• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : ASPEK HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS

B. Hukum yang Mengatur Transaksi Bisnis Internasional

Dalam pelaksanaan transaksi bisnis internasional, para pelaku wajib mematuhi serangkaian peraturan hukum agar terciptanya keharmonisan dan ketertiban dalam transaksi bisnis internasional. Adapun hukum yang diberlakukan dalam melaksanakan transaksi bisnis internasional antara lain:

1. Hukum-Hukum Kebiasaan

Kebiasaan adalah perilaku manusia yang dilakukan secara terus-menerus.Apabila kebiasaan ini dilakukan berulang-ulang dengan sedemikian rupa oleh banyak orang sehingga bila tidak dilaksanakannya kebiasaan ini dianggap sebagai suatu kesalahan atau pelanggaran, maka kebiasaan tersebut telah menjadi hukum kebiasaan.Hukum kebiasaan merupakan hukum yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat.

Dalam pelaksanaan transaksi bisnis internasional, selain peraturan perundang-undangan atau konvensi-konvensi internasional, hukum kebiasaan juga merupakan salah satu sumber hukum.Hukum kebiasaan ini, apabila tidak dipatuhi oleh pelaku usaha dalam pelaksanaan transaksi bisnis internasional, dapat menimbulkan perasaan bahwa pelaku tersebut telah melakukan pelanggaran.Tidak dipatuhinya hukum kebiasaan tidak menimbulkan akibat hukum, namun berdampak pada citra dari pelaku usaha tersebut.

2. Konvensi-Konvensi Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional

Konvensi adalah perjanjian internasional yang bersifat multilateral yang meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional. Beberapa konvensi internasional yang mengatur mengenai transaksi bisnis internasional antara lain:

a. Convention on Contracts for the International Sales of Goods (CISG) 1980

CISG adalah suatu konvensi internasional yang berlaku dalam perjanjian atau kontrak mengenai jual-beli barang antar pihak yang berbeda negara.CISG dibentuk oleh UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) yang merupakan salah satu badan PBB yang mengurus mengenai perdagangan internasional.Dari 195 negara di dunia, 85 negara telah meratifikasi konvensi ini kecuali Indonesia.49Tujuan utama dibentuknya CISG adalah untuk

49Surya Oktaviandra. Indonesia and Its Reluctance to Ratify the United Nation Convention on Contracts for the International Sales of Goods (CISG).Indonesia Law Review (2018).Vol.3. Hal. 243-255.

mengurangi hambatan hukum dalam transaksi bisnis internasional dan menyeragamkan ketentuan-ketentuan dalam perdagangan internasional.

CISG mengatur mengenai pembentukan kontrak jual-beli serta hak dan kewajiban masing-masing penjual dan pembeli yang timbul dari kontrak yang bersangkutan.CISG mengatur bahwa suatu kontrak jual-beli terbentuk apabila terdapat suatu penawaran yang diberikan kepada satu orang atau lebih yang mengindikasikan keterikatan apabila tawaran tersebut diterima.Tawaran ini harus menandakan adanya barang yang secara tertulis maupun tersirat ditetapkan atau adanya ketentuan mengenai penentuan jumlah dan harga. Adapun ketentuan-ketentuan yang diatur dalam CISG antara lain:

1) Ruang lingkup keberlakuan;

2) Pembentukan kontrak;

3) Kewajiban penjual dan pembeli;

4) Pengalihan resiko antara penjual dan pembeli;

5) Pelanggaran kontrak;

6) Penggantian rugi dan pengecualian;

7) Akibat dari pengelakan kewajiban;

8) Perlindungan terhadap barang.

CISG tidak berlaku apabila barang yang diperjualbelikan merupakan barang untuk keperluan pribadi, barang yang dilelangkan, barang yang diperjualbelikan atas perintah hukum, saham, investasi surat berharga, instrumen yang dapat dinegosiasikan, uang, kapal, tangki, hovercraft, pesawat udara, dan listrik.

Keberlakuan CISG dalam kontrak perdagangan internasional bergantung pada apakah negara salah satu atau kedua pihak meratifikasi konvensi tersebut dan apakah para pihak bersepakat untuk mematuhi atau tidak mematuhi konvensi tersebut.Apabila para pihak bersepakat untuk tidak mematuhi, maka harus dituangkan secara jelas dalam kontrak mereka. Dalam ketentuannya dikatakan bahwa: ‘the Convention applies to contracts of sale of goods between parties whose places of business are in different States and either both of those States are Contracting States or the rules of private international law lead to the law of a Contracting State.’50

b. The UNIDROIT Principles of International Commercial Contracts (UPICC)

UPICC adalah konvensi yang mengatur mengenai perjanjian atau kontrak komersial internasional.UPICC dibentuk oleh UNIDROIT (International Institute for the Unification of Private Law).UNIDROIT sendiri telah diratifikasi oleh Indonesia.Tujuan dibentuknya UPICC adalah untuk mengharmonisasikan hukum kontrak komersial agar perbedaan sistem hukum antar negara tidak menjadi hambatan dalam melakukan transaksi bisnis internasional.

UPICC dan CISG sama-sama merupakan konvensi yang mengatur mengenai kontrak komersil namun UPICC memiliki cakupan yang lebih luas.Pengaturan CISG terbatas hanya pada jual-beli barang.UPICC mengatur mengenai freedom of contract, yakni para pihak bebas membuat dan menentukan isi kontrak, sehingga pengaturan UPICC tidak terbatas pada jual-beli barang saja,

50United Nations Convention on Contracts for the International Sales of Goods.Hal. 34.

Diakses di https://www.uncitral.org/pdf/english/texts/sales/cisg/V1056997-CISG-e-book.pdf tanggal 14 November 2019 pukul 13.04.

termasuk juga jasa.UPICC secara garis besar mengatur mengenai pembentukan kontrak, hak dan kewajiban para pihak, keabsahan kontrak, penafsiran kontrak, campur tangan pihak ketiga dalam kontrak, pelaksanaan kontrak, pemutusan kontrak, ganti rugi, dan pengalihan kewajiban.

UPICC dapat diberlakukan terhadap:

i. Para pihak yang menyetujui untuk tunduk pada ketentuan UPICC dalam kontrak mereka;

ii. Para pihak yang menyetujui agar kontrak mereka tunduk pada prinsip hukum umum seperti lex mercatoria;

iii. Para pihak yang tidak menentukan mengenai hukum apa yang diberlakukan dalam kontrak mereka;

c. Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP 600)

UCP 600 adalah konvensi yang mengatur mengenai penggunaan letter of credit (L/C) sebagai alat pembayaran dalam transaksi bisnis internasional.Sama seperti konvensi internasional lainnya, UCP dibentuk untuk menyeragamkan ketentuan hukum dalam penggunaan L/C agar tidak timbul konflik antar pihak yang berbeda negara.UCP dibentuk oleh ICC (International Chamber of Commerce).UCP 600 telah diterima luas sebagai aturan internasional untuk L/C.UCP 600 berlaku bagi para pihak dalam L/C kecuali para pihak menghendaki sebaliknya.

d. United Nations Convention on Contracts for the International Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea (Rotterdam Rules)

Rotterdam Rules adalah konvensi yang dibuat oleh United Nations yang mengatur mengenai perdagangan melalui laut.Konvensi ini berlaku dalam kontrak pengangkutan dimana tempat pengiriman dan tempat penerimaan barang serta pelabuhan tempat barang dimuat dan dikeluarkan berada dalam negara yang berbeda.Ketentuan dalam konvensi ini pada pokoknya mengatur hubungan antara pengangkut barang dan pemilik kargo.Konvensi ini telah ditandatangani oleh 24 negara namun hanya diratifikasi oleh 4 negara.

e. The United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts (the Electronic Communications Convention atau ECC)

ECC adalah konvensi yang mengatur mengenai penggunaan komunikasi elektronik dalam pembentukan kontrak yang melandasi terjadinya perdagangan internasional. ECC mengatur bahwa kontrak elektronik memiliki keabsahan yang sama dengan kontrak tertulis. Keberlakuan ECC bergantung pada dicantumkannya dalam kontrak atau pada pilihan hukum pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara.ECC tidak berlaku untuk kontrak yang dibentuk untuk keperluan pribadi, keluarga atau kebutuhan rumah tangga. Selain itu, ECC juga tidak berlaku untuk transaksi-transaksi yang meliputi:51

1) Transactions on regulated exchange;

2) Foreign exchange transactions;

3) Inter-bank payment systems, inter-bank payment agreements or clearance and settlement systems relating to securities or other financial assets or instruments;

51United Nations Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts.Diakses di https://www.uncitral.org/pdf/english/texts/electcom/06-57452_Ebook.pdf tanggal 13 Januari 2020 pukul 12.56.

4) The transfer of security rights in sale, loan or holding of or agreement to repurchase securities or other financial assets or instruments held with an intermediary.

3. Putusan-Putusan Pengadilan

Putusan pengadilan atau yurisprudensi dapat menjadi sumber hukum apabila tidak terdapat peraturan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan maupun konvensi-konvensi internasional.Yurisprudensi dapat digunakan sebagai dasar hukum apabila terdapat kasus yang serupa.

4. Hukum Nasional yang Berlaku dalam Suatu Negara

Ketentuan hukum dalam negeri juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam transaksi bisnis internasional. Adapun beberapa ketentuan dalam negeri yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional antara lain:

a. Peraturan Menteri Perdagangan No.94 Tahun 2018 tentang Ketentuan Penggunaan Letter of Credit untuk Ekspor Barang Tertentu;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2017 tentang Cara Pembayaran Barang dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor;

c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/11/PBI/2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor;

d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri;

e. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

f. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai dasar hukum surat berharga;

g. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai dasar hukum perjanjian;

h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

5. Lex Mercatoria

Lex Mercatoria atau The Law of Merchant adalah kebiasaan hukum yang dipraktikkan oleh masyarakat bisnis di seluruh dunia. Ole Lando memberi penjelasan mengenai lex mercatoria yaitu:52

‘The parties to international contracts sometimes agree not to have their dispute governed by national law. Instead they submit it to the customs and usages of international trade, to the rules of law which are common to all or most of the states engaged in international trade or to those states which are connected to the dispute. Where such common rules are not ascertainable, the arbitrator applies the rules or choose the solution which appears to him to be the most appropriate and equitable. In doing so, he considers the laws of several legal systems. This judicial process, which is partly an application of the legal rules and partly a selective process, is here called the application of the lex mercatoria.’

Perbedaan sistem hukum antar negara dapat menghambat penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perdagangan internasional.Oleh karena itu, diadakan seperangkat peraturan yang dapat diberlakukan di seluruh dunia secara seimbang, yang dinamakan lex mercatoria.

6. Perjanjian Para Pihak

Dalam transaksi bisnis internasional, para pihak umumnya terikat dalam suatu perjanjian perdata.Perjanjian ini biasanya dilakukan dalam bentuk tertulis

52Vanessa L.D. Wilkinson. The New Lex Mercatoria, Reality or Academic Fantasy?Journal of International Arbitration, Vol. 2 No. 2, June 1995.

atau disebut juga dengan kontrak.Dalam perjanjian internasional, berlaku asas pacta sunt servanda, yaitu para pihak terikat pada perjanjian yang dibuat mereka.Asas ini juga diadopsi dalam Pasal 1338 KUHPerdata yakni perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Dokumen terkait