Seringkali dalam kehidupan ini kita merasa ketakutan. Takut akan kelaparan, kemiskinan, dan tidak jelasnya masa depan. Memang hal itu wajar, sebab hampir tidak ada satupun orang waras yang ingin miskin. Penulis dulu juga tidak pernah bercita-cita miskin, meskipun sekarang dalam kondisi miskin. Sehingga penulis pernah merasakan warna-warninya hidup dalam serba keterbatasan. Akan tetapi indahnya miskin, tidak semua orang miskin bisa merasakan, apalagi mensyukurinya. Di sini bukannya penulis ingin mengajak para pembaca untuk miskin secara bersama-sama. Sekali lagi tidak. Islam tidak akan mulia jika para penganutnya rata-rata miskin. Coba renungkan, buletin inipun tercetak atas harta orang-orang kaya yang mau menjadi donatur. Kalau tidak ada mereka, tentu Anda tidak akan pernah membaca Buletin Ad-Da’wah.
Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili berkata: “Di dalam masa kelapangan, hawa nafsu dapat mengambil
adalah, jika hati kita telah ditempati asma Allah atau Nur-nya Allah, maka jangan sekali-kali memberi kesempatan tipu daya setan seperti gila harta, wanita, dan sesuatu yang memudahkan kita lupa pada Allah, masuk ke dalam hati kita apalagi terukir.”
Cerita di atas adalah penggambaran bahwa sesuatu yang sudah mulia jangan dijadikan hina. Misalnya setelah hati kita mampu berdzikir , maka kita diharuskan menjaga hati tersebut dari lamunan duniawi yang kurang bermanfaat.
Semoga penulis dan pembaca Buletin Ad-Da’wah selalu mendapatkan kemudahan dan merasa bahagia dalam penghambaan kepada Ilahi Robbi, karena tiada kebahagiaan yang teramat sangat kecuali masuk dalam pintu ma’rifat-Nya.
66
Indahnya Miskin,
Tapi Tidak Harus Miskin
Seringkali dalam kehidupan ini kita merasa ketakutan. Takut akan kelaparan, kemiskinan, dan tidak jelasnya masa depan. Memang hal itu wajar, sebab hampir tidak ada satupun orang waras yang ingin miskin. Penulis dulu juga tidak pernah bercita-cita miskin, meskipun sekarang dalam kondisi miskin. Sehingga penulis pernah merasakan warna-warninya hidup dalam serba keterbatasan. Akan tetapi indahnya miskin, tidak semua orang miskin bisa merasakan, apalagi mensyukurinya. Di sini bukannya penulis ingin mengajak para pembaca untuk miskin secara bersama-sama. Sekali lagi tidak. Islam tidak akan mulia jika para penganutnya rata-rata miskin. Coba renungkan, buletin inipun tercetak atas harta orang-orang kaya yang mau menjadi donatur. Kalau tidak ada mereka, tentu Anda tidak akan pernah membaca Buletin Ad-Da’wah.
Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili berkata: “Di dalam masa kelapangan, hawa nafsu dapat mengambil
adalah, jika hati kita telah ditempati asma Allah atau Nur-nya Allah, maka jangan sekali-kali memberi kesempatan tipu daya setan seperti gila harta, wanita, dan sesuatu yang memudahkan kita lupa pada Allah, masuk ke dalam hati kita apalagi terukir.”
Cerita di atas adalah penggambaran bahwa sesuatu yang sudah mulia jangan dijadikan hina. Misalnya setelah hati kita mampu berdzikir , maka kita diharuskan menjaga hati tersebut dari lamunan duniawi yang kurang bermanfaat.
Semoga penulis dan pembaca Buletin Ad-Da’wah selalu mendapatkan kemudahan dan merasa bahagia dalam penghambaan kepada Ilahi Robbi, karena tiada kebahagiaan yang teramat sangat kecuali masuk dalam pintu ma’rifat-Nya.
68
waspada jangan sampai kena bahayanya harta benda. Adapun jika berupa pujian atau sanjungan orang kepadamu, maka kehambaanmu mengharuskanmu bersyukur kepada Allah SWT yang telah menutupi kejelekanmu, sehingga orang-orang hanya mengenal kebaikanmu.
Semoga ada yang dicintai oleh Allah SWT dalam penghambaan kita.
bagiannya karena gembira. Sedang dalam masa sempit,
tidak ada bagian sama sekali untuk hawa nafsu. Karena itu, manusia lebih aman dalam kesempitan, karena hawa nafsu tidak dapat memperdaya”.
Risau hati dan riang hati selalu silih berganti dalam perasaan tiap hamba, bagaikan silih bergantinya siang dan malam. Dan sebabnya risau hati itu adalah salah satu dari tiga: karena dosa, kehilangan dunia, atau dihina orang. Maka adab seorang hamba jika merasa berdosa harus bertobat, jika kehilangan dunia harus rela dan menyerah pada hukum Allah SWT, dan bila dihina orang harus sabar. Dan jagalah dirimu, jangan sampai kamu merugikan dirimu dua kali, yakni dengan perbuatanmu sendiri dan hinaan orang lain. Dan apabila risau hati itu tidak diketahui sebabnya, maka harus tenang, menyerah. Tidak lama, akan sirna masa gelap dan berganti dengan terang. Adakalanya terang itu berupa bintang yaitu ilmu, sinar bulan yaitu tauhid, atau matahari yaitu ma’rifat. Tetapi jika tidak tenang di masa gelap, mungkin dirimu akan terjerumus dalam kebinasaan.
Adapun masa riang hati (basthoh) sebabnya adalah satu dari tiga: karena tambahnya amal ibadah (taat) dan bertambahnya ilmu ma’rifat, bertambahnya kekayaan atau kehormatan, dan yang ketiga adalah karena pujian atau sanjungan orang kepadanya. Maka adab seorang hamba jika merasa bertambah taat ibadahnya dan ilmu ma’rifatnya adalah ia harus merasa bahwa itu semata-mata karunia Tuhan, dan berhati-hati jangan merasa bahwa itu dari kerajinan atau usaha sendiri. Dan jika mendapat tambahan keduniaan, maka harus diangggap pula bahwa itu semata-mata karunia Tuhan, dan harus
68
waspada jangan sampai kena bahayanya harta benda. Adapun jika berupa pujian atau sanjungan orang kepadamu, maka kehambaanmu mengharuskanmu bersyukur kepada Allah SWT yang telah menutupi kejelekanmu, sehingga orang-orang hanya mengenal kebaikanmu.
Semoga ada yang dicintai oleh Allah SWT dalam penghambaan kita.
bagiannya karena gembira. Sedang dalam masa sempit,
tidak ada bagian sama sekali untuk hawa nafsu. Karena itu, manusia lebih aman dalam kesempitan, karena hawa nafsu tidak dapat memperdaya”.
Risau hati dan riang hati selalu silih berganti dalam perasaan tiap hamba, bagaikan silih bergantinya siang dan malam. Dan sebabnya risau hati itu adalah salah satu dari tiga: karena dosa, kehilangan dunia, atau dihina orang. Maka adab seorang hamba jika merasa berdosa harus bertobat, jika kehilangan dunia harus rela dan menyerah pada hukum Allah SWT, dan bila dihina orang harus sabar. Dan jagalah dirimu, jangan sampai kamu merugikan dirimu dua kali, yakni dengan perbuatanmu sendiri dan hinaan orang lain. Dan apabila risau hati itu tidak diketahui sebabnya, maka harus tenang, menyerah. Tidak lama, akan sirna masa gelap dan berganti dengan terang. Adakalanya terang itu berupa bintang yaitu ilmu, sinar bulan yaitu tauhid, atau matahari yaitu ma’rifat. Tetapi jika tidak tenang di masa gelap, mungkin dirimu akan terjerumus dalam kebinasaan.
Adapun masa riang hati (basthoh) sebabnya adalah satu dari tiga: karena tambahnya amal ibadah (taat) dan bertambahnya ilmu ma’rifat, bertambahnya kekayaan atau kehormatan, dan yang ketiga adalah karena pujian atau sanjungan orang kepadanya. Maka adab seorang hamba jika merasa bertambah taat ibadahnya dan ilmu ma’rifatnya adalah ia harus merasa bahwa itu semata-mata karunia Tuhan, dan berhati-hati jangan merasa bahwa itu dari kerajinan atau usaha sendiri. Dan jika mendapat tambahan keduniaan, maka harus diangggap pula bahwa itu semata-mata karunia Tuhan, dan harus