• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH PEMOHON DALAM PERMOHONANNYA

8. Hukuman Mati di Indonesia

KUHP Indonesia dalam sejarahnya berasal dari Code Penal Perancis dan Wetboek Van Strafrecht Belanda yang diberlakukan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Dalam Code Penal dan Wetboek Van Strafrecht, masing-masing mencantumkan ancaman hukuman mati untuk kasus-kasus menyangkut keselamatan negara, keselamatan kepala negara dan kejahatan-kejahatan sadis lainnya. Sejarah hukum modern Indonesia mencatat, karena berbagai persoalan yang muncul dan pemikiran yang berkembang, para ahli hukum dan politisi Indonesia menggugat tentang KUHP yang bukan made in Indonesia, tetapi benar-benar made in Pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan untuk kepentingan penjajahan, dan kemudian terus dipertahankan untuk kepentingan penguasa setelah kemerdekaan, sehingga mendorong dengan keras agar KUHP Indonesia direvisi. Tetapi pada kenyataannya, di dalam revisi KUHP Indonesia yang ada dan berlaku saat ini, ancaman hukuman mati tetap dipertahankan untuk berbagai jenis tindak kejahatan.

Hukuman mati di Indonesia diatur dalam Pasal 10 KUHP, yang memuat dua macam hukuman, yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok, terdiri dari Hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda; Hukuman tambahan terdiri dari Pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim.

Tata cara pelaksanaan hukuman mati diatur dalam UU Nomor 2/PnPs/1964 yang dipedomani sampai saat ini.

Didalam KUHP terdapat beberapa pasal yang memuat ancaman hukuman mati, yaitu Pasal 104 tentang kejahatan terhadap keamanan negara (makar), Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 111 ayat (2) tentang melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang, Pasal 124 ayat (3) tentang penghianatan di waktu perang, Pasal 124 (bis) tentang menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara, Pasal 140 ayat (3) tentang pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat, Pasal 149 k ayat (2) dan Pasal 148 o ayat (2) tentang kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan, Pasal 444 tentang pembajakan di laut yang mengakibatkan kematian dan Pasal 365 ayat (4) tentang pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati.

Didalam perkembangan kemudian, terdapat beberapa undang-undang yang memuat ancaman hukuman mati, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dan UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Artinya, ancaman hukuman mati dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia masih jelas ada, bahkan semakin dikukuhkan dengan terbitnya beberapa undang-undang yang diberlakukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang berkembang di Indonesia, walaupun tidak terbebas dari tudingan, bahwa itu semua dilakukan sebagai langkah kompensasi politik akibat ketidakmampuan pemerintah membenahi sistem hukum yang korup.

Berdasarkan rekaman data tahun 2004 yang ada, tercatat 62 orang yang telah dijatuhi hukuman mati dengan rincian 49 orang laki-laki dan 13 orang wanita, dimana 47 orang diantaranya sedang menunggu eksekusi. Sebelumnya 15 orang telah dilaksanakan eksekusi mati dalam berbagai kasus. Khusus dalam kasus tindak pidana narkoba, sejak tahun 1999 s.d. 2004, tercatat jumlah terpidana yang dijatuhi hukuman mati 34 orang, terdiri dari 30 orang laki-laki dan 4 orang wanita dari berbagai kebangsaan (paling banyak Nigeria 9 orang). Yang telah dieksekusi mati dalam kurun waktu 10 tahun (1994-2004)

baru 2 (dua) orang, yaitu tahun 1994, terpidana mati Steven (warga negara Malaysia) dan tahun 2004, Ayoodhya Prasaad Chaubey (warga negara India).

Menurut catatan berbagai lembaga HAM Internasional, jumlah terpidana yang dihukum mati di Indonesia, termasuk cukup tinggi setelah Cina, Amerika Serikat, Kongo, Arab Saudi dan Iran (Thailand tidak disebutkan, walau sesungguhnya Thailand merupakan negara yang amat sangat keras dan “getol” menjatuhkan hukuman mati terutama dalam kasus-kasus narkoba).

9. Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkoba

Sebagaimana diketahui, bahwa kejahatan Tindak Pidana Narkoba dapat menghancurkan masa depan suatu bangsa dengan membunuh secara perlahan tetapi pasti seluruh potensi dan aset berharga sebuah bangsa. Mulai dari generasi mudanya, kinerja kerja manusianya, dana negara untuk penyediaan obat dan pemeliharaan korban, biaya sosial ekonomi akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, terbuangnya kesempatan berkarya tenaga produktif rakyatnya, dan lain-lain. Mengingat besarnya harga yang harus dibayar oleh TP kasus narkoba, maka semua bangsa menyatakan perang terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Semua bangsa di dunia, dibawah koordinasi UNDCP yaitu organisasi yang menangani kejahatan dan narkoba Internasional, mengajak seluruh bangsa di Dunia untuk perang terhadap narkoba sejak tahun 1992. hal itu diperingati terus sepanjang tahun hinggi kini, yaitu hari Internasional melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan tema yang setiap tahunnya berbeda. Sejak itu berbagai kebijakan dan strategi penanggulangan ancaman bahaya narkoba dilakukan termasuk pemberlakukan hukuman yang berat bagi pelakunya. Beberapa negara yang keras memberlakukan hukuman mati itu antara lain:

a. Pemerintah Republik Rakyat China (RRC), adalah negara yang paling keras melakukan perang terhadap tindak pidana narkoba. Hukuman mati bagi pelaku dilakukan setiap saat secara kolektif. Mereka diarak keliling kota dan dipertontonkan kepada publik, kemudian proses eksekusi mati dengan ditembak, disaksikan masyarakat luas dan disiarkan untuk tujuan memberikan efek jera kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan

serupa. Setiap peluru yang dipergunakan untuk mengeksekusi, harus ditebus oleh keluarga pelaku.

b. Pemerintah Malaysia dan Singapura, yang negaranya strategis di jalur peredaran narkoba Segitiga Emas dan Bulan Sabit Emas, setiap pengguna yang kedapatan membawa lebih dari 5 ml gram heroin (sebuah kadar untuk pengguna) dijatuhi hukuman mati dengan digantung atau dihukum cambuk. Walau daftar antri hukuman mati itu panjang, tetap tidak menyurutkan angka kejahatan tersebut.

c. Pemerintah Thailand, mengeluarkan peraturan antara lain barangsiapa membawa narkoba lebih dari 20 gram meskipun dengan resep dokter atau untuk keperluan medis akan dihukum mati.

d. Pemerintah Jepang juga memberlakukan hukuman mati bagi pelaku TP Nakoba dan mewajibkan para bankir dan akuntan untuk melaporkan jika ada transaksi narkoba

e. Pemerintah Belanda, walau dianggap paling liberal/bebas terhadap peredaran narkoba, pengedar narkoba dikenai hukuman kerja paksa.

10. Pentingnya pemberlakukan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana