• Tidak ada hasil yang ditemukan

B0I0 B0I1 B0I2 B1I0 B1I1 B1I2 B2I0 B2I1 B2I2 B3I0 B3I1 B3I2 Kom binas i BAP dan IAA

HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Daun

B0I0 B0I1 B0I2 B1I0 B1I1 B1I2 B2I0 B2I1 B2I2 B3I0 B3I1 B3I2 Kom binas i BAP dan IAA

Jum lah Tunas Jum lah Daun

Gambar 12. Interaksi BAP dan IAA terhadap jumlah tunas dan jumlah daun pada akhir percobaan. B0 = tanpa BAP, B1= BAP 1 ppm, B2 = BAP 2 ppm, B3= BAP 3 ppm, I0= tanpa IAA, I1= IAA 0.5 ppm, I2= IAA 1 ppm

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5, jumlah tunas terbanyak pada konsentrasi BAP 3 ppm tanpa IAA umur kultur 5 MST adalah 34.8 tunas. Pada interaksi perlakuan ini juga diperoleh jumlah daun terbanyak (57.5 helai daun) (Tabel 6). Setiap tunas yang tumbuh dapat menghasilkan daun, sehingga makin banyak tunas maka jumlah daun juga akan semakin banyak meskipun ukuran daun dan tunas semakin kecil (Gambar 11). Pemberian BAP dapat memacu pertumbuhan tunas dan pertambahan jumlah daun pada regenerasi daun dewa secara in vitro.

Tinggi Tunas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAP berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas sejak umur 1-5 MST. Pemberian IAA juga berpengaruh nyata pada umur 1, 2, 3 dan 5 MST, sedangkan pengaruh interaksi antara BAP dan IAA terhadap tinggi tunas terjadi pada umur kultur 1-5 MST. Tinggi tunas tertinggi diperoleh pada media MS tanpa BAP dan IAA (4.75 cm) umur kultur 5 MST, sedangkan tinggi tunas terendah

dihasilkan pada konsentrasi BAP 3 ppm tanpa IAA (2.95 cm) pada umur 5 MST (Tabel 7).

Tabel 7. Interaksi BAP dan IAA terhadap tinggi tunas (cm) umur 1-5 MST BAP (ppm) IAA (ppm) 0 1 2 3 ...1 MST... 0 1.13 g 1.35 f 1.60 cd 1.33 f 0.5 1.95 a 1.30 f 1.55 de 1.40 ef 1 1.08 g 1.68 cd 1.75 bc 1.90 ab ...2 MST... 0 1.88 i 1.65 k 2.60 c 2.00 g 0.5 2.35 d 1.78 j 2.80 b 1.98 h 1 1.60 l 2.30 e 2.83 a 2.18 f ...3 MST... 0 2.68 f 2.00 l 3.08 c 2.35 i 0.5 2.98 d 2.28 j 3.30 a 2.45 h 1 2.13 k 2.93 e 3.28 b 2.45 g ...4 MST... 0 4.18 a 2.80 h 3.75 d 2.63 l 0.5 3.60 e 2.78 i 3.78 c 2.73 k 1 2.88 g 3.40 f 3.80 b 2.75 j ...5 MST... 0 4.75 a 3.50 g 4.25 c 2.95 k 0.5 4.18 d 3.18 j 4.28 b 3.20 i 1 3.83 f 4.15 e 4.25 c 3.40 h

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama untuk setiap minggu pengamatan tidak berbeda nyata pada DMRT 5 %.

Semakin bertambah umur kultur, maka pertambahan tinggi tunas juga semakin tinggi yang mencapai tinggi maksimum pada umur kultur 5 MST. Pertambahan tinggi tunas tersebut disebabkan karena morfogenesis tunas mengalami peningkatan dan terjadi perbedaan respon terhadap interaksi antara konsentrasi BAP dan IAA. Kecenderungan yang terjadi pada interaksi antara BAP dan IAA terhadap peningkatan tinggi tunas adalah bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP dan IAA, maka tinggi tunas akan semakin rendah. Pemberian BAP lebih cenderung memacu pertumbuhan tunas samping dan semakin tinggi konsentrasi BAP, tunas samping yang dihasilkan lebih banyak dan arah pertumbuhan menuju pada pelebaran tajuk. Pola pertumbuhan seperti ini menghasilkan pertambahan tinggi tunas yang semakin lambat sehingga tinggi tunas cenderung lebih rendah dibanding dengan konsentrasi BAP yang lebih rendah. Pengaruh IAA lebih banyak berperan pada induksi perakaran sehingga tidak banyak berpengaruh pada pertambahan tinggi tunas. Media MS yang

tidak mengandung BAP, tetapi terdapat IAA sampai konsentrasi 1 ppm terbentuk perakaran.

Jumlah Akar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAP berpengaruh sangat nyata menurunkan jumlah akar selama periode kultur, sedangkan pemberian IAA tidak nyata menurunkan jumlah akar. Interaksi antara pemberian BAP dan IAA terhadap jumlah akar hanya terjadi pada umur 1 MST. Pada pengamatan 2-5 MST jumlah akar yang terbentuk bukan karena interaksi antara BAP dan IAA tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor pengaruh BAP yang nyata menurunkan jumlah akar.

Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa media MS tanpa BAP dapat menginduksi akar dan menghasilkan akar terbanyak (15.1) pada umur kultur 5 MST. Pada umur yang sama, meskipun tidak berpengaruh nyata, media MS tanpa IAA juga menghasilkan jumlah akar terbanyak (4.1). Berdasarkan hasil tersebut, maka pada percobaan ini pembentukan akar dan plantlet (Gambar 14) tidak dipengaruhi oleh penambahan BAP dan IAA, tetapi lebih disebabkan karena kandungan zat pengatur tumbuh endogen yang terdapat dalam eksplan.

Tabel 8. Pengaruh BAP dan IAA terhadap jumlah akar umur 1-5 MST Jumlah Akar

BAP (ppm) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

0 2.3(1.5a) 5.6 (2.5a) 8.3(3.0a) 11.8(3.5a) 15.1(3.9a)

1 0.0(0.7b) 0.4(0.9b) 0.5(0.9b) 0.7(0.9b) 0.9(1.0b) 2 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 3 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) 0.0(0.7b) IAA (ppm) 0 0.7 1.1 1.7 3.1 4.1 0.5 0.1 1.3 1.8 2.5 3.5 1 0.8 1.9 2.6 3.2 3.8

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5 %. Angka dalam tanda kurung merupakan hasil transformasi √ (x+0.5).

Eksplan yang digunakan berasal dari perbanyakan pada media scalling up. Pada media scalling up (media MS-0) telah dilakukan penambahan BAP 0.5 ppm dan IAA 1 ppm, sehingga memungkinkan peningkatan kandungan zat pengatur tumbuh endogen pada eksplan yang digunakan. Hal ini menyebabkan pada media perlakuan tidak diperlukan penambahan BAP dan IAA untuk menginisiasi akar. Gunawan (1992) menyebutkan bahwa interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel-sel secara endogen

menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin dan sitokinin eksogen mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian menjadi faktor pemicu untuk proses-proses morfogenesis. Pembuktian hal ini terjadi pada percobaan ini yang menunjukkan bahwa media MS tanpa IAA menghasilkan jumlah akar terbanyak (Gambar 13).

0 0.5 1

IAA (ppm)

Gambar 13. Jumlah akar pada berbagai konsentrasi IAA umur kultur kultur 5 MST.

4.07

Jumlah Akar Jumlah Plantlet

3.5 3.75 0.5 0.75 0.81 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 0 0.5 1 Konsentrasi IAA (ppm )

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi IAA terhadap jumlah akar dan jumlah plantlet daun dewa in vitro

Hasil penelitian Al Juboory et al. (1998) pada tanaman Gardenia (Gardenia jasminoides Ellis) menunjukan bahwa pemberian BAP hanya memacu pertumbuhan tunas, sedangkan pemberian IAA dapat menginduksi perakaran. Pemberian IAA hingga 10 µM meningkatkan jumlah akar dan persentase kultur berakar mencapai 100% tetapi panjang akar mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya konsentrasi IAA. Tanpa pemberian IAA tanaman tidak dapat membentuk akar.

Diameter Kalus dan Jumlah Plantlet

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAP berpengaruh nyata terhadap peningkatan diameter kalus dan penurunan jumlah plantlet. Pemberian IAA dan interaksi antara BAP dan IAA tidak nyata pengaruhnya pada peningkatan diameter kalus dan jumlah plantlet. Pada media tanpa BAP tetapi ditambahkan IAA 0-1 ppm tidak terbentuk kalus, sedangkan media yang mengandung konsentrasi BAP 0-3 ppm dan IAA 0-1 ppm rata-rata menghasilkan kultur berkalus hingga mencapai 100 % pada 5 MST. Diameter kalus tertinggi dihasilkan pada konsentrasi BAP 2 ppm yaitu 1.5 cm dan tidak berbeda nyata dengan kalus yang dihasilkan pada konsentrasi BAP 3 ppm yang mencapai 1.5 cm (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh BAP terhadap diameter kalus (cm) dan jumlah plantlet pada akhir percobaan

BAP (ppm) Diameter Kalus Jumlah Plantlet

0 0.0(0.7c) 2.2 a

1 0.9(1.2b) 0.6 b

2 1.5(1.4a) 0.0 b

3 1.5(1.4a) 0.0 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT 5 %.Angka dalam tanda kurung merupakan hasil transformasi √ (x+0.5) 0 0.91 1.48 1.45 2.2 0.6 0 0 15.09 0.92 0 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 1 2 3 Konsentrasi BAP (ppm)

Diam eter Kalus (cm ) Jum lah Plantlet Jum lah Akar

Gambar 15. Diameter kalus, jumlah akar dan jumlah plantlet pada konsentrasi BAP 0- 3 ppm akhir percobaan.

Pada percobaan ini dihasilkan diameter kalus yang semakin meningkat, sedangkan jumlah plantlet menurun dengan penambahan BAP (Gambar 15). Peningkatan pembentukan kalus pada percobaan ini sangat dipengaruhi oleh

peningkatan konsentrasi BAP. BAP sebagai salah satu jenis sitokinin berperan dalam proses sitokinase atau pembelahan sel dan morfogenesis tanaman melalui pengaktifan aktivitas enzim α-amilase menghasilkan energi dalam proses pembelahan sel (Taiz dan Zeiger 1991, Smith 2000, Buchanan et al. 2000).

Apabila nisbah sitokinin dan auksin diperkecil, maka akan terjadi perkembangan akar dan sebaliknya apabila nisbah sitokinin dan auksin tinggi, maka sistem tajuk yang berkembang dan pada saat terjadi keseimbangan yang tepat antara sitokinin dan auksin, maka akan tumbuh sel meristem pada kalus (Salisbury dan Ross 1992). Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh sitokinin pada pembentukan kalus telah dilaporkan. Pada tanaman anggur kultivar Sheridan dihasilkan persentase pembentukan kalus mencapai 100% pada konsentrasi BAP 1 mg/L, sedangkan pada konsentrasi rendah 0.1 mg/L persentase pembentukan kalus di bawah 10% (Kim dan Kim 2002). Pada tanaman Saccarum officinarum cv. CPF-237 dan SPF-231, konsentrasi BA 2.0 mg/l tidak dapat meregenerasi kalus pada kedua kultivar tersebut (Niaz dan Quraishi 2002). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi BA, maka terjadi peningkatan perbanyakan sel-sel pembentuk kalus, tetapi kalus tersebut tidak dapat diregenerasikan menjadi plantlet.

SIMPULAN

Pemberian BAP dan IAA pada media MS berpengaruh pada multiplikasi dan perubahan warna daun tunas daun dewa pada kultur in vitro sampai umur kultur 5 MST. Konsentrasi optimum yang menghasilkan jumlah tunas (34.8) dan jumlah daun (57.5) terbanyak umur kultur 5 MST diperoleh pada BAP 3 ppm tanpa IAA, sedangkan tinggi tunas tertinggi (4.75 cm) diperoleh pada media MS tanpa BAP dan IAA.

Peningkatan konsentrasi BAP secara nyata menurunkan skor warna daun, jumlah akar dan jumlah plantlet, tetapi meningkatkan diameter kalus. Skor warna daun tertinggi (2.0) dengan warna daun hijau keunguan dan jumlah plantlet terbanyak (2.2) umur kultur 5 MST diperoleh pada media MS tanpa BAP, sedangkan jumlah akar terbanyak (15.1) dihasilkan pada media MS tanpa BAP dan IAA. Diameter kalus tertinggi (1.5 cm) diperoleh pada media MS dengan penambahan BAP 3 ppm.

INDUKSI AKAR DAN ANTOSIANIN DAUN DEWA

Dokumen terkait