• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN KETIGA: TANYA JAWAB SEPUTAR KLONING MANUSIA DAN HUKUM SYARI’AHNYA

Kloning manusia dan hukum syariahnya.

Dari Dr.Mahrus al-Mudarris Catatan:

Berikut ini adalah abstraksi pembahasan panjang yang diajukan ke bait al-hikmah di bagdad. Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam kepada Rasulullah Saw, para sahabat dan keluarganya.

Kloning manusia setelah berhasil dipraktekkan pada hewan, sedianya akan dipraktekkan pada manusia sebagai altrenatif media pengembang-biakan manusia. Akan tetapi karena dalam hukum pengganti terdapat hukum yang digantikan, maka aksioma-aksioma dalam kesucian pernikahan dan kesucian menjaga farj (kemaluan) perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut :

1. (Sesungguhnya hukum dasar farj adalah haram). Akan tetapi hal itu bisa menjadi halal karena alasan syari’ah (pernikahan-pent) dan ini adalah pengecualian. Maka tanpa hukum pengecualian dari syariah, hukumnya dikembalikan pada hukum dasar (yaitu haram).

2. (Dasar hukum hubungan sexual adalah haram) maka setiap jima’ hukumnya haram, kecuali jika ada sebab syari’ah (pernikahan).

3. (berhati-hati dalam menjaga farj itu wajib) maka jika terdapat keraguan, kecenderungan kepada hukum haram lebih kuat.

4. (berhati-hati dalam berhubungan sexual itu wajib) maka farj itu menjadi halal karena alasan syari’ah. Tetapi jika terdapat keraguan dalam kehalalan melakukan hubungan sexual seperti melakukannya pada saat berhentinya haid dan nifas tetapi belum mandi junub, maka jauhkanlah.

5. keharaman bercampurnya cairan yang mengakibatkan bercamprunya keturunan. Syari’at menganjurkan untuk berhati-hati terhadp hal tersebut.

6. seseorang bisa mempunyai (dua bapak dan dua ibu) seperti bapak dan ibu susuan di samping kedua orang tua kandungnya. Maka kaedah yang berlaku “apa yang diharamkan karena susuan, diharamkan juga karena nasab”.

Demikianlah. Dalam teknik Kloning, hal yang menjadi problem adalah suplai makanan melalui darah untuk embrio. setelah itu kadang-kadang diletakkan dalam rahim seorang wanita yang bukan pemilik sel telur. problem lain yang sering terjadi adalah intervensi manusia untuk menentukan jenis kelamin embrio yang diinginkan saat proses pembuahan seperti (menggunakan kromosom-pent) untuk mendapatkan jenis kelamin laki-laki. masalah masalah seperti itu memerlukan pembahasan yang mendalam sebelum menilai hukum kloning, diantaranya:

pertama : tranfer darah.. saya melihat bahwa transfer darah tersebut melahirkan timbulnya hal-hal yang diharamkan karena susuan juga berlaku (pada kasus kloning yang dititipkan kepada rahim lain-pent), maka seseorang itu mempunyai dua bapak dan dua ibu yang dua diantara mereka adalah orang tua asli dan yang lainnya (orang tua darah). Tetapi yang lebih patut untuk dijadikan teladan adalah persusuan.

transfer darah harus dilaporkan kepada kantor catatan sipil, begitu juga dalam hal susuan dengan tujuan untuk mencegah terjadi keharaman. Kondisi semacam ini untuk memperjelas permasalahan kematian, kelahiran dan perkawinan. Dalam proses transfer darah ini, catatan harus lengkap dan rinci. Misalnya mentransfer darah dari yang masih hidup kepada yang masih hidup, dari yang sudah mati ke yang masih hidup, dari yang dikenal ke yang dikenal, dari yang tidak dikenal ke yang tidak dikenal, dan dari orang-orang tidak dikenal kepada orang-orang yang tidak dikenal.

kedua : rahim yang dipinjam. Peminjaman rahim tidak dibolehkan kecuali dalam situasi darurat. Peminjaman dan

penyewaan rahim juga harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memastikan rahim kosong dari kehamilan, yaitu dengan dua kali menstruasi.

2. suami dari perempuan yang dititipkan tidak boleh menggaulinya selama masa penitipan embrio hingga selesai masa nifas.

3. ada persetujuan suami, karena selama masa penitipan, hak senggama untuk suami tidak diberikan atau ditunda. Penitipan embrio menjadi haram tanpa persetujuan suami, meski sikap ketidak-setujuannya tanpa sebab.

4. penitipan embrio itu harus terdaftar dicatatan sipil sama halnya dengan persusuan dan transfer darah. Sebab jika tidak akan berimbas pada hal-hal yang haram. Oleh karena itu dalam hal ini, seseorang harus berhati-hati agar tidak terjerumus pada keharaman tersebut.

ketiga : di antara teknik rekayasa genetika adalah memisahkan kromosom X dan kromosom Y yang dimiliki sperma (kromosom ini menentukan jenis kelamin-pent). kemudian salah satunya digunakn untuk membuahi sel telur sesuai dengan keinginan.

Hal ini boleh dilakukan karena

1. mengidentifikasi jenis kelamin bayi tidak bertentangan dengan realitas teks syari’ah, karena pengetahuan ini termasuk dalam kategori mughayybâat (hal-hal yang belum terungkap dari ilmu Allah yang bisa dipelajari manusia- pent)

2. pembuahan biasa juga membuka kemungkinan sampainya salah satu dari kromosom X atau kromosom Y ke dalam sel telur. dan tentu saja hal ini dibolehkan.

Dengan demikian menguatkan salah satu dari hal yang dibolehkan hukumnya mubah dan mengambil salah satu yang dibolehkan juga mubah. Akan tetapi, dalam hal ini, negara atau pemerintah memiliki hak intervensi jika hal tersebut akan mengakibatkan kerusakan pada masyarakat atau kekacauan pada sistem keseimbangan alam antara dua jenis manusia. (manusia biasa dan manusia kloning). Karena negara memang didirikan untuk mengatur kemaslahatan manusia dan alam. keempat : kloning -yang lebih suka saya sebut dengan pengulangan (takrir)- mempunyai corak beragam dan telah kita bahas secara rinci. Yang paling penting untuk kita cermati adalah salah satu metode atau prosesnya, seperti yang telah sukses diterapkan pada kambing dolly dan polly.

Dalam proses domba dolly dan polly, sel telur betina di ambil kemudian dibuahi dengan sel tubuhnya sendiri –dengan bantuan tenaga medis profesional, dan metode yang kompleks- yang telah kami jelaskan dahulu. Kemudian dilakukan langkah stimulasi sel telur yang telah dibuahi dengan sel tubuh, agar terjadi pembelahan sel (menjadi sel embrionik). Setelah itu diletakkan pada rahim pemilik sel telur dan sel tubuh, atu pada rahim wanita lain.

I. Hukum asal dari proses kloning seperti di atas adalah boleh -meskipun hal itu terjadi pada manusia- dengan alasan:

1. pengharaman membutuhkan suatu argumentasi. Karena asal segala sesuatu itu adalah boleh.

2. argumentasi orang-orang yang melarang berdasarkan pada dampak yang ditimbulkan dari kloning. Menurut pendapat saya itu adalah alasan yang tidak logis, menjadikan dampak (hasil) sebagai sebab; itu sama saja memutar balikkan fakta (seperti membuat posisi kepala di kaki).

3. kami telah mematahkan argumentasi orang-orang yang menolak, dengan demikian argumentasi kami dapat diterima. Hal ini biasa terjadi dalam forum diskusi dan debat.

4. bahaya yang ditakutkan seperti yang dikatakan orang- orang yang menentang yaitu bahaya yang paradoxal. karena bahaya itu bisa terjadi dengan cara ini (kloning) atau dengan cara lain. maka setidaknya hal tersebut menjadi makruh (bukan haram). Hukum ini bersifat ukhrawi dan tidak ada pengaruhnya terhadap hukum dunia. Jika seseaorang meninggalkannya (sebagai contoh) dia akan memperoleh pahala, jika ia kerjakan pun tidak apa-apa (karena hukumnya makruh).

Memang, sesuatu dikatakan haram jika terdapat sifat yang pasti merusak (fasad). Dan hal tersebut sudah barang tentu tidak boleh dikerjakan.

Dengan penelitian yang lebih mendalam dan analisis kaidah syari’ah yang menyeluruh serta mekanisme proses hukum fiqh akan membuat kita terhindar kita dari ide-ide yang menghakimi, ide-ide retorika dan ide-ide sensasional seseorang.

Tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi pengkloningan laki-laki dengan menggunakan dan sel tubuhnya dan sel telur istrinya. Meskipun hal ini belum terjadi, tetapi secara logika hal itu bisa terjadi dan tidak bertentangan dengan sains.

Hal tersebut dibolehkan, Dengan syarat menggunakan sel telur yang berasal dari dalam rahim isterinya. Selain itu, tidak boleh.

masih banyak lagi halhal rinci yang harus dipelajari dengan teliti. Tidak cukup hanya membahasnya dalam sebuah

seminar yang dihadiri banyak orang dalam waktu yang terbatas. Wallahu A’lam.

BAGIAN KETIGA

Ini merupakan penyempurnaan untuk jawaban pertanyaan Dr. Munzir al-Barzanji.

Saya berpendapat: “akan lebih baik menamakan proses Istinsâl (kloning) dengan tikrâr (pengulangan), karena nama ini lebih dekat dengan teknik operasional proses tersebut.

BEBERAPA KONSULTASI MEDIS TENTANG TEKNIK OPERASIONAL DALAM KLONING

Pertanyaan 1: Sebuah sel bisa diambil dari tubuh seorang laki-laki. kemudian inti selnya dikeluarkan untuk ditanamkan pada sel telur seorang perempuan asing yang terlebih dahulu telah dikeluarkan inti selnya. Setelah menjadi embrio - dengan proses tersebut- sel itu dicangkokkan pada rahim wanita pemilik sel telur (yang digunakan untuk menyemai inti sel laki-laki tadi-pent) mendapatkan seorang anak yang merupakan salinan dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan laki-laki tadi. Bagaimana syariah menyikapi persoalan di atas?

Jawaban: Saya memiliki pembahasan lengkap tentang masalah ini yang akan menyempurnakan jawaban untuk pertanyaan di atas. Hukum asal dari masalah ini adalah boleh pada awalnya. Akan tetapi kadang-kadang hukum tersebut berganti sesuai dengan kondisi, jika hal tersebut bisa menyebabkan mudharat bagi masyarakat. Pergantian hukum ini sah dengan alasan sadd al-zirâ’ah (tindakan preventif) yang membawa konsekwensi: “sesuatu yang pada dasarnya dibolehkan, tetapi

bisa menyebabkan kepada hal-hal yang diharamkan, menjadi haram hukumnya” karena, “pada sesuatu yang menjadi perantara (proses) melekat hukum dari tujuannya”. Sesuatu yang dilarang adalah sebuah pengecualian. Dan faktor peghalang datang belakangan (setelah pembolehan-pent). Dan jika faktor penghalang lenyap, maka hal yang dilarang akan kembali kepada hukum asalnya.

Teknik kloning seperti pada pertanyaan di atas dobolehkan dengan syarat sel telur yang digunakan berasal dari istri laki-laki. Sementara itu, mengambil sperma dari laki-laki yang sama hukumnya seperti yang telah dijelaskan, dan tidak dikenakan syarat-syarat lainnya. Namun demikian negara mempunyai wewenang untuk menentukan hukum membolehkan, melarang atau mewajibkan sebuah masalah, sesuai dengan tempat dan argumentasinya.

Memang, terkadang hal ini ditentang dengan alasan lain. Yaitu argumentasi istinsal (yang dimaksud adalah pernikahan biasa/percampuran laki-laki dan perempuan yang hukum asalnya adalah haram kecuali ada alasan). Dan teknik kloning seperti di atas adalah analogi yang kuat. Akan tetapi saya tidak melihat hal itu menggoyahkan hukum asal pembolehannya selama tidak ada percampuran nasab dan tidak terdapat syubhat. Dalam hal ini argumentasi yang harus dikedepankan adalah argumentasi badaliyyah: “pada sebuah pengganti melekat hukum yang digantikan”. Namun demikian untuk lebih waspada, sebaiknya hal itu tidak dilakukan kecuali untuk keadaan darurat. “dan keadaan darurat harus dibatasi sesuai dengan desakan darurat yang dibutuhkan saja”. Dan segala sesuatu harus dilihat hakikatnya. inilah yang lebih melegakan jiwa wallahu A’lam.