• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beribadah pada dasarnya merupakan kewajiban bagi setiap hamba. Sebab rahmat Tuhan hanya bisa dirasakan oleh para hamba yang mau menghamba kepada-Nya. Bukannya Tuhan tidak memberikan rahmat kepada seluruh hamba, akan tetapi jika Ia menakdirkan seseorang dapat merasakan cahaya rahmat-Nya, maka sang hamba tersebut ditakdirkan oleh Tuhan untuk dapat melaksanakan amal ibadah dengan tulus ikhlas.

Dalam minggu-minggu ini, kebanyakan orang bersilaturahim kepada para koleganya, teman, atau sanak familinya yang akan berangkat ke tanah suci. Ibadah haji memang penting, bahkan saking pentingnya, ibadah haji menjadi rukun Islam yang kelima. Tapi tidak semua orang bisa dan mampu melaksanakannya. Ibadah haji merupakan ibadah yang paling eksklusif dan istimewa, sebab hanya orang-orang yang berduit, atau orang yang pas-pasan tapi beruntung, entah atas biaya dinas, menang kuis, atau yang lainnya, yang dapat melaksanakannya. Yang pasti, ibadah haji butuh duit, tidak cukup hanya m o da l n i a t da n n e ka t . I m a m G h a za li b e rka t a : Dalam suatu maqalah disebutkan, “Sesungguhnya

alam dapat mencukupi engkau hanya dari sudut jasmanimu semata-mata, tetapi tidak memuaskan engkau dalam hal keruhanianmu.” Karena badan jasmani sejenis dengan benda-benda alam, maka di situlah letak hajat kebutuhan jasmanimu. Sebaliknya, ruhanimu sama sekali tidak sejenis dengan benda-benda alam ini, bahkan jauh berbeda. Maka karenanya, tidak usah engkau harus menggantungkan soal dengan kebendaan, dan seharusnya hanya berhubungan kepada Allah SWT.

S i a p a p u n , j i k a t i d a k m e m b e r i k a n p o r s i ruhaniahnya, pasti tetap akan mengalami keterasingan diri (alienation of culture). Karena manusia memiliki jasmani dan ruh, yang mana keduanya ada haknya masing-masing. Pemberdayaan ekonomi memang p e n t i n g , t a p i t i d a k k a l a h p e n t i n g n y a a d a l a h pemberdayaan spiritualitas. Siapakah yang paling berhak memberdayakan atau mendampingi perjalanan spiritualitas kita? Tidak lain haruslah seorang mursyid tarekat.

Semoga kita dibukakan pintu ma’rifat-Nya dan selalu dalam ridlo-Nya.

72

Ibadah Haji

Beribadah pada dasarnya merupakan kewajiban bagi setiap hamba. Sebab rahmat Tuhan hanya bisa dirasakan oleh para hamba yang mau menghamba kepada-Nya. Bukannya Tuhan tidak memberikan rahmat kepada seluruh hamba, akan tetapi jika Ia menakdirkan seseorang dapat merasakan cahaya rahmat-Nya, maka sang hamba tersebut ditakdirkan oleh Tuhan untuk dapat melaksanakan amal ibadah dengan tulus ikhlas.

Dalam minggu-minggu ini, kebanyakan orang bersilaturahim kepada para koleganya, teman, atau sanak familinya yang akan berangkat ke tanah suci. Ibadah haji memang penting, bahkan saking pentingnya, ibadah haji menjadi rukun Islam yang kelima. Tapi tidak semua orang bisa dan mampu melaksanakannya. Ibadah haji merupakan ibadah yang paling eksklusif dan istimewa, sebab hanya orang-orang yang berduit, atau orang yang pas-pasan tapi beruntung, entah atas biaya dinas, menang kuis, atau yang lainnya, yang dapat melaksanakannya. Yang pasti, ibadah haji butuh duit, tidak cukup hanya m o da l n i a t da n n e ka t . I m a m G h a za li b e rka t a : Dalam suatu maqalah disebutkan, “Sesungguhnya

alam dapat mencukupi engkau hanya dari sudut jasmanimu semata-mata, tetapi tidak memuaskan engkau dalam hal keruhanianmu.” Karena badan jasmani sejenis dengan benda-benda alam, maka di situlah letak hajat kebutuhan jasmanimu. Sebaliknya, ruhanimu sama sekali tidak sejenis dengan benda-benda alam ini, bahkan jauh berbeda. Maka karenanya, tidak usah engkau harus menggantungkan soal dengan kebendaan, dan seharusnya hanya berhubungan kepada Allah SWT.

S i a p a p u n , j i k a t i d a k m e m b e r i k a n p o r s i ruhaniahnya, pasti tetap akan mengalami keterasingan diri (alienation of culture). Karena manusia memiliki jasmani dan ruh, yang mana keduanya ada haknya masing-masing. Pemberdayaan ekonomi memang p e n t i n g , t a p i t i d a k k a l a h p e n t i n g n y a a d a l a h pemberdayaan spiritualitas. Siapakah yang paling berhak memberdayakan atau mendampingi perjalanan spiritualitas kita? Tidak lain haruslah seorang mursyid tarekat.

Semoga kita dibukakan pintu ma’rifat-Nya dan selalu dalam ridlo-Nya.

74

memberi hidayah dan tau iq. Amal orang abrar dinamakan amal lillah, beramal karena Allah, sedangkan amal muqarrabin disebut amal billah, beramal dengan b a n t u a n k a r u n i a A l l a h . A m a l l i l l a h s e k e d a r memperhatikan hukum lahiriah, sedangkan amal billah menembus ke dalam perasaan hati.

“Barangsiapa yang tidak tahu alasan (ilmunya), maka

semua yang ia kerjakan akan sia-sia”. Semua amal perbuatan akan sia-sia, dalam arti tidak termasuk amal ibadah dan tidak akan membawa manfaat kepada yang menjalankannya. Begitu pula dalam masalah ibadah, baik shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah haji sekilas tidak ubahnya perbuatan yang mirip dengan permainan anak kecil. Dalam haji ada ritual lari-lari kecil (sa’i), putar-putar keliling (thawaf), lempar-lempar (ramyul jumroh), dan duduk santai (wukuf). Kalau toh di sana ada air keramat (zam-zam) yang Anda minum dan mungkin gunakan mandi, jangan harap Anda mendapat manfaat dan berkah spiritualnya, jika di hati Anda tidak ada gambar Allah dan Anda tetap tidak menganggap Allah paling penting dari beberapa kepentingan kita. Abu Jahal juga mandi dan minum dari air zam-zam sejak bayi, karena dia dilahirkan di situ, tetapi toh dia tetap ka ir.

Maksud dari beberapa ritual ibadah haji, seperti sa’i, thawaf, wukuf, dan tahallul antara lain adalah meneladani keikhlasan penghambaan dari para Nabi A l l a h . Ke i k h l a s a n s e o ra n g h a m b a d a l a m a m a l perbuatannya adalah menurut tingkat kedudukannya. Oleh karena itu, keikhlasan seorang abrar adalah apabila amal perbuatan itu telah bersih dari riya’ yang jelas maupun yang samar, sedang tujuan amal perbuatan mereka adalah pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang ikhlas. Adapun keikhlasan orang-orang muqarrabin adalah penerapan dari teori “la haula wala

quwwata illa billah”. Orang muqarrabin merasa amal

74

memberi hidayah dan tau iq. Amal orang abrar dinamakan amal lillah, beramal karena Allah, sedangkan amal muqarrabin disebut amal billah, beramal dengan b a n t u a n k a r u n i a A l l a h . A m a l l i l l a h s e k e d a r memperhatikan hukum lahiriah, sedangkan amal billah menembus ke dalam perasaan hati.

“Barangsiapa yang tidak tahu alasan (ilmunya), maka

semua yang ia kerjakan akan sia-sia”. Semua amal perbuatan akan sia-sia, dalam arti tidak termasuk amal ibadah dan tidak akan membawa manfaat kepada yang menjalankannya. Begitu pula dalam masalah ibadah, baik shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah haji sekilas tidak ubahnya perbuatan yang mirip dengan permainan anak kecil. Dalam haji ada ritual lari-lari kecil (sa’i), putar-putar keliling (thawaf), lempar-lempar (ramyul jumroh), dan duduk santai (wukuf). Kalau toh di sana ada air keramat (zam-zam) yang Anda minum dan mungkin gunakan mandi, jangan harap Anda mendapat manfaat dan berkah spiritualnya, jika di hati Anda tidak ada gambar Allah dan Anda tetap tidak menganggap Allah paling penting dari beberapa kepentingan kita. Abu Jahal juga mandi dan minum dari air zam-zam sejak bayi, karena dia dilahirkan di situ, tetapi toh dia tetap ka ir.

Maksud dari beberapa ritual ibadah haji, seperti sa’i, thawaf, wukuf, dan tahallul antara lain adalah meneladani keikhlasan penghambaan dari para Nabi A l l a h . Ke i k h l a s a n s e o ra n g h a m b a d a l a m a m a l perbuatannya adalah menurut tingkat kedudukannya. Oleh karena itu, keikhlasan seorang abrar adalah apabila amal perbuatan itu telah bersih dari riya’ yang jelas maupun yang samar, sedang tujuan amal perbuatan mereka adalah pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang ikhlas. Adapun keikhlasan orang-orang muqarrabin adalah penerapan dari teori “la haula wala

quwwata illa billah”. Orang muqarrabin merasa amal

76

Perempuanku

Kebiasaan penulis kalau longgar di malam hari adalah pergi ke warung lesehan STMJ di depan Pendopo Agung Trowulan. Di suatu kesempatan dalam obrolan kelas warung, beberapa pelanggan STMJ mendiskusikan -atau lebih tepatnya ngrasani- tentang poligami yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Gymnastiar, atau yang lebih dikenal dengan Aa’ Gym (sebutan kakak dalam bahasa Sunda adalah Aa’). Sungguh menarik untuk disimak dari obrolan mereka, meskipun tingkatan diskusinya adalah kelas warung ndeso. Inti pembicaraannya adalah sebagai berikut. Pertama, tentang makna ‘kiai’-nya Aa’ Gym. Kedua, tentang poligami. Ketiga, kenapa negara ikut-ikut mengatur masalah hobi kawin seseorang, bukankah itu masalah yang terlalu kecil? Sebab dalam minggu-minggu ini sembako saja mulai menanjak naik, belum lagi di televisi, saudara-saudara kita di Sumatera dan Jakarta dikabarkan antre minyak tanah. Kok kober-nya menteri sampai presidennya hanya ngomong poligami. Seharusnya pemerintah sibuk memikirkan bagaimana petani dan guru bisa tercukupi kebutuhan dasarnya.

76

Perempuanku

Kebiasaan penulis kalau longgar di malam hari adalah pergi ke warung lesehan STMJ di depan Pendopo Agung Trowulan. Di suatu kesempatan dalam obrolan kelas warung, beberapa pelanggan STMJ mendiskusikan -atau lebih tepatnya ngrasani- tentang poligami yang dilakukan oleh K.H. Abdullah Gymnastiar, atau yang lebih dikenal dengan Aa’ Gym (sebutan kakak dalam bahasa Sunda adalah Aa’). Sungguh menarik untuk disimak dari obrolan mereka, meskipun tingkatan diskusinya adalah kelas warung ndeso. Inti pembicaraannya adalah sebagai berikut. Pertama, tentang makna ‘kiai’-nya Aa’ Gym. Kedua, tentang poligami. Ketiga, kenapa negara ikut-ikut mengatur masalah hobi kawin seseorang, bukankah itu masalah yang terlalu kecil? Sebab dalam minggu-minggu ini sembako saja mulai menanjak naik, belum lagi di televisi, saudara-saudara kita di Sumatera dan Jakarta dikabarkan antre minyak tanah. Kok kober-nya menteri sampai presidennya hanya ngomong poligami. Seharusnya pemerintah sibuk memikirkan bagaimana petani dan guru bisa tercukupi kebutuhan dasarnya.

78

Nabi pernah melarang Sayyidina Ali untuk berpoligami. Ketika itu Nabi dimintai izin oleh keluarga Hasyim bin al-Mughirah untuk menikahkan Ali bin Abi Thalib dengan putrinya. Apa yang dilakukan Nabi? Beliau lantas naik mimbar masjid dan berpidato, “Saya tidak mengizinkannya. Sekali lagi saya tidak mengizinkannya. Fatimah adalah bagian dariku. Apa yang mengganggu dia adalah menggangguku, dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku (Jami’ al-Ushul, Juz XII: 162).” Dan Ali pun tetap monogami sampai wafatnya Fatimah.

Poligami memang tidak haram, selagi laki-laki itu bisa adil. Akan tetapi, yang merumuskan keadilan itu seharusnya adalah pihak perempuan. Selama ini rumusan adil adalah dari cara pandang laki-laki. Masalah adil terutama yang harus dirumuskan sebelum melakukan poligami adalah, apakah adil itu sebatas bersifat material dan lahiriah atau batiniah dan seksual. Ini yang perlu kita pikirkan. Yang jelas, menurut penulis, poligami akan menjadi sumber penderitaan baru bagi perempuan. Perempuan, seperti halnya laki-laki, punya harga diri, rasa cemburu, emosi, dan keinginan dicintai dengan sepenuh hati. Dengan dimadu, perempuan merasa dikhianati akan pengabdiannya selama ini terhadap sang lelaki. Jagalah istrimu, jangan kau berpoligami. Sebut saja Cak Lasi. Ia mencoba mende inisikan

perbedaan makna antara ulama’ dan kiai. Menurutnya, setiap muslim adalah ulama’. Bukankah ulama’ adalah pewaris Nabi? Dan apakah kita semua bisa baca surat Al-Fatihah bukan dari Nabi? Jadi kita juga bisa disebut ulama’, karena kita juga mewarisi ilmu Nabi. Memang, setiap orang berbeda tentang sedikit dan banyaknya warisan. Misal Gus Dur dan saya, tentu beda. Gus Dur dapat banyak, kalau saya sedikit. Kalau makna kiai, ya.. setiap sesuatu yang ada kelebihannya. Pokoknya harus ada keistimewaan daripada umumnya. Kiai tidak harus manusia. Seperti Kiai Slamet-nya Keraton Solo, ia adalah kerbau bule yang dikeramatkan oleh keluarga keraton. Jadi apa salahnya Aa’ Gym dipanggil kiai? Dia juga punya keistimewaan, di samping bisa jualan bahasa yang sejuk dan indahnya Manajemen Qolbu.

“Kebanyakan laki-laki senang dengan ilusi, bahkan sering pula sang istri hanya berperan sebagai pengantar ilusinya,” gumam Gus Diri. Memang seringkali alasan orang yang berpoligami adalah ittiba’ Rasul. Tapi, entahlah, ittiba’ (mengikuti) atau ingin memuaskan ilusi hasrat seksualnya. Itu urusan orang yang berpoligami dengan Tuhannya. Yang jelas, kalau mengikuti Nabi atau ibadah, ya minimal mengaca diri dulu: kenapa Nabi berpoligami dan bagaimana Nabi berbuat adil. Atau paling tidak mereka harus membaca ajaran agama ini beserta dengan konteksnya. Sekedar untuk diketahui, Kanjeng Nabi Muhammad dalam masa usia rumah tangga adalah 30 tahun. 28 tahun hidup monogami dan hanya 2 tahun beliau berpoligami, itupun dengan para janda yang membutuhkan perlindungan.

78

Nabi pernah melarang Sayyidina Ali untuk berpoligami. Ketika itu Nabi dimintai izin oleh keluarga Hasyim bin al-Mughirah untuk menikahkan Ali bin Abi Thalib dengan putrinya. Apa yang dilakukan Nabi? Beliau lantas naik mimbar masjid dan berpidato, “Saya tidak mengizinkannya. Sekali lagi saya tidak mengizinkannya. Fatimah adalah bagian dariku. Apa yang mengganggu dia adalah menggangguku, dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku (Jami’ al-Ushul, Juz XII: 162).” Dan Ali pun tetap monogami sampai wafatnya Fatimah.

Poligami memang tidak haram, selagi laki-laki itu bisa adil. Akan tetapi, yang merumuskan keadilan itu seharusnya adalah pihak perempuan. Selama ini rumusan adil adalah dari cara pandang laki-laki. Masalah adil terutama yang harus dirumuskan sebelum melakukan poligami adalah, apakah adil itu sebatas bersifat material dan lahiriah atau batiniah dan seksual. Ini yang perlu kita pikirkan. Yang jelas, menurut penulis, poligami akan menjadi sumber penderitaan baru bagi perempuan. Perempuan, seperti halnya laki-laki, punya harga diri, rasa cemburu, emosi, dan keinginan dicintai dengan sepenuh hati. Dengan dimadu, perempuan merasa dikhianati akan pengabdiannya selama ini terhadap sang lelaki. Jagalah istrimu, jangan kau berpoligami. Sebut saja Cak Lasi. Ia mencoba mende inisikan

perbedaan makna antara ulama’ dan kiai. Menurutnya, setiap muslim adalah ulama’. Bukankah ulama’ adalah pewaris Nabi? Dan apakah kita semua bisa baca surat Al-Fatihah bukan dari Nabi? Jadi kita juga bisa disebut ulama’, karena kita juga mewarisi ilmu Nabi. Memang, setiap orang berbeda tentang sedikit dan banyaknya warisan. Misal Gus Dur dan saya, tentu beda. Gus Dur dapat banyak, kalau saya sedikit. Kalau makna kiai, ya.. setiap sesuatu yang ada kelebihannya. Pokoknya harus ada keistimewaan daripada umumnya. Kiai tidak harus manusia. Seperti Kiai Slamet-nya Keraton Solo, ia adalah kerbau bule yang dikeramatkan oleh keluarga keraton. Jadi apa salahnya Aa’ Gym dipanggil kiai? Dia juga punya keistimewaan, di samping bisa jualan bahasa yang sejuk dan indahnya Manajemen Qolbu.

“Kebanyakan laki-laki senang dengan ilusi, bahkan sering pula sang istri hanya berperan sebagai pengantar ilusinya,” gumam Gus Diri. Memang seringkali alasan orang yang berpoligami adalah ittiba’ Rasul. Tapi, entahlah, ittiba’ (mengikuti) atau ingin memuaskan ilusi hasrat seksualnya. Itu urusan orang yang berpoligami dengan Tuhannya. Yang jelas, kalau mengikuti Nabi atau ibadah, ya minimal mengaca diri dulu: kenapa Nabi berpoligami dan bagaimana Nabi berbuat adil. Atau paling tidak mereka harus membaca ajaran agama ini beserta dengan konteksnya. Sekedar untuk diketahui, Kanjeng Nabi Muhammad dalam masa usia rumah tangga adalah 30 tahun. 28 tahun hidup monogami dan hanya 2 tahun beliau berpoligami, itupun dengan para janda yang membutuhkan perlindungan.

80