• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

5.5 Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan .1 Analisis laba rugi

Langkah penting yang dilakukan dalam pengelolaan bisnis adalah penyusunan laporan lab/rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu daur produksi (Nurmalina et al. 2009). Laporan lab/rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba/rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan dalam suatu bisnis. Adapaun keempat jenis kegiatan tersebut (Nurmalina et al. 2009) adalah:

a. Pendapatan dari penjualan produk barang dan jasa. b. Beban produksi untuk mendapatkan barang dan jasa.

c. Beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk. d. Beban keuangan dalam menjalankan bisnis.

Perkiraan analisis laba dan rugi usaha hutan rakyat pola kemitraan yang dikembangkan oleh PT. BKL Group di tiga desa/kelurahan terdiri dari tiga bentuk kemitraan berdasarkan besarnya hasil sharing. Bentuk kemitraan di Desa Mekarjaya terdiri dari tiga pihak yaitu petani, Perhutani dan PT. BKL Group.

Tabel 11 Perkiraan analisis laba/rugi pengusahaan sengon di Desa Mekarjaya per Ha

No Uraian Total Share Para Pihak

Petani BKL Group Perhutani 1. Pendapatan kotor (Rp) 2.231.260 446.252 669.378 1.115.630

2. Biaya (Rp) 604.283 36.257 308.184 259.842

3. Share modal (%) 100 6 51 43

4. Laba (Rp) 1.626.977 325.395 488.093 813.489

Berdasarkan hasil perhitungan analisis laba/rugi pengusahaan sengon di Desa Mekarjaya, diketahui bahwa kemitraan ini mendapatkan laba bersih sebesar Rp.1.626.977,- (Tabel 11). Sedangkan kemitraan yang dilakukan di Kelurahan Urug melibatkan empat pihak yaitu petani penggarap lahan, LMDH Sarongge, Perhutani dan PT. BKL Group juga memperoleh laba. Besarnya laba bersih yang diperoleh pada kegiaan kemitraan di Kelurahan Urug adalah sebesar Rp.3.500.327,- (Tabel 12).

Tabel 12 Perkiraan analisis laba/rugi pengusahaan sengon di Kelurahan Urug per Ha No Uraian Total Pihak Petani BKL Group Perhutani LMDH Saronge 1. Pendapatan kotor (Rp) 5.432.495 1.086.499 1.629.749 2.607.598 108.650 2. Biaya (Rp) 1.932.168 347.790 740.020 811.511 32.847 3. Share modal (%) 100 18,0 38,3 42,0 1,7 4. Laba (Rp) 3.500.327 700.065 1.050.098 1.680.157 70.007 5. Bagi hasil (%) 100 20 30 48 2

Sedangkan kemitraan di Desa Leuwibudah yang melibatkan dua pihak yaitu petani penggarap lahan sekaligus sebagai pemilik lahan dengan PT. BKL Group. Berdasarkan hasil perhitungan analisis laba/rugi diketahui bahwa bentuk kemitraan di Desa Leuwibudah memperoleh laba bersih sebesar Rp.11.366.430,-(Tabel 13).

Tabel 13 Perkiraan analisis laba/rugi pengusahaan sengon di Desa Leuwibudah per Ha

No Uraian Total Pihak

Petani BKL Group 1 Pendapatan kotor (Rp) 13.595.567 10.196.675 3.398.892 2 Biaya (Rp) 2.229.137 1.382.065 847.072 3 Share modal (%) 100 62 38 4 Laba (Rp) 11.366.430 8.524.823 2.841.608 5 Bagi hasil (%) 100 75 25

5.5.2 Analisis finansial

A. Analisis finansial usaha hutan rakyat per strata

Analisis finansial adalah suatu analisis yang ditunjukan untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu proses produksi dilihat dari sudut pandanga individu (Affianto et al. 2005). Menurut Affianto et al. (2005) tingkat keuntungan merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, untuk dapat mengetahui kelayakan pengusahaan hutan rakyat maka dilakukan analisis finansial dengan menggunakan metode analisis aliran kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto. Perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan dalam waktu yang telah ditentukan akan dapat menilai pengusahaan hutan rakyat tersebut dapat terus berkembang atau tidak.

Kriteria Kelayakan yang digunakan dalam analisis finansial adalah Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara present value daripada benefit dan present value daripada biaya, Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR). Biaya usaha merupakan jumlah nilai seluruh faktor input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Sesuai dengan sifatnya, pembiayaan pengusahaan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Asumsi- asumsi yang digunakan untuk analisis finansial yaitu:

1. Menggunakan faktor diskonto/suku bunga bank yang berlaku di daerah penelitian pata tahun 2010 yaitu 13%.

2. Kondisi perekonomian selama jangka waktu analisis stabil. 3. Pendapatan mulai dihitung sejak lahan diolah dan dimanfaatkan.

4. Umur kelayakan proyek dihitung sampai umur 6 tahun didasarkan pada siklus tebang untuk tanaman sengon.

5. Upah Hari Orang Kerja (HOK) satu hari dihitung berdasarkan upah yang berlaku.

6. Pendapatan dari tanaman pertanian dihitung sesuai dengan periodisasi panen.

7. Semua harga input dan output yang diguankan dalam analisis berdasarkan harga ynag berlaku pada saat penelitian berlangsung dengan asumsi harga konstan sampai selesainya penelitian.

Tabel 14 Hasil analisis finansial usaha hutan rakyat petani berdasarkan strata luas pengusahaan lahan

Desa/

Kelurahan Strata

Rata-rata

luas lahan (Ha) NPV (Rp) BCR IRR (%)

Mekarjaya I 0,05 152.427 1,26 20 II 0,21 1.419.957 1,88 41 III 0 - - -Rata-rata 786.192 1,57 31 Urug I 0,07 509.805 1,47 26 II 0,21 2.173.737 2,43 57 III 2 5.234.799 2,77 46 Rata-rata 2.639.447 2,22 43 Leuwibudah I 0,07 3.968.680 3,56 57 II 0,26 5.632.143 4,41 58 III 0,81 11.737.721 6,23 67 Rata-rata 7.112.848 4,73 61 Total I 0,06 582.527 1,81 33 II 0,23 3.674.394 3,32 60 III 1,11 10.288.056 5,22 64 Rata-rata 4.848.326 3,45 52

a. Net Present Value (NPV)

Nilai NPV terbesar untuk petani pada strata I, II, dan III terdapat pada Desa Leuwibudah, kemudian NPV Kelurahan Urug dan Desa Mekarjaya. Hal ini dikarenakan bagi hasil pendapatan hutan rakyat untuk petani di Desa Leuwibudah sebesar 75% dari pendapatan total. Sedangkan untuk kedua desa lainya hanya memperoleh bagi hasil sebesar 20% dari pendapatan total hutan rakyat. Berdasarkan nilai NVP yang diperoleh di tiga desa/kelurahan pada strata I, II dan III adalah > 0, yang berarti hutan rakyat pola kemitraan untuk ketiga strata dinyatakan layak (Tabel 14).

b. Benefit Cost Ratio (BCR)

Penilaian kelayakan kemitraan yang kedua adalah berdasarkan nilai Benefit Cost Ratio (BCR). Berdasarkan hasil perhitungan ini, diperoleh nilai BCR terbesar pada strata I, II dan III terdapat di Desa Leuwibudah sebesar 3,56; 4,41; dan 6,23. Sehingga dari hasil ini diketahui bahwa nilai BCR untuk ketiga tempat

tersebut > 1, yang berarti pola kemitraan untuk petani hutan rakyat pada ketiga strata dinyatakan layak (Tabel 14).

c. Internal Rate of Return (IRR)

Kriteria penilaian analisis finansial yang ketiga adalah Internal Rate of Return (IRR). Nilai IRR terbesar pada strata I, II dan III terdapat di Desa Leuwibudah yaitu sebesar 57%, 58% dan 67%. Nilai IRR yang diperoleh di ketiga desa/kelurahan melebihi nilai suku bunga yang berlaku 13%. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan di ketiga strata dinyatakan layak. Berdasarkan hasil analisis finansial untuk ketiga strata yang paling layak diusahakan adalah di strata III, sedangkan untuk penerapan kemitraan yang paling layak adalah di Desa Lewibudah (Tabel 14).

B. Analisis finansial usaha hutan rakyat untuk mitra

Analisis finansial untuk PT. BKL Group dan Perhutani diketahui bahwa di ketiga tempat pola kemitraan memperoleh hasil yang positif. Nilai rata-rata NPV, BCR dan IRR PT. BKL Group adalah sebesar Rp.936.127; 2,46 dan 34%. Pada suku bunga 13% diketahui nilai rata-rata NVP untuk Perhutani sebesar Rp.1.163.678; BCR 2,93 dan IRR 30%. Kemitraan usaha sengon untuk PT. BKL Group dan Perhutani berdasarkan ketiga kriteria tersebut dinyatakan layak (Tabel 15).

Tabel 15 Hasil analisis finansial untuk PT. BKL Group dan Perhutani

Desa/ PT. Bina Kayu Lestari Group Perhutani

Kelurahan NVP (Rp) BCR IRR (%) NVP (Rp) BCR IRR (%)

Mekarjaya 167.608 1,48 22 197.459 1,30 17

Urug 1.203.272 3,77 49 2.129.896 4,55 43

Leuwibudah 1.437.501 2,13 30 - -

-Rata-rata 936.127 2,46 34 1.163.678 2,93 30

Berdasarkan tiga kriteria kelayakan finansial yaitu NPV, BCR dan IRR yang diperoleh dari hasil perhitungan, diketahui bahwa petani memperoleh nilai rerata yang paling tinggi dibandingkan dengan Perhutani dan PT. BKL Group. Nilai rata-rata NPV petani sebesar Rp.4.848.326, BCR sebesar 3,45 dan IRR sebesar 52%. Sehingga dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa kemitraan baik

yang telah dilaksanakan maupun yang sedang berjalan antara petani, Perhutani dan PT. BKL Group dalam pengelolaan hutan rakyat telah memberi kontribusi yang cukup besar dalam peningkatan kesejahteraan petani.

5.6 Analisis Kemitraan

5.6.1 Tahapan pola kemitraan

Dalam pengelolaan kemitraan terdapat semangat kebersamaan yang mengandung arti berbagi, baik dalam peran, ruang, waktu maupun pendapatan. Terdapat tujuh tahapan dalam pelaksanaan kemitraan di Desa Mekarjaya, Kelurahan Urug dan Desa Leuwibudah. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Sosialisasi

Tahap sosialisasi merupakan tahap untuk mengetahui dan memahami sejelas mungkin tentang apa dan bagaimana program kemitraan. Kunci keberhasilan program kemitraan adalah keberhasilan dalam melaksanakan sosialisasi ke masyarakat. Adapun sasaran dalam kegiatan ini adalah warga masyarakat yang ada di dalam atau disekitar hutan, pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat.

b. Pembentukan LMDH

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah pihak ketiga yang sengaja dibentuk oleh Perhutani sebagai tenaga pendamping masyarakat yang anggotanya berasal dari masyarakat. LMDH berperan sebagai fasilitator dan motivator KTH untuk berpartisipasi dalam kemitraan. Pada tahun 2006 dibentuk LMDH Adem Sari yang diketuai Bapak Muhamad Sholeh. Di Kelurahan Urug pada tahun 2006 juga dibentuk LMDH Saronge yang diketuai oleh Bapak Dedi Sadiman.

c. Pembentukan kelompok tani

Kelompok Petani Hutan (KTH) merupakan wadah dari kelompok masyarakat yang tersusun dari masyarakat. KTH diketuai oleh seorang ketua yang ditunjuk berdasarkan musyawarah kelompok masyarakat. Ketua KTH mempunyai peran yang sangat penting dalam kegiatan kemitraan. Selain memudahkan mandor PHBM dalam megkoordinir petani-petani yang menggarap lahan, juga berperan dalam memberikan pengarahan kepada anggota taninya. Pembentukan KTH mendapat pengesahan dari Perhutani dan Ketua LMDH setempat.

d. Penunjukan lokasi dan luas

Lokasi yang digunakan dalam kegiatan kemitraan adalah milik Perhutani. Lokasi yang dijadikan program kemitraan di Desa Mekarjaya dan Kelurahan Urug ada pada petak 1E seluas 8 Ha dan petak 6E seluas 18 Ha yang berada di KRPH Sukaraja BKPH Singaparna. Kegiatan kemitraan dikedua tempat ini dilakukan dengan sistem tumpangsari antara tanaman sengon dengan palawija. Lamanya kontrak kemitraan adalah 6 tahun, dimulai pada tahun 2004.

e. Pembuatan perjanjian kerjasama dan pelaksanaan kerja

Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Direktur Utama PT. BKL Group, KKPH (Adm) Tasikmalaya, Ketua KTH dan disaksikan oleh tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh KTH, sedangkan biaya pengadaan bibit dan biaya angkut bibit ke lokasi penanaman dibiayai oleh PT. BKL Group. Sedangkan Perhutani membiayai biaya persiapan dan menyiapkan lahan. Pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan perjanjian, termasuk hak dan kewajiban semua mitra yang terlibat dalam kemitraan ini. Nilai sharing ditetapkan sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak sesuai dengan perjanjian, yaitu 50% Perhutani, 30% PT. BKL Group dan 20% penggarap. Sedangkan untuk pembagian sharing di Desa Leuwibudah adalah 75% petani dan 25% PT. BKL Group.

Masa berlaku perjanjian kemitraan adalah sejak ditandatangani kontrak kerjasama oleh semua pihak dan berakhir sampai masa 6 tahun. Apabila ada pelanggaran/perselisihan antar pihak, maka akan diselesaikan secara musyawarah dan secara hukum bila dengan cara musyawarah tidak bisa diselesaikan.

5.6.2 Analisis hubungan kemitraan

Analisis hubungan kemitraan diukur layak atau tidak layak usaha kemitraannya adalah dengan cara kategorisasi yang didasarkan pada keputusan Menteri Pertanian No. 994/Kpts/OT.210/10/97 tanggal 13 Oktober 1997 mengenai pedoman penetapan tingkat hubungan kemitraan usaha pertanian. Faktor – faktor yang dinilai dalam penentuan kategori tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat dari petani, LMDH, PT. BKL Group dan Perhutani yaitu, aspek proses manajemen kemitraan dan aspek manfaat (Tabel 17). Analisis

Tingkat Kemitraan dapat dilihat ciri-ciri utama masing-masing kategori mulai dari jangka waktu sampai pemasaran.

Tabel 16 Nilai tingkat hubungan kemitraan berdasarkan pendapat petani, PT. BKL Group, Perhutani dan LMDH

No Faktor yang Dinilai Nilai Maksimum

Nilai Rata-rata Pendapat Petani BKL Perhutani LMDH I Aspek Proses Manajemen Kemitraan 1.Perencanaan 150 a.Perencanaan Kemitraan 62,5 25 100 100 b.Kelengkapan Perencanaan 48,75 50 30 50 2.Pengorganisasian 150 a.Bidang Khusus 12,5 25 25 25 b.Kontrak Kerjasama 120 122,5 115 115 3. Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama 200 a.Pelaksanaan Kerjasama 30 50 50 30 b.Efektivitas Kerjasama 95 150 115 115

umlah Nilai Aspek Proses

Manajemen Kemitraan 500 467,5 372,5 385 405 II spek Manfaat 1.Ekonomi 300 a. Pendapatan 75 100 50 50 b.Harga Pasar 25 25 0 25 c.Produktivitas 25 50 0 0 d.Resiko Usaha 35 50 50 50 2.Teknis 100 a.Mutu 37,5 25 25 25 b.Penguasaan Teknologi 37,5 50 50 25 3.Sosial 100 a.Keinginan Kontinuitas Kerjasama 33,33 50 25 25 b.Pelestarian Lingkungan 33,33 50 50 50

Jumlah Aspek Manfaat 500 301,66 400 250 250

Jumlah nilai rata-rata Aspek

Proses Manajemen

Kemitraan + Jumlah Aspek Manfaat

Analisis tingkat hubungan kemitraan ditinjau dari aspek proses manajemen kemitraan, menurut pendapat petani, PT. BKL Group, Perhutani dan LMDH masing-masing sebesar 467,5; 372,5; 385; dan 405 dari nilai maksimum 500. Ditinjau dari aspek manfaat menurut pendapat petani, PT. BKL Group, Perhutani dan LMDH masing-masing sebesar 301,66; 400; 250 dan 250 dari nilai maksimumnya 500. Sehingga nilai total kedua aspek tersebut menurut pendapat petani, PT. BKL Group, Perhutani dan LMDH masing-masing sebesar 769,16; 772,5; 635 dan 655 dari nilai maksimum 1000.

Nilai rata-rata kedua aspek tersebut menurut pendapat petani, PT. BKL Group, Perhutani dan LMDH adalah 707,91 dari nilai maksimum 1000. Nilai ini berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 944/Kpts/OT. 201/10/97 termasuk kedalam kategori Kemitraan Prima Madya. Kategori Kemitraan Prima Madya merupakan kemitraan yang terjadi dalam kemitraan jangka menengah dan jangka panjang dimana pihak inti (Perhutani) hanya berperan dalam penyediaan sarana, memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis. Pihak inti lain (PT. BKL Group) hanya berperan sebagai pemodal dan pemasar hasil dalam kemitraan.

Kemitraan yang melibatkan tiga pihak yaitu petani, PT. BKL Group dan Perhutani memiliki nilai rata-rata sebesar 725,55 dari nilai maksimum 1000. Sehingga pada kegiatan kemitraan yang melibatkan tiga pihak ini termasuk kedalam kategori Kemitraan Prima Madya. Nilai rata-rata kemitraan antara petani dan PT. BKL Group, berdasarkan kedua aspek tersebut sebesar 770,82 dari nilai maksimum 1000. Nilai ini berarti kemitraan antara petani dan PT. BKL Group termasuk kedalam kategori Kemitraan Prima Utama, yaitu kemitraan yang terjadi dalam jangka panjang dimana pihak inti (PT. BKL Group) berperan dalam pembinaan manajemen, introduksi teknologi, permodalan dan pemasaran hasil.

5.6.3 Proses manajemen kemitraan a. Aspek manajemen

1. Perencanaan

Perencanaan terdiri dari perencanaan kemitraan dan kelengkapan perencanaan yang berisi tentang uraian mengenai langkah-langkah kemitraan

yang akan dilaksanakan. Nilai aspek perencanaan berdasarkan pendapat petani, Perhutani, PT. BKL Group dan LMDH sebesar 111,25; 130; 50 dan 50.

1.1 Perencanaan kemitraan

Berdasarkan hasil kuisioner dengan petani, diperoleh nilai rata-rata perencanaan kemitraan sebesar 62,5. Dalam perencanaan kemitraan ini sebanyak 69 orang petani (76,67%) berpendapat bahwa perencanaan kemitraan dilakukan oleh PT. BKL Group, Perhutani bersama dengan petani yang diketahui oleh pemerintah desa. Sedangkan 21 orang petani (23,33%) menyatakan bahwa penyusunan kemitraan hanya dilakukan oleh PT. BKL Group dan Perhutani secara sepihak. Perencanaan kemitraan menurut pendapat Perhutani dan LMDH bernilai 100 didasarkan pada isi perjanjian yang disusun secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat PT. BKL Group, perencanaan kemitraan dilakukan secara sepihak oleh PT. BKL Group sendiri. PT. BKL Group berpendapat, apabila petani diikutsertakan dalam penyusunan perencanaan kemitraan, petani akan banyak menuntut kebijakan untuk peningkatan kesejahteraannya.

1.2 Kelengkapan perencanaan

Aspek kelengkapan perencanaan mempunyai nilai rata-rata sebesar 48,75. Berdasarkan pendapat petani, sebanyak 32 orang (35,56) menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi 6 aspek yaitu pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan manajemen, sarana produksi pertanian dan prasarana pertanian. Sedangkan 20 orang (22,22%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 5 aspek, 21 orang (23,33%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 4 aspek , 8 orang (8,88%) berpendapat penyusunan meliputi 3 aspek dan 9 orang petani (10%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 1 aspek argibisnis lainya.

Nilai kelengkapan perencanaan berbeda menurut pendapat Perhutani yaitu sebesar 30, meliputi 3 aspek. Pendapat PT. BKL Group dan LMDH memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 50, yang berarti penyusunan perencanaan meliputi 6 aspek.

2. Pengorganisasian

Aspek pengorganisasian mempunyai nilai rata-rata sebesar 231,25 untuk pendapat petani, 140 pendapat LMDH dan Perhutani, dan menurut pendapat PT.

BKL Group sebesar 147,5. Nilai ini merupakan penjumlahan dari aspek bidang khusus dan aspek kontrak kerjasama.

2.1 Bidang khusus

Aspek bidang khusus mempunyai nilai sebesar 12,5 untuk pendapat petani. Hasil ini diperoleh dari rata-rata pernyataan petani yaitu 32 orang petani (35,56%) berpendapat bahwa ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan di daerah mereka yaitu KTH dan LMDH. Sedangkan 38 orang petani (64,44%) berpendapat bahwa tidak ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan.

Nilai bidang khusus menurut pendapat Perhutani, PT. BKL Group dan LMDH adalah sebesar 25, yaitu dalam kegiatan kemitraan ini ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan yaitu KTH dan LMDH (Perhutani); PT. BIL dan LSM Agri Mandiri Lestari (PT. BKL Group).

2.2 Kontrak kerjasama

Aspek kontrak kerjasama terdiri dari 3 aspek, yaitu keberadaan, isi kontrak kerjasama dan bentuk kerjasama. Berdasarkan pendapat petani mengenai aspek kontrak kerjasama diperoleh nilai sebesar 120. Sebanyak 57 orang petani berpendapat bahwa ada kontrak kerjasama secara tertulis antara petani, Perhutani dan PT. BKL Group, 55 orang berpendapat isi kontrak kerjasama meliputi sebagian besar dari kedelapan aspek kemitraan dan 80 orang petani berpendapat kontrak kerjasama dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas.

Nilai aspek kontrak kerjasama menurut pendapat Perhutani dan LMDH sebesar 115. Meliputi nilai 25 untuk keberadaan kontark kerjasama secara tertulis, nilai 40 untuk isi kontrak kerjasama yang meliputi sebagian besar dari kedelapan aspek kemitraan, nilai 50 untuk bentuk kerjasama yang dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat hak dan kewajiban yang jelas. Sedangkan nilai aspek kontrak kerjasama menurut pendapat PT. BKL Group sebesar 122,5. Pihak PT. BKL Group menyatakan bahwa kontrak kerjasama pada awalnya dibuat secara tertulis dan sederhana. Kemudian dibuat secara lengkap, jangka panjang, memuat hak dan kewajiban yang jelas. Isi kontrak kerjasamanya meliputi 8 aspek kemitraan yaitu aspek kualitas, produktivitas, kontinuitas hasil, harga, sistem pembayaran saprodi, permodalan dan sangsi.

3. Pelaksanaan dan efektivitas kerjasama 3.1 Pelaksanaan kerjasama

Aspek pelaksanaan kerjasama mempunyai nilai rata-rata sebesar 30 berdasarkan pendapat petani dan LMDH. Sebanyak 68 orang petani berpendapat bahwa pelaksanaan kerjasama dilakukan sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan. Sedangkan 22 orang petani dan LMDH berpendapat bahwa dalam pelaksanaanya kerjasama ini tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian dan tidak transparan. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaannya banyak bantuan dari PT. BKL Group dan Perhutani yang tidak terlaksana, seperti kasus di Desa Mekarjaya dimana PT. BKL Group tidak memberi bantuan pupuk dan hewan ternak serta tidak ada transparansi hasil penjarangan dari Perhutani.

Pernyataan pendapat yang berbeda megenai pelaksanaan kerjasama berasal dari Perhutani dan BKL Group yang keduanya memperoleh nilai 50 untuk aspek pelaksanaan kerjasama. PT. BKL Group dan Perhutani berpendapat bahwa pelaksanaan kerjasama sudah sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan. Dimana semua hak dan kewajiban PT. BKL Group dan Perhutani di dalam perjanjian telah dilaksanakan dan sebelum melakukan kegiatan selalu diadakan sosialisasi.

3.2 Efektivitas kerjasama

Efektivitas kerjasama merupakan kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat dan menjalankan pekerjaan kerjasama dengan benar (Deptan, 1997). Berdasarkan Deptan (1997) aspek efektivitas kerjasama meliputi aspek kejelasan peranan, kontinuitas suplai, kualitas suplai, sistem pembayaran, cara pembayaran dan aspek penentuan harga.

Aspek efektivitas kerjasama ini diperoleh nilai rata-rata sebesar 95 berdasarkan pendapat petani. Dimana sebagian besar petani berpendapat bahwa terdapat kejelasan peran masing-masing pihak yang bermitra dan adanya kontinuitas suplai bahan baku dari mitra kepada PT. BKL Group dengan kualitas yang sesuai dengan standar. Sistem pembayaran pun dilakukan sesuai dengan kontrak kerjasama, hanya saja untuk petani yang bermitra dengan Perhutani dan PT. BKL Group penentuan harga jual didasarkan pada Harga Jual Dasar (HJD) Perhutani. Pembayaran hasil pemanenan dan penjarangan dilakukan lebih dari 4

minggu yaitu satu tahun setelah semua penebangan selesai dilaksanakan. Akan tetapi, untuk petani yang bermitra dengan PT. BKL Group penentuan harga dilakukan secara bersama-sama dan pembayaran dilakukan secara tunai pada hari itu juga. Bila terjadi keterlambatan pembayaran, maksimum pembayaran dilakukan 3 hari setelah kayu di kirim ke pabrik PT. BKL Group.

Nilai aspek efektivitas menurut pendapat PT. BKL Group sebesar 150 dan 115 untuk Perhutani dan LMDH. Jumlah rata-rata total nilai aspek proses manajemen dari pendapat petani adalah 467,5; Perhutani sebesar 385; PT. BKL Group sebesar 372,5 dan LMDH sebesar 405.

b. Aspek manfaat 1. Aspek ekonomi

Dalam aspek ekonomi ada 4 aspek yang dijadikan sebagai indikator penilaian yaitu aspek pendapatan, harga pasar, produktivitas dan resiko usaha. Nilai rata-rata untuk aspek ekonomi berdasarkan pendapat Perhutani sebesar 100. Menurut Perhutani pendapatan penggarap dari komoditi yang dimitrakan sama dengan sebelumnya. Hal ini karena produktivitas melalui kemitraan dirasa sama seperti sebelum kemitraan. Harga kayu sengon yang dimitrakan lebih rendah dari harga pasar karena disesuaikan dengan HJD Perhutani di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Cirebon. Sedangkan untuk resiko usaha kemitraan ini Perhutani menyatakan bahwa resiko usaha dibagi secara proporsional sesuai dengan perjanjian.

Nilai rata-rata aspek ekonomi menurut pendapat PT. BKL Group adalah sebesar 225, perwakilan dari pihak PT. BKL Group berpendapat bahwa pendapatan perusahaan dari kemitraan meningkat dari sebelum kemitraan. Hal ini berdasarkan pada produktivitas perusahaan yang terus meningkat setiap harinya, dikarenakan suplai bahan baku dari mitra berlangsung secara kontinu. Sehingga PT. BKL Group berpendapat bahwa pendapatan petani ikut meningkat seiring dengan berjalanya kemitraan. Penentuan harga yang diberlakukan PT. BKL Group sesuai dengan harga pasar dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Resiko usaha dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian.

Nilai rata-rata aspek ekomoni berdasarkan pendapat LMDH adalah sebesar 125 dan pendapat petani adalah 160. Pernyataan dari LMDH dan 57 orang petani

mengenai pendapatan setelah bermitra adalah sama, yaitu peningkatan pendapatan dibandingkan sebelum terjadi kemitraan. Menurut 46 orang petani produktivitas meningkat setelah terjadi kemitraan. Pembagian resiko usaha menurut 78 orang petani akan dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian. Sedangkan 90 orang petani menyatakan harga jual kayu akan disamakan dengan harga pasar yang berlaku.

2. Aspek teknis

Aspek teknis meliputi dua aspek yaitu aspek mutu dan aspek penguasaan Teknologi. Nilai rata-rata aspek teknis sebesar 75 untuk petani, Perhutani dan PT. BKL Group. Sedangkan nilai rata-rata aspek teknis untuk pendapat LMDH sebesar 50.

Mengenai aspek mutu produksi dari kemitraan, 78 orang petani berpendapat bahwa mutu produksi hasil kemitraan sama dengan mutu diluar program