• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUTANG USANCE LETTERS OF CREDIT

Akun ini merupakan saldo hutang usance letters of credit yang diperoleh PWD dan EBCI dari:

2001 2000

Badan Penyehatan Perbankan Nasional

- eks pinjaman dari PT Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk Rp 198.756.020.643 Rp 198.756.020.643 The Hongkong and Shanghai Banking

Corporation Ltd.

(AS$ 17.374.234 pada tahun 2001

dan AS$ 18.827.598 pada tahun 2000) 180.692.027.776 180.650.802.810 PT Bank DBS Indonesia

(AS$ 4.699.937 pada tahun 2001 dan

AS$ 2.761.291 pada tahun 2000) 48.879.348.752 26.494.590.215 PT Bank Internasional Indonesia Tbk

(AS$ 2.382.181 pada tahun 2001 dan

AS$ 2.079.194 pada tahun 2000) 24.774.682.920 19.949.871.132 Standard Chartered Bank (lihat Catatan 11)

(AS$ 2.054.130) - 19.709.379.461

Jumlah Rp 453.102.080.091 Rp 445.560.664.261

a. Badan Penyehatan Perbankan Nasional - eks pinjaman dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Pada tanggal 6 Agustus 1997, PWD memperoleh fasilitas usance letters of credit dari BNI untuk mengimpor mesin Pabrik PA III dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 30.000.000. Menurut perjanjian fasilitas kredit tersebut, saldo hutang usance letters of credit yang belum dibayar pada saat jatuh tempo akan dikonversi secara otomatis ke dalam mata uang Rupiah. BNI telah mengkonversi saldo hutang usance letters of credit yang belum dibayar dari mata uang Dolar AS menjadi mata uang Rupiah pada tanggal akseptasi (berkisar antara bulan Juni 1998 sampai bulan September 1999), dengan jumlah keseluruhan menjadi sebesar Rp 368.678.389.025 sebagai dokumen impor “Yadit”. Akan tetapi, PWD telah menyatakan kepada BNI bahwa saldo hutang usance letters of credit tersebut belum jatuh tempo dan masih terhutang dalam mata uang Dolar AS. Pada tanggal 30 Desember 1999, PWD dan BNI telah menandatangani perjanjian kredit untuk menempatkan dokumen letters of credit import untuk pembelian mesin Pabrik PA III sebesar Rp 368.678.389.025 dan tunggakan bunga dari bulan Juni 1998 sampai tanggal 30 Desember 1999, dengan rincian sebagai berikut:

• Pokok hutang usance letters of credit sebesar Rp 201.244.484.000 dikonversi ke dalam mata uang Dolar AS menjadi sebesar AS$ 28.646.902, sama dengan fasilitas maksimum yang diberikan, dengan jangka waktu kredit dari tanggal 30 Desember 1999 sampai tanggal 5 Januari 2001.

• Jumlah rugi selisih kurs sebesar Rp 167.433.905.025 dan tunggakan bunga sebesar Rp 136.641.064.277 dikonversi ke dalam mata uang Dolar AS menjadi sebesar AS$ 43.284.694, sama dengan fasilitas maksimum yang diberikan, dengan jangka waktu kredit dari tanggal 30 Desember 1999 sampai tanggal 29 Desember 2014 termasuk tenggang waktu (“grace period”) lima (5) tahun, serta tingkat suku bunga sebesar 4% per tahun.

Akan tetapi, PWD tidak mengakui perjanjian tersebut karena saldo hutang usance letters of credit dikonversi oleh BNI ke dalam mata uang Rupiah sebelum jatuh tempo seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Pendapat hukum dari Julius Rizaldi & Rekan tanggal 12 April 2000 menyatakan bahwa jumlah rugi selisih kurs sebesar Rp 167.433.905.025 dan tunggakan bunga sebesar Rp 136.641.064.277 yang dikonversi ke dalam mata uang Dolar AS menjadi sebesar AS$ 43.284.694 seperti yang dinyatakan dalam perjanjian kredit tersebut di atas tidak dapat dibenarkan menurut hukum karena konversi saldo hutang usance letters of credit ke dalam mata uang Rupiah tidak sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian kredit, dan BNI dianggap ingkar janji (wanprestasi) dengan tidak melaksanakan restrukturisasi tetapi mengalihkan saldo pinjaman tersebut kepada BPPN pada bulan Maret 2000 (lihat paragraf berikut). Saldo pokok pinjaman dan bunga masih harus dibayar yang dicatat PWD masing-masing sebesar Rp 198.756.020.643 dan Rp 124.968.827.393 pada tanggal 31 Desember 2001 dan masing-masing sebesar Rp 198.756.020.643 dan Rp 86.998.142.946 pada tanggal 31 Desember 2000. Selisih antara jumlah yang dicatat PWD dan jumlah yang dinyatakan dalam perjanjian tersebut di atas tidak diakui dalam laporan keuangan konsolidasi tahun 2001 dan 2000. Pada bulan Maret 2000, BNI telah mengalihkan seluruh hutang usance letters of credit PWD yang diperoleh dari BNI kepada BPPN. Dengan demikian, seluruh proses restrukturisasi pinjaman yang sedang berjalan diatur selanjutnya dengan BPPN. Tingkat suku bunga yang digunakan oleh PWD untuk menghitung beban bunga selama proses restrukturisasi dengan BPPN (sejak bulan Maret 2000) adalah sebesar 18% per tahun untuk pinjaman dalam mata uang Rupiah (lihat Catatan 11). Pada tanggal 29 April 2002, proses restrukturisasi pinjaman PWD dengan BPPN masih berlangsung.

b. The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited

Rincian hutang usance letters of credit dengan HSBC adalah sebagai berikut:

2001 2000

PT Petrowidada

(AS$ 8.251.227 pada tahun 2001

dan AS$ 9.286.025 pada tahun 2000) Rp 85.812.759.448 Rp 89.099.410.355 PT Eternal Buana Chemical Industries

(AS$ 9.123.007 pada tahun 2001 dan

AS$ 9.541.573 pada tahun 2000) 94.879.268.328 91.551.392.455 Jumlah Rp 180.692.027.776 Rp 180.650.802.810

Pada tanggal 27 Oktober 1995, PWD memperoleh fasilitas “deferred payment credit” dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 7.500.000 dari HSBC Surabaya. Fasilitas tersebut telah mengalami beberapa kali perpanjangan dan perubahan. Pada tanggal 7 September 1998, fasilitas pinjaman PWD diperpanjang dan diubah menjadi fasilitas kombinasi dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 13.000.000, yang terdiri dari fasilitas “deferred payment credit line” dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 13.000.000 dan fasilitas pinjaman revolving dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 2.000.000. Pada tanggal 7 Juli 2000, PWD dan HSBC Jakarta merestrukturisasi fasilitas tersebut menjadi kombinasi fasilitas pinjaman “restructured clean import”, “sight documentary credit line”, “deferred payment credit line” dan pinjaman “clean import” dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 11.000.000, dan fasilitas pinjaman revolving dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 2.000.000 (lihat Catatan 11 untuk saldo pinjaman tersebut).

Pada tanggal 19 Desember 2000, PWD dan EBCI merestrukturisasi fasilitas pinjamannya dengan HSBC Jakarta menjadi kombinasi fasilitas pinjaman “restructured reducing balance clean import”, “sight documentary credit line”, “deferred payment credit line” dan pinjaman “clean import” dengan jumlah maksimum masing-masing sebesar AS$ 11.000.000 dan AS$ 10.000.000. Saldo pinjaman “restructured reducing balance clean import” PWD dan EBCI dilunasi dengan cicilan bulanan dengan cicilan terakhir jatuh tempo masing-masing pada tanggal 31 Januari 2001 dan 1 Juli 2001. Fasilitas “deferred payment credit line” dan pinjaman “clean import” PWD dan EBCI mempunyai jangka waktu maksimum 120 hari, kecuali untuk saldo pinjaman “clean import” PWD akan lebih diperpanjang selama 30 atau 60 hari, dengan jatuh tempo terakhir tanggal 30 Mei 2001. Fasilitas yang diperoleh PWD dan EBCI tersebut akan ditinjau kembali sedikitnya setiap tahun paling lambat tanggal 31 Oktober 2001.

Pada tahun 2001, HSBC Surabaya secara langsung mengkompensasi saldo hutang usance letters of credit PWD sebesar AS$ 2.611.800 dengan deposito berjangka yang dijaminkan milik EBCI yang ditempatkan di HSBC Jakarta. Sebagai hasilnya, saldo hutang usance letters of credit sebesar AS$ 8.251.227 pada tanggal 31 Desember 2001.

Pada tanggal 29 April 2002, fasilitas di atas yang telah jatuh tempo pada tahun 2001 belum diperpanjang kembali oleh PWD dan EBCI dengan HSBC.

c. PT Bank DBS Indonesia

Pada tanggal 17 Mei 1999, EBCI memperoleh fasilitas impor dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 5.000.000 dari DBS Jakarta, yang akan diperpanjang dengan pemberitahuan secara tertulis dari pihak bank. Fasilitas tersebut telah berakhir pada tanggal 17 Mei 2001.

Pada tanggal 29 April 2002, fasilitas di atas belum diperpanjang kembali oleh EBCI dengan DBS. d. PT Bank Internasional Indonesia Tbk

Pada tanggal 14 Agustus 1999, EBCI memperoleh perpanjangan fasilitas kredit impor dengan jumlah maksimum sebesar AS$ 3.600.000 dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk (“BII”), Jakarta. Fasilitas tersebut telah berakhir pada tanggal 15 Juni 2001.

Pada tanggal 29 April 2002, fasilitas di atas belum diperpanjang kembali oleh EBCI dengan BII. e. Standard Chartered Bank

Saldo pinjaman hutang usance letters of credit pada tanggal 31 Desember 2000 telah diselesaikan pada tahun 2001.

Tingkat suku bunga tahunan untuk fasilitas dalam mata uang Dolar AS berkisar antara 4,88% sampai dengan 17,61% pada tahun 2001 dan antara 9,60% sampai dengan 11,00% pada tahun 2000, sedangkan tingkat suku bunga tahunan untuk fasilitas dalam mata uang Rupiah sebesar 18% pada tahun 2001 dan berkisar antara 18,00% sampai dengan 23,50% pada tahun 2000.

Fasilitas pinjaman tersebut pada umumnya dijamin oleh piutang, persediaan, aktiva tetap, mesin dan peralatan yang dibiayai oleh fasilitas tersebut, hasil klaim asuransi dan jaminan yang sama dengan jaminan fasilitas kredit investasi (lihat Catatan 16). Fasilitas pinjaman dari beberapa bank tertentu juga dijamin oleh “letter of undertaking” dari PWD untuk membuka kredit dokumen dengan jumlah minimum tertentu, deposito berjangka, jaminan perusahaan dari Perusahaan, EIU dan ENG, serta jaminan pribadi dari Sudiharto Sridjaja, Jasin Sridjaja, Hadiran Sridjaja, Hadisan Sridjaja dan Mulyana Sridjaja.

Perjanjian pinjaman pada umumnya memuat beberapa pembatasan tertentu yang mewajibkan PWD dan EBCI, antara lain, untuk memperoleh persetujuan tertulis dari para pemberi pinjaman sebelum melakukan penggabungan usaha, memperoleh dan memberi pinjaman, memperoleh dan menjual aktiva, membayar dividen, memberi jaminan, mengubah anggaran dasar, serta mengubah susunan pemegang saham, komisaris dan direksi. EBCI juga diwajibkan untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan, ekuitas setara atau lebih besar dari Rp 100 miliar serta pemilikan Perusahaan dan Keluarga Sridjaja, baik secara langsung atau tidak langsung, masing-masing sekurang-kurangnya 75% dari modal ditempatkan EBCI dan sekurang-kurangnya 51% dari modal ditempatkan Perusahaan. PWD juga diwajibkan untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan dan kekayaan bersih setara atau lebih besar dari Rp 50 miliar.

Pada tanggal 31 Desember 2001 dan 2000, PWD dan EBCI telah melanggar beberapa pembatasan tertentu dalam perjanjian pinjaman, antara lain, tidak memenuhi persyaratan rasio keuangan serta tidak dapat membayar pokok pinjaman dan bunga yang telah jatuh tempo kepada para kreditur. EBCI juga tidak memenuhi ekuitas yang disyaratkan serta pemilikan Keluarga Sridjaja, baik secara langsung atau tidak langsung, hanya sebesar 38,8% dari modal ditempatkan Perusahaan. Pada tanggal 31 Desember 2001, kekayaan bersih PWD juga kurang dari Rp 50 miliar. Pada tanggal 29 April 2002, tidak ada pembebasan secara formal untuk melaksanakan haknya (pada saat pelanggaran perjanjian pinjaman) telah diperoleh dari para kreditur.

Dokumen terkait