yang berkelanjutanT
3 KONDISI SAAT INI ( EXISTING ) KAWASAN BUDIDAYA UDANG DI PESISIR TELUK BANTEN
3.7 Hutan Bakau
Hutan bakau mempunyai manfaat yang sangat tinggi dalam menjaga ekosistem di pantai dan sebagai parasarana menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Hutan bakau dikenal sebagai jalur hijau (green belt) yang harus dpertahankan dengan lebar minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan dari garis pantai surut terendah. Kawasan pantai di Kecamatan Tirtayasa, Pontang, Banten. Kondisi hutan bakau ini sudah banyak mengalami penyusutan akibat abrasi dan perubahan konversi lahan. Meskipun demikian upaya penanaman kembali mangrove jenis Rhyzophora sp di sekeliling petakan dan saluran air tambak sudah mulai tumbuh pesat dan bahkan pertambakan BAPPL Karangantu sudah menjadi sentra bibit mangrove. Ketertarikan para pembudidaya udang menanam bakau sudah mulai meningkat karena keuntungan sudah mulai dirasakan. Hutan bakau dapat memperbaiki kualitas air dalam tambak melelui proses perombakan bahan organik yang cepat dan menghindari hama tambak karena hama sudah mendapatkan habitatnya di kawasan hutan bakau.
Wilayah Pantai Sebelah Barat mulai dari Pelabuhan Karangantu sepanjang garis pantai lebih dari 1.000 m mengalami abrasi selebar 30 m. Pada sisi timur Pelabuhan Karangantu sampai Sungai Cibanten mengalami penambahan pantai yang disebabkan adanya perubahan pola arus sebagai akibat pembangunan wilayah pantai yang tidak mengikuti pola arus air laut. Berdasarkan peta rupa bumi tahun 2007 sebaran tutupan hutan mangrove daerah Pesisir Teluk Banten terutama di wilayah pesisir Barat dan pulau-pulau kecil Teluk Banten tumbuh hutan mangrove di sepanjang pantai Teluk Banten dengan jenis yang dominan adalah Avicenia sp. Tabel 3.2 menjelaskan tentang tutupan lahan pantai.
Sedangkan Lampiran 13 menjelaskan tentang penutupan lahan di Kabupaten Serang.
Tabel 3.2 Tutupan lahan di pesisir Teluk Banten Tahun 2010
No Jenis Tutupan Lahan Luas Tutupan Lahan % Hektar (Ha) Area (Km2)
1 Mangrove 746,72 7,47 0,50
2 Tambak 7.261,85 72,62 4,84
Total 149.930,32 1.499,30 100,00
Sumber: Hasil interpretasi Citra Satelit SPOT-4 tahun 2010 (Pemda Kab. Serang, 2011)
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, dari angin taufan dan tsunami, pencegah interusi air laut dll. Hutan bakau juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, teknik penangkapan ikan dan lain lain. Fakta menunjukkan bahwa pada wilayah-wilayah dengan jumlah lahan mangrove menjadi budidaya tambak, kebanyakan tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan masih pada tingkat pra-sejahtera. Silvofishery merupakan salah satu metode rehabilitasi hutan mangrove. Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan mangrove ini memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan mangrove Kondisi hutan mangrove saat ini dapat dilihat pada Gambar 3.2 yang menjelaskan tentang pertambakan sebelah barat Pelabuhan Karangantu.
Gambar 3.2 Pertambakan dan hutan mangrove di sisi barat Pelabuhan
Karangantu. 3.8 Teknologi Budidaya
Terdapat tiga teknologi yang diterapkan oleh para pembudidaya udang di pesisir Teluk Banten yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif atau tradisional. 1) Budidaya intensif
Perkembangan teknologi budidaya udang intensif mengalami fluktuasi yang tajam. Pada tahun 1992 luas budidaya udang sekitar 1.200 ha yang berada di
lokasi kecamatan Kramat Watu yang meliputi desa Margagiri dan Terate tidak kurang 3 perusahaan mengusahakan budidaya udang di tambak dan menempati areal 500 ha. Di kecamatan Kasemen yang meliputi desa Banten 20 Ha, desa Sawah Luhur 40 ha, Kemayungan 100 ha, Kecamatan Pontang yang meliputi desa Linduk 30 ha, Domas 50 ha, kecamatan Tirtayasa di desa Lontar 400 ha dan Tengkurak 70 ha. Infeksi penyakit dan kondisi sosial ekonomi pesisir mengakibatkan perkembangan perikanan udang terus mengalami penurunan dan tahun 2015 hanya tinggal 90 ha. Saat ini teknologi yang memberikan harapan adalah pemeliharaan udang sistem tertutup dengan menggunakan probiotik. Pemeliharaan sistem ini telah dilakukan di BAPPL – STP Serang Karangantu, Banten dengan hasil udang vaname pada lahan luas petakan 600 m², berat panen sekitar 3,2 ton. Pada tahun 1987 sampai 2001 jenis udang yang dipelihara hanya udang windu, meskipun terdapat beberapa petambak yang membudidaya udang putih (Penaeus indicus). Kegagalan akibat infeksi virus dengan jenis MBV (Macrobrachium baculo virus) WSSV (White Spote Syndrom Virus) para pembudidaya mulai mengembangkan udang vaname (Penaeus vanamei).
2). Budidaya udang semi intensif
Usaha udang semi intensif di Teluk Banten merupakan alternatif teknologi yang disesuaikan dengan ketersediaan modal, sarana dan prasarana, ketrampilan SDM dan sosial budaya. Pada tebar udang windu 10 – 15 ekor per m². dapat menghasilkan 900 – 1000 kg/ha/siklus panen.
3). Budidaya udang tradisional.
Beberapa pembudidaya mengusahakan tambaknya dengan padat tebar rendah atau budidaya bersama ikan bandeng atau rumput laut (polikultur) Padat tebar antara 3 – 5 ekor per m² dan dapat menghasilkan siklus 500 – 1.000 kg/ha/tahun.
Gambar 3.3 Petakan budidaya udang dengan teknologi intensif di pesisir Teluk Banten.
3.9 Sungai
Teluk Banten merupakan tempat bermuaranya sungai kecil dan besar, sehingga kondisi air sungai ini sangat berpengaruh terhadap kawasan pertambakan secara fisik, sosial maupun ekonomi. Sungai kecil yang tersebar di
kawasan tambak umumnya pendek dan tidak membawa air tawar dari hulu. Sungai ini merupakan saluran yang membawa air laut masuk dan keluar dari petakan tambak. Pada saat pasang terjadi suplai air tambak dan pengeluaran air dari dalam tambak pada saat surut. Jumlah saluran ini cukup banyak lebih dari 40 saluran air. Sedangkan untuk air tawar menggunakan sumber air yang berasal dari sungai besar yang mempunyai hulu dari kabupaten, kota. Sumber lain air tawar adalah air hujan. Terdapat lima sungai besar yang mempengaruhi tambak pesisir Teluk Banten yaitu sungai
a. Sungai Cibanten yang melalui Kecamatan Kasemen, Serang
b. Sungai Ciujung yang melewati Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan kecamatan lain mencakup Kota Serang, Kabupaten Serang, Pandeglang, Lebak dan Bogor
c. Sungai Linduk yang melewati Kecamatan Pontang
d. Sungai Sawah Luhur yang melewati kecamatan Kasemen dan Kota Serang. Sungai ini mempunyai peran besar dalam mempengaruhi pertambakan, karena kondisi fisik air yang membawa partikel perkotaan, pertanian, perdesaan dan industri terbawa ke wilayah pesisir.
Sungai Ciujung merupakan sungai terbesar di daerah ini yang sumber mata airnya berasal dari Gunung Halimun. Sungai Ciujung sebagian airnya telah dimanfaatkan untuk keperluan irigasi yang dialirkan melalui bendungan. Sungai Cibanten air mengalir melalui Kota Serang dan sumber airnya berasal dari Gunung Karang, Gunung Payung, dan Gunung Kupak. Sungai ini mengalir ke arah utara dan bermuara di Teluk Banten. Tabel 3.3 menjelaskan debit aliran air di sungai.
Tabel 3.3 Sungai dan debit alirannya yang bermuara di Teluk Banten No. Sungai Stasiun pengukuran Wilayah
Kabupaten/ Kota
Debit Rata-Rata Bulanan (m3/dt) 1 Cibanten Cibanten-Kasemen Serang 3.268
2 Ciujung Ciujung – Kragilan Serang 46.065 3 Ciujung Ciberang – Sabagi Serang 17.763 Sumber: DPU Provinsi Banten (2012).
Kondisi air laut di pantai terlihat keruh kekuningan terutama terutama musim hujan dan kondisi ini menandakan terjadi erosi di daerah hulu Pemeliharaan lingkungan di kawasan sempadan sungai yang berada di sungai besar atau saluran belum mendapatkan perhatian serius. Penataan air di kawasan pertambakan sering berpindah fungsi dan tata letak. Belum tertatanya kondisi ini menyebabkan tambak rentan terhadap infeksi penyakit.