tua dalam pencegahan penyakit infeksi pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2007) diwilayah kerja puskesmas Najung Mekar kabupaten Bandung yang mengatakan bahwa orang tua sudah memiliki peran yang baik (55,17%) dalam pencegahan ISPA.

Dokumen terkait