• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Islam Mengenai Rokok

Bab V Sebagai bagian akhir dalam penelitian ini. Penulis

Pasal 40: Setiap orang yang mengiklankan dan/atau mempromosikan

B. Hukum Islam Mengenai Rokok

Di dalam kamus Bahasa Indonesia, definisi hukum Islam adalah

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berkenan dengan kehidupan berdasarkan kitab Al-quran: hukum syara. Di samping itu, sumber hukum Islam bukan hanya Al-quran, tetapi juga As-sunnah dan melalui berbagai metode penemuan hukum yang dikenal dalam ilmu ushul fiqh.12 Adapun definisi hukum Islam menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan

10 Ibid, Pasal 114, h. 43.

11 Ibid, Pasal 119, h. 44.

berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusiayang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.13

Kemudian pada hakikatnya sumber hukum Islam hanya dua yaitu Al-quran dan hadist. Sebab keduannya merupakan dasar lahirnya ketentuan hukum Islam dan merupakan sumber rujukan dalam menentukan hukum Islam itu sendiri. Adapun Ijma’ dan Qiyas itu merupakan penunjuk untuk menemukan hukum Islam yang terdapat dalam Al-quran atau As-sunnah melalui metode Ijtihad. 14 Sementara itu apabila ada sebuah permasalahan hukum yang tidak ada ketetapan hukumnya, maka para ulama harus berijtihad untuk menjawab permasalahan tersebut. Adapun jawaban, nasihat atau pendapat yang diambil dari sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya, dan disampaikan oleh seorang mufti atau ulama sebagai tanggapan terhadap pertanyaan mengenai hukum Islam yang diajukan oleh mustafti disebut fatwa.15

Pengertian fatwa (jamaknya fatawa atau fatawi) menurut arti bahasa adalah suatu jawaban dalam suatu kejadian (memberikan jawaban yang tegas terhadap segala peristiwa yang terjadi dalam masyarakat). Sedangkan fatwa menurut arti syari’at ialah suatu penjelasan hukum syar’iyah dalam menjawab suatu perkara yang diajukan oleh seseorang yang bertanya, baik penjelasan itu jelas/terang atau tidak jelas (ragu-ragu) dan penjelasan itu mengarah pada dua kepentingan yakni kepentingan pribadi atau kepentingan masyarakat banyak.16

Berkaitan dengan kedudukan fatwa dalam kehidupan umat Islam, fatwa memang tidak mengikat secara hukum, akan tetapi ia bersifat mengikat secara agama, sehingga tidak ada peluang bagi seorang muslim untuk menentangnya bila fatwa itu didasarkan kepada dalil-dalil yang jelas dan benar.17 Sementara

13 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 6.

14 Abd, Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), h. 115.

15 Rachmat Taufi Hidayat dkk, Almanak Alam Insani, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h. 21.

16 Rohadi Abd Fattah, Analisis Fatwa Keagamaan dalam Fikih Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 7.

itu bagi selain mustafti, fatwa hanya bersifat informatif, yang mana mereka bebas untuk mengambil fatwa yang sama atau mengambil dari mufti yang lain.18 Berikut beberapa fatwa-fatwa Lembaga terhadap hukum rokok di Indonesia:

1. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang Rokok

Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III yang berlangsung pada hari Ahad sore 26 Januari 2009, dicapai keputusan yang diktumnya sebagai berikut: Pertama, seluruh peserta Sidang Pleno Ijtima’ sepakat: a). bahwa hukum merokok tidak wajib; b). bahwa hukum merokok tidak sunat, dan c). bahwa hukum merokok tidak mubah. 19

Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III sepakat adanya perbedaan pandangan mengenai hukum merokok terjadi ikhtilaf ma baiyna al-makruh wa al haram (perbedaan pendapat antara haram dan makruh).

Peserta Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III sepakat bahwa merokok hukumnya haram jika dilakukan: a). Ditempat umum, b). Oleh anak-anak; c). Bagi wanita hamil.20

Forum Ijtima Ulama menetapkan dua hukum dasar pada rokok, yakni Haram dan Makruh. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin mengatakan bahwa rokok diharamkan khusus bagi anak-anak dan ibu hamil. Selain itu, para ulama juga mengharamkan aktivitas merokok di tempat umum. Selain tiga hal tersebut, Forum Ijtima Ulama menetapkan hukum merokok adalah makruh. 21

Dasar Hukum: Al-Quran, Surat Al-Araf 157

َﺚِﺋﺎَﺒَﺨْﻟا ُﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ُم ِّﺮَﺤُﯾ َو ِتﺎَﺒِّﯿﱠﻄﻟا ُﻢُﮭَﻟ ﱡﻞ ِﺤُﯾ َو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟا ِﻦَﻋ ْﻢُھﺎَﮭْﻨَﯾ َو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ْﻢُھُﺮُﻣْﺄَﯾ

ۚ ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ْﺖَﻧﺎَﻛ ﻲِﺘﱠﻟا َل َﻼْﻏَ ْﻷا َو ْﻢُھَﺮْﺻِإ ْﻢُﮭْﻨَﻋ ُﻊَﻀَﯾ َو

Artinya: “Yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka

18 Erfan Riadi, Kedudukan Fatwa Ditinjau dari hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis Yuridis Normatif), (Jurnal Ulumuddin, 2013)

19 Ali Trigiyatno, Fatwa Hukum Merokok dalam Perspektif MUI dan Muhammadiyah, (Pekalongan, 2011), h. 63.

20 Majelis Ulama’ Indonesia, Ijma’ Ulama (Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III Tahun 2009), cet. I, (Jakarta: 2009), h. 56-64.

mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”

Surat Al-Isra 26-27

ا ًﺮﯾِﺬْﺒَﺗ ْرِّﺬَﺒُﺗ ﻻ َو ِﻞﯿِﺒﱠﺴﻟا َﻦْﺑا َو َﻦﯿِﻜْﺴِﻤْﻟا َو ُﮫﱠﻘَﺣ ﻰَﺑ ْﺮُﻘْﻟا اَذ ِتآ َو

Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”

اًرﻮُﻔَﻛ ِﮫِّﺑَﺮِﻟ ُنﺎَﻄْﯿﱠﺸﻟا َنﺎَﻛ َو ِﻦﯿِطﺎَﯿﱠﺸﻟا َنا َﻮْﺧِإ اﻮُﻧﺎَﻛ َﻦﯾ ِرِّﺬَﺒُﻤْﻟا ﱠنِإ

Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

Dasar Hukum: Hadist

ِﷲ َل ْﻮُﺳ َر ﱠنَأ ُﮫْﻨَﻋ ُﷲ َﻲ ِﺿَر ِّي ِرْﺪُﺨـْﻟا ٍنﺎَﻨِﺳ ِﻦْﺑ ِﻚِﻟﺎَﻣ ِﻦْﺑ ِﺪْﻌَﺳ ٍﺪْﯿِﻌَﺳ ْﻲـِﺑَأ ْﻦَﻋ

ُﷲ ﻰـﱠﻠَﺻ

َراَﺮ ِﺿ َﻻ َو َرَﺮَﺿ َﻻ : َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ

Artinya: Rasulullah S.a.w bersabda: Tidak boleh berbuat kemudharatan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudharatan (pada diri orang lain). (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Dasar Hukum: Kaidah Fiqhiyah

نﺎﻜﻣﻹارﺪﻘﺑ ﻊﻓﺪﯾرﺮﻀﻟا

“Bahaya harus ditolak semaksimal mungkin”

ُرَﺮﱠﻀﻟا

ُلاَﺰُﯾ

“Menolak Kemafsadatan didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan.”

ﺎﻣﺪﻋو ادﻮﺟو ﮫﺘﻠﻋ ﻊﻣ روﺪﯾ ﻢﻜﺤﻟا

“Penetapan hukum itu tegantung pada ada atau tidak adannya illat” Adapun metode Istinbath hukum yang dipergunakan MUI dalam menetapkan hukum merokok adalah dengan qiyas22 di mana rokok disamakan dengan barang-barang yang memiliki kemudharatan dan buruk (khabaits) seperti khamr.

2. Fatwa Majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tentang Rokok Dalam upaya pembangunan Kesehatan masyarakat dan menciptakan lingkungan hidup sehat. MTT Muhammadiyah berpartisipasi dalam melakukan penguatan upaya pengendalian tembakau melalui penerbitan fatwa tentang hukum rokok. Berikut Amar Fatwa MTT Muhammadiyah:23

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa wajib hukumnya berupaya memelihara kesehatan dan menciptakan lingkungan kondusif yang merupakan bagian dari tujuan syariah (maqashid asy-syari’ah), kemudian disebutkan dalam fatwa tersebut merokok hukumnya adalah haram, karena

merokok termasuk kategori perbuatan khabaits dan perbuatan yang mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, kemudian dapat membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok.

Rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian dan rokok merupakan perbuatan mubazir (pemborosan) kemudian merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah

(maqashid asy-syari’ah)

Adapun himbauan dari fatwa tersebut yaitu mereka yang belum atau tidak merokok wajib menghindarkan diri dan keluarganya dari percobaan

22 Ramlan Yusuf. “Wawancara Dengan Ramlan Yusuf Rangkuti, Ketua Komisi Fatwa MUI Sumatera Utara” 2009.

23 Fatwa Majelis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, No.6/sm/mtt/iii/2010 tentang hukum merokok.

merokok dan Mereka yang telah terlanjur menjadi perokok wajib melakukan upaya dan berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk berhenti dari kebiasaan merokok dan untuk itu pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus mengupayakan adanya fasilitas untuk memberikan terapi guna membantu orang yang berupaya berhenti merokok.

Bedasarkan fatwa diatas, sangat jelas bahwa Muhammadiyah memberikan ketentuan hukum rokok yaitu haram dengan dengan sebab karena merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabaits, mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok, diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan, bertentangan dengan unsur-unsur tujuan Syariah yang mana setiap ketentuan fatwa tersebut berlandaskan dalil dalam Al-Quran.

3. Fatwa Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU

Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PBNU memberi tiga status hukum merokok, semua tergantung pada situasi dan kondisi, Adapun ketentuan hukumnya yaitu mubah, makruh dan haram.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa hukum merokok dapat di kategorikan menjadi 3 yaitu: Pertama hukum merokok adalah mubah atau boleh apabila rokok dipandang tidak membawa mudharat. Kedua hukum merokok adalah makruh apabila rokok membawa mudharat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram. Ketiga; hukum merokok adalah haram apabila rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudharat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam seperti kanker, paru-paru, dll.24

24 Muhammad Yunus BS., Kitab Rokok Nikmat dan Madarat yang Menghalamanalkan atau Mengharamkan, (Yogyakarta: Kutub, 2009), h.51.

NU juga mempertimbangkan dengan sesama aspek-aspek kemaslahatan umum dari rokok. NU bukan hanya mendengarkan informasi sepihak dari kelompok anti rokok tetapi juga mendengarkan dengan seksama suara-suara komunitas perokok, buruh, karyawan pabrik rokok, pedagang rokok dan tak kalah pentingnya yaitu petani tembakau yang hanya bergantung pada industri rokok.

Fatwa-fatwa rokok yang beraneka ragam tersebut dijelaskan oleh Kyai Said Aqil Siroj sebagai berikut: hukum asal merokok itu adalah mubah tetapi apabila dikonsumsi berlebihan akan menjadi makruh, makruh itu antara halal dan haram tetapi lebih mendekati kearah haram, meskipun tidak berdosa jika melakukannya, dan apabila sampai memunculkan berbagai penyakit (jantung, kangker, paru-paru, impotensi, dll) maka hukum merokok menjadi haram.25

KH. Arwani Faishal berpendapat bahwa: tiga status hukum di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapapun orangnya. Namun bisa juga tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal dengan pengertian setiap masing-masing orang akan terkena dampak hukum yang berbeda, sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya.26

25https://www.nu.or.id/post/read/97536/menimbang-fatwa-rokok-nu-dan-muhammadiyah (diakses pada 20 Juli 2020, pukul 12.30)

26https://islam.nu.or.id/post/read/15696/bahtsul-masail-tentang-hukum-merokok (diakses pada 20 Juli 2020, pukul 13.30)

39

BAB IV

ANALISIS HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP

Dokumen terkait