• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Hukum Pidana Indonesia

1. Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana terdiri dari suku kata yaitu “Hukum” dan “Pidana”.

Hukum adalah keseluruhan aturan maupun kaidah yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang mengatur mengenai tingkah laku manusis yang berisikan perintah dan larangan dimana dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan hadirnya suatu sanksi.27

Sedangkan yang dimaksud dengan pidana Menurut Tri Andrisman pidana diartikan sebagai penderitaan atau hukuman yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.28 Sedankan Perbuatan hukum pidana itu dibedakan menajdi dua macam,yaitu:

a. Kejahatan

meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut

27 C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 38.

28Tri Andrisman, Asas-asas dan Aturan umum Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung : Universitas Bandar Lampung, 2009), hlm 8.

29

rechtsdelict (delik hukum). Dimuat di dalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488.

Contoh pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP).

b. Pelanggaran

Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569.

Contoh mabuk di tempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).

Menurut Moeljatno mengatakan bahwa, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhanhukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atausanksi yang berupapidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

30

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telahmelanggar larangan tersebut.29

Selanjutnya pengertian istilah pidana menurut pendapat dari Satochid Kartanegara bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu:

a. Hukum Pidana dalam arti Objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.

b. Hukum Pidana dalam arti Subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.30

Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.31

Hukum Pidana menurut Pompe adalah semua peraturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macam-macam pidana itu. Sedangkan menurut simon hukum pidana adalah semua perintah-perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang di ancam dengan

29 Moeljatno, S.H., M.H. ,Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, Jakarta), 2008, hlm. 1

30 Teguh Prasetya, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, (Yogyakarta, 2011), hlm. 7

31 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2006), Cet II, hlm.60.

31

hukuman pidana, barangsiapa yang tidak menaatinya, kesemua aturan itu menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut.32

Berdasarkan pendapat tersebut di atas,maka yang di maksud dengan hukum pidana adalah sekumpulan peraturan atau kaidah hukum yang dibuat oleh Negara yang berwenang yang isinya berupa larangan maupun keharusan sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan sanksi.

Seseorang dikatakan melanggar hukum pidana apabila perbuatan yang dilakukan tidak sesuai dan bertentangan dengan norma masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).33

Pasal 1 ayat (1) KUHP, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.” Pasal ini disebut sebagai Asas Legalitas.

Dimana dalam asas legalitas ini seseorang tidak bisa di pidana atau di berikan hukuman apabalia dia tidak melakukan perbuatan pidana atau pelanggran.

2. Ruang Lingkup Hukum Pidana Indonesia

32 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika) 2015, hlm.235

33 Pasal 1 ayat (1) KUHP, “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.” Pasal ini disebut sebagai Asas Legalitas.

32

Berdasarkan pengertian hukum pidana diatas,maka ruang lingkup Hukum pidana memiliki 2 ruang lingkup yaitu:

a. Ius Poenale (hukum pidana materil)

Hukum Pidana (lus poenale) merupakan sejumlah peraturan yang mengandung perumusan peristiwa pidana serta ancaman hukuman nya, yang dikenal dengan Hukuman pidana substantif (hukum pidana materil), yaitu aturan hukum mengenal delik yang diancam dengan hukuman pidana, mengenai hal-hal: apa, siapa dan bagaimana sesuatu hukuman dapat dijatuhkan, yang dimuat dalam KUHP dan peraturan-peraturan pidana lainnya di luar KUHP,Contoh:

1) Delik umum

Delik umum merupakan delik yang terdapat dalam KUHP.

2) Delik khusu

Delik yang mana diatur diluar KUHP,misalnya:

a) UU korupsi b) UU narkotika

c) UU tindak pisana ekonomi,dan lain-lain.

b. Ius Poeniendi (hukum pidana formil/hak memidana)

Hukum pidana formil atau ius poenendi yaitu aturan hukum mengenai hak negara untuk menghukum seorang yang melakukan sesuatu peristiwa pidana, ketentuan hukum yang menyangkut cara

33

proses pelaksanaan penguasa menindak warga yang didakwa dan pertanggung jawaban atas sesuatu delik yang dilakukannya.34

3. Sumber Hukum Pidana Indonesia

Sumber hukum pidana di Indonesia dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis.

Menurut Sudarto sumber hukum pidana Indonesia ada dua macam,yaitu:35

a. Sumber hukum tertulis 1) KUHP

Sumber hukum tertulis adalah KUHP, Sumber utama hukum pidana Indonesia adalah hukum yang tertulis Induk peraturan hukum pidana positif adalah KUHP, yang nama aslinya adalah Wetboek van Strafrecht voor nederlandsch indie (W.v.S), sebuah Titah Raja (Koninklijk Besluit) tanggal 15 Oktober 1915 No. 33 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. KUHP atau W.v.S.v.N.I. ini merupakan copie (turunan) dari Wetboek van Strafrecht Negeri Belanda, yang selesai dibuat tahun 1881 dan mulai berlaku pada tahun 1886 tidak seratus persen sama, melainkan diadakan penyimpangan-penyimpangan menurut kebutuhan dan keadaan tanah jajahan Hindia Belanda dulu, akan tetapi asas-asas dan dasar filsafatnya tetap sama. KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan

34 http://www.sangkoeno.com/2016/05/pengertian-ruang-lingkup-dan-sifat.html.Di akses pada tanggal 22 Maret 2021.Pukul 12:45

35 Sudarto, 1990,Hukum Pidana I,(Semarang: Yayasan Sudarto), Hlm 15

34

tanggal 17-8-1945 mendapat perubahan-perubahan yang penting berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1942 (Undang-undang Pemerintah RI, Yogyakarta), Pasal 1 berbunyi:

“Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden RI tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2 menetapkan bahwa peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942”.

Ini berarti bahwa teks resmi (yang sah) untuk KUHP kita adalah Bahasa Belanda.

2) UU Pidana di luar KUHP

Undang-undang pidana di luar KUHP merupakan peraturan undang-undang pidana yang tidak terdapat dalam KUHP umum,seperti undang-undang tindak pidana korupsi.Dimana tindak pidana korupsi termasuk kedalam tindak pidana khusus yang peraturan nya di luar KUHP.

b. Sumber hukum tidak tertulis

Kalau kita lihat dari sumber hukum pidana tidak tertulis,maka kita akan menemukan bebrapa sumber hukum pidanadi antaranya, yaitu:

1) Hukum adat

Di daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana.

35

Hukum adat yang masih hidup sebagai delik adat masih dimungkinkan menjadi salah satu sumber hukum pidana, hal ini didasarkan kepada Undang-undang Darurat No. 1 Tahun 1951 (L.N. 1951-9) Pasal 5 ayat 3 sub b. Dengan masih berlakunya hukum pidana adat (meskipun untuk orang dan daerah tertentu saja) maka sebenarnya dalam hukum pidana pun masih ada dualisme.

Namun harus disadari bahwa hukum pidana tertulis tetap mempunyai perananyang utama sebagai sumber hukum. Hal ini sesuai dengan asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 KUHP.

2) Yurispudensi

Yurispudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama.Kata yurisprudensi dalam bahasa Jerman berarti ilmu hukum dalam arti sempit. Kemudian dari segi praktik peradilan yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu dijadikam pedoman hakim lain dalam menuntaskan kasus-kasus yang sama.36

Adapun bebrapa sebab dimana seorang hakim menggunakan putusan lain, diantara nya yaitu:

36 R. Soeroso S. H.,Pengantar Ilmu Hukum. ,hal.159-160

36 a) Pertimbangan Psikologis

Karena keputusan hakim mempunyai kekuatan/kekuasaan hukum terutama keputusan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung,maka biasanya hakim bawahan segan untuk tiddak mengikuti putusan tersebut.

b) Pertimbangan Praktis

Karena dalam kasus yang sama sudah pernah di jatuhkan putusan oleh hakim terdahulu,lebih-lebih apabila putusan itu sudah di benarkan atai di kuatkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung (MA) maka lebih praktis apabila hakim berikutnya memberikan putusan yang sama.

c) Pendapat yang sama

Karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan hakim yang lebih dulu,terutama apabila isi dan tujuan undang-undang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial yang nyata pada waktu kemudian,maka wajarapabila keputusan hakim lain tersebut dipergunakan.

Dasar hukum yurisprudensi yaitu UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Hakim yang berbunyi “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur) melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk menggali, mengikuti dan

37

memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat”.37

Dokumen terkait