KAJIAN TERHADAP SANAD DAN MATAN HADIS
6. Ibnu ‘Abbās
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullāh bin ‘Abbās bin ‘Abd al-Mutthalib
al-Hāsyimī, salah seorang sepupu Rasulullah saw.58
Dia meriwayatkan hadīs dari Rasulullah saw., ayahnya )‘Abbās(, Ibunya
(Ummu al-Fadhl Lubābah al-Qubrā binti al-Hars al-Hilāliyah(, bibinya Maymūnah )istri Rasulullah saw.(, para tokoh sahabat seperti Abū Bakr, ‘Umar, ‘Usmān, ‘Alī, dan masih banyak lagi yang lain. Sedangkan yang meriwayatkan hadīs darinya antara lain ‘Atha’, Thāwus, ‘Ikrimah, serta masih banyak kelompok yang lain.59
Dia mendapat julukan hibr al-ummah (tinta umat) dan pernah didoakan oleh
Rasulullah: “Ya, Allāh pintarkanlah ‘Abdullāh dalam masalah al-Qur’an dan
mahirkanlah dalam agama”. Atha’ mengatakan: “Saya tidak melihat suatu majelis
yang lebih mulia daripada majelis Ibnu ‘Abbās, yang banyak menguasai ilmu dan
paling besar rasa ketakwaannya kepada Allah swt. Ia menguasai fiqh, al-Qur’an dan
58
Al-Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz V, h. 245.
59
sunnah”. Thāwus mengatakan: “Saya menjumpai lima puluh atau tujuh puluh orang
sahabat yang jika mereka berselisih pendapat, maka mereka merujuk kepada pendapat
Ibnu ‘Abbās”. Dan Asir mengatakan: “Tidak seorangpun yang lebih alim daripada Ibnu ‘Abbās tentang hadīs Rasulullah saw. dan yang lebih tahu tentang keputusan Abū Bakr, ‘Umar, dan ‘Usmān dari pada Ibnu ‘Abbās”.60
Tidak seorangpun yang mencela pribadi Ibnu ‘Abbās. Dia adalah sahabat
Nabi saw. yang tidak diragukan kejujuran dan kesahihannya dalam menyanpaikan
hadīs Nabi. Itu berarti bahwa antara Nabi saw. dengan Ibnu ‘Abbās telah terjadi
persambungan sanad.
Memperhatikan rangkaian sanad yang diteliti, tampak bahwa tidak semua sanad dalam keadaan muttasīl mulai dari mukharrij sampai kepada Nabi saw. karena
salah satu periwayat yang tergabung di dalamnya, yakni Mūsa bin ‘Abd al-‘Azīz dinilai mursal, maka sanad hadīs tersebut berkualitas ḍa’īf. Dengan demikian
penilitian sanad dipindahkan ke jalur yang lain.
Kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat hadīs dimaksud adalah: a. Abū Rāfi’ )Periwayat I, sanad V(; b. Sa’īd bin Abī Sa’īd )Periwayat II, sanad IV(; c. Mūsā bin ‘Ubaydah )Periwayat III, sanad III(; d. Zayd bin al-Hubbāb )Periwayat IV, sanad II(; e. Abū Kurayb )Periwayat V, sanad I(; f. Tirmizī )Periwayat
VI, mukharrij).
60
57
1. Tirmīzī
Nama lengkapnya adalah Abū ‘I Muhammad bin ‘I bin Sawrah bin al-Dahhāk
al-Sulamī al-Būgī al-Tirmīzī.61
Imam Tirmizī lahir pada tahun 208 H. ada pula yang mengatakan 209 H. Mengenai tahun wafat Imam Tirmizī, ada yang mengatakan bahwa dia wafat pada tahun 277 H. dalam usia 68 tahun, ada yang mengatakan 279 H. yakni dalam usia 70
tahun, adapula yang mengatakan bahwa Imam Tirmizī wafat pada bulan Rajab
tanggal 13 tahun 279 H.62
Pada masa Imam Tirmizī, perkembangan hadīs ditandai dengan penulisan, penyampaian, penerimaan, penghafalan dan majelis taklim pengkajian hadīs, periwayatan dan pembukuannya. Kajian pengembangan hadīs itu, oleh Imam Tirmizī
sebagian besar telah dilakukannya dan berperan serta aktif, mulai dari menulis, menghafal, menyampaikan, menerima, menghadiri dan mengadakan majelis taklim, meriwayatkan dan sampai dengan pembukuannya.
Imam Tirmizī sejak remajanya telah belajar dengan guru-guru di
kampungnya. Di Khurasan ia berguru dengan Ishāq bin Rahawayh, di Naysabūr dengan Muhammad bin ‘Amr al-Sawaq, kemudian menuju ke ‘Irāq untuk belajar
61
Ahmad Sutarmadi, Al-Imām al-Tirmizī Peranannya dalam pengembangan Hadis dan Fiqh
(Cet. I; Jakarta: Logos, 1998), h. 49. 62
Ahmad Sutarmadi, Al-I ā al-Ti izī Pe a a ya dala pe ge ba ga Hadis da Fi h, h. 53.
pada ulama hadīs dan para hafiz di sana, kemudian ke Hijaz untuk belajar lagi dengan
ulama Hijaz, serta masih banyak lagi yang lain.63
Diantara murid-murid Imam Tirmizī yang termashur ialah: Abū Bakr Ahmad bin ‘Ismā’īl bin ‘Amīr al-Samarkandī, Abū Hāmid Ahmad bin ‘Abdullāh bin Dāwud
al-Marwazī al-Tājir, Ahmad bin ‘Alī al-Maqārī, Ahmad bin Yūsūf al-Nasāfī, dan
lain-lain.64
Penilaian para ahli kritik hadīs terhadap diri Tirmizī adalah Ibnu Hibbān menyebut Tirmizī dalam al-Siqah. Dia itu seorang penghimpun hadīs, penyusun kitab, penghafal hadīs, dan senantiasa berdiskusi dengan para ulama. Ibnu Hazm mengatakan bahwa Muhammad bin ‘I bin Sawrah adalah seorang yang majhūl.65 Al-Idrisī mengatakan Tirmizī itu seorang pemimpin yang menguasai ilmu hadīs,
penyusun kitab-kitab al-Jāmi’, al-Tārikh, dan al-Ilāl. ‘Umar bin ‘Allāk mengatakan
bahwa al-Bukhārī wafat dan tidak meninggalkan pengganti di Khurasan seperti Abū ‘I, baik di bidang keilmuan, hafalan, wara’ maupun kezuhudannya. Sedangkan al
63
Al-Zahābī, juz XIII, h. 271. Tidak ditemukan data secara tersurat bahwa Ahmad bin Muhammad bin Mūsā adalah gurunya, Akan tetapi, karena Tirmizī telah melawat ke berbagai kota dan mendengar riwayat hadis dari sejumlah guru, baik dari ulama-ulama Khurasan, Irak, Hijaz, ataupun
selainnya, maka diperkirakan bahwa Tirmizī pun telah berguru kepada Abū Kurayb.
64
Al-As alā ī, Tahzīb al-Tahzīb, h. 344. Al-Zahabi, Siyā, h. 271-272.
65 Majhūl ialah periwayat yang tidak diketahui diri atau kepribadiannya. Atau diketahui kepribadiannya, tetapi tidak diketahui sama sekali tentang sifat keadilan dan kecermatannya.
59
Mubārakfūrī mengatakan bahwa Tirmizī adalah seorang imam yang terkenal siqah, hāfiz, muttaqīn, muttafaq ‘alayh.66
Hampir seluruh ahli kritik hadīs memuji kualitas pribadi dan kemampuan
intelektual Tirmizī. Satu-satunya kritikus yang mencela Tirmizī adalah Ibnu Hazm.
Kritikan orang yang mencela seharusnya menjelaskan sebab-sebab alasan ketercelaannya. Akan tetapi Ibnu Hazm tidak melakukan hal itu. Justru para ulama
membela Tirmizī.67
Oleh karena itu, celaan Ibnu Hazm tidak mempengaruhi
kedudukan Tirmizī sebagai seorang periwayat yang siqah. Imam Tirmizī sejak
remajanya telah belajar dengan guru-guru di kampungnya. Di Khurasan ia berguru
dengan Ishāq bin Rahawayh, di Naysabūr dengan Muhammad bin ‘Amr al-Sawaq,
kemudian menuju ke ‘Irāq untuk belajar pada ulama hadīs dan para hafiz di sana,
kemudian ke Hijaz untuk belajar lagi dengan ulama Hijaz, serta masih banyak lagi yang lain.68
66
Al-Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, h. 344-345. lihat juga al-Mubārakfurī, Tuhfat al-Ahwazī bi Syarh Jami’ al-Tirmizī, )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1979), h. 341-342.
67
Al-Asqalānī mengecam Ibnu Hazm dan menilai pernyataannya itu sebagai kesombongan belaka, sebab dia menilai negatif terhadap ulama yang ternama dan terpercaya. Al-Khalīlī mengatakan Ibnu Hazm itu tidak mengenal pribadi Tirmizī, kekuatan hafalannya, dan kitab-kitab yang disusunnya. Abū Syuhbah mengatakan bahwa ia belum pernah melihat orang yang merendahkan Tirmizī selain Ibnu Hazm. Akan tetapi, tidak seorang pun ulama yang menyetujui pendapatnya, bahkan Abū Syuhbah sendiri menilai negatif terhadap Ibnu Hazm. Demikian pula Ibnu Kasīr mengatakan bahwa sikap Ibnu Hazm tidak akan mengurangi kemuliaan Tirmizī. Sebaliknya, dapat merendahkan Ibnu Hazm sendiri di mata para ulama hadis. Al-Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, h. 355.
68
Al-Zahabī, Siyar, h. 271. Tidak ditemukan data secara tersurat bahwa Ahmad bin Muhammad bin Mūsā adalah gurunya, Akan tetapi, karena Tirmizī telah melawat ke berbagai kota dan mendengar riwayat hadis dari sejumlah guru, baik dari ulama-ulama Khurasan, Irak, Hijaz, ataupun selainnya, maka diperkirakan bahwa Tirmizī pun telah berguru kepada Ahmad bin Muhammadbin Mūsā.
Hampir seluruh kritik hadīs memuji kualitas pribadi dan kemampuan
intelektual Tirmizī. Jadi, walaupun nama Abū Kurayb tidak disebutkan secara tegas
sebagai gurunya, tetapi penggunaan shīgat al-tahammul “haddasanā, semakin
menambah kepercayaan bahwa Tirmizī benar-benar telah menerima riwayat dari Abū
Kurayb. Itu berarti bahwa antara keduanya telah terjadi persambungan sanad.
2. Abū Kurayb.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin al-‘Alāī bin Kurayb al-Mahdānī, Abū Kurayb al-Kūfī al-Hāfiz.69
Dia meninggal pada bulan Jumadil Akhir 248 H. dalam usia 87 tahun.70
Dia menerima hadīs dari ‘Abdullāh bin Idrīs, Hafs bin Giyās, Abī Bakr bin ‘Iyās, Ibnu Mubārak, Zayd bin Hubāb, ‘Abdullāh bin Numayr, Ibnu Fudayl, Muhammad bin Abī ‘Ubaydah, ‘Abdah bin Sulaymān, dan yang lainnya. Sedangkan orang yang menerima hadīs darinya antara lain jamāah,71 Abū Hātim, Abū Zur’ah, ‘Usmān bin Kharzād, serta masih banyak yang lain.72
Abū Kurayb adalah periwayat hadīs yang terpuji kualitas pribadi )sifat adil(
dan kapasitas intelektualnya (sifat dhābit)nya. Terbukti dari pernyataan para kritikus
hadīs tentang dirinya: Husayn bin Sufyān mengatakan bahwa ia mendengar Ibnu
69
Al-As alā ī, Tahzīb al-Tahzīb, h. 333. 70
Al-As alā ī, Tahzīb al-Tahzīb, h. 334.
71
Menurut al-Syawkānī, bahwa yang termasuk jamaah adalah Ahmad, Bukhārī, Tirmīzī, Nasāī, dan Ibnu Mājah. Lihat Muhammad bin ‘Alī bin Muhammad al-Syawkānī, Nayl al-Awtār Syarh Muntaqā al-Akhbār min Ahādīs Sayyid al-Akhbār, juz I )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1992), h. أ(alif).
72
61
Numayr berkata tidak ada di Irak yang lebih banyak hadīsnya dari Abū Kurayb, Ibnu Abī Hātim bertanya pada ayahnya perihal Abū Kurayb dan ia mengatakan shadūq.
Mūsā bin Ishāq mendengar dari Abū Kurayb 1100 hadīs. Al-Nasāī mengatakan lā ba’sa bih dan sekali lagi ia mengatakan siqah. Ibnu Hibbān menyebutnya di dalam al-Siqah. Ibrāhīm bin Abī Thālib mengatakan bahwa tidak ada yang lebih hafiz setelah Ahmad bin Hanbal di Irak selain Abū Kurayb.73
Tidak seorang pun yang mencela Abū Kurayb. Sebaliknya, hanya pujian yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, pernyataan Abū Kurayb bahwa dia menerima hadīs dari Zayd bin Hubbāb dengan lambang haddasanā dipercaya
kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abū Kurayb dan Zayd al-Hubbāb dalam
keadaan bersambung.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa Abū Kurayb adalah periwayat yang sahih karena telah memenuhi kaidah kesahihan sanad hadīs.