• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB HANAFI 5 HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB SYAFI’

6. HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB MALIKI 7. HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB HAMBALI

ABORSI

Definisi dan jenis-jenisnya

Definisi aborsi: Sebelum memasuki substansi dari tema aborsi, kita patut memahami maknanya secara etimologis dan terminologis.

Definisi aborsi secara etimologis; dalam kamus bahasa arab, kamus besar lisaan al-‘Arabi dan literatur bahasa arab secara global, pada kata dasar Jahadha: ada kata kerja jahadha, dari kata kerja tersebut terbentuk kalimat Wa Ajhadhat an-nâqah ijhâdhan dengan isim fa’il: mujhidh. Kalimat tadi berarti: seekor onta betina telah melahirkan anak dengan tidak sempurna, dan bentuk plural dari isim fa’il-nya adalah Mujâhîdh. Apabila seekor onta betina melahirkan anaknya sebelum jelas bentuk fisiknya, maka dikatakan Ajhadhat (onta itu telah menggugurkan).

Al-jahdh dan al-jahîdh adalah istilah yang digunakan untuk sesuatu yang digugurkan (al-Mujhadh). Imam Asma’I ketika menjelaskan tentang kata Mujhadh berkata: sesuatu yang gugur dinamakan Mujhadh, apabila belum jelas bentuk fisiknya. Perkataan imam al-Laits lebih memperjelas makna (kata Mujhadh): sesuatu dikatakan gugur (Mujhadh), apabila sempurna bentuk fisiknya dan telah dihembuskan ruh. Dalam sebuah hadits: fajtahadhat Janînan yang berarti Asqathath Hamlaha kandungannya gugur.

Kata Al-jahîdl sama dengan As-suqth (gugur). Dan anak yang digugurkan dalam disebut Mujhadh dan Jahîdh. Tetapi kata Aljahhâdhah bisa berarti: musyaddadah dan Al-Harimah (yang renta). Dan kata Jahîdl dan Jihdl berarti: anak yang gugur. Dan kalimat ajhadhat al-mar’ah berarti: dia telah melahirkan anak secara tidak sempurna.

Al-mu’jam Al-Wasith terbitan Majma’ al-lughah al- arabiyyah (komunitas pemerhati bahasa arab) menambahkan makna lain, dikatakan: Ijhâdl (aborsi) adalah keluarnya embrio dari rahim sang ibu sebelum memasuki bulan ke 4.

Keterangan di atas memperjelas bahwa kata Ijhâdl (aborsi) adalah menggugurkan kandungan baik secara sengaja ataupun tidak.

makna aborsi secara terminologis kadang-kadang tidak keluar dari batasan makna etimologinys. Maka kita bisa mendefinisikan aborsi secara terminologis dengan terpisahnya embrio dari selaput dalam rahim ibu dan keluar dari rahim. Definisi ini merupakan pemahaman aborsi secara umum.

Seorang wanita kadang-kadang melakukan praktek aborsi jika mengandung kehamilan yang tidak diinginkan, padahal dia telah melakukan langkah pencegahan dengan bantuan salah satu alat pencegah kehamilan. dalam kondisi seperti inilah dia membersihkan rahimnya dari embrio (pengguguran), baik dilakukan atas kehendak sendiri atau mengikuti kehendak suami.

Menurut para dokter spesialis, komplikasi dan bahaya aborsi sangat fatal, karena dalam proses pengguguran, seorang wanita akan merasakan sakit yang sangat pedih pada rahimnya. Terkadang aborsi membahayakan kelangsungan hidup sang ibu yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit, agar kondisinya bisa dipantau untuk mengantisipasi kemungkinan komplikasi yang sangat berbahaya dan kadang-kadang berakibat pada kematian. Terlebih jika wanita itu ditangani seorang dukun beranak atau mengkonsumsi obat-obatan traditional.

Dengan demikian langkah pengguguran ini sangat berbahaya dan terkadang membawa kematian. Kadang-kadang seorang wanita tidak bisa terhindar dari bahaya aborsi meskipun proses aborsi ditangani dokter spesialis kandungan.

Jenis-jenis Aborsi.

Para dokter spesialis mengklasifikasikannya menjadi dua macam.

1. aborsi terpaksa

2. aborsi dengan sengaja

Pertama: Aborsi Terpaksa, terbagi Menjadi dua macam:

A. Aborsi terpaksa karena oleh sebab-sebab patologis pada wanita hamil yang mengakibatkan terancamnya nyawa sang ibu, jika kandungannya itu dibiarkan hingga selesai masa kehamilan. Gangguan patologis itu seperti penyakit pada alat reproduksi, macam-macam penyakit rahim dan sakit pada kelenjar lendir serta kelenjar gondok.

B. Aborsi terpaksa karena sebab klinis: ada beberapa penyakit yang juga membahayakan kelangsunagan hidup seorang wanita hamil karena membiarkan kandungannya hingga akhir masa kehamilan. seperti penyakit jantung, pembuluh darah, ginjal dan penyakit lainnya yang bisa didiagnosa oleh dokter spesialis. Berikut ini penjelasan lebih terperinci dari dua klasifikasi ini:

A. Aborsi terpaksa karena sebab-sebab patologis pada alat reproduksi. Di antara sebab-sebab patologis itu adalah: 1. kurangnya produksi hormon progesteron dari corpus luteum (gumpalan zat kuning) akibat dari produksi hormon lutien (L.H) yang tidak lancar dari kelenjar lendir bagian depan. Kondisi ketidak-lancaran produksi hormon lutien dari kelenjar lendir ini disebabkan oleh gangguan pada kelenjar lendir, sehingga produksi hormon progesteron menjadi sangat lemah. Sedangkan fungsi paling penting dari hormon progesteron adalah mempertahankan kehamilan, mencegah terjadinya penyusutan, dan memperkuat posisi embrio pada selaput dalam rahim untuk menjaga kondisi embrio yang telah tertanam dalam rahim.

Ketika konsentrasi hormon progesteron dalam darah sedikit, embrio terancam jatuh atau gugur. Usaha yang biasanya dilakukan untuk mempertahankan kehamilan seperti ini adalah dengan memberikan suntikan hormon pada sang ibu atau memasukkan isi hormon ini ke dalam vagina. Setelah itu konsentrasi hormon ini dalam darah terus dikontrol,sementara sang ibu diminta untuk beristirahat total dan tidak melakukan aktivitas yang melelahkan. Selain itu, tekanan emosional, psikologis, berita-berita mengejutkan dan menyedihkan harus dihindari dan dijauhi. Karena semua itu berpengaruh pada kondisinya dan kadang-kadang menyebabkan aborsi, terutama pada kasus kehamilan yang terancam gugur. 2. gangguan penyakit pada organ reproduksi yang

disebabkan oleh mikroba dan virus, seperti penyakit keputihan, spilis, raja singa, mikroba mikoplasma, klamidia, penyakit-penyakit rahim, kanker rahim, diare yang kronis dan influenza berat yang disertai dengan panas yang tinggi. Penyakit-penyakit ini, aktivitas yang melelahkan yang dilakukan wanita hamil, atau beban berat, sangat berperan dalam proses terjadinya keguguran. begitu juga faktor istirahat dan tidur yang kurang, bisa menyebabkan terjadinya keguguran.

3. Terdapat serabut dan simpul serabut pada dinding rahim dan ini menyebabkan terhambatnya perkembangan embrio yang tertanam dalam rahim. Selanjutnya akan terjadi keguguran. Adanya kantung-kantung kista dalam rahim atau ovarium, juga bisa mengakibatkan keguguran.

4. Wanita hamil yang terkena tekanan darah tinggi, diabetes, darah beku, cacat kongenital dalam rahim atau ovarium. begitu juga kondisi lemahnya otot rahim, dan leher rahim yang tidak tertutup dengan sempurna pada masa kehamilan. Kesemua itu membuat embrio terkena resiko gugur. Kerusakan fungsi kelenjar lendir (hipotalamus) dan kelenjar gondok juga bisa mengakibatkan aborsi.

5. Kehamilan ektopik (diluar rahim), seperti pada tuba pallovi (saluran rahim) atau terjadi di dalam rongga perut. Dua kondisi ini menyebabkan embrio beresiko aborsi. Dalam kondisi seperti ini, sang ibu juga terkena resiko yang sangat berbahaya akibat pendarahan yang sangat berat dari embrio yang digugurkan. Pada akhirnya, kondisi seperti ini menuntut dilakukannya operasi bedah untuk menjaga kelangsungan hidup sang ibu.

B. Aborsi terpaksa Karena sebab-sebab klinis. Ada beberapa penyakit yang berbeda dari yang telah disebutkan di atas. penyakit-penyakit itu memaksa dokter untuk mengaborsi embrio guna menjaga kelangsungan hidup sang ibu jika kehamilan dipertahankan. Penyakit tersebut antara lain: lemah jantung, stroke, gagal ginjal, paru- paru dan lain sebagainya lain-lain. Penyakit ini didiagnosa oleh dokter spesialis. Jika embrio dipertahankan hingga masa akhir kehamilan, maka penyakit-penyakit tadi bisa menyebabkan kematian sang ibu karena tidak mampu menanggung beban tambahan.

Ada kehamilan lain yang masuk dalam kategori ini yaitu kehamilan kembar. Kehamilan jenis ini biasanya terjadi karena adanya lebih dari satu embrio di dalam rahim. Kadang-kadang jumlahnya bisa mencapai sembilan

embrio atau lebih. Dalam kondisi seperti ini rahim tidak mampu untuk mempertahankan embrio dalam jumlah besar. Dan ini membahayakan kehidupan sang ibu. Biasanya rahim sang ibu hanya mampu menampung satu embrio. Jika pada rahim itu terdapat sejumlah besar embrio, hal ini akan menyebabkan sempitnya tempat embrio bersarang dalam rahim dan embrio-embrio ini tidak mendapat makanan dan oksigen yang cukup. Selain itu, rahim dipenuhi oleh sisa-sisa kotoran dari proses biologis jaringan embrio- embrio dan sisa-sisa proses kimia dan lain-lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan embrio beresiko untuk gugur disertai pendarahan berat pada rahim yang mengancam kehidupan sang ibu. Keadaan ini secara medis bisa di atasi dengan jalan menyuntikkan cairan dengan tekanan osmosis yang sangat tinggi dan sangat banyak mengandung garam sodium, ke dalam rahim. Suntikan ini bisa membunuh sebagian besar embrio tadi dan membiarkan satu atau dua dari embrio tersebut tumbuh secara normal. Dengan demikian kehidupan sang ibu bisa diselamatkan. Kasus-kasus aborsi yang dilakukan karena sebab-sebab patologis yang telah kami jelaskan secara terperinci, adalah untuk menyelamatkan kehidupan sang ibu. Sebab patologis lainnya kehamilan kembar akibat dari implantasi sejumlah besar embrio (bayi tabung) ke dalam rahim sang ibu atau akibat dari pengaktifan dan pemicu kesuburan ovarium istri yang tidak normal, agar bisa memproduksi sel telur dalam jumlah besar dan bertujuan mengatasi kondisi ovarium istri yang sangat lemah. Kondisi hamil kembar ini juga menuntut di lakukannya aborsi medis demi menjaga kelangsungan hidup sang ibu.

II. Aborsi sengaja (sukarela), jenis ini sengaja dilakukan oleh seorang wanita karena alasan-alasan berikut :

a. Hamil di luar nikah. Aborsi dilakukan untuk menghindari aib dan celaan dari orang lain.

b. Kedua orang tua memiliki banyak anak dan tidak menginginkan kelahiran lagi, terlebih jika kelahiran itu berdekatan, karena mereka akan kelelahan untuk mendidik anak-anaknya.

c. Tingkat ekonomi keluarga yang sangat rendah.

Kasus-kasus aborsi yang di sengaja ini -seperti halnya kasus aborsi terpaksaa- dapat mengancam keselamatan nyawa wanita. Terlebih jika aborsi dilakukan oleh orang-orang seperti dukun beranak atau perawat yang bukan spesialis. Akibatnya, wanita akan mengalami pendarahan atau infeksi rahim dan terkadang, wanita mengalami kemandulan permanen yang disebabkan rusaknya jaringan rahim, otot rahim dan tuba pallovi serta kerusakan-kerusakan pada organ lainnya.

ABORSI DALAM PERSPEKTIF FIKIH ISLAM

Aborsi adalah tema yang menarik perhatian seluruh lapisan masyarakat, karena terdapat persoalan dilematis antara kesehatan dan keberlangsungan hidup si ibu di satu sisi dan kehidupan seorang anak kelak di sisi lain. pada saat terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, setelah semua cara serta sarana gagal untuk mencegahnya, wanita terjebak pada posisi yang sulit, yaitu menerima apa yang terjadi dengan menanggung beban resiko dan kelelahan fisik serta psikologis, atau terpaksa mengeluarkan janin dengan jalan aborsi.

Tema ini mengundang banyak kontroversi dari segi hukum syar’iah karena sikap -dalam masalah aborsi- harus diambil

dengan hati-hati. Oleh karena itu, pendapat para ahli fiqih dari berbagai mazhab diperlukan untuk mencari kebenarannya.

Dan setelah merujuk pada pendapat berbagai mazhab, maka aspek hukum yang dipersoalkan dari praktek aborsi terletak pada fase pelaksanaan aborsi.

fase pertama: aborsi yang dilakukan sebelum di hembuskan ruh. Yaitu pada fase yang dinamakan fase perekaan dan pengembangan (morula).

fase kedua, praktek aborsi yang dilakukan setelah ruh ditiupkan.

Kemudian yang menjadi pertanyaan, kapan penghembusan ruh itu terjadi?

Para fuqaha berbeda pendapat tentang batas dan fase dimulainya kehidupan embrio. Sebagian mereka berpendapat bahwa kehidupan dimulai sesaat setelah pembuahan yang terjadi antara sel telur dengan sperma yang kemudian berproses menjadi segumpal darah (‘alaqah). Sebagian lagi mengatakan bahwa kehidupan dimulai setelah embrio bersarang dalam rahim. Sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa kehidupan dimulai setelah jantung mulai berdetak, dan ulama fikih lain mengatakan kehidupan dimulai ketika janin mulai bergerak di dalam perut ibunya, yaitu kurang lebih setelah berumur 120 hari menurut mazhab Hanafi, dan 40 hari menurut mazhab maliki atau 42 hari menurut mazhab Syafi’i.

Syeikh Syaltuth mengatakan di dalam fatwanya: “ruh ditiupkan setelah usia janin genap mencapai 4 bulan terhitung sejak awal pembentukan, karena sebelumnya janin tidak memiliki kehidupan”20.

Ulama fiqh al-Imamiyyah al-Itsnâ ‘Asyariyyah (Syiah) berpendapat bahwa kehamilan itu dianggap ada sejak dimulainya proses pembentukan embrio dalam perut ibunya.

Tetapi kehidupannya saat itu berada dalam fase pengembangan seperti kehidupan tumbuhan. Dan setelah beberapa bulan, embrio memulai fase kehidupan manusia yaitu ketika kerangka tulangnya telah tersusun dan mengeras, dan organ tubuhnya telah terbentuk dengan sempurna. ketika itulah ditiupkan ruh. Al-Qur’an membahasakannya dalam ungkapan sebagai berikut: “Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS. al-Mu’minûn:14).

Tanda-tanda umum terjadinya perubahan pada janin adalah adanya gerakan dalam rahim ibu. Maka ketika janin mulai bergerak dengan gerakan kuat yang bisa dikenali dengan getaran yang terasa pada perut, maka bisa dikatakan bahwa ruh telah ditiupkan dan embrio telah menjadi manusia yang hidup21.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pendapat- pendapat dari para ulama tentang kedua persoalan di atas.

Berikut ini pendapat para ulama dari beberapa mazhab tentang aborsi:

PERTAMA: HUKUM ABORSI PERSPEKTIF AL-IMAMIYYAH AL-ITSNÂ ‘ASYARIYYAH (SYIAH).

Tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama syiah tentang pengharaman aborsi meskipun sebelum terjadi penghembusan ruh dan sebelum janin terbentuk menjadi manusia. Dengan kata lain, pada semua fase pembentukan janin, aborsi diharamkan, kecuali untuk satu kondisi, yaitu saat nyawa sang ibu terancam jika kehamilan tidak normal. Dan jika kehamilan itu dibiarkan, akan mengakibatkan kematian sang ibu dan janin sekaligus. Maka dalam keadaan

seperti ini, aborsi wajib dilakukan untuk menjaga kehidupan sang ibu, tetapi setelah janin mati. Pada kasus ini, harus dipastikan bahwa tidak mungkin menolong keduanya secara bersamaan meski dengan memberikan pertolongan darurat dan pengobatan. Oleh sebab itu, Karena tanggung jawab menghilangkan nyawa sangat besar, maka kepastian tentang kondisi darurat yang mewajibkan abosri, harus didahulukan22. Berikut ini beberapa teks yang bersumber dari literatur ulama syiah yang menunjukkan keharaman aborsi.

1.shahihah (sebuah tingkatan tertinggi dalam literatur Syi’ah) dari Rifa’ah berkata: “aku berkata kepada Abi Abdillah ‘Alaihissalam bahwa seorang budak wanita terhenti haidhnya yang disebabkan oleh darahnya yang tidak normal atau ada angin pada rahimnya. Karena itu, dia meminum obat. Maka dia mengalami haidh lagi. Apakah hal tersebut dibolehkan untukku23? Sedangkan aku tidak tahu apakah itu karena hamil atau sebab lainnya”. Abi Abdillah berkata: “jangan lakukan itu”! kemudian aku berkata: “terhenti haid selama satu bulan pada budak tersebut, mungkin karena hamil. Tetapi kehamilannya masih dalam bentuk nutfah (setetes air), seperti sperma laki-laki dalam ‘azl (senggama terputus)”. Abi ‘Abdillah menjawab kembali : “jika sperma masuk ke dalam rahim maka dia berproses menjadi segumpal darah (‘alaqah) dan kemudian menjadi segumpal daging (mudghah) sehingga menjadi apa yang Allah

22 diambil dari fatwa-fatwa tokoh syi’ah, Syyid Muhammad

Sa’id al-Hakîm. Diterbitkan pada tanggal 11 bulan Shafar 1420 H.

kehendaki (manusia-pent), dan jika sperma belum masuk ke dalam rahim, maka dia belum berbentuk, akan tetapi obat-obatan tidak boleh diminum, meskipun haid terhenti pada waktu seharusnya datang masa haid.

2.Mautsiqah (Tingkatan yang lebih rendah dalam literatur syiah) dari Ishaq Bin ‘Ammar dia berkata: “saya berkata kepada abi Hasan alaihissalam: “seorang wanita tidak ingin hamil, maka dia meminum obat untuk mengeluarkan apa yang ada dalam perutnya”. Abi Hasan berkata: “hal tersebut Tidak diperbolehkan”. Dan aku menambahkan: “meskipun itu masih berbentuk gumpalan darah (nutfah)”.

3. Sangsi hukum bagi aborsi dalam seluruh fase pembentukan embrio adalah diyah (denda yang harus dibayar karena membunuh). Ketetapan ini bisa dilihat dalam berbagai literatur seperti shahihah Zharif Bin Nâshih, shahihah Muhammad Bin Muslim dan Mu’tabarah Abi ‘Ubaidah24.

KEDUA: HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB HANAFI

Dalam mazhab Hanafi ada dua pendapat kontradiktif -yang mengharamkan dan membolehkan- tentang aborsi, yaitu:

1. Pendapat pertama membolehkan. Aborsi dibolehkan sebelum organ-organ embrio terbentuk dengan jelas. Kamal Bin al-Hammâm dalam kitabnya

24 lihat wasâil al-man’I min al-injâb, sayyid Muhammad Ridho

as-Sistâni, h. 120-121 yang dinukil dari al-wasâil jilid 2 h.582 hâsyiah 1, jilid 19 h.237 hâsyiah 1, dan jilid 4 h. 238 h.242 hasyiah 1. dan dari buku mâ lâ yahdzuruhu al- faqîh, jilid 4 h.126 hasyiah 445.

Fathuttaqdir mengatakan: “pengguguran kandungan, setelah masa kehamilan dibolehkan selama bentuk embrio belum jelas”.

2. pendapat yang mengharamkan. Aborsi yang dilakukan tanpa alasan sebelum fase penghembusan ruh, diharamkan. Pendapat ini dikutip dari Imam at-Tatarkhaniyyah dengan alasan karena itu (nutfah-pent) adalah benih yang terhormat.

Salah seorang tokoh fikih dari mazhab Hanafi bernama Ali Bin Musa semasa hidupnya telah menetapkan bahwa aborsi dimakruhkan (dibenci). Beliau berkata: “hukum pengguguran kandungan adalah makruh. Argumentasi yang digunakan untuk mendukung pendapat tersebut adalah perkataan Imam Hanafi: “sesungguhnya air mani, jika telah jatuh ke rahim, maka dia cenderung untuk hidup. Karena itu, dia memiliki ketetapan hukum seperti makhluk hidup, seperti telur bagi orang yang sedang ihram25.

Tokoh lain dari mazhab Hanafi bernama Imam al-Hashkafi mempunyai pendapat yang berbeda. Beliau mengatakan bahwa seorang wanita boleh melakukan aborsi sebelum usia kehamilan mencapai 4 bulan meskipun tanpa sepengetahuan suami. kemudian Ibnu ‘Abidin ahli fiqh lain dari kalangan Hanafi mengomentari hal itu dengan menukil dari kitab al-Nahr sebagai berikut: “Bolehkah menggugurkan kandungan setelah

25 lihat: Qadhayâ thibbiyyah mu’âshirah fi ad-Dhau’I as-

Syarîah al-Islamiyah, (di terbitkan oleh Pusat studi sains dan medis Saddam), h.229

“telur bagi orang yang berihram” berarti; bahwa orang yang sedang berihram diharamkan membunuh makhluk hidup, diantaranya adalah memakan telur yang akan menetas. Dengan demikian, telur dianggap sebagai makhluk hidup. Ini juga berlaku pada nutfah-pent

terjadi kehamilan? jawabannya adalah boleh selama embrio belum terbentuk dengan jelas. Dan itu setelah mencapai usia 120 hari26.

Dr. Muhammad Mahrus Tha’i al-Hanafi memaparkan pendapat ulama-ulama Hanafi dalam lembar lain yang bisa pembaca temukan pada lampiran kedua, bagian: aborsi. Setelah itu beliau menyimpulkan pendapatnya yang berbeda dengan ulama- ulama Hanafi dan mendekati pendapat Imam Syiah. Beliau berkata: “tidak ada alasan untuk menggugurkan kandungan setelah terjadi pembuahan, yaitu ketika sperma telah bercampur. baik setelah takhlîq, yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh embrio dalam rahim yang dibatasi usia 4 bulan kehamilan, atau sebelumnya, meskipun hanya satu hari setelah terjadi pembuahan. Hak tersebut disebabkan karena pembentukan manusia di dalam rahim berasal dari pencampuran Nutfah, yaitu sperma laki-laki dan sel telur perempuan yang membentuk segumpal darah yang bersatu. Sebagaimana disinyalir dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat” (QS. al- Insân: 2). Dan Firman Allah Swt: “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (QS. Yâsîn: 77). Dan Firman Allah Swt: “Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya”. Dari apakah Allah menciptakannya. Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya” (QS. ‘Abasa:17-19). Dan firman Allah lainnya: “....Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal

26 dr. Ahmad al-Jabiri, al-Jadid fi al-Fatâwa as-Syar’iyyah,

darah, kemudian dari seumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna...”( QS. al-Hajj: 5)

Dan kesimpulan dari argumentasi-argumentasi di atas: Sesungguhnya Allah Swt memberi anugerah kepada orang mukmin dengan menciptakan mereka dari benih yang bercampur. Dengan demikian benih tersebut adalah manusia. Adapun setelah proses pembentukan, maka saya tidak melihat adanya alasan untuk menentangan kehendak Allah (menggugurkan janin), kecuali dalam kondisi darurat, seperti yang telah dijelaskan”.

KETIGA: HUKUM ABORSI DALAM PERSPEKTIF MAZHAB SYAFI’I

Para ulama fiqh dari kalangan Syafi’i berselisih pendapat tentang aborsi pra-penghembusan ruh. Imam Al- Bujairami telah mengutip dari Imam Ibnu Hajar al-Haytsami yang membedakan antara aborsi dengan azl yang dibolehkan. Dengan alasan: “ketika sperma dikeluarkan, dia hanya sebuah benda mati dan belum siap untuk memasuki fase kehidupan. Kondisi ini berbeda setelah sperma masuk ke dalam rahim, dan mulai sempurna bentuknya”. Imam Al-Bujairami mengatakan bahwa Ibnu Hajar cenderung mengharamkan aborsi. Akan tetapi sebagian ulama syafi’i berpendapat: “boleh melakukan aborsi sebelum fase penghembusan ruh”. Pendapat ini di ambil dari penggalan perkataan Ibnu Hajar, yaitu : ” dan ketika mulai sempurna bentuknya (takhalluq)” yang menafikan pengharaman sebelum 40 hari.

Imam as-Syubrâmalisi telah mengutip pendapat Imam Ghazali di dalam kitabnya al-Ihya yang menyatakan bahwa: “pendapat yang paling kuat adalah pengharaman aborsi secara mutlak setelah penghembuskan ruh. Dan pembolehannya (pendapat yang membolehkan aborsi sebelum penghembusan ruh-

pent) juga sama(kuatnya dengan pendapat yang mengharamkan- pent).

Pendapat mereka tentang pengharaman praktek aborsi setelah penghembusan ruh itu dikutip dari kitab Ihya dari