• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP SANAD DAN MATAN HADIS

3. I’tibār Hadis

3. I’tibār Hadis

Kata al-i’tibār (

َبِتْعاا

) merupakan masdar dari kata

َ َبَتْعِا

. Menurut bahasa, arti al-i’tibār adalah “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.”11

Menurut istilah ilmu hadis, al-i’tibār berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk sesuatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.12

Dengan dilakukannya al-i’tibār, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis-hadis tentang Ṣalāt tasbīh, demikian pula dengan nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan al-i’tibār adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus syāhid danmutabi’.

Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan al-i’tibār, maka dibuatkan skema sebagai berikut:

11

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 51.

12

37

4. Kritik Sanad

Berikut ini dikemukakan kualitas sanad hadīs-hadīs tentang Ṣalāt tasbīh berdasarkan klasifikasi riwayat yang ada yang terkait dengan masalah tersebut yaitu terdapat dalam enam riwayat dari tiga mukharrij, yaitu Abū Dāwud, al-Tirmizī dan Ibnu Mājah.

Pada skema sanad hadīs tercantum ada lima nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadīs tersebut, yakni al-Ansārī, ‘Abdullāh bin ‘Amr, Ibnu ‘Abbās, , Abī Rāfi’ dan Anas bin Mālik. Itu berarti bahwa sanad yang dikritik mendapat dukungan berupa syāhid, begitu pula pada periwayat-periwayat sesudahnya ditemukan dukungan berupa muttabi’.13

Lambang periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat dalam beberapa sanad tersebut meliputi haddasanā, akhbaranā,‘an, haddasanī, anna, dan qāla.

Sanad yang dipilih utuk diteliti langsung dalam penelitian sanad terhadap

hadīs-hadīs yang termasuk klasifikasi pertama adalah salah satu sanad Abū Dāwud, yakni melalui Muhammad bin Sufyān al-Ubullī. Akan tetapi jika ditemukan bahwa

13

Menurut istilah ulama hadis, syāhid ialah hadis yang diriwayatkan oleh seseorang sahabat sama dengan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain, secara lafal atau secara makna. Sedangkan mutabi’ ialah berserikatnya seorang periwayat dengan yang lain tentang suatu riwayat (hadis) dari seorang guru yang terdekat tetapi tidak sampai pada tingkat sahabat (periwayat pertama). Muhammad ‘Ajjaj al-Khatīb, Ushūl al-Hadīs ‘Ulūmuhū wa Musthalahuhū )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1989), h. 366-367.

sanad dari jalur tersebut berkualitas dhaīf, maka penelitian sanad akan dipindahkan ke

jalur yang lain untuk mencari kemungkinan terdapatnya sanad hadīs yang yang

kualitasnya lebih kuat.

Adapun kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat hadīs dimaksud adalah: a. ‘Abdullāh bin ‘Amr )Periwayat I, sanad VII(; b. Rajulun )Periwayat II, sanad VI(; c. Abī al-Jawzāi )Periwayat III, sanad V(; d. ‘Amr bin Mālik )Periwayat IV, sanad IV(; e. Mahdī bin Maymūn )Periwayat V, sanad III(; f. Hubbāb bin Hilāl )periwayat VI, sanad II(; g. Muhammad bin Sufyān al-Ubullī )Periwayat VII , sanad I(; h. Abū Dāwud )Periwayat VIII, mukharrij).

1. Abū Dāwud.

Nama lengkapnya, menurut Ibnu Hātim adalah Sulaymān bin al-Asy’as bin Syidad bin ‘Amr bin ‘Amir.14

Sedangkan menurut al-Khatīb al-Bagdadi, namanya

adalah Sulaymān bin al-Asy’as bin Syidad bin ‘Amr bin ‘Imrān. Dikatakan bahwa kakek kedua Imam Abū Dāwud yang bernama ‘Imrān adalah salah seorang yang berjuang bersama ‘Alī bin Abī Thālib dalam perang shiffin.

Kelahirannya: Al-Zahabī berkata, “Ia lahir pada tahun 202 H.” Abū ‘Ubaīd

al-Ajari berkata: Aku telah mendengar Abū Dāwud berkata, “Aku dilahirkan pada

14 Abū Muhammad‘Abd al-Rahmān bin Abī Hātim Muhammadbin Idrīs bin al-Munzir al-Rāzī, Kitāb al-Jarh wa al-Ta’dīl, juz IV )Cet. I; Hayderabat: Majlis Da’irat al-Ma’arif, 1987(, h. 102.

39

tahun 202 H. dan aku turut menyalati ‘Affān yang meninggal pada tahun 220 H.”15

Abū Dāwud meninggal pada tanggal 16 Syawal tahun 275 H. 16

Abū Dāwud meriwayatkan hadīs antara lain dari Abū Salamah al-Tabuzaki,

Abū al-Walid al-Tayalisi, Muhammad bin Kasir al-‘Abdi, Muslim bin Ibrāhīm, Abū ‘Umar al-Haudi, Abū Tawbah al-Halabī, Sulaymān bin Abd al-Rahmān al-Dimasyqi dan masih banyak lagi, baik dari Iran, Khurasan, Syam, Mesir, Jazirah maupun dari daerah lain. Sedangkan murid-muridnya antara lain: Abū Abd al-Rahmān al-Nasāī, Abū ‘Isā al-Tirmizi, anak Abū Dāwud yang bernama Abū Bakr, Abū Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin Abī Dunyā, juga Ibrāhīm bin Humayd bin Ibrāhīm bin Yūnus al

-Aquli, Abū Hāmid Ahmad bin Ja’far al-Asfahayānī, Ahmad bin Ma’lā bin Yazīd ad -Dimasyqi, Ahmad bin Muhammad Yasin al-Harawī, Al-Hasan bin Sahib al-Syasyi, Al-Husayn bin Idrīs al-Ansāri, dan masih banyak lagi lainnya.17

Abū Dāwud adalah periwayat hadīs yang terpuji kualitas pribadi dan intelektualnya. Terbukti dari pernyataan para kritikus hadīs tentang dirinya. Misalnya, Mūsa bin Hārūn mengatakan bahwa Abū Dāwud diciptakan di dunia untuk hadīs dan di akhirat untuk surga. Ibrāhīm al-Harbī mengatakan bahwa hadīs telah dilembutkan bagi Abū Dāwud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud. Abū Bakr al-Khilāli

15

Abū ‘Abdullāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān al-Zahābī, Siyar A’lam al-Nubalā, juz XIII )Cet.VII; Bayrūt: Mu’assasat al-Risālah, 1990(, h. 204.

16

Abū ‘Abdullāh Muhammad bin Ahmad bin ‘Usmān al-Zahābī, Siyar A’lam al-Nubalā, juz XIII., h. 221. Lihat pula Syaikh Ahmad Farid, Min A’lam As-Salaf, yang diterjemahkan oleh Masturi Ilham dan Asmu’i Tamam dengan judul 60 Biografi Ulama Salaf (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 537-538.

17

Ahmad ibn 'Alī ibn Hajar al-Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz IV )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994), h. 149-150.

mengatakan Abū Dāwud adalah imam terkemuka pada zamannya, penggali berbagai

disiplin ilmu, dan tidak seorang pun yang dapat menandinginya. Ibnu Hibbān mengatakan Abū Dāwud adalah seorang pemimpin dunia yang berilmu, hafiz, banyak

beribadah, wara’, dan pembela al-sunnah. Sedangkan Muslim bin Qāsim mengatakan Abū Dāwud itu siqah,zuhud, ahli hadīs, dan imam pada zamannya.18

Tidak seorangpun yang mencela pribadi Abū Dāwud. Sebaliknya, puji-pujian

yang diberikan kepadanya adalah berperingkat tinggi. Antara Abū Dāwud dan Muhammad bin Sufyān al-Ubullī telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai

murid dan guru. Dengan demikian, pernyataannya bahwa dia menerima hadīs di atas dari Muhammad bin Sufyān al-Ubullī dengan lambang haddasana dapat dipercaya dan sanad keduanya dalam keadaan bersambung.

Dokumen terkait