• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Rakyat

2.1.1 Definisi hutan rakyat

Dilihat dari fungsi dibangunnya hutan rakyat, maka hutan rakyat merupakan bentuk pengelolaan lahan yang sangat mempertimbangkan aspek kelestarian hasil dan aspek konservasi namun tetap memberikan peluang untuk meningkatkan hasil tanaman pangan, peningkatan pendapatan, dan perbaikan kesejahteraan petani. Di dalam UUPK No.5/1967 istilah hutan rakyat dijumpai di dalam penjelasan undang-undang tersebut. Di dalam batang tubuhnya sendiri istilah hutan rakyat tidak ada, akan tetapi ada disebutkan istilah hutan milik, yaitu lahan milik rakyat yang ditanami dengan pepohonan. Titik berat perhatian rakyat adalah menanam tanaman pangan karena pada waktu itu masyarakat Indonesia masih mengalami defisit suplai pangan terutama beras, atau ditanami dengan tanaman holtikultura dan tanaman semusim yang cepat menghasilkan dan dapat dijual untuk menghasilkan uang tunai (Simon 1995).

Sedikit berbeda dengan pengertian hutan rakyat yang disebutkan dalam UUPK No.5/1967, di dalam UU tentang Kehutanan No.41/1999 istilah hutan milik tidak dijumpai lagi, diganti dengan istilah hutan hak sebagai sisi lain dari hutan negara. Hutan hak diperuntukkan sebagai sinonim dari hutan rakyat tersebut. Pada dasarnya hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di lahan milik, dikelola dan dikuasai sepenuhnya oleh pemiliknya atau rakyat (Djuwadi 2002). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.46/kpts-II/1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan jenis lainnya lebih dari 50% dan pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman tiap hektar.

Selain itu, sangat banyak sistem pengelolaan hutan oleh rakyat yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman semusim di sela tanaman jati yang arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan masyarakat hanya ikut “menumpang” di lahan tersebut (Djuwadi 2002).

Sistem hutan untuk menggambarkan bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal (Djuwadi 2002).

2.1.2 Peran hutan rakyat dan manfaatnya

Menurut Deapartemen Kehutanan (1995) menyatakan bahwa hutan rakyat mempunyai manfaat ganda, yaitu selain manfaat ekologis juga mempunyai manfaat ekonomis. Tujuan dan manfaat dibangunnya hutan rakyat tersebut adalah (1) memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi, (2) memperbaiki peresapan air ke dalam tanah, (3) menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air, (4) meningkatkan produktifitas lahan, (5) meningkatkan pendapatan masyarakat, dan (6) memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat.

Tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) adalah: 1. Memenuhi kebutuhan kayu

2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat 3. Memperluas kesempatan kerja penduduk 4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan

Toha (1987) menyebutkan bahwa sasaran pengembangan hutan rakyat terbagi menjadi tiga, yaitu sasaran fisik lingkungan hidup (environment), sasaran sosial ekonomi (prosperity) dan sasaran keamanan dan keutuhan negara (security). Saragih et al. (1995), mengemukakan hutan rakyat adalah bagian yang integral dari ekonomi rumah tangga rakyat yang mempunyai ciri multi purpose, yaitu :

1. Memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan anggota rumah tangga, kebutuhan pakan ternak, bahan bangunan, dan sumber pendapatan. 2. Memberikan hasil sepanjang tahun, tidak terikat musim sehingga dapat

mengisi kebutuhan pada saat lahan-lahan pertanian tanaman semusim tidak menghasilkan.

3. Hutan rakyat di Pulau Jawa berfungsi sebagai jaminan bagi kredit informal

4. Dapat berperan sebagai kebutuhan ekonomi daerah akan kayu, sayur, dan buah-buahan serta tanaman obat-obatan

5. Berperan positif di dalam penyerapan air dan mencegah erosi

6. Dapat menjadi sumber plasma nutfah, khususnya hutan rakyat di Pulau Jawa.

2.1.3 Sistem pengelolaan hutan rakyat

Pengelolaan hutan rakyat di satu sisi memang menunjukkan potensi hasil hutan kayu dan non kayu yang besar, peningkatan nilai ekologis kawasan, dan peningkatan pendapatan masyarakat pengelola hutan. Akan tetapi di sisi lain masih ditemui beberapa permasalahan, misalnya keterbatasan akses dan pengetahuan pasar masyarakat, penebangan yang masih dilakukan dengan sistem “tebang butuh”, kualitas kayu dari hutan rakyat yang belum optimal akibat kurangnya pengetahuan tentang teknik silvikultur (Hardjanto 1990).

Pola usahatani hutan rakyat masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi perusahaan yang paling menguntungkan (Hardjanto 1990). Pemilik hutan rakyat umumnya belum menggantungkan penghidupannya pada hutan-hutan yang dimilikinya, mereka mengusahakan hutan rakyat tersebut sebagai sambilan. Faktor penyebab para petani tidak menggantungkan penghidupannya pada hutan (Hardjanto 1990) yaitu:

1. Belum adanya persatuan antar pemilik hutan rakyat 2. Sistem silvikultur belum diterapkan secara sempurna.

3. Kurangnya pengetahuan petani dalam pemasaran hasil hutan rakyat 4. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengusahaan hutan

rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya adalah merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan penilaian serta pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu

rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahanya secara terus menerus selama daur (Hardjanto 1990).

Keberhasilan pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) sangat tergantung pada :

1. Tujuan pengembangan hutan rakyat yang jelas 2. Lokasi dan luas unit usaha hutan rakyat 3. Pemilihan jenis yang di tanam

4. Sistem penanaman, pemeliharaan, dan pengelolaan 5. Produksi tahunan yang terencana

6. Investasi yang tersedia dan keterkaitan dengan industri pengelolaan kayu. Sistem pendanaan yang dilaksanakan dalam pengembangan hutan rakyat (Dephut 1995) dapat ditempuh melalui:

1. Swadaya masyarakat baik perorangan, kelompok, maupun mitra usaha 2. Program bantuan inpres penghijauan dan reboisasi/APBD.

3. Kredit, berupa pinjaman lunak kepada petani/kelompok tani dengan pola acuan P3KUK-DAS melalui bank penyalur.

4. Kredit usaha perhutanan rakyat, berupa pinjaman lunak kepada petani melalui mitra usaha yang pelaksanaannya diatur oleh Departemen Kehutanan dan BRI selaku bank penyalur.

2.1.4 Pengusahaan hutan rakyat 1. Biaya Pengusahaan Hutan Rakyat

Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala bentuk korbanan ekonomi yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada prinsipnya biaya yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi berubah (variable cost). Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang tidak berubah besarnya walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah, misalnya sewa tanah. Sedangkan biaya produksi berubah adalah biaya produksi yang besarnya

tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya membeli pupuk, bibit, upah tenaga kerja (Sumarta 1963 dalam Hayono 1996).

2. Pendapatan Usaha Hutan Rakyat

Pendapatan adalah penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum dikurangi dengan biaya produksi. Besarnya Pendapatan dipengaruhi oleh jumlah barang yang dihasilkan/diproduksi dan harga masing-masing jenis dan kualitas produk. Pendapatan dari usaha hutan rakyat diperoleh dari penjualan kayu rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar (Sumarta 1963 dalam Hayono 1996).