• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosialisasi Remaja di SMA Negeri 15 Medan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

2.3 Hubungan Tipe Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Sosialisasi Remaja di SMA Negeri 15 Medan

Pada penelitian ini pola asuh dibagi atas tiga tipe, yaitu: otoriter, demokratis, dan permisif. Peneliti menggunakan uji chi square untuk mengetahui ada atau tidaknya adanya hubungan pola asuh (otoriter, demokratis, dan permisif) dengan perkembangan sosialisasi remaja di SMA Negeri 15 Medan.

Dari analisa statistika diperoleh nilai significance (p value) sebesar 0,032 untuk tipe pola asuh otoriter. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α)

sebesar 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perkembangan sosialisasi remaja. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan perkembangan sosialisasi remaja di SMA Negeri 15 Medan.

Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri karena jika anak menentang atau membantah, maka orang tua tak segan-segan memberikan hukuman. Pola asuh ini sangat membatasi kebebasan anak karena keinginan orang tua menjadi hal yang paling utama.

Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak dapat mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan kepribadiannya, karena disiplin yang dinilai efektif oleh orang tua (sepihak) belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Pola asuh otoriter memungkinkan terbentuknya anak yang patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi

kurang bebas dan kurang percaya diri. Peneliti berasumsi bahwa kemungkinan alasan inilah yang menjadi acuan beberapa orang tua memilih untuk menerapkan pola asuh otoriter dalam memdidik anaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua responden sebanyak 10 orang (11,11%) memilih menerapkan pola asuh otoriter untuk membina perkembangan sosialisasi anak remajanya. Dari 10 responden, hanya 1 responden saja yang memiliki sosialisasi yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh otoriter bukanlah pola asuh yang buruk karena setiap pola asuh pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana orangtua menerapkannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.

Analisa statistika diperoleh nilai significance (p value) sebesar 0,00 untuk tipe pola asuh demokratis. Nilai ini lebih kecil dari level of significance (α)

sebesar 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan perkembangan sosialisasi remaja. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosialisasi remaja di SMA Negeri 15 Medan. Peneliti berasumsi bahwa semakin demokratis tipe pola asuh orang tua maka perkembangan sosialisai remaja akan semakin baik. Pola asuh demokratis memungkinkan setiap anggota dalam keluarga untuk bebas mengungkapkan setiap hal yang dialaminya, termaksud hal-hal yang tidak disukainya dalam berinteraksi dengan masing-masing anggota keluarga. Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak sehingga tercipta kondisi keluarga yang hangat.

Pola asuh demokratis secara bertahap orang tua memberi tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai remaja tersebut beranjak dewasa. Disamping itu, remaja yang orangtuanya menggunakan pola asuh demokratis memiliki hubungan yang lebih harmonis antara anak dan orang tua. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi perkembangan psikososial remaja, termaksud perkembangan sosialisasi remaja.

Pola asuh demokratis menjadikan anak mampu mengembangkan kontrol terhadap prilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya anak dengan pola asuh demokratis berkembang baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif . Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratik, perkembangannya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Walaupun mayoritas orang tua responden menerapkan pola asuh demokratis dalam mendidik anaknya (82,22%), tetapi dari 74 orang responden dengan pola asuh demokratis, terdapat 9 responden (12,16%) yang memiliki perkembangan sosialisasi dalam kategori buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh demokratis bukanlah pola asuh yang terbaik untuk diterapkan dalam mengasuh remaja karena pada dasarnya setiap pola asuh pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana orangtua menerapkannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.

Nilai significance (p value) untuk pola asuh permisif adalah sebesar 0,242. Nilai ini lebih besar dari level of significance (α) sebesar 0,05. Hal ini berarti tidak

terdapat hubungan antara pola asuh permisif dengan perkembangan sosialisasi remaja. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini ditolak yaitu tidak ada hubungan antara pola asuh permisif dengan perkembangan sosialisasi remaja di SMA Negeri 15 Medan.

Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua sehingga anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan anak. Anak akan berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Hal ini mungkin yang menjadikan alasan sangat sedikit orang tua yang menerapkan pola asuh permisif sehingga sangat kecil persentasenya ketika penelitian dilakukan. Walaupun persentase orang tua yang menerapkan pola asuh permisif sangat sedikit, yaitu hanya 6 orang (6,67%), tetapi perkembangan sosialisasi remaja dengan pola asuh permisif cukup baik. Hal ini terlihat dari 6 responden hanya 1 responden (16,67%) yang memiliki perkembangan sosialisasi yang buruk. Setiap pola asuh pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana orangtua menerapkannya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.

Setiap tipe pengasuhan pasti memiliki resiko masing-masing. Tipe otoriter memang memudahkan orang tua, karena tidak perlu bersusah payah untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini mungkin memang tidak memiliki masalah dengan pelajaran dan juga bebas

dari masalah kenakalan remaja, akan tetapi remaja cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki depresi yang lebih tinggi.

Sementara pola asuh permisif membuat anak merasa boleh berbuat sekehendak hatinya. Anak memang akan memiliki rasa percaya yang lebih besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi lebih rendah, tetapi juga akan lebih mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan memiliki prestasi yang rendah di sekolah. Anak tidak mengetahui norma-norma sosial yang harus dipatuhinya. Walaupun demikian, pola asuh permisif bukanlah pola asuh yang buruk untuk diterapkan dalam mengasuh remaja karena perkembangan sosialisasi remaja yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan hanya faktor penerapan pola asuh orang tua.

Anak membutuhkan dukungan dan perhatian dari keluarga dalam menciptakan karyanya sehingga pola asuh yang dianggap lebih cocok untuk membantu anak mengembangkan kreativitasnya adalah demokratis. Orang tua memberi kontrol terhadap anaknya dalam batas-batas tertentu dengan tetap menunjukkan dukungan, cinta dan kehangatan kepada anaknya. Melalui pola asuh ini anak juga dapat merasa bebas mengungkapkan kesulitannya, kegelisahannya kepada orang tua karena ia tahu, orang tua akan membantunya mencari jalan keluar tanpa berusaha mendiktenya. Walaupun demikian, penerapan pola asuh demokratis tidak menjamin akan terciptanya perkembangan sosialisasi yang baik

pada masa remaja karena perkembangan sosialisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor lain selain pola asuh orang tua.

Hubungan variabel-variabel dalam penelitian ini memberikan informasi kepada kita bahwa ketiga pola asuh (otoriter, demokratis, permisif) memiliki nilai hubungan yang berbeda-beda terhadap perkembangan sosialisasi remaja. Selain tipe pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya, tentu masih banyak lagi faktor yang mempengaruhi perkembangan sosialisai pada masa remaja.

BAB 6