• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM BERLANDASKAN WAHYU

Dalam dokumen filsafat hukum filsafat (Halaman 56-59)

ASPEK ONTOLOGI, NILAI ETlKA DAN LOGlKA DALAM HUKUM

HUKUM ATAU ILMU HUKUM)

D. HUKUM BERLANDASKAN WAHYU

Menarik untuk dieatat bahwa Roseoe Pound menandai kejadi- an-kejadian pada abad ke-I9 yang memberi sebuah rangkaian baru kepada hukum alarn dengan hasil bahwa hukum alam diinterpre- tasikan sesuai dengan perubahan sosial dan kehilangan karakter idealnya sebagai hukum yang lebih tinggi.la mengatakan:

Karena kemacetan organisasi sosial feodal, kenaikan perda- gangan dan era penemuan, kolonisasi dan eksploitasi atas sumber- sumber benua-benua barn, bersarnaan dengan rnunculnya nation- . nation menggantikan tumpukan teritorial yang dipegang oleh budak,

ruembutuhkansebuah hukum nasional yang disatukan dalarn dominasi nasional. Starkey mcngajukan kodifikasi kepada Henry VIII dan

Durnoulin menghimbau harmonisasi dan unifikasi hukum adat Perancis dengan kcdifikasi akhirnya. Para teolog yuris Protestan abad ke- 19 mencmukan scbuah basis filsafat untuk me menu hi keinginan- keinginan waktu itu dalarn negara yang dinobatkan sebagai bersifat ketuhanan dan dalam hukum alam yang dipisahkan dariteologi dan berlandaskan semata-mata kepada akal, merefleksikan keyakinan tak terbatas pada akal dengan datangnya renaissance. Jadi setiap yuris nasional biasa menafsirkan sendiri hukum alam berkat kemarnpuan akalnya, sebagaimana setiap orang Kristcn bisa menafsirkan finnan Tuhan untuk dirinya sendiri seperti yang ditunjukkan oleh akal dan kesadarannya. Disisi lain para Yuris Katolik kalangan Kontra-refor- masi menemukan sebuah basis filsafat untuk memenuhi keinginan- keinginan yang sama dalarn sebuah konsepsi hukurn alam sebagai sua tu sistem batasan-batasan perbuatan manusia yang mengekspesikan sifat manusia, yaitu gagasan rnanusia sebagai makhluk rasional, dan hukum positif sebagai sistem ideal yang mengekspresikan hukum sebuah negara yangtidakmenyatu (Pound, 1953: 13-14).

Dari sini filsafat hukum dengan akal sebagai basisnya, ambruk karena hukum alam ditafsirkan oleh setiap yuris menurut akalnya sendiri padahal berbeda dari satu ke lain orang dan lain tempat (Muslehuddin, 1991: 40).

I-Iume telah memberikan rembesan analisis logis yang meng- hancurkan pretensi hukum alam terhadap validitas ilmiah. Teori hukum alam ditandaskan pada scbuah konsepsi akal sebagai potensi yang melekat pada diri setiap manusia dan menciptakan norma-norma perbuatan yang abadi dan pasti. Hume memperjelas bahwa akal seperti dipahami dalam sistem hukum alam mengacaukan tiga hal berbeda:

a. Kebenaran-kebenaran yang tidak dapat dihindarkan dan pen- ting, yang amat sedikit sekali seperti aksioma-aksioma metema- tika. Aksioma tersebut tidak ada dalam kawasan tingkah laku manusia.

b. Hubungan antara fakta-fakta atau kejadian-kejadian yang seeara formal dijelaskan melalui 'sebab dan akibat' karena fakta dan kejadian selalu diasosiasikan dalam suatu pola khusus, sebagai bahan bagi pengalaman dan observasi. Tetapi tidak ada keperlu- an logis dalam asosiasi semacam itu, ia semata-rnata sebuah bahan bagi hubungan empirik sedangkan observasi atas hubungan-hubungan ini merupakan objek ilmu pengetahuan empirik.

e. Perbuatan manusia yang 'rnasuk akal'. Teori-teori hukum alam mengasumsikan bahwa ada prinsip-prinsip tingkah laku rasional yang karenanya mcrupakan bagian dari validitas universal dan penting (Sabine, 1964: 59).

Analisa diatas menunjukkan bahwa konsep akal yang dijadikan tumpuan teori hukum alam, hanyalah sebuah kekaeauan dari tiga faktor yang pengertiannya amat berbeda ini. Karena itu, Hume menolak akal. Menurutnya akal hanyalah semata-mata khayalan, dan dibuat-buat. Untuk ini Muslehuddin menyatakan:

Filsafat hukum yang bertujuan mencapai keadilan mutlak berlandaskan pada hukum alam, tidak akan bertahan lama selama akal,

yang selalu berubah, menjadi Demikina pula keadilan itu

sendiri merupakan karakter cair dan tidak bisa memberikan sebuah definisi yang tepat. Kedua faktor ini menyebabkan kelemahan filsafat hukum, walaupun ia talah berjuang keras untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Ini membuktikan perbedaan antara akal dan wahyu. Akal gaga] mencapai keadilan, tetapi wahyu telah menjadi sumber abadi bagi keadilan dan pada kenyataanya sebagai keadilan mutlak. Karena hanya Tuhanlah yang mengetahui apa yang mutlak baik dan adil untuk manusia. Karena itu Islam mendekati keadilan dengan cara yang dijel'askan oleh Tuhan dan menurut petunjuk yang digariskan oleh wahyu, karena konsep keadilan tidak pemah berubah maupun bervariasi tetapi tetap abadi dibawah wahyu (Muslehuddin, 1995: 41). Menurut As Syatibi, Abu Zahroh (1994), Abdul Wahab Khalaf (1994), Islam telah mensyariatkan berbagai hukum yang menjamin terwujudnya hal-hal yang dharuri (primer) yang meIiputi: agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta kekayaan; dan menjamin pemeIiha-

raan terhadap kelima hal tersebut. 1. Memelihara agama

Agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan undang- undang yang disyariatkan oleh Allah untuk mengatur hubungan manusia denganNya, dan hubungan antar manusia (Khalaf, 1994: 314). Untuk mewujudkan dan memeIihara agama, Islam telah mensyariatkan iman dan hukum pokok ajaran dasar islam tsyahadatain, sholat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji), kewa- jiban berdakwah untuk menyeru manusia kepada agama, kewa- jiban berjihad untuk memerangi orang-orang yang menghalangi agama, hukuman terhadap orang yang murtad dari agama, dan hukuman terhadap pembuat bid 'ah (mengada-ada dalam agama).

2. Memeliharajiwaial-Muhafadzah ala an-Nafsy

Yaitu memelihara hak untuk hidup terhormat dan memelihara jiwa agar terhindar dari tindakan penganiayaan, berupa pem-

bunuhan, pemotongan anggota badan maupun tindakan melu- kai. Termasuk memelihara kemuliaan dan harga diri manusia dengan jalan mencegah perbuatan qadzcf(menuduh berzina), dan melindungi kebebasan berpikir, berpendapat, berkarya dan bergerak ditengah dinamika sosial sepanjang tidak merugikan orang lain (Zahrah, 1994: 549-550).

3. Memelihara akal(al-Muhafadzah ala al- 'aql)

Yaitu menjaga akal agar tidak terkena bahaya (kerusakan) yang mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak berguna lagi dimasyarakat, menjadi sumber keburukan dan penyakit bagi orang lain. Arti penting pemeliharaan akal:

a. Setiap individu sebagai bagian dari sebuah tatanan ma- syarakat, maka akal yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat memiliki fungsi sosial, Sebab denagan akal tersebut, setiap individu ikut membentuk po la kehidupan masyarakat.

b. Orang yang membiarkan akalnya dalam kerusakan, akan menjadi beban yang harus dipikul oleh masyarakat. c. Dengan rusaknya akal seseorang maka memungkinkan

timbulnya ketidaktertiban dalam masyarakat. Masyarakat akan menanggung resiko atas terjadinya kejahatan dan pelanggaran yang disebabkan oleh rusaknya akal (Zahrah, 1994: 549-550).

Oleh karena itu Islam mensyariatkan pengharaman minuman khamar dan segala hal yang memabukkan yang menyebabkan hilangnya (rusaknya) akal.

4. Memelihara keturunantal-Muhafadzah ala an-Naslt

Yaitu memelihara tatanan nilai dalam proses pergaulan diantara sesama manusia dan mencegah terjadinya kerusakan biologis yang diakibatkan oleh ketidakterjagaan didalam proses interaksi sesama manusia. Oleh karena itu Islam melarang menikah dan berhubungan kelamin dengan muhrimnya(incest) dan melarang berzina dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya

berupa hukumanhadd.

5. Memelihara hartatal-Muhafadzah ala al-Mali

Untuk menghasilkan dan mernperoleh harta kekayaan, Islam mensyaratkan kewaj iban beru saha untuk mernperoleh rezeki , kebebasan bermuamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja- sama dalarn usaha. Sed an gkan untuk mem elihara harta , Islam mensyariatkan pengharama n pencurian den gan hukuman hadd bagi setiap orang yang melakukannya, dan mengharamkan riba karena termasuk perbuatan aniaya (dzalim) terhadap orang lain dalam hal harta.

BAB VII

AZASHUKUM

Pengertian azas hukum adalah prin sip -prin sip yang dianggap dasar atau fundamen hukum atau pen gertian dan nila i-nilai yang men- jadi titik tolak berpikir tentang hukurn atau titik tolak bagi pemb en- tukan undang-undang dan interpretasi undang-undang atau prinsip- prinsip yang kedudukannya lebih tinggidaripada hukum yang ditentu- kan manusia,Ada tiga macamazas hukum (Huijbers, 1995: 82):

I. Azas objektifhukum yang bersifat moral. Prinsip ini telah ada pada para pemikirZaman Klasik

2. Azas objekti f hukum yang bersifat rasional, yaitu prinsip-prin- sip yang term asuk pengertian hukum dan aturan hidup bersama yangrasional.Prinsip-prinsipini juga telah diterima sej ak dahu- lu, akan tetap i baru diungkapk an secara nyata sejak mulainya zaman modem, yaitu sejak timbulnya negara-negara nasional dan hukum yangdibuat oleh kaum yuris secara profesional. 3. Azas subjektif hukum yang bersifat moral dan rasional, yaitu

hak-hak yang ada pada manusia dan yang menjadi titik tolak pembentukan hukum. Perkembangan hukum paling nampak pada bidang ini.

Hukum dalam arti objektif menandakan kaidah yang sebagai normatif mengatur kaidah kehidup an bermasyarakat. Hukum dalam arti subjektif men and ak an hak dan kewajiban yang ada pada orang yang merupakan anggota masyarakat , yakni sebagai subjek hukum . Sepertiazas -aza syang

A. AZAS OBJEKTIF HUKUM

Dalam dokumen filsafat hukum filsafat (Halaman 56-59)